• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 sampai Maret 2012. Penelitian ini dilakukan di beberapa laboratorium yaitu, Laboratorium Kimia Pangan, SEAFAST Center, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Analisis Pangan Departemen ITP, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel makanan berupa daging ayam bagian dada dengan berat per unit sampel 300 g, ikan bawal dengan berat per ekor 300 g, bumbu kuning (terdiri atas kunyit, lengkuas, bawang putih, bawang merah, kemiri, merica, garam, dan jahe) yang digunakan untuk penyiapan ayam panggang dan ikan bakar, standar komponen PAH, yaitu benzo(a)piren (BAP) dan dibenzo(a,h)antrasen (DBA), asetonitril HPLC-grade, diklorometan p.a., toluena, n-heksana p.a., akuades Mili-Q grade, NaOH, kolom solid phase extraction, yaitu kolom ekstrelut Merck® (diatomaceus earth), kolom PRS (propylsulphonic acid silica) dari SiliCycle® (SiliCycle Inc. Canada), dan silica gelfor HPLC Merck®.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, pipet volumetrik, pipet mikro, alat pemanggang dengan menggunakan arang briket untuk penyiapan ikan bakar dan ayam panggang, food processor. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk analisis PAH adalah instrumen HPLC Agilent 1200 series dengan detektor MWD merk Agilent yang diset pada panjang gelombang UV (Agilent Technologies, USA) dan kolom ODS (C18) dengan panjang 15cm, diameter 4.6 mm dan ukuran partikel 5 µ m.

3.3 Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Tahapan pertama adalah validasi metode analisis PAH (secara simultan untuk BAP dan DBA) dengan tandem SPE dan HPLC meliputi uji linearitas, uji kesesuaian sistem, penentuan limit of detection (LOD), penentuan limit of quantification (LOQ), akurasi uji recovery, dan uji repeatability. Tahapan

kedua dan ketiga adalah optimasi proses pembuatan ikan bakar dan ayam panggang yang rendah kandungan PAH dengan melakukan pengujian pada kombinasi konsentrasi bumbu yang digunakan, jarak pemanasan, dan lama pemanasan

3.4 Tahap Pertama: Validasi Metode Ekstraksi PAH

Validasi metode analisis polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH) dilakukan dengan cara melakukan uji linearitas dengan standar adisi dalam sampel, penentuan limit of detection (LOD), penentuan limit of quantification (LOQ), uji kesesuaian sistem, akurasi uji recovery, dan uji presisi atau repeatabilty dengan mengikuti metode EURACHEM (1998). Validasi dilakukan pada metode analisis yang dimulai dari tahap ekstraksi dengan SPE hingga analisis PAH dengan menggunakan HPLC-UV.

3.4.1 Uji linearitas

Uji linearitas dilakukan dengan analisis hasil ekstraksi larutan standar PAH pada matriks pangan yang di-spiking dengan 7 konsentrasi PAH berbeda. Larutan standar PAH yang digunakan adalah benzo(a)piren (BAP) dan dibenzo(a,h)antrasen (DBA). Linearitas diukur dengan menggunakan nilai R2 yang didapat dari plot antara luas area peak dari HPLC-UV dengan konsentrasi (dalam ppm atau µg/mL) untuk masing-masing BAP dan DBA. Nilai linearitas yang diharapkan adalah lebih dari 0.990.

3.4.2 Limit of detection dan limit of quantification instrumen

Nilai limit of detection (LOD) dan limit of quantification (LOQ) instrumen ditentukan dengan menggunakan standar BAP dan DBA. Dilakukan enam penentuan dengan injeksi menggunakan konsentrasi 2 ug/mL kemudian diinjeksikan ke HPLC-UV. Hasil pengukuran kemudian diplotkan ke dalam kurva standar (masing-masing untuk BAP dan DBA) yang didapatkan dengan cara injeksi langsung standar PAH. Standar deviasi (SD) dari keenam penentuan tersebut dihitung. Nilai LOD alat dinyatakan sebagai 3 kali standar deviasi, sedangkan LOQ adalah 10 kali standar deviasi.

3.4.3 Uji kesesuaian sistem

Uji kesesuaian sistem ditentukan dengan cara melakukan enam kali injeksi standar dengan konsentrasi tertentu dari larutan standar BAP dan DBA ke dalam sistem HPLC-UV. Larutan standar BAP dan DBA yang digunakan adalah 2 ppm. Kemudian dihitung standar deviasi dan standar deviasi relatif (RSD) dari waktu retensi dan luas area hasil pengukuran dengan menggunakan HPLC-UV. Nilai standar deviasi relatif yang diperbolehkan menurut JECFA adalah 2%.

3.4.4 Uji recovery dan repeatabilty

Uji recovery dilakukan dengan menggunakan sampel ayam panggang dan ikan bakar yang di-spike (ditambahkan) dengan larutan standar Benzo(a)piren (BAP) dan Dibenzo(a,h)antrasen (DBA) pada konsentrasi yang telah diketahui. Konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 5 µg/g atau 5 ppm. Percobaan spiking dilakukan sebanyak 7 ulangan. Sampel yang di-spiking ini kemudian mengalami proses ekstraksi dan clean up sama seperti sampel tanpa spiking dan dianalisis kandungan PAH dengan HPLC-UV. Recovery dari metode dapat dihitung dengan rumus:

Recovery (%) = konsentrasi yang ditemukan – konsentrasi tanpa spiking x 100% konsentrasi spiking

Dari 7 ulangan yang didapat, dihitung rata-rata recovery dan standar deviasi relatif (RSD). Nilai RSD ini digunakan sebagai repeatability dari metode ekstraksi.

3.5 Tahap Kedua: Optimasi kombinasi variasi pembumbuan, lama pemanasan, dan jarak pemanasan terhadap kandungan PAH ikan bakar

Formulasi bumbu ikan bakar dilakukan dengan menggunakan bumbu kuning yang sudah umum digunakan oleh pedagang ikan dan ayam panggang. Pembuatan ikan bakar dilakukan dengan menggunakan alat pemanggang dengan sumber panas dari briket batu bara. Penentuan kombinasi konsentrasi bumbu, jarak pemanasan dan lama pemanasan dilakukan dengan menggunakan desain response surface methodology (RSM) dengan variabel independen seperti terlihat pada Tabel 2. Presentase bumbu merupakan perbandingan konsentrasi bumbu dengan berat basah daging ikan maupun ayam.

Proses pembakaran dilakukan pada suhu 250-300 °C. Pengukuran suhu pembakaran dilakukan pada 6 titik sebanyak 4 kali selama proses pembakaran (Gambar 4). Ikan yang digunakan adalah ikan bawal berukuran 250-300 g. Bumbu kuning yang digunakan terdiri dari kunyit (2.5% dari total berat bumbu), lengkuas (15.0%), bawang putih (12.5%), bawang merah (50.0%), kemiri (2.5%), merica (2.5%), garam (2.5%), dan jahe (2.5%). Bumbu yang digunakan dalam pembuatan ikan bakar juga digunakan dalam pembuatan ayam panggang. Respon yang digunakan untuk optimasi proses pembakaran adalah konsentrasi BAP, DBA dan total PAH, kadar air, dan intensitas warna (nilai L dan °Hue). Tahap akhir adalah verifikasi respon dari kombinasi perlakuan yang dihasilkan dari software. Tabel 2 Variabel independen yang digunakan dalam desain RSM

Simbol Variabel Independen

Nilai

minimum maksimum

A Jarak Pemanasan 2.0 cm 8.0 cm

B Lama Pemanasan 28 menit 40 menit

C Konsentrasi bumbu 0% 15.0%

* Konsentrasi bumbu yang digunakan dihitung dari bobot ikan atau ayam mentah

3.6 Tahap Ketiga: Optimasi kombinasi variasi pembumbuan, lama pemanasan, dan jarak pemanasan terhadap kandungan PAH ayam panggang

Formulasi bumbu ayam panggang dilakukan dengan menggunakan bumbu yang sudah umum digunakan oleh pedagang di pinggir jalan. Bumbu yang akan digunakan untuk ayam panggang adalah bumbu kuning yang sama dengan bumbu yang digunakan pada tahap 2. Pembuatan ayam panggang dilakukan dengan menggunakan alat pemanggang (Gambar 4) dengan sumber panas dari briket batu bara. Penentuan kombinasi konsentrasi bumbu, jarak pemanasan, dan lama pemanasan dilakukan dengan menggunakan desain percobaan response surface methodology (RSM) dengan variabel independen kombinasi bumbu, lama pemanasan, dan jarak pemanasan seperti terlihat pada Tabel 2. Jumlah ulangan dan pengacakan didapat melalui program Design Expert® 8. Sebelum dilakukan proses pembakaran, ayam terlebih dahulu dikukus selama 30 menit mengikuti proses yang biasa dilakukan di masyarakat dan penjual ayam panggang.