Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan tersebut berada di pinggir jalan arteri kabupaten dan dapat ditempuh selama 1,5 jam dari pusat kota Yogyakarta dengan jarak tempuh sekitar 60 km dan 7 km dari Kecamatan Wonosari (Gambar 2). Pengambilan data penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2012 dan dilanjutkan dengan kegiatan penyusunan laporan (Tabel 2).
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)
Provinsi D. I. Yogyakarta
19
Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian terdiri dari lima tahap mengacu pada tahapan yang dikemukakan oleh Gold (1980), yaitu persiapan, pengumpulan data, analisis, sintesis, dan perencanaan (Gambar 3).
Gambar 3. Tahapan Perencanaan Lanskap Ekowisata Karst
Persiapan Pengumpulan data Analisis Sintesis Perencanaan lanskap
Perumusan masalah, penetapan tujuan, pengumpulan informasi terkait
permasalahan, dan perizinan dinas terkait
1. Umum
Luas tapak, batas administrasi, dan tata guna lahan
2. Tapak
Topografi, tanah dan geologi, hidrologi, iklim, dan hayati
3. Aspek ekowisata
Ketersediaan objek dan atraksi wisata, nilai visual tapak, ketergantungan masyarakat pada tapak, dan potensi pengunjung
Analisis kesesuaian kawasan karst utk pengembangan ekowisata
Analisis ketersediaan objek dan atraksi wisata
Zonasi ekowisata tapak
Rencana lanskap
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah perencanaan kawasan ekowisata berbasis kualitas dan kepekaan lingkungan. Pengolahan data didahului dengan menganalisis kesesuaian kawasan karst untuk ekowisata. Selanjutnya dilakukan analisis keberadaan objek dan atraksi wisata pada tapak Lembah Mulo.
Tahap pertama dilakukan analisis kesesuaian kawasan karst untuk ekowisata pada tapak. Kriteria dibuat untuk menilai sensitifitas kawasan karst. Area sensitif dimanfaatkan untuk kepentingan konservasi dan area yang kurang sensitif dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekowisata. Tahap selanjutnya adalah melakukan identifikasi ketersediaan objek dan atraksi wisata pada tapak. Aspek yang dipertimbangkan dalam penilaian adalah keunikan, kelangkaan, keindahan, seasonality, sensitifitas, aksesibilitas, dan fungsi sosial (Avenzora 2007).
Persiapan
Tahap ini merupakan tahapan awal yang dilakukan dengan usulan penelitian, perumusan masalah, penetapan tujuan penelitian, pengumpulan informasi yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti, dan perizinan penelitian pada dinas terkait. Kemudian dilanjutkan dengan perumusan konsep awal dari kegiatan perencanaan yang dilakukan sebelum diadakan turun lapang, yang bertujuan untuk memudahkan dalam pengambilan data yang dibutuhkan sesuai konsep dan tujuan yang telah dikembangkan.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret 2012 selama kurang lebih dua minggu dan feel of the land pada tapak. Data yang diambil adalah data aspek bio-fisik, sosial, dan budaya serta potensi wisata keadaan awal tapak. Data terdiri atas data primer dan data sekunder yang diperoleh dari survey lapang, studi pustaka, dan wawancara. Data yang diambil terdapat pada Tabel 3. Bentuk data pada tahapan ini adalah berupa data tabular, peta kondisi tapak, dan foto untuk merekam visual tapak.
21
Data primer didapatkan dengan cara melakukan survey lapang dan pengamatan langsung keadaan lokasi penelitian untuk memperoleh potensi, hambatan, dan peluang pengembangan lanskap kawasan ekowisata karst. Sementara data sekunder berasal dari studi pustaka yang dilakukan untuk memperoleh data fasilitas standar yang digunakan, peraturan dan kebijakan yang mengikat dan membatasi pengembangan tapak, dan data keadaan fisik dan bio- fisik serta sosial ekonomi (Tabel 2). Data persepsi masyarakat sekitar diambil dengan melakukan wawancara kepada 40 responden yang tersebar secara acak disekitar kawasan Lembah Mulo berdasarkan pertanyaan yang telah disusun. Wawancara juga dilakukan terhadap instansi terkait untuk mendapatkan data dan informasi lebih dalam mengenai tapak.
Tabel 2. Jenis, Bentuk, Sumber, dan Cara Pengambilan Data
Aspek No Jenis Data Bentuk
Data Sumber Data Cara Pengambilan Fisik 1 Letak, luas, batas Primer,
Sekunder
Bakosurtanal Survey, Studi pustaka 2 Tanah dan geologi Primer,
Sekunder
Bappeda Survey, Studi pustaka 3 Topografi Sekunder Bakosurtanal Studi pustaka 4 Hidrologi Primer,
Sekunder
Bakosurtanal Survey, Studi pustaka 5 Tata guna lahan Sekunder Bappeda Studi pustaka 6 Vegetasi dan satwa Primer,
Sekunder
Tapak Survey, Studi pustaka 7 Iklim Sekunder BMG Studi pustaka 8 View Primer Tapak Survey Sosial
Budaya
1 Karakter, persepsi, dan preferensi masyarakat
Primer Tapak Survey
2 Aktivitas dan perilaku Primer, Sekunder Tapak Survey Potensi Wisata 1 Atraksi/objek wisata Primer, Sekunder Tapak Survey 2 Aksesibilitas Primer Tapak Survey 3 Potensi tapak Primer Tapak Survey 4 Potensi pengunjung Primer,
Sekunder
Tapak Survey
Keterangan:
Bakosurtanal : Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional Bappeda : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Analisis
Analisis dilakukan untuk menilai keberadaan suatu objek dan atraksi serta kesesuaiannya apabila dikembangkan sebagai kawasan ekowisata pada tapak. Selanjutnya data identifikasi didapatkan dengan survey lapang dan wawancara. Analisis sumberdaya wisata dilakukan dengan mendata potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan sebagai atraksi. Dalam menganalisis dan identifikasi keberadaan atraksi atau objek wisata dinilai berdasarkan peluang kegiatan wisata yang dapat dilakukan pada objek wisata.
Tahap pertama dilakukan analisis kepekaan kawasan karst pada tapak. Kriteria dibuat dengan mengkombinasikan aspek fisik, yaitu geologi, tanah, dan topografi pada tapak seperti yang tersaji pada Gambar 4, Tabel 3, dan Tabel 4. Untuk pengamatan penelitian, Lembah Mulo dibagi menjadi segmen berdasarkan penutupan lahan. Penutupan lahan dipilih menjadi unit analisis karena merupakan penampakan nyata lahan yang ada saat ini dan memiliki atribut seperti kemiringan, jenis tanah, geologi, vegetasi, dan visual yang dapat dianalisis.
23
Tabel 3. Klasifikasi Kepekaan Kawasan Karst
No. Aspek Kelas Kesesuaian Kurang peka (3) Cukup peka (2) Peka (1) 1. Geologi Bentukan alam
karst masih terlihat (sedikit) meskipun sabagian hilang atau rusak
Bentukan alam karst tidak terlalu terlihat dan ketebalan batu gamping tipis
Terdapat bentukan alam karst yang unik, spesifik, dan langka: conical hill, dolina, uvala, polce, sinkhole, atau goa 2. Tanah Aluvial, planosol,
hidromorf kelabu, latosol
Brown forest soil, mediteran
Regosol, litosol, organosol, rendzina 3. Topografi 0-15% 15-25% >25%
Sumber: Hidayat (2002), SK Menteri Pertanian No. 837/K pts/Um/11/1980, dan modifikasi Jumlah nilai = peka: 3-4 cukup peka: 5-7 kurang peka: 8-9
Tabel 4. Luas dan Persentase Segmen pada Lembah Mulo
Segmen Luas Tutupan Lahan Dominan
(Ha) (%) 1 1,70 10,35 Tegalan 2 0,17 1,04 Tegalan 3 5,10 31,04 Tegalan 4 4,93 30,00 Perkebunan 5 0,41 2,49 Perkebunan 6 0,32 1,95 Perkebunan 7 1,30 7,91 Telaga 8 0,62 3,77 Pemukiman 9 0,73 4,44 Tegalan 10 1,15 7,01 Tegalan Total 16,43 100
Masing-masing aspek yang dinilai kemudian di-overlay sehingga menghasilkan kategori kurang peka, cukup peka, dan peka. Zona peka memiliki skor 8-9, cukup peka 5-7, dan kurang peka 3-4. Dalam perencanaan kawasan daerah peka merupakan area yang harus dikonservasi, daerah cukup peka merupakan area yang pemanfaatannya terbatas, dan daerah yang kurang peka merupakan area yang dapat dikembangkan menjadi kawasan untuk aktivitas ekowisata.
Analisis selanjutnya adalah penilaian terhadap keberadaan objek dan atraksi wisata pada tapak. Menurut Avenzora (2005), dalam penilaian objek wisata setidaknya perlu untuk menilai tujuh aspek nilai yang terkait dan berasosiasi dalam potensi suatu objek wisata, yaitu keunikan, kelangkaan, keindahan, seasonalitas, aksesibilitas, sensitifitas, dan fungsi sosial (Tabel 5).
Lima aspek pertama merupakan aspek-aspek penting dalam ranah kepariwisataan, sedangkan dua aspek yang terakhir adalah aspek penting dalam ranah sustainable development.
Objek yang potensial dinilai dengan menggunakan kriteria dan indikator yang telah ditetapkan. Setiap potensi objek dan atraksi yang terdapat dalam tapak dinilai berdasarkan kriteria yang telah dibuat (Tabel 5). Objek mendapatkan skor 1 pada tiap poin yang tertera pada aspek yang dinilai. Tiap objek dinilai berdasarkan 7 aspek pada kriteria yang telah dibuat. Selanjutnya skor tiap objek diakumulasi sehingga menghasilkan skor total. Objek bernilai rendah apabila memiliki skor 7-18, sedang 19-30, dan tinggi 31-42. Hasil dari analisis ini berupa data tabular dan spasial.
Tabel 5. Kriteria Penilaian Objek dan Atraksi Ekowisata
No Aspek Indikator Skor 1 Keunikan Bentuk gejala alam tersebut sangat berbeda dengan gejala
alam sejenis pada umumnya
Warna-warna gejala alam tersebut sangat berbeda dengan gejala alam sejenis pada umumnya
Manfaat dan fungsi gejala alam tersebut sangat berbeda dengan gejala alam sejenis pada umumnya
Tempat dan ruang gejala alam tersebut sangat berbeda dengan gejala alam sejenis pada umumnya
Waktu gejala alam tersebut sangat berbeda dengan gejala alam sejenis pada umumnya
Ukuran dimensi gejala alam tersebut sangat berbeda dengan gejala alam sejenis pada umumnya
1 1 1 1 1 1 2 Kelangkaan Gejala alam tersebut telah masuk dalam daftar kelangkaan
internasional
Gejala alam masuk dalam daftar kelangkaan nasional
Gejala alam tersebut tidak ada di provinsi lain
Gejala alam tersebut tidak ada di kabupaten lain
Gejala alam tersebut tidak ada di kecamatan lain
Pengulangan proses kejadian gejala alam tersebut sangat langka dalam kurun waktu tertentu
1 1 1 1 1 1 3 Keindahan Keindahan komposisi dan nuansa bentuk dari gejala alam
tersebut
Keindahan komposisi dan nuansa warna dari gejala alam tersebut
Keindahan komposisi dan nuansa dimensi ukuran dari gejala alam tersebut
Keindahan komposisi dan nuansa gejala alam dari gejala alam tersebut
Keindahan komposisi dan nuansa visual secara totalitas dari gejala alam tersebut
Kepuasan psikologi pengunjung dari komposisi dan nuansa yang dihasilkan gejala alam tersebut
1 1 1 1 1 1
25
4 Seasonality Gejala alam tersebut hanya muncul dan bisa dinikmati pengunjung beberapa saat saja pada hari tertentu
Gejala alam tersebut hanya muncul dan bisa dinikmati pengunjung pada hari tertentu dalam periode minggu tertentu
Gejala alam tersebut hanya muncul dan bisa dinikmati pengunjung pada minggu tertentu dalam periode bulan tertentu
Gejala alam tersebut hanya muncul dan bisa dinikmati pengunjung pada bulan tertentu dalam periode tahun tertentu
Gejala alam tersebut hanya muncul dan bisa dinikmati pengunjung pada bulan tertentu dalam periode kondisi tahun tertentu
Gejala alam tersebut hanya muncul dan bisa dinikmati pengunjung pada kelompok umur, fisik, dan status sosial tertentu. 1 1 1 1 1 1
5 Sensitifitas Peristiwa kejadian alam tersebut tidak terpengaruh oleh kehadiran sedikit/banyak pengunjung
Kualitas kejadian alam tersebut tidak terpengaruh oleh kehadiran sedikit/banyak pengunjung
Kuantitas kejadian alam tersebut tidak terpengaruh oleh kehadiran sedikit/banyak pengunjung
Kehadiran pengunjung untuk menikmati gejala alam tersebut tidak mempengaruhi terjadinya kejadian fenomena alam lain disekitarnya
Dalam bentuk kontak fisik tidak akan menyebabkan berubahnya secara permanen kualitas dan kuantitas gejala alam tersebut dan gejala alam lainnya.
Daya dukung fisik, ekologis, dan psikologis tidak terganggu
1 1 1 1 1 1 6 Aksesibilitas Lokasi gejala alam tersebut dapat dijangkau dengan
kendaraan umum dalam waktu maksimal dua jam dari ibukota kabupaten
Lokasi gejala alam tersebut dapat dijangkau dengan kendaraan umum dalam waktu maksimal satu jam dari ibukota kecamatan
Lokasi gejala alam tersebut dapat dijangkau oleh semua jenis kendaraan roda empat
Pengunjung dapat menjangkau lokasi gejala alam tersebut tanpa harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki melebihi 2 km
Untuk mencapai lokasi tersebut tersedia kendaraan umum yang beroperasi setidaknya 16 jam per hari
Lokasi tersebut dapat dicapai dalam segala kondisi cuaca
1 1 1 1 1 1 7 Fungsi Sosial Gejala alam tersebut diyakini masyarakat sekitar
mempunyai sejarah yang sangat kuat dengan cikal bakal komunitas yang tinggal di kawasan tersebut
Gejala alam tersebut hingga saat ini masih digunakan sebagai salah satu sumber elemen kehidupan sosial/budaya keseharian masyarakat sekitar
Gejala alam tersebut hingga saat ini masih digunakan sebagai salah satu sumber elemen budaya pada berbagai upacara budaya dalam dinamika budaya masyarakat setempat
Gejala alam tersebut hingga saat ini hanya digunakan sebagai salah satu sumber elemen budaya pada upacara
1
1
1
budaya tertentu saja dalam dinamika sosial budaya masyarakat setempat
Gejala alam tersebut hingga saat ini digunakan sebagai salah satu sumber elemen ekonomi utama bagi kehidupan sosial ekonomi keseharian masyarakat setempat
Gejala alam tersebut hingga saat ini hanya digunakan sebagai salah satu identitas regional bagi masyarakat setempat
1
1
Sumber: Avenzora 2008
rendah: 7-18 sedang: 19-30 tinggi: 31-42
Sintesis
Sintesis merupakan tahap pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi dari suatu tapak yang disesuaikan dengan tujuan perencanaan. Setelah dilakukan pemecahan masalah dan pemanfaatan potensi akan diperoleh alternatif-alternatif perencanaan yang selanjutnya ditentukan alternatif terpilih yang merupakan satu alternatif atau modifikasi dan kombinasi dari beberapa alternatif perencanaan. Pada tahap ini ditentukan objek dan atraksi yang potensial untuk dikembangkan dalam kegiatan ekowisata yang akan direncanakan. Sensitifitas area yang telah diketahui membantu dalam menentukan area yang harus dikonservasi, dimanfaatkan terbatas, dan area utama untuk kegiatan ekowisata. Pada tahap ini juga ditentukan konsep pengembangan tapak yang mengacu pada fungsi dan tujuan yang telah ditetapkan dan perhitungan daya dukungnya. Daya dukung lahan dihitung untuk mengetahui kapasitas tampung dan aktivitas pada area wisata maupun konservasi di Lembah Mulo agar dalam pengembangan wisata tidak merusak dan tetap menjaga kelestarian tapak. Pendugaan nilai daya dukung wisata berdasarkan pada standar rata-rata individu dalam m2/orang (Boulon dalam WTO dan UNEP, 1992 dalam Siti Nurisjah et. al., 2003):
DD = A/S DD = Daya dukung tapak
A = Area yang digunakan untuk wisata
T = DD x K S = Standar rata-rata individu
T = Total hari kunjungan
K = N/R K = Koefisien rotasi
N = Jam kunjungan per-hari
27
Rencana Lanskap.
Pada proses ini konsep tersebut dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk rencana tata ruang, tata letak aktifitas dan fasilitas rekreasi. Hasil dari tahap ini berupa rencana tapak (site plan) yang menggambarkan aktifitas dan fasilitas yang dapat dikembangkan, jalur sirkulasi yang direncanakan, tata letak elemen lanskap dan fasilitas yang pendukung.