• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Gugus Pulau Batudaka pada bulan Oktober 2008 – Juni 2010 dalam wilayah administratif Kecamatan Una-Una Kabupaten Tojo Una- Una Provinsi Sulawesi Tengah.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian dirancang menggunakan pendekatan sistem sosial ekologi (SSE) berdasarkan integrasi pengetahuan untuk menilai sistem dinamis yang terkait antara sistem komunitas manusia dengan sistem alam (Erb et al. 2008) dalam implementasi pengelolaan Gugus Pulau Batudaka. Identifikasi permasalahan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan DPSIR (Drivers–Pressures–States–Impacts–Responses), untuk mengetahui keterkaitan faktor-faktor penyebab terjadinya tekanan terhadap ekosistem sehingga dapat digunakan untuk mengukur intensitas penggunaan sumberdaya oleh manusia dan aktivitas (wisata dan perikanan) menghasilkan limbah di kawasan Gugus Pulau Batudaka. Penilaian terhadap tekanan ekosistem dianalisis berdasarkan pada pendekatan keseluruhan sistem dan integrasi ekosistem yang berkaitan dengan struktur, komposisi dan fungsinya (Turner et al. 2000). Penelitian diarahkan untuk memperoleh data kondisi saat ini dan data optimal pengelolaan wisata dan perikanan di Gugus Pulau Batudaka.

3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis Data

3.3.1.1 Data Biofisik

Data biofisik yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui metode observasi dan pengukuran secara langsung di lapangan terhadap objek penelitian, sedangkan data sekunder dikumpulkan dengan cara penelusuran berbagai literatur dan pustaka pada instansi terkait sesuai materi yang dikaji (Tabel 9).

Tabel 9 Jenis data biofisik yang digunakan dalam penelitian Komponen Biofisik Metode Pengumpulan

Data

Sumber Data Alat/bahan yang digunakan

Komponen Biologi

Tutupan Komunitas karang (%)

LIT/Line Intercept Transect

Insitu, Bappeda, BKSDA, CII, Citra Landsat

Fin, Masker, Snorkel, GPS

Jenis Terumbu Karang (Genus)

English et al. (1994) Insitu, Bappeda, BKSDA, CII

Fin, Masker, Snorkel, GPS

Jenis Ikan Karang (Genus) Visual Sensus Ikan Insitu, Bappeda, BKSDA, CII, Laporan Penelitian

Fin, Masker, Snorkel, GPS

Mangrove (Spesies) Transek Kuadran Insitu, Bappeda, BKSDA, CII, Laporan Penelitian

Meteran, GPS, Daftar Isian

Lamun Transek Kuadran Insitu, Bappeda,

BKSDA, CII, Laporan Penelitian

Meteran, GPS, Daftar Isian

Komponen Fisik-kimia

Tipe pantai Observasi Insitu Meteran, GPS,

Daftar Isian

Penutupan lahan pantai Observasi Insitu Meteran, GPS,

Daftar Isian Keterlindungan dari arus,

angin dan gelombang

Observasi Insitu GPS, Daftar Isian

Ketersediaan air tawar Observasi Insitu Meteran, GPS,

Daftar Isian Material dasar perairan

(fraksi substrat, %)

Observasi Insitu, analisis Lab. GPS, Daftar Isian, kantong plastik Kedalaman perairan (m) Observasi Insitu, Peta Bathimetri Tali, pemberat

Meteran, GPS, Daftar Isian

Pasang surut (cm) Observasi Insitu, Laporan Papan Berskala,

Daftar Isian

Arus (cm/detik) Observasi Insitu, Bappeda Current-meter, drift float, GPS, Daftar Isian

Suhu 0C Observasi Insitu Thermometer GPS,

Daftar Isian

Kecerahan perairan (cm) Observasi Insitu Sechhi Disk, GPS,

Daftar Isian

Salinitas (‰) Observasi Insitu Refraktometer, ,

GPS, Daftar Isian

pH Observasi Insitu pH meter, GPS,

Daftar Isian Oksigen terlarut/DO

(dissolved Oxygen (ppm)

Observasi Insitu DO meter, GPS,

3.3.1.2 Data Sosial Ekonomi

Pengumpulan data primer sosial ekonomi yang dilakukan melalui wawancara terhadap stakeholders yang terkait dengan materi penelitian. Data sekunder diperoleh melalui penelurusan penelitian yang bersumber dari Dinas/Instansi/Lembaga terkait tertera pada Tabel 10.

Tabel 10 Jenis data sosial ekonomi yang digunakan dalam penelitian

Komponen Sosek Metode

Pengumpulan Data*

Sumber Data Alat/bahan yang digunakan

Komponen Sosial

Kependudukan Pustaka BPS Kab. Touna

Mata pencaharian Wawancara Bappeda dan BPS Kab. Touna

Kuesioner Kunjungan Wisatawan Wawancara, pustaka Disbudpar

kabupaten dan provinsi, pengelola wisata

Kuesioner

Daerah penangkapan Ikan (fishing ground)

Survey, wawancara nelayan, masyarakat Kuesioner

Komponen Ekonomi

Biaya operasional wisata Kunjungan wisatawan Wawancara Wawancara Pengelola Wisata Pengelola Wisata Kuesioner Kuesioner Data wisatawan Wawancara, pustaka Pengelola Wisata,

Disbudpar kabupaten dan provinsi Biaya operasional penangkapan wawancara Nelayan, masyarakat Kuesioner Harga ikan Data produksi ikan

Survey, wawancara Wawancara, Pustaka Nelayan, masyarakat, DKP UPTD kecamaan, kabupaten dan provinsi Kuesioner Kuesioner Keterangan : * Moleong (2005)

3.3.2 Metode Pengambilan Data

3.3.2.1 Metode pengambilan Contoh Biofisik

Lokasi pengambilan data komponen fisik-kimia perairan ada 15 (lima belas) stasiun pengamatan (Gambar 12) dan yang ditentukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan lokasi stasiun penelitian adalah yang mempunyai keterwakilan pemanfaatan wisata dan perikanan berdasarkan

pengamatan pada empat titik waktu yakni peralihan musim barat (Oktober 2008), musim barat (Desember 2008), peralihan musim timur (Mei 2009) dan musim timur (Agustus 2009).

Pengamatan terumbu karang dan ikan dilakukan pada stasiun 6, 8 dan 10, selain dengan pertimbangan keterwakilan pemanfaatan tersebut, juga berdasarkan gambaran kondisi dan penyebaran terumbu karang dari hasil pengolahan citra awal. Kebutuhan data primer biofisik untuk ekosistem terumbu karang dilakukan secara horisontal (sejajar garis pantai) menggunakan Line Intercept Transect 100 m dari reef flat sampai reef slope berdasarkan kedalaman 3 m dan 10 m (Supriharyono 2007), persentase tutupan, keanekaragaman jenis dan keseragaman (English et al. 1997). Demikian pula pengamatan ikan karang ditentukan dengan metode Sensus Visual Ikan Karang (Coral Reef Fish Visual Census) (English et al. 1997).

Pengumpulan data biofisik pada ekosistem mangrove pada stasiun 2, 3, 12, 13 dan Umpagi (Desa Bomba). Pada setiap stasiun pengamatan ditetapkan transek kuadran dengan cara menarik garis lurus dari arah laut tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi hutan mangrove (Bengen 2001; Fachrul 2007). Pada setiap transek kemudian diletakkan secara acak petak-petak sampel (plot) berbentuk bujur sangkar berukuran 10 x10 m2 untuk kelompok pohon (diameter > 10 cm) yang ditempatkan di sepanjang garis transek, jarak antar kuadran ditetapkan secara sistematis terutama berdasarkan perbedaan struktur vegetasi. Kelompok tiang (diameter 2-10 cm) diambil pada petak berukuran 5x5 m2. Kelompok semai (diameter <2 cm) diambil pada petak 1x1 m2 yang ditempatkan pada petak kelompok tiang. Pada setiap petak sampel dilakukan determinasi setiap jenis tumbuhan mangrove yang ada, dihitung induvidu tiap jenis, dan ukuran lingkar batang setiap pohon mangrove yang ada, parameter lingkungan (suhu, salinitas, DO dan pH), tipe substrat, dampak kegiatan manusia pada setiap stasiun (Bengen 2001).

Identifikasi lamun pada stasiun 2, 5 dan Umpagi (Desa Bomba) ditentukan dengan metode transek kuadran yang ditarik dari pantai menuju ke arah tubir pada ekosistem lamun secara tegak lurus garis pantai sampai batas terumbu karang. Pada masing-masing transek diletakkan plot berukuran 1 x 1 m2, jarak antar

plot 10 m dan antar transek berjarak 100 m (Fachrul 2007),dengan kriteria berdasarkan KMNLH No. 200 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Penentuan Status Padang Lamun, untuk kondisi baik/kaya (dominan) dengan penutupan >60%, rusak : kurang kaya/kurang sehat (sedang) dengan penutupan 30-59.9% dan miskin (sedikit) dengan penutupan <29.9%.

Komponen fisik-kimia yakni tipe pantai, penutupan lahan pantai, keterlindungan dari arus dan gelombang, ketersedian air tawar, material dasar perairan dilakukan dengan mengobservasi komponen tersebut di lokasi penelitian. Fraksi substrat di lokasi mangrove diambil masing-masing sebanyak + 300 g pada stasiun 2, 3, 12, 13 dan Umpagi (Desa Bomba) dan komposisi fraksi dianalisis di laboratorium.

Pengukuran pasang surut dengan menggunakan tiang skala semi permanen untuk memperoleh data perubahan elevasi muka air. Tiang skala ditempatkan di daerah yang tetap tergenang air laut pada saat surut terendah. Pengamatan dilakukan dengan pembacaan secara langsung ketinggian air pada tiang skala, dicatat secara kontinyu setiap 1 jam selama 39 jam (metode Doodson) dan minimal selama 15 hari untuk mengamati harmoni pasut (Ongkosongo 1989).

Pengukuran kecepatan arah arus dilakukan pada setiap stasiun pengamatan dengan menggunakan layang-layang arus (drift float) untuk arus permukaan dan current meter untuk mengukur kecepatan arus kedalaman. Pengukuran kecepatan dan arah arus ditempatkan di sekitar penempatan transek, diukur setiap jarak 10 m (Richards 1998).

Suhu permukaan perairan diukur dengan menggunakan termometer batang. Sampel air laut dimasukkan ke dalam gelas piala, selanjutnya termometer batang. dimasukkan kedalam sampel air. Air raksa dalam termometer batang menunjukkan nilai suhu permukaan perairan dalam satuan oC. Kecerahan adalah ukuran transparansi perairan yang diamati secara visual dengan alat bantu secchi disk. Pengukuran kecerahan dilakukan pada saat cuaca cerah antara pukul 09.00– 15.00 dan matahari tidak tertutup awan.

Prinsip kerja refraktometer adalah pembiasan cahaya dari larutan sampel pada skala refraktometer yang menunjukkan nilai salinitas. Alat dikalibrasi dengan menggunakan aquadest sebelum digunakan dengan cara pada meja objek diitetesi

aquadest, kemudian diamati pada skala lensa (tepat pada angka nol). Larutan sampel (air laut) ditetesi pada meja objek dan dicatat nilai salinitas yang ditunjukkan pada skala lensa. dalam satuan ‰.

Derajat keasaman/pH air laut diukur dengan menggunakan pH meter. Alat ini memiliki sensor, dengan cara sensor dimasukkan kedalam wadah berisi sampel air laut. Selanjutnya pembacaan nilai pH yang terdapat pada layar. Pengukuran oksigen terlarut di dalam air laut dilakukan dengan metoda elektrokimia yakni elektroda yang terdiri dari katoda dan anoda yang terendam dalam larutan elektrolit (larutan garam) menggunakan DO-meter.

3.3.2.2 Metode Pengambilan Contoh Sosial Ekonomi

Data primer sosial ekonomi dilakukan dengan menggunakan metode survei melalui teknik wawancara. Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi wilayah penelitian dan persepsi atau sudut pandang stakeholders yang terlibat langsung (responden) yang dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya pesisir di kawasan tersebut, yaitu dengan responden terdiri dari kelompok wisatawan (lokal dan mancanegara), pengelola wisata, nelayan, tokoh masyarakat, pemerintah dan stakeholders lainnya. Pengumpulan data primer dibantu dengan daftar pertanyaan terstruktur (kuesioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Prosedur pemilihan dan penentuan jumlah responden tertera pada Gambar 13.

Responden untuk wisatawan dibagi menjadi dua kategori, yaitu wisatawan mancanegara (wisman) dan wisatawan domestik atau nusantara (wisnus). Jumlah Wisnus sebagai responden dalam penelitian ini sebanyak 18 orang dan wisman sebanyak 25 orang. Pemilihan responden wisatawan dilakukan pada beberapa lokasi, dengan pertimbangan di lokasi tersebut telah ada aktivitas wisata. Pelaksanaannya secara accidental sampling, yaitu sampel yang diambil dari siapa saja yang kebetulan ada dan bersedia menjadi responden (Soeratno dan Arsyad 1993).

Jumlah desa di Gugus Pulau Batudaka Kecamatan Una-Una adalah 13 desa dan lokasi pengambilan contoh sosial ekonomi ada 6 (enam) desa (Gambar 13) yaitu Desa Wakai, Bambu, Siatu, Bomba, Malino dan Kulingkinari. Jumlah

contoh diambil dengan pertimbangan keterwakilan wilayah yaitu desa-desa yang ada di Gugus Pulau Batudaka secara sengaja (purposive sampling) yang diambil langsung untuk setiap kelompok responden sesuai dengan tujuan penelitian dan berdasarkan kriteria tertentu (Adrianto 2007), yakni lokasi penelitian adalah desa yang mempunyai potensi dalam pemanfaatan wisata dan perikanan serta responden yang dipilih berdasarkan pertimbangan : responden dari unsur masyarakat adalah penduduk dewasa yang sekurang-kurangnya telah menetap selama 3 tahun dan memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut di Gugus Pulau Batudaka. Responden terdiri atas tokoh masyarakat, tokoh agama, PNS, nelayan, petani, pedagang. Pengusaha wisata/pemilik guesthouse sebanyak 4 orang .

Unit populasi sebagai dasar penentuan responden dari unsur masyarakat dan nelayan adalah Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di Gugus Pulau Batudaka Kecamatan Una-Una. Jumlah KK di 6 desa tersebut pada tahun 2008 (BPS Kec. Una-Una 2009) sebanyak 1 637 KK dengan profesi sebagai nelayan sekitar 50% atau 818 orang, maka berdasarkan perhitungan rumus jumlah sampel (responden) dari persamaan Slovin (1960) yang diacu dalam Sevilla et al. (1993), yaitu :

2 1 Ne N n   ... (1) di mana, n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

e = persentase ketidaktelitian karena pengambilan contoh (10%)

diperoleh jumlah sampel masyarakat sebanyak 94 orang (Tabel 11) dan 46 orang nelayan.

Tabel 11 Ukuran sampel responden sosial ekonomi

No. Desa Populasi Rumah Tangga Ukuran Sampel

1 Wakai 619 35 2 Bambu 330 19 3 Bomba 285 16 4 Kulingkinari 254 14 5 Malino 92 5 6 Siatu 93 5 Jumlah 1 637 94

Gambar 13 Kerangka sampling sosial ekonomi Data Sosial Ekonomi

Pemanfaat Sumberdaya

Wisman Pengusaha Wisata

Masyarakat Pengambil Kebijakan Nelayan PEMDA N6=8 Jenis Responden N2=818 N1=1637 N3 N5= 4 Purposive sampling n =25 n = 18 n = 94 n=46 n = 8

Random Sampling Sensus

n =12 n=231

Estimasi Proporsi Ukuran sampel

Pemilihan responden Jumlah unit Responden Wisnus N4 n=4 Accidental Sampling

3.4 Metode Analisis Data

Secara umum analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara bertahap. Tahap I, Deskriptif, dengan mengidentifikasi permasalahan menggunakan pendekatan DPSIR sehingga terpetakannya potensi dan pemanfaatan ruang untuk wisata dan perikanan di Gugus Pulau Batudaka. Tahap II, Kondisi pembatas berdasarkan kelayakan pemanfaatan secara ekologi, ekonomi, sosial kelembagaan. Tahap III, Kolaborasi kondisi pembatas (analisis kelayakan pemanfaatan ruang dan daya dukung lingkungan) yang diintegrasikam dengan optimasi model dinamik. Tahap IV, Implementasi strategi model integrasi wisata-perikanan di Gugus Pulau Batudaka, dan tahapan penelitian tertera pada Gambar 14.

Mulai Tahap I Deskriptif Tahap II Kondisi Pembatas Tahap III Kolaborasi Tahap IV Implementasi

Gambar 14 Tahapan penelitian model integrasi wisata-perikanan di Gugus Pulau Batudaka

Identifikasi Permasalahan Pendekatan DPSIR

Analisis Kelayakan Pemanfaatan : - Ekologi (Ecological Footprint análysis)  - Sosial/kelembagaan (HANPP dan CLSA) - Valuasi Ekonomi

Analisis Kesesuaian Pemanfaatan (GIS)

Dynamic Modelling (Stella)

Perumusan Model Integrasi

Verifikasi dan Validasi Model

Selesai Wisata Perikanan I N P U T P R O S E S O U T P U T

3.4.1 Pendekatan DPSIR (Drivers–Pressures–States–Impacts–Responses)

Pendekatan DPSIR untuk mengetahui keterkaitan faktor-faktor penyebab terjadinya tekanan terhadap ekosistem sehingga dapat digunakan untuk menilai intensitas penggunaan sumberdaya oleh manusia dan aktivitas (wisata dan perikanan) di kawasan Gugus Pulau Batudaka. Penilaian tekanan terhadap ekosistem dianalisis berdasarkan pendekatan keseluruhan sistem dan integrasi ekosistem yang berkaitan dengan struktur, komposisi dan fungsinya berdasarkan indikator ruang meliputi bentang alam, tata guna air, dan biodiversity (Turner et al. 2000).

3.4.2 Analisis Kesesuaian Pemanfaatan

Analisis variasi spasial karakteristik kualitas perairan antara stasiun pengamatan digunakan suatu pendekatan analisis statistik multivariabel yaitu Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis/PCA) (Bengen 2000). Analisis ini bermanfaat untuk mereduksi variabel yang berukuran besar ke dalam variabel baru berukuran sederhana dan berguna untuk menduga suatu fenomena sekaligus melihat hubungan antar variabel karakteristik perairan. Melalui analisis tersebut diperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai gambaran setiap lokasi pengamatan memiliki karateristik fisika-kimia yang dianggap memenuhi syarat untuk kegiatan pemanfaatan tersebut antara lain kecerahan, salinitas, suhu, pH, dan DO. Analisis PCA dalam penelitian ini menggunakan software XLSTAT 2010.

Penentuan kesesuaian pemanfaatan di Gugus Pulau Batudaka berdasarkan Geographic Information System (GIS) menggunakan ArcGIS ver. 9.2. Secara umum terdapat empat tahapan analisis kesesuaian pemanfaatan yang dilakukan, yaitu (1) penyusunan peta kawasan, (2) penyusunan matrik kesesuaian, (3) pembobotan dan pengharkatan, dan (4) analisis spasial untuk kesesuaian wisata dan perikanan.

(1) Penyusunan peta kawasan Gugus Pulau Batudaka

Penyusunan peta Gugus Pulau Batudaka menggunakan : (1) Data citra Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper (ETM+) tanggal 17 Oktober 2000, dan 12 April 2007 dari BTIC Biotrop, 13 Juli 2000, 16 Juli 2001, 13 Desember 2009, 19 Maret 2010 dan 13 Oktober 2010 (http://glovis.usgs.gov/) (2) Peta Rupabumi

Indonesia 1:50.000 wilayah Gugus Pulau Batudaka Lembar 2215-13~14, 2215- 41~42 Tahun 1992 dari Bakosurtanal; (3) Peta informasi bathimetri 1:75.000 perairan Pulau-Pulau Togian-Dishidros Tahun 2008; (4) Data Landuse diperoleh dari pengolahan citra tersebut yang membagi wilayah studi dalam kelas penggunaan lahan untuk pemukiman, terumbu karang, mangrove, padang lamun; (4) Pemanfaatan kegiatan mengacu pada zonasi kawasan yang dirinci dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kepulauan Togean (Bappeda Touna 2007).

Proses pengolahan citra Landsat TM untuk pemetaan terumbu karang, mangrove, lamun dengan menggunakan model transformasi Lyzenga (1978) menggunakan software ER Mapper versi 7.0. Klasifikasi penutup lahan dilakukan dengan cara interpretasi visual yaitu dengan cara mendelineasi kenampakan- kenampakan yang sama ke dalam satu kelas penggunaan atau penutup lahan dengan menggunakan data tutupan lahan yang sudah ada. Penyusunan peta kawasan dengan melakukan query terhadap data GIS dengan menggunakan prinsip-prinsip kawasan sehingga informasi spasialnya dapat diketahui.

(2) Membuat matriks kesesuaian tiap kegiatan yang ada

Penyususnan matriks kesesuaian setiap kegiatan wisata dan perikanan selengkapnya diuraikan sebagai berikut.

3.4.2.1 Wisata

Identifikasi dilakukan dengan mempertimbangkan faktor pembatas (parameter) setiap jenis kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan wisata, yaitu: 1 Mempunyai keindahan alam yang menarik untuk dilihat dan dinikmati,

sehingga memberikan rasa relaksasi dan memulihkan semangat daya produktivitasnya;

2 Memiliki keaslian panorama alamnya (pantai berpasir, terumbu karang, ikan hias) dan keaslian budaya;

3 Keunikan ekosistemnya;

4 Di lokasi wisata tidak ada gangguan binatang buas, arus berbahaya, angin besar dan topografi dasar laut yang curam;

5 Tersedianya sarana dan prasarana (mudah dijangkau, baik melalui darat maupun laut, dan kemungkinan pengembangan aksesibilitas cukup baik, dekat dengan restoran, tempat penginapan, dan ketersediaan air bersih).

Pemanfataan ruang berdasarkan parameter biofisik untuk kegiatan wisata yakni jenis wisata minat khusus yang memiliki aktivitas yang berkaitan dengan kelautan baik di atas permukaan laut maupun kegiatan yang dilakukan di bawah permukaan laut/selam (scuba diving). Matrik kesesuaian kegiatan wisata di Gugus Pulau Batudaka difokuskan pada kegiaatan wisata selam dan snorkeling, terinci pada Tabel 12, dan 13.

Tabel 12 Matriks kesesuaian area untuk wisata kategori selam

No. Parameter Bobot Kelas Kesesuaian (Skor)

S1 (3) S2 (2) N(1)

1 Kecerahan perairan (m) 25 >10 6-10 <6

2 Tutupan komunitas karang (%) 25 >75 50-75 <50

3 Jenis life form (unit) 15 >12 7-12 <7

4 Jenis ikan karang (Genus) 15 >100 50-100 <50

5 Kedalaman terumbu karang (m) 10 5-15 15-30 >30, <5

6 Kecepatan arus (cm/det)* 10 0-15 15-50 >50

Keterangan: S1 : Sangat Sesuai; S2 : Sesuai N : Tidak Sesuai (Not Suitable); Modifikasi Yulianda (2007) * : dinamik berdasarkan musim

Tabel 13 Matriks kesesuaian area untuk wisata ketegori snorkeling

No. Parameter Bobot Kelas Kesesuaian (Skor)

S1 (3) S2 (2) N(1)

1 Kecerahan perairan (m) 20 <6 6-10 >10

2 Tutupan komunitas karang (%) 20 >75 50-75 <50

3 Jenis life form (unit) 15 >12 7-12 <7

4 Jenis ikan karang (genus) 15 >100 50-100 <50

5 Kedalaman terumbu karang (m) 10 1-5 5-10 >10

6 Lebar hamparan datar karang (m) 10 >500 50-500 <50

7 Kecepatan arus (cm/det)* 10 0-15 1-50 >50

Keterangan: S1 :Sangat Sesuai; S2 : Sesuai; N : Tidak Sesuai (Not Suitable); Modifikasi Yulianda (2007) * : dinamik berdasarkan musim

3.4.2.2 Perikanan

Kesesuaian ruang untuk perikanan tangkap dilakukan untuk spesies tertentu yang dominan sebagai spesies yang bernilai ekonomis penting. Berdasarkan analisis terhadap hasil tangkapan ikan, diketahui bahwa spesies ekonomis penting yang dominan di Gugus Pulau Batudaka adalah ikan lolosi, ikan kakap dan rumput laut sehingga dibatasi untuk kesesuaian penangkapan ikan karang dan budidaya rumput laut. Kriteria yang diperlukan untuk daerah kegiatan perikanan dari aspek alokasi penetapan ruang terinci dalam Tabel 14 dan 15.

Tabel 14 Matriks kesesuaian perairan untuk ikan karang

No. Parameter Bobot Kelas Kesesuaian (Skor)

S1 (3) S2 (2) N(1)

1 Kedalaman perairan (m) 20 > 5 3 - 5 < 3

2 Topografi dasar perairan 10 Curam landai-curam landai

3 Kecerahan perairan (m) 10 > 10 5 – 10 < 5

4 Perubahan cuaca 10 Jarang sedang sering

5 Kondisi terumbu karang 20 Baik sedang buruk

6 Pencemaran 10 tidak ada sedikit ada

7 Kelimpahan ikan target (ind/350 m2) 20 > 200 100 – 200 < 100

Keterangan: S1 : Sangat Sesuai; S2 : Sesuai; N : Tidak Sesuai (Not Suitable); modifikasi DKP (2006)

Tabel 15 Matriks kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut

No. Parameter Bobot Kelas Kesesuaian (Skor)

S1 (3) S2 (2) N(1)

1 Kedalaman perairan (m) 20 3-15 2-3 atau >15-40 <2 atau >40 2 Material dasar perairan 15 karang berpasir pasir- pasir berlumpur lumpur

3 Kecerahan (m) 15 >10 5-10 < 5

4 DO (ppm) 10 >7 5-7 <5

5 Arus (cm/dt)* 20 21-30 11-<21 atau >30-45 <11 atau >45 6 Suhu (0C)* 10 28-30 25-28 atau 30-33 <25 atau >33 7 Salinitas (‰)* 10 30-32 25-<30 atau >32-35 <25 atau >35

8 pH* 10 8.2-8.7 7.0-8.2 atau 8.7-9 <7

Keterangan: S1 : Sangat Sesuai; S2 : Sesuai; N : Tidak Sesuai (Not Suitable); * : dinamik berdasarkan musim Modifikasi Wijaya (2007)

(3) Memberikan pembobotan dan pengharkatan

Pada tahap awal dilakukan pembobotan terhadap beberapa parameter yang berpengaruh terhadap pengembangan wisata dan perikanan menggunakan matriks pembobotan (Tabel 12-15). Proses pemberian bobot dan skor dilakukan melalui pendekatan Indeks Overlay Model (Bonham dan Carter 1994) yaitu :

   n j j n j j j i W W S S 1 1 ' ...………....………... (2)

di mana Si’ = Indeks kesesuaian dari kategori ke-i, i = 4 kategori;

Sj = Skor parameter ke-j; Wj = Bobot parameter ke-j; n = Jumlah parameter

Pembobotan dilakukan secara bertahap, di mana overlay dilakukan terlebih dahulu pada parameter yang berbobot paling tinggi kemudian hasilnya dioverlay kembali dengan parameter yang berbobot lebih rendah dan seterusnya. Selain itu setiap tema akan dibagi menjadi beberapa kelas yang diberi skor berdasarkan

tingkat kesesuaiannya dan hasilnya diperoleh ”nilai akhir” atau ”matriks atribut” yang merupakan hasil perkalian antara bobot dengan skor kelas.

Kelas kesesuaian pada penelitian ini, dibagi kedalam 3 (tiga) kategori berdasarkan FAO (1976) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) yaitu : Kategori (S1) : Sangat Sesuai (highly suitable).

Daerah ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukan tingkatan perlakuan yang diberikan. Kategori (S2) : Sesuai (suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas ini akan meningkatkan masukan/tingkat perlakuan yang diperlukan.

Kategori (N) : Tidak Sesuai (Not Suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas permanen sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut.

Pada kegiatan ini diperoleh range nilai kesesuaian lahan antara 0-500. Range ini selanjutnya dibagi dalam 3 kelas, sehingga pembagian nilai kesesuaian berikut ini.

Nilai 100-233 (N) = tidak sesuai Nilai 234-367 (S2) = sesuai Nilai 368-500 (S1) = sangat sesuai

(4) Melakukan analisis spasial untuk mengetahui kesesuaian setiap kegiatan yang ada di Gugus Pulau Batudaka

Tahapan dalam analisis spasial ini adalah setelah penyusunan matriks kesesuaian berdasarkan kriteria dan persyaratan masing-masing, yang dilanjutkan dengan kegiatan overlay. Proses pembobotan semua kegiatan berdasarkan matriks kesesuaian di atas dilakukan untuk kondisi peralihan musim barat (Oktober 2008), musim barat (Desember 2008), peralihan musim timur (Mei 2009) dan musim timur (Agustus 2009), hal ini dilakukan agar hasil akhir dapat mewakili kondisi musim. Hasil kesesuaian yang diperoleh dioverlay (tumpang susun) untuk mendapatkan daerah kesesuaian pada kondisi musim tersebut serta dioverlay dengan Rencana Zonasi Kawasan berdasarkan RDTR Kepulauan

Togean. Selanjutnya dilakukan analisis beberapa faktor yang mempengaruhi kesesuaian lahan yang diperoleh, yakni :

(a) Keterlindungan perairan

Memperhatikan keberadaan terumbu karang sebagai pelindung dan pemecah ombak di perairan wilayah pesisir, daerah teluk dan perairan yang terlindung pulau yang besar ombak dan arusnya relatif rendah dan tenang;

(b) Wilayah konservasi atau jalur hijau pantai

Memperhatikan keberadaan hutan mangrove dan sumberdaya alam pesisir lainnya yang perlu dilestarikan;

(c) Aksesibilitas

Meperhatikan sarana/prasarana, jaringan jalan dan bentuk pantai.

Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merekomendasikan daerah yang berpotensi untuk dikembangkan usaha wisata dan perikanan serta pengembangan potensi wilayah pesisir Gugus Pulau Batudaka.

3.4.3 Analisis Daya Dukung (Ecological Footprint Analysis)

Daya dukung pemanfaatan sumberdaya Gugus Pulau Batudaka untuk kawasan wisata dan perikanan dilakukan dengan menggunakan pendekatan Ecological Footprint Analysis (EFA). Daya dukung menjadi fokus perhitungan EFA, agar pemanfaatan sumberdaya alam menjadi optimal terhadap kondisi populasi dan aktual kegiatan ekonominya. Secara teoritis, EFA bertujuan

Dokumen terkait