• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan Slipi Jakarta, mulai bulan April 2005 sampai Agustus 2005.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit ikan tuna, dimana untuk satu kali percobaan digunakan 0.5 kg kulit ikan tuna. Bahan tersebut diperoleh dari tempat pengolahan fillet ikan tuna di Jakarta. Kulit ikan yang telah dipilih segera dimasukkan ke dalam peti pendingin. Kulit ikan tersebut segera dibawa ke laboratorium Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan Jakarta untuk selanjutnya diberi perlakuan yang telah ditentukan dan diekstraksi menjadi gelatin. Bahan-bahan lainnya adalah Asam Sitrat, kapur, Natrium Sulfat, Amonium Sulfat, Enzim (Oropon), dan aquades.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pisau, wadah plastik, pan-pan aluminium, peti pendingin, beaker gelas 5000 ml, neraca analitik Chyo JP-160, pH-meter Accument 900-Fisher Scientific, ruang pendingin, inkubator, desikator, waterbath, thermometer digital Hanna, curd meter, viskometer, peralatan mikro Kjheldahl, peralatan soxhlet, spectrophotometer, high performance liquid chromatography (HPLC) Water Associates, detektor model 440 Absorbance Detector Water Associates, freeze dryer, gas chromatography (GC) Hitachi 263-50, magnetic stirrer, cawan porselin, alat-alat gelas, kapas dan kain saring.

Metode Penelitian

Proses pembuatan gelatin dengan metode asam yang digunakan meliputi persiapan bahan baku, pencucian, perendaman dalam larutan kapur, pencucian dan pembersihan,

enzimatis, pencucian, swelling, pencucian, ekstraksi, filtrasi, pengeringan, dan

Bahan baku berupa kulit yang telah di persiapkan terlebih dahulu dicuci sampai bersih dari sisa-sisa kotoran dan darah yang masih menempel pada kulit. Kulit kemudian direndam dalam larutan kapur 3%, Na2S 3%, dan air 600% dari berat kulit basah selama

24dan 48 jam. Proses perendaman dalam larutan kapur dan Na2S dilakukan untuk

menghilangkan sisik dan menghilangkan lemak- lemak yang masih menempel pada

permukaan bawah kulit, trimming secara mekanik dengan menggunakan pisau.

Deagreasing dilakukan untuk menghilangkan lemak yang masih terikat pada kulit.

Proses selanjutnya adalah pembuangan kapur dengan merendam kulit dalam air 400% dan larutan ammonium sulfat 1% kemudian diputar selama 30 menit, selanjutnya kulit dienzimatis dengan konsentrasi 1, 2, dan 3% kemudian diputar selama 2 jam dengan tujuan melepaskan lapisan epidermis kulit yang tidak mengandung kolagen dan melemaskan jaringan serat-serat kolagen dan protein elastin yang terdapat pada kulit.

Proses liming adalah proses perendaman dalam larutan asam untuk melanjutkan pembengkakan kulit (swelling). Tujuannya adalah untuk menceraikan serabut-serabut kolagen menjadi serat-serat atau fibril- fibril, sehingga kulit menjadi terbuka. Proses perendaman dalam larutan asam dilakuk an selama 12, 18, dan 24 jam.

Langkah selanjutnya adalah ekstraksi gelatin selama 2 jam dengan suhu 600C dengan perbandingan bahan dan aquades sebanyak 1 : 3. Residu yang diperoleh dari ekstraksi pertama kemudian diekstrak kembali pada suhu 700C selama 2 jam dengan perbandingan bahan dan aquades sebanyak 1 : 3. Filtrat yang diperoleh dari ekstraksi 1 dan 2 kemudian disaring dengan menggunakan saringan kapas dan saringan 200 – 250 mesh. Larutan gelatin yang dihasilkan kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 50 – 550C selama 2 – 3 hari. Selanjutnya dilakukan proses penggilingan (grinding), sehingga diperoleh gelatin kering dalam bentuk butiran-butiran halus (bubuk).

Penelitian Tahap I

Penelitian tahap pertama dilakukan untuk mendapatkan kondisi optimum ekstraksi dari kulit ikan tuna, yang akan digunakan pada penelitian tahap selanjutnya. Pada tahap ini diterapkan tiga perlakuan yaitu lama perendaman pada larutan kapur (P), konsentrasi Enzim (E), dan lama perendaman asam (S), masing- masing perlakuan diulang sebanyak dua kali.

Pada penelitian tahap ini dilakukan pembuatan gelatin dari kulit ikan tuna dengan melakukan perendaman dalam larutan kapur selama 24 jam (P1) dan 48 jam (P2), dengan konsentrasi enzim 1% (E1), 2% (E2), 3% (E3), sedangkan perendaman dalam larutan asam dilakukan selama 12 jam (S1), 18 jam (S2), dan 24 jam (S3) dengan suhu ekstraksi 600C dengan waktu ekstraksi 2 jam. Dengan demikian terdapat sejumlah 18 perlakuan yaitu: 1). P1E1S1, 2). P1E1S2, 3). P1E1S3, 4). P1E2S1, 5). P1E2S2, 6). P1E2S3, 7). P1E3S1, 8). P1E3S2, 9). P1E3S3, 10). P2E1S1, 11). P2E1S2, 12). P2E1S3, 13). P2E2S1, 14). P2E2S2, 15). P2E2S3, 16). P2E3S1, 17). P2E3S2, 18). P2E3S3. Diagram alir proses ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna (Gambar 2). Penentuan teknik ekstraksi gelatin yang terbaik dipilih berdasarkan rendemen, viskositas, dan kekuatan gel yang sesuai dengan standar mutu gelatin.

Pada tahap ini rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan tiga faktor (Steel dan Torrie, 1993). Model rancangan adalah:

Yhij = µ + Ph + Ei + Sj + (PE)hi + (ES)ij + (PS)hj + (PES)hij + Shij

Dimana:

Yhij = hasil pengamatan

µ = nilai tengah umum

Ph = pengaruh lama pengapuran ke- h (h = 1, 2)

Ei = pengaruh konsentrasi enzim ke-i (i = 1, 2, 3)

Sj = pengaruh lama perendaman asam ke-j (j = 1, 2, 3)

(PE)hi = pengaruh interaksi lama perendaman kapur ke-h dengan

konsentrasi enzim ke- i

(ES)ij = pengaruh interaksi konsentrasi enzim ke- i dengan lama

perendaman asam ke-j

(PS)hj = penga ruh interaksi lama perendaman kapur ke-h dengan

lamaperendaman asam ke-j

(PES)hij = penguh interaksi lama pengapuran, konsentrasi enzim,

dan lama perendaman asam.

Gambar 7 Proses ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna (Sumber : Poppe, 1992 yang telah dimodifikasi)

Bahan Baku

Persiapan Bahan Baku

Ekstraksi

Penelitian Tahap II

Penelitian tahap keduan ini bertujuan mengkaji karakteristik gelatin kulit ikan tuna yang dihasilkan meliputi sifat fisik sifat kimia, sifat organoleptik serta kandungan mikrobiologi. Pada tahap ini dilakukan pembuatan gelatin dengan teknik ekstraksi terbaik yang diperoleh dari penelitian tahap pertama dengan 3 kali ulangan. Gelatin yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan gelatin standar laboratorium ”SIGMA” produksi Kanada (terbuat dari kulit ikan cod), gelatin komersial (terbuat dari tulang sapi dan telah dijual bebas), dan standar mutu gelatin farmasi

Pengamatan dilakukan terhadap parameter yang menjadi indikator mutu gelatin yang meliputi rendeman, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, pH, kekuatan gel, Viskositas, titik leleh, titik jendal, titik isoelektrik, komposisi asam amino, derajat putih, logam berat, uji organoleptik, dan uji mikrobiologi yang meliputi Total Plate Count (TPC), Escherichia coli dan Salmonella. Untuk penelitian tahap kedua, data hasil pengamatan dibandingkan secara deskriptif.

Pengamatan

Rendemen (AOAC, 1995)

Rendemen diperoleh dari perbandingan berat kering sheet gelatin yang dihasilkan dengan bahan kulit (yang telah dibersihkan dari sisa daging dan lapisan lemak). Rendemen dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

Rendemen (%) = x 100% bahan berat gelatin kering berat

Kekuatan Gel (British Standard 757, 1975)

Larutan gelatin dengan konsentrasi 6.67% (b/b) disiapkan dengan aquades. Larutan diambil sebanyak 15 ml kemudian ditempatkan pada wadah dengan volume 20 ml. Sampel diinkubasi pada suhu 100C selama 17 ± 2 jam, kemudian diukur dengan menggunakan alat curd meter. Hasil dari pengukuran berupa grafik, selanjutnya dihitung dengan rumus :

Kekuatan Gel (dyne/cm2) = x 980

g

F

Kekuatan Gel (bloom) = 2.86 x 10-3 G + 20 Keterangan : F = tinggi grafik sebelum patah

g = konstanta (0.07)

G = kekuatan gel (dyne/cm2)

Viskositas (British Standard 757, 1975)

Larutan gelatin dengan konsentrasi 6.67% (b/b) disiapkan dengan aquades, kemudian diukur viskositasnya dengan menggunakan alat Haake viscometer. Pengukuran

dilakukan pada suhu 600C dengan laju geser 60 rpm menggunakan spidel1. Hasil

pengukuran dikalikan dengan faktor konversi, dimana untuk spindel 1 faktor konversinya adalah 1. Nilai viskositas dinyatakan dalam satuan centipoise (cP).

Derajat Keasaman (pH) (British Standar 757, 1975)

Larutan gelatin dengan konsentrasi 6.67% (b/b) disiapkan dengan aquades. Larutan sampel dipanaskan pada suhu 700C dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer, kemudian diukur derajat keasamannya pada suhu kamar dengan pH meter.

Kadar Air (AOAC, 1995)

Cawan porselen dikeringkan pada suhu 1050C selama 1 jam. Kemudian

didinginkan dan ditimbang, contoh yang akan ditentukan kadar airnya ditimbang sebanyak

2 gram. Cawan yang telah berisi contoh dimasukkan ke dalam oven bersuhu 1050C

sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung dengan rumus :

Kadar air (%) =

( )

x 100% contoh A berat B

Keterangan : A = berat cawan + contoh kering (gram) B = berat cawan + conto h basah (gram) Kadar Abu (AOAC, 1995)

Contoh yang telah diuapkan airnya dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 6000C, sebelumnya berat cawan kering dan berat contoh telah diketahui. Proses penguapan dilakukan sampai semua bahan berubah warna menjadi abu-abu, kemudian contoh ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus :

Kadar abu (%) = x 100%

sampel berat

abu berat

Kadar Protein (AOAC, 1995)

Sejumlah 0.02-0.05 gram dimasukkan dalam labu Kjeldahl 100 ml kemudian ditambah 2-3 gram katalis (1.2 gram Na2SO4 dan 1 gram CuSO4) dan 2-3 ml H2SO4 pekat, lalu dilakukan destruksi hingga larutan menjadi jernih. Setelah itu didinginkan kemudian sampel didestilasi dan ditambah 35 ml aquades dan 10 ml NaOH 50%. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer berisi 5 ml H3BO3 dan indikator metil merah dan metil biru kemudian dititrasi dengan HCl 0.02N. Kadar protein dihitung dengan rumus

Kadar nitrogen (%) =

( )

x 100% contoh mg 14.007 x HCl normalitas x blanko ml - HCl ml

Protein kasar (%) = kadar nitrogen x 5.46 (Leach dan Eastoe, 1977) Kadar Lemak (Apriyantono et al., 1989)

Sebanyak 2 gram sampel dibungkus dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam labu soxhlet (labu sebelumnya dikeringkan dalam oven, dimasukkan ke dalam desikator lalu ditimbang). Dimasukkan pelarut petroleum eter kemudian dilakukan reflux selama 6 jam. Lalu labu berisi hasil reflux dipanaskan dalam oven dengan suhu 1050C. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan rumus :

Kadar lemak (%) = x 100%

sampel lemak

berat berat

Titik Isoelektrik (Wainewright, 1977)

Sebanyak 0.2 gram sampel ditambah dengan 40 ml aquades sebagai pelarut dengan kisaran pH 4.5-10.5 (interval 0.5). Pengaturan pH dilakukan dengan menambahkan NaOH 0.5 N untuk menaikkan pH dan HCl 0.5 untuk menurunkan pH. Setelah kondisi pH tercapai, dilanjutkan dengan pengadukan selama 30 menit untuk menyempurnakan ekstraksi. Larutan yang dihasilkan dipisahkan dengan bagian yang tidak larut dengan cara disentrifuse, kemudian disaring dengan kertas saring whatman 41. Filtrat dianalisa kadar nitrogennya dengan metode mikro Kjeldahl. Kadar nitrogen terlarut yang paling rendah ditentukan sebagai daerah titik isoelektrik (pI).

Logam Berat

Kandungan logam berat yang ingin dianalisa adalah Hg, Pb, Zn, Cu dan As menggunakan Absorbsi Atom Spektrofotometer (AAS). Sebanyak 5-6 ml HCl 6 N ditambahkan ke dalam cawan/pinggan berisi abu hasil pengabuan kering kemudian dipanaskan di atas hot plate dengan pemanasan rendah sampai kering. Setelah itu ditambahkan 15 HCl 3 N, lalu cawan dipanaskan di atas pemanas sampai mulai mendidih.

Setelah didinginkan dan disaring, filtrat dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan air sampai tanda tera. Blanko disiapkan menggunakan pereaksi yang sama.

Alat AAS diset sesuai interuksi dalam manual alat tersebut. Larutan standar logam, blanko dan sampel diukur. Selama penetapan sampel, dilakukan pemeriksaan apakah nilai standar tetap konstan. Kemudian dibuat kurva standar untuk masing-masing logam (nilai absorbsi/emisi vs konsentrasi logam dalam µg/ml)

Asam Amino (Muchtadi dkk, 1992)

Sebanyak 0.2 gram sampel disiapkan dalam tabung reaksi tertutup dan ditambahkan sebanyak 5 ml HCl 6 N. Sampel dimasukkan dalam oven dengan suhu 1000C selama 18-24 jam. Selanjutnya sampel disaring dengan kertas saring whatman 40.

Hasil hidrolisis dipipet sebanyak 10 µl dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

Kemudian ditambahkan 30 µl larutan pengering, lalu dikeringkan dengan pompa vakum bertekanan 50 torr. Sampel yang telah dikeringkan ditambahkan larutan derivat sebanyak 30 µl dan dibiarkan selama ± 20 menit. Sampel selanjutnya diencerkan dengan 200 µl larutan pengencer natrium asetat 1 M. Sampel siap dianalisis dengan menggunakan HPLC Waters Associates. Kondisi HPLC pada saat dilakukan analisis :

- Temperatur kolom : 380C

- Kolom : pico tag 3.9 x 150 nm coulomb

- Kecepatan alir : sistem linier gradien

- Batas tekanan : 3000 psi

- Program : gradien

- Fase gerak : - Asetonitril 60%

- Buffer Natrium asetat 1 M, pH 5.75

- Detektor : UV, panjang gelombang 254 nm

Konsentrasi asam amino dihitung dengan rumus :

Konsentrasi asam amino (%) = x Bs x BM x Fp x 100%

Bc As

Ac

Keterangan : Ac = Luas area sampel

As = Luas area standar

Bc = Berat sampel (µg) Bs = Berat standar (µg)

BM = Berat molekul masing- masing asam amino

Fp = Faktor pengencer (15)

Titik Jendal (Suryaningrum dan Utomo, 2002)

Larutan gelatin dengan konsentrasi 6.67% (b/b) disiapkan dengan aquades, dan disiapkan dalam tabung reaksi volume 15 ml yang dihubungkan dengan sensor thermometer digital Hanna. Sampel diturunkan suhunya secara perlahan- lahan dengan cara menempatkan pada wadah yang telah diberi pecahan es. Titik jendal dientukan tepat pada saat sensor dapat mengangkat gel dalam tabung reaksi.

Titik Leleh (Suryaningrum dan Utomo , 2002)

Larutan gelatin dengan konsentrasi 6.67% (b/b) disiapkan dengan aquades. Sampel diinkubasi pasa suhu 100C selama 17 ± 2 jam. Pengukuran titik leleh dilakukan dengan cara memanaskan gel gelatin dalam waterbath. Di atas gel gelatin tersebut diletakkan gotri dan ketika gotri jatuh ke dasar gel gelatin maka suhu tersebut ditentukan sebagai titik leleh gelatin.

Derajat Putih

Analisis warna dilakukan dengan menggunakan kromameter. Alat dikalibrasi dengan warna putih yang diasumsikan mempunyai derajat putih 100%. Kemudian dilakukan pengukuran terhadap sampel. Hasil pengukuran berupa Y, x, dan y dikonversi menjadi Y, X, dan Z dengan rumus :

Y = Y X = Y(x/y)

Nilai Y, X, dan Z selanjutnya dikonversi menjadi L, a, dan b dengan rumus : L = 10 Y

a = (17.5 (1.02X - Y)) / Y b = (7.0 (Y - 0.847Z)) / Y Derajat putih (WO) dihitung dengan rumus :

2 2 2 ) 100 ( 100 L a b wo= − − + +

Penentuan Total Plate Count (SNI 01-2339, 1991)

Gelatin sebanyak 10 gr dimasukkan ke dalam blender jars dan ditambahkan 90 ml NaCl 0.9%, kemudian diblender selama beberapa detik dengan kecepatan rendah dan dilanjutkan dengan kecepatan tinggi selama dua menit. Larutan yang didapat adala h pengenceran 10-1. Selanjutnya larutan tersebut dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril, dan 1 ml lagi ke dalam cawan petri yang lain sebagai duplo.

Kemudian disiapkan larutan sampel dengan pengenceran 10-2 dengan memipet 1 ml

larutan pengenceran 10-1 dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan NaCl 0.9%, lalu dikocok sampai homogen. Larutan 10-2 ini dipipet dan dimasukkan ke dalam cawan petri dan dilakukan secara duplo. Selanjutnya dengan cara yang sama dilakukan inokulasi sampel sampai pengenceran 10-8.

Ke dalam semua cawan petri yang telah berisi larutan sampel, dituangkan media tumbuh Plate Count Agar (PCA) dengan suhu 450C sebanyak 15 ml dan dibiarkan selama 15 – 20 menit sampai agarnya memadat. Selanjutnya diinkubasikan pada suhu 370C dengan posisi terbalik selama 48 jam. Disamping itu dibuat blanko, yaitu ke dalam cawan petri steril hanya dituangkan media tumbuh PCA 15 ml dan 1 ml larutan pepton 1%.

Perhitungan jumlah koloni dilakukan dengan menggunakan Quebec Colony Counter.

Perhitungan dilakukan sesuai dengan Standart Plate Count (SPC). Penentuan Escherichia coli (SNI 01-2332, 1991)

Sebanyak 10 gr gelatin dimasukkan ke dalam blender jars dan diblender selama beberapa detik dengan kecepatan rendah dan dilanjutkan dengan kecepatan tinggi selama dua menit. Selanjutnya dengan menggunakan pipet steril, disiapkan larutan sampel

dengan pengenceran 10-1 sampai 10-3, aduk sampai homogen. Inokulasikan pada media

Lauryl Sulfate Tryptose (LST) broth masing- masing 3 tabung dengan 1 ml larutan sampel.

Tabung-tabung tersebut diinkubasi selama 48 jam pada suhu 350C. Tabung yang

membentuk gas adalah positif untuk bakteri coliform. Selanjutnya dilakukan tes konfirmasi bakteri E. coli.

Tabung-tabung LST positif dikocok secara perlahan- lahan, lalu dipindahkan ke tabung-tabung EC broth menggunakan jarum inokulasi steril berdiameter 3 mm dan dihindari terjadinya selaput. Tabung-tabung EC broth diinkubasi pada water bath bersirkulasi dengan suhu 45.50C selama 48 jam. Tabung-tabung yang mengandung gas adalah tabung-tabung positif. Tabung-tabung EC positif dikocok perlahan- lahan,

kemudian ditumbuhkan pada media Levine’s Eosine Methylene Blue (L-EMB) agar

dengan cara goresan menggunakan jarum inokulasi berdiameter 5 mm, dan dihindari terjadinya selaput. Selanjutnya diinkubasikan pada suhu 350C selama 24 jam. Jika terjadi pertumbuhan pada media berarti positif E. coli.

Penentuan Salmonella (SNI 01-2335, 1991)

Sebanyak 10 gr gelatin dimasukkan ke dalam blender jars dan ditambahkan 90 ml lactose broth, kemudian diblender selama beberapa detik dengan kecepatan rendah dan dilanjutkan dengan kecepatan tinggi selama dua menit. Sampel dipindahkan secara aseptis ke dalam botol steril yang bertutup. Kedalam larutan sampel ditambahkan NaOH 1 N untuk mencapai pH 7, lalu diinkubasikan pada suhu 350C selama 24 jam. Setelah inkubasi botol sampel dikocok secara perlahan- lahan kemudian diambil 1 ml dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml media Selenite Cystine Broth

(SCB). Selanjutnya diinkubasikan pada suhu 350C selama 24 jam. Selesai inkubasi, ditumbuhkan pada tiga macam media yaitu Bismuth Sulphite Agar (BSA), Salmonella -Shiggella Agar (SSA), dan Brilliant Green Agar (BGA), dengan cara goresan. Kemudian diinkubasikan pada suhu 350C selama 24 jam. Setelah inkubasi, diamati adanya koloni

Salmonella dengan ciri-ciri sebagai berikut : pada media BGA, tidak berwarna, merah muda, tidak jelas atau kabur dengan media sekeliling berwarna merah mudah sampai merah; pada SSA, tidak berwarna, merah muda yang pucat, bening, kabur, ada titik hitam pada bagian tengah sel; pada BSA, berwarna coklat, hitam kadang-kadang memberi

cahaya metalik, sekeliling media berwarna coklat pada mulanya berubah menjadi hitam dengan makin lamanya inkubasi, koloni berwarna hijau dengan sedikit atau tanpa terjadinya warna gelap disekeliling media. Apabila pada agar-agar tersebut tidak ditemukan koloni tersangka maka diinkubasikan kembali selama 24 jam.

Setiap koloni tersangka Salmonella dipindahkan ke agar miring Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dengan cara menggoreskannya, lalu diinkubasikan pada suhu 350C selama

24 jam. TSIA yang tersangka ditumbuhi Salmonella akan menunjukkan terbentuknya

warna merah dengan atau tidak disertai timbulnya H2S yang warnanya hitam. Uji Organoleptik (Soekarto dan Hubeis, 1991)

Uji organoleptik dilakukan melalui uji segitiga (Triangle Test). Sejumlah sampel disajikan bersama dengan pembanding. Kemudian sifat mutu yang meliputi warna, bau dan penampakan dinilai apakah lebih baik, sama atau kurang. Pembanding yang digunakan adalah gelatin standar dan gelatin komersial.

Panelis yang menilai adalah panelis terlatih sebanyak 15 orang. Data hasil respon dari 15 orang panelis terlatih dianalisis dengan cara tabel. Tabel yang digunakan adalah tabel beda nyata pada uji segitiga dengan hipotesis berekor satu. Jika jumlah panelis 15 orang, maka untuk dinyatakan berbeda nyata, jumlah respon yang terkecil terhadap pembanding harus mencapai 9 ora ng pada beda nyata tingkat 5% atau mencapai 10 pada beda nyata tingkat 1%.

Bahan Baku

Kulit ikan tuna yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari limbah produksi fillet ikan tuna skala rumah tangga disekitar Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Baru, Jakarta. Gambar 9 memperlihatkan kulit ikan tuna segar sebagai bahan baku pembuatan gelatin yang diperoleh dari industri fillet. Kulit tersebut kemudian dicuci sampai bersih, setelah itu kulit direndam dalam larutan kapur sebagai tahap awal dalam proses pembuatan gelatin kulit ikan tuna.

Gambar 9 Kulit ikan tuna.

Hasil pengujian komposisi kimia kulit ikan tuna segar dan komposisi kimia kulit ikan tuna yang telah dibersihkan (degreasing) dengan perlakuan perendaman dalam larutan kapur dan proses enzimatis ya ng telah siap untuk diekstraksi

Tabel 5 Komposisi kimia kulit ikan tuna segar dan kulit ikan tuna siap ekstraksi

Sampel KadarAir (%) Kadar Abu (%) Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%) Kulit segar 60.19 7.49 0.33 22.15

Penelitian Tahap I

Rendemen Gelatin

Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting dalam menilai efektif tidaknya proses produksi gelatin. Efisien dan efektifnya proses ekstraksi bahan baku untuk pembuatan gelatin dapat dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Rendemen dihitung berdasarkan perbandingan antara gelatin kering yang dihasilkan dengan berat basah bahan baku atau kulit. Rendemen gelatin kulit ikan tuna yang dibuat berdasarkan lama Perendaman dalam larutan kapur, konsentrasi enzim, dan lama perendaman asam rataannya berkisar antara 5.9 sampai dengan 20.2% (Lampiran 1). Gelatin yang dapat diperoleh melalui ekstraksi kolagen secara bertingkat adalah 14% sampai 28% terhadap bahan baku (Glicksman, 1969).

Rendemen tiap ulangan untuk semua perlakuan sedikit beragam, hal ini kemungkinan disebabkan oleh proses penirisan kulit yang tidak sempurna setelah pencucian yang mengakibatkan kandungan air kulit menjadi tinggi sehingga pada saat penimbangan bobot yang terhitung bukan bobot murni kulit. Kandungan air yang tinggi dari bahan dapat mempengaruhi proses perendaman bahan, karena sifat dari air dapat mengencerkan konsentrasi larutan asam yang digunakan sehingga proses perendaman menjadi kurang efektif. Efektifitas proses perendaman kulit akan semakin tinggi apabila kadar air bahan bisa dikurangi terlebih dahulu sebelum perendaman, misalnya dengan cara diperas atau dikeringkan. Selain itu pada proses produksi, yaitu pada proses pengeringan dengan oven, apabila tidak dilakukan dengan sempurna maka akan mempengaruhi kadar air.

Hasil analisis ragam rendemen gelatin kulit ikan tuna (Lampiran 2) menunjukkan bahwa lama perendaman kapur, konsentrasi enzim dan lama perendaman asam serta interaksi antara lama perendaman kapur dengan konsentrasi enzim berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap rendemen gelatin kulit ikan tuna yang dihasilkan. Interaksi antar perlakuan yang diterapkan menunjukkan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap rendemen, namun interaksi antara lama Perendaman dalam larutan kapur dengan lama perendaman asam dan interaksi antara konsentrasi enzim dengan lama perendaman asam tidak memberikan pengaruh terhadap rendemen gelatin kulit ikan tuna yang dihasilkan.

Kirk dan Othmer (1966) menyatakan bahwa konversi kolagen menjadi gelatin dipengaruhi oleh pH, jenis bahan pelarut, suhu, dan pengkonsentrasian. Peningkatan lama lama pemasakan (ekstraksi) atau pemanasan dalam air akan meningkatkan kelarutan kolagen sehingga rendemen gelatin akan meningkat, lebih lanjut dikatakan jika suhu ekstraksi melampaui 900C maka konsentrasi gelatin akan meningkat dalam ekstraknya.

John dan Courts (1970) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam dan lama perendaman akan menyebabkan semakin banyaknya pemecahan ikatan hidrogen dan ikatan hidrofobik yang merupakan ikatan penstabil pada triple heliks menjadi komponen a, ß, dan ? sehingga lebih mudah dan lebih banyak yang terkonversi menjadi gelatin. Namun apabila proses perendaman terlalu lama akan mengakibatkan terjadinya kelarutan kolagen sehingga rendemen menurun. Hal ini diperkuat oleh pendapat Hinterwaldner (1977) bahwa jika lama perendaman atau waktu perendaman tidak dilakukan dengan tepat maka akan terjadi kelarutan kolagen yang menyebabkan rendemen menjadi rendah.

0 5 10 15 20 25 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Kombinasi Perlakuan Rendemen (%)

Gambar 10 Pengaruh lama perendaman kapur, konsentrasi enzim, dan lama perendaman asam sitrat pH 3 (kombinasi perlakuan) terhadap rendemen (%) gelatin kulit tuna.

Berdasarkan uji lanjut (Lampiran 3) menggunakan uji beda jarak berganda Duncan (BJBD), menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman kapur 24 dan 48 jam dengan konsentrasi enzim 1dan 2% untuk semua waktu perendaman asam tidak berbeda nyata dengan rendemen gelatin yang dihasilkan. Rendemen gelatin tertinggi diperoleh dari perlakuan perendaman kapur 24 jam, konsentrasi enzim 3%, dan lama

Dokumen terkait