• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metodologi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penulisan bersifat deskriptif analitis, yaitu data hasil penelitian baik yang berupa data hasil studi dokumen yang menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum in concreto.

2. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum.41 Penelitian ini menggunakan metode

37Urip Santoso, Op.cit., hlm. 114.

38Ibid, hlm. 90.

39Ibid. hlm. 273.

40Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Tanggungan.

pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan. Dalam menggunakan pendekatan yuridis normatif oleh karena sasaran penelitian ini adalah hukum atau kaedah (norm). Pengertian kaedah meliputi asas hukum, kaedah dalam arti sempit (value), peraturan hukum konkrit. Penelitian yang berobjekan hukum normatif berupa asas-asas hukum, sistem hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal.42

Penelitian ini sering disebut juga penelitian dokumenter untuk memperoleh data skunder dibidang hukum. Penelitian lebih meliputi penelitian asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan. Titik berat penelitian tertuju pada penelitian documenter, yang berarti lebih banyak menelaah dan mengkaji data sekunder yang diperoleh dari penelitian.

Sedikitnya ada tiga alasan penggunaan penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif. Pertama, analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan dinamis antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan. Kedua, data yang akan dianalisis beraneka ragam, memliki sifat dasar yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, serta tidak mudah untuk dikuantifisir.

Ketiga, sifat dasar data yang akan dianalisis dalam penelitian adalah bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang integral holistic, dimana hal itu

41Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, 2005, hlm. 184.

42Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 1990, hlm. 70.

menunjukkan adanya keanekaragaman data serta memerlukan informasi yang mendalam atau indepth information.43

3. Metode Pengumpulan Data

Sebagai penelitian hukum normatif, penelitian ini menitikberatkan pasa studi kepustakaan. Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini adalah :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan yang mengikat yakni Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, b. Bahan hukum skunder, yaitu berupa bahan-bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil penelitian para ahli, hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah atau idato yang berhubungan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tertier, seperti kamus hukum, kamus bahasa asing, dan artikel lainnya yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan skunder.

4. Analisis Data

Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh dilapangan dianalisa secara kualitatif. Metode analisa yang dipakai adalah metode

43Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Perbandingan Hukum, Makalah disampaikan pada dialog interaktif Hukum USU tentang penelitian hukum dan hasil penulisan penelitian hukum pada makalah akreditasi Fakultas tanggal 18 Pebruari 2003, hlm. 1.

deduktif. Melalui metode deduktif ini data skunder yang telah diuraikan dalam ti njauan pustaka secara komparatif akan dijadikan pedoman dan dilihat pelaksanaannya mengenai peningkatan status hak dari hak pakai menjadi hak milik.

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan atau mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.44

Penelitian ini bersifat deskriptif. Data hasil penelitian yang berupa data hasil studi dokumen (data sekunder), data hasil pengamaytan dan wawancara dianalisis dengan metode kualitatif,45dengan maksud untuk memaparkan apa yang di deskriptif analitis.

Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul baik melalui inventarisasi karya ilmiah, peraturan perundang-undangan, yang berkaitan dengan judul penelitian baik media cetak dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya untuk mendukung studi kepustakaan.

Kemudian baik data primer maupun data skunder dilakukan analisis penelitian secara kuantitatif dan untuk membahas lebih mendalam dilakukan secara kualitatif.

Sehingga dengan demikian diharapkan dapat menjawab segala permasalahan hukum yang ada dalam tesis ini.

44 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm 103.

45Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hlm. 58.

BAB II

DASAR DAPAT DIKABULKANNYA PENINGKATAN STATUS HAK DARI HAK PAKAI YANG TERIKAT JAMINAN DI ATAS HAK PENGELOLAAN

MENJADI HAK MILIK

A. Tinjauan Umum Mengenai Hak Pakai

Ketentuan mengenai hak pakai disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d Undang-Undang Pokok Agraraia. Secara khusus diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 Undang Pokok Agraria. Menurut Pasal 50ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria, ketentuan lebih lanjut mengenai hak pakai diatur dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan disini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, secara khusus diatur dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 58.46

Menurut Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, yang dimaksud dengan hak pakai adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria.47

46 Urip Santoso, Op. cit., hlm. 114.

47 Ibid, hlm. 115.

26

Perkataan “menggunakan” dalam hak pakai menunjuk pada pengertian bahwa hak pakai digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan, sedangkan perkataan

“memungut hasil” dalam hak pakai menunjuk pada pengertian bahwa hak pakai digunakan untuk kepentingan selain mendirikan bangunan, misalnya pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan.48

Subjek hak pakai dalam Pasal 42 Undang-Undang Pokok Agraria menentukan bahwa yang dapat mempunyai hak pakai, adalah :49

1. Warga Negara Indonesia.

2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.

3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

4. Badan hukum asing yang mempunyai prewakilan di Indonesia.

Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 lebih merinci yang dapat mempunyai hak pakai, yaitu :50

1. Warga Negara Indonesia.

2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, dan Pemerintah Daerah.

4. Badan-badan keagamaan dan sosial.

48Ibid.

49Ibid.

50Ibid.

5. Orang asaing yang berkedudukan di Indonesia.

6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional.

Bagi Pemegang Hak Pakai yang tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai, maka dalam waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak pakainya kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Kalau hal ini tidak dilakukan, maka hak pakainyahapus karena hukum dengan ketentuan hak-hak pihak lain yang terkait dengan hak pakai tetap diperhatikan (Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996).51

Menurut A.P. Parlindungan, Hak Pakai yang dipunyai oleh dan badan hukum public merupakan Hak Pakai yang ada right to use, yaitu menggunakan untuk waktu yang tidak terbatas selama pelaksaan tugas, namun tidak ada right to disposal, yaitu tidak dapat dialihkan dalam bentuk apapun kepada pihak ketiga dan tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan.52

Dalam hal asal dari tanah hak pakai , dalam Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa asala tanah hak pakai adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, sedangkan Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 lebih tegas menyebutkan bahwa tanah yang dapat

51Ibid, hlm. 116.

52A.P. Parlindungan, Beberapa Konsep tentang Hak-hak Atas Tanah, Majalah CSIS Edisi Tahun XX Nomor 2, Jakarta, 1991, hlm. 135.

diberikan dengan hak pakai adalah tanah negara, tanah hak pengelolaan, atau tanah hak milik.53

Terjadinya hak pakai berdasarkan asal tanahnya yakni sebagai berikut :54 1. Hak Pakai Atas Tanah Negara.

Hak pakai ini diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Badan Pertanahan Nasional. Hak pakai ini terjadi sejak keputusan pemberian hak pakai didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicata dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya.

2. Hak Pakai Atas Tanah Hak Pengelolaan.

Hak Pakai ini diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Badan Pertanahan Nasional berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan. Hak pakai ini terjadi sejak keputusan pemberian hak pakai didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya.

3. Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik.

Hak pakai ini terjadi dengan pemberian tanah oleh pemilik tanah dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah ini wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah. Bentuk akta Pejabat

53Ibid.

54Ibid, hlm. 117.

Pembuat Akta Tanah ini dimuat dalam lampiran Peraturan Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997.

Mengenai jangka waktu hak pakai, dalam Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria tidak menentukan secara tegas berapa lama jangka waktu hak pakai.

Pasal ini hanya menentukan bahwa hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah Nomot 40 Tahun 1996, jangka waktu hak pakai diatur pada Pasal 45 sampai dengan Pasal 49. Jangka waktu hak pakai ini berbeda-beda sesuai dengan asal tanahnya, yaitu :55

1. Hak Pakai Atas Tanah Negara.

Hak Pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun,dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 25 tahun.

Khusus hak pakai yang dipunyai Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Pemerintah Daerah, badan-badan keagamaan dan sosial, perwakilan negara asing, dan perwakilan badan internasional diberikan jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk tertentu.

Syarat-syarat hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan dikemukakan oleh I. Soegiarto, yaitu :56

a. Dapat dinilai dengan uang (karena utang yang dijamin berupa uang)

55 Ibid.

56 I. Soegiarto, Hak Pakai Atas Tanah Negara, Jurnal Hukum Bisnis, Volume I, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 1997, hlm. 97.

b. Merupakan hak yang telah didaftarkan (daftar umum pendaftaran tanah sebagai syarat untuk memenuhi asas publisitas)

c. Bersifat dapat dipindahtangankan 9 dalam hal debitur cedera janji benda tersebut dapat dijual di muka umum)

d. Memerlukan penunjukan dengan peraturan perundang-undangan.

2. Hak Pakai Atas Tanah Hak Pengelolaan.

Hak pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak pakai ini dapat dilakukan atas usul pemegang hak pengelolaan.

3. Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik.

Hak pakai ini diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang. Namun atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang hak pakai dapat diperbarui dengan pemberian hak pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan wajib didaftarkan kepada Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah.

Dalam hak pakai ini yang merupakan kewajiban dari pemegang hak pakai berdasarkan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, ialah :57

57Ibid, hlm. 119.

1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik.

2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukkannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik.

3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.

4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada negara, pemegang hak pengelolaan atau pemilik tanah sesudah hak pakai tersebut hapus.

5. Menyerahkan sertifikat hak pakai yang telah hapus kepad Kepala Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat.

6. Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung oleh tanah hak pakai.

Sementara yang menjadi hak pemegang hak pakai berdasarkan Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, ialah :58

1. Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya.

2. Memindahkan hak pakai kepada pihak lain.

58Ibid, hlm. 120.

3. Membebaninya dengan hak tanggungan.

4. Menguasai dan Mempergunakan tanah untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

Undang-Undang Pokok Agraria tidak mengatur bahwa hak pakai dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Pembebanan hak pakai dengan hak tanggungan diatur dalam Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yaitu hak pakai atas tanah negara dan hak pakai atas tanah hak pengelolaan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani dengan hak tanggungan.59

Hak tanggungan hapus dengan hapusnya hak pakai, semua hak pakai wajib didaftarkan kepada Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat, namun ada hak pakai yang tidak dapat dipindahtangankan sehingga tidak dapat dibebani hak tanggungan, yaitu hak pakai yang dipunyai oleh Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Pemerintah Daerah, Badan-Badan keagamaan dan sosial, perwakilan negara asing, dan perwakilan badan internasional.60

Kebutuhan praktek menghendaki agar Hak Pakai dapat dibebani juga dengan Hipotik (pada saat ini Hak Tanggungan). Hal ini ternyata telah diakomodir oleh Undang-Undang Hak Tanggungan, tetapi hanya Hak Pakai atas tanah Negara saja yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan, sedangkan Hak Pakai atas tanah Hak Milik masih akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.61

59Ibid, hlm. 121

60Ibid.

61Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan.

Berdasarkan Pasal 55 Peraturan PemerintahNomor 40 Tahun 1996, faktor-faktor penyebab hapusnya hak pakai, yaitu :62

1. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangan atau dalam perjanjian pemberiannya.

2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan atau pemilik tanah sebelum jangka waktunya berakhir, karena :

a. Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak pakai dan atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam hak pakai.

b. Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak pakai antara pemegang hak pakai dengan pemilik tanah atau perjanjian penggunaan hak pengelolaan.

c. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

3. Dilepaskannya secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.

4. Hak pakainya dicabut.

5. Ditelantarkan.

6. Tanahnya musnah.

7. Pemegang hak pakai tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai.

B. Tinjauan Umum Mengenai Hak Milik

Salah satu hak atas tanah yang termasuk dalam kategori bersifat primer adalah hak milik. Sebab hak milik merupakan hak primer yang paling utama, terkuat

62Ibid, hlm. 123.

dan terpenuh, dibandingkan dengan hak-hak primer lainnya, seperti hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, atau hak-hak lainnya.63Hal ini sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Pokok Agraria yang berbunyi sebagai berikut :

‘Hak Milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain”.64

Menurut A.P. Parlindungan,65 kata-kata terkuat dan terpenuh itu bermaksud untuk membedakannya dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak-hak lainnya, yaiyu untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang, hak miliklah yang terkuat dan terpenuh. Begitu pentingnya hak milik, pemerintah memberikan perhatian yang sangat serius terhadap persoalan hak milik atas tanah tersebut.66

Hal ini dapat terlihat dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah. Namun demikian, pada tahun 1999 pemerintah mengganti Peraturan tersebut dengan Peraturan Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara. Dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Agraria Nomor

63Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 64.

64Ibid, hlm. 65.

65 A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1993, hlm. 124.

66Supriadi, Op. cit.

3 Tahun 1999 dinyatakan bahwa : Kepala Kantor Pertanahan kabupaten atau kota member keputusan mengenai :67

1. Pemberian hak milik atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 ha ( dua hektar).

2. Pemberian hak milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 m2 (dua ribu meter persegi), kecuali mengenai tanah bekas hak guna usaha.

3. Pemberian hak milik atas tanah dalam rangka peaksanaan program : a. Transmigrasi.

b. Redistribusi tanah.

c. Konsolidasi tanah.

d. Pendaftaran tanah secara missal baik dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik maupun sporadik.

Memperhatikan beberapa ketentuan mengenai pemilikan hak atas tanah, terdapat gambaran bahwa hak milik atas tanah merupakan persoalan yang perlu mendapat perlindungan yang sangat ketat. Perlindungan ini dimaksudkan agar pemberian status hak kepada perorangan harus dilakukan dengan seleksi yang ketat, agar betul-betul terjadi pemerataan atas status hak tersebut.68Pemerintah menaruh perhatian serius terhadap pemilikan atas tanah tersebut sehingga pemerintah tidak

67Ibid.

68Ibid, hlm. 67.

memperkenankan hak milik atas tanah itu beralih kepada orang asing karena perkawinan.

Dalam hal subjek dari hak milik adalah :69 1. Perseorangan.

Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik ( Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria). Ketentuan ini menentukan perseorangan yang hanya berkewarganegaraan Indonesia yang dapat mempunyai tanah hak milik.

2. Badan Hukum.

Pemerintah menetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya (Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria).

Hak milik atas tanah dapat terjadi melalui 3 cara sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 22 Undang-Undang Pokok Agraria yaitu :

1. Hak milik atas tanah yang terjadi menurut hukum adat.

Hak milik atas tanah terjadi dengan jalan pembukaan tanah (pembukaan hutan) atau terjadi karena timbulnya lidah tanah (aanslibbing).

Pembukaan tanah ini diartikan melalui kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat hukum adat yang dipimpin oleh ketua adat melalui 3 sistem penggarapan, yaitu matok sirah matok galeng, matok sirah gilir galeng, dan system bluburan.

69Urip Santoso, Op. cit., hlm. 93.

Lidah tanah yang dimaksud adalah pertumbuhan tanah di tepi sungai, danau atau laut, tanah yang tumbuh demikian itu dianggap menjadi kepunyaan orang memiliki tanah yang berbatasan, karena biasanya pertumbuhan itu sedikit banyak terjadi karena usahanya. Dengan sendirinya terjadinya hak milik secara demikian itu juga melalui suatu proses pertumbuhan yang memakan waktu.70

Hak milik atas tanah terjadi disini dapat didaftarkan pada kantor pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk mendapatkan sertifikat hak milik atas tanah. Hak milik atas tanah yang terjadi menurut hukum adat akan diatur dengan peraturan pemerintah, namum hingga saat ini peraturan tersebut belum terbentuk.71

2. Hak milik atas tanah terjadi karena penetapan pemerintah.

Hak milik atas tanah yang terjadi disini semula berasal dari tanah negara. Hak milik atas tanah ini terjadi karena permohonan hak milik atas tanah oleh pemohon dengan memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

3. Hak milik atas tanah terjadi karena undang-undang.

Hak milik atas tanah ini terjadi karena undang-undanglah yang menciptakannya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal I, Pasal II, dan Pasal VII ayai (1) Ketentuan-Ketentuan Konversi Undang-Undang Pokok Agraria.

70Boedi Harsono II, Undang-Undang Pokok Agraria Sedjarah Penjusunan Isi dan Pelaksanaannja, Djambatan, Jakarta, 1970, hlm. 145.

71Urip Santoso, Op. cit., hlm. 94.

Sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria pada tanggal 24 September 1960, semua hak atas tanah yang ada harus diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria.

Pasal 27 Undang-Undang Pokok Agraria menetapkan faktor-faktor penyebab hapusnya hak milik atas tanah dan tanahnya jatuh kepada negara, yaitu :72

1. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18.

2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya.

3. Karena ditelantarkan.

4. Karena subjek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak milik atas tanah.

5. Karena peralihan yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada pihak lain tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak milik atas tanah.

Hak milik atas tanah juga dapat hapus karena tanahnya musnah, misalnya karena terjadinya bencana alam.

C. Tinjauan Umum Tentang Hak Pengelolaan

Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.73 Hak pengelolaan adalah hak untuk menguasai atas tanah yang langsung dikuasai oleh Negara yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan

Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.73 Hak pengelolaan adalah hak untuk menguasai atas tanah yang langsung dikuasai oleh Negara yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan

Dokumen terkait