• Tidak ada hasil yang ditemukan

III.1 Bahan yang Digunakan

- Sampah kampus UPN “Veteran” JATIM - Kotoran sapi

III.2 Peralatan

Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Timbangan

Alat yang digunakan untuk mengukur massa suatu benda. Dalam percobaan ini timbangan yang digunakan untuk menimbang sampah kampus adalah timbangan berat badan, sedangkan timbangan yang digunakan untuk menimbang kotoran sapi adalah timbangan duduk.

2. Alat Pencacah Sampah Organik

Alat yang digunakan untuk menghancurkan sampah organik kampus berukuran kecil dengan hasil cacahan < 3 cm.

3. Reaktor Pengomposan

Pada penelitian ini reaktor yang digunakan sebanyak 8 reaktor

Gambar 3.2 Reaktor Pengomposan 4. Kompresor

Alat ini digunakan untuk menyuplai oksigen pada proses pengomposan.

5. Sambungan PVC

Sambungan Poliviniclorida (PVC) adalah alat yang digunakan untuk menyambungkan pipa dari kompresor ke empat reaktor yang menggunakan proses aerasi udara. Sambungan PVC yang digunakan berdiameter 50 mm.

28

6. Pengaduk atau Skop

Alat yang digunakan untuk mengaduk sampah yang ada dalam reaktor dengan proses aerasi manual. Pengaduk yang digunakan adalah sekop tanah.

Gambar 3.5 sekop tanah

III.3 Variabel Penelitian 1. Kondisi Tetap

a. Suhu (suhu kamar) b. pH alami sampel

c. Sampah kampus yang digunakan 24 kg untuk 8 reaktor 2. Peubah

a. Waktu sampling : 0 hari, 14 hari, 21 hari, 21 hari, 28 hari b. Kebutuhan oksigen :

-Untuk 4 reaktor ( R1, R2, R3, R4 ) dilakukan dengan menggunakan aerasi secara manual menggunakan ( sekop ) dengan interval waktu 3 hari sekali selama 1 bulan

-Untuk 4 reaktor lainnya ( R5, R6, R7, R8 ) aerasi yang dilakukan dengan menggunakan kompresor selama 3 hari sekali dalam 1 bulan.

c. Banyaknya kotoran sapi :

-Untuk reaktor yang menggunakan aerasi secara manual ( sekop ) beranya adalah : 0 kg, 2,20 kg, 5,49 kg, 8,23 kg

-Untuk reaktor yang menggunakan aerasi dengan kompresor beratnya adalah: 0 kg, 2,20 kg, 5,49 kg, 8,23 kg

III.4 Pr osedur Penelitian III.4.1 Cara Kerja

1. Menyiapkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian seperti, timbangan, alat pencacah sampah, reaktor, kompresor, sambungan PVC, dan pengaduk atau sekop.

2. Menyiapkan kotoran sapi dan sampah kampus.

3. Sampah kampus yang telah dipilih kemudiaan dipotong kecil dengan alat khusus pencacah sampah organik hingga berukuran ± 1 cm. 4. Menimbang kotoran sapi sesuai berat yang diinginkan ( 0 kg, 2,20 kg,

5,49 kg, 8,23 kg ), dengan menggunakan timbangan duduk

5. Kotoran sapi yang telah ditimbang dilarutkan dalam air sebanyak 1,5 liter, kemudian dicampurkan dengan sampah kampus dengan berat 24 kg untuk 8 reaktor penelitian

30

6. Setelah sampah kampus dan kotoran sapi dicampur, dilakukan analisa awal nilai N, C, C/N Rasio dan pH awal. Hal ini guna untuk menggetahui kondisi awal pada sampel pada 8 reaktor.

7. Pada penelitian ini parameter yang diujikan adalah N, C, C/N rasio dan pH. Pengujian parameter-parameter tersebut dilakukan sesuai dengan waktu sampling yang ditentukan.

II.5 Rangkaian Alat

Reaktor penelitian yaitu komposter dengan aerasi secara manual dan secara mekanik dapat dilihat pada Gambar 3.6 dan 3.7

Keterangan :

- Diameter : 40 cm - Tinggi : 80 cm

- Bahan : Plastik HDPE - Jumlah : 4 reaktor

Gambar 3.6 Komposter dengan Aerasi Manual

Keterangan :

- Diameter : 40 cm - Tinggi : 80 cm

- Bahan : Plastik HDPE - Jumlah : 4 reaktor - Ø pipa : 50 mm

Gambar 3.7 Komposter dengan Aerasi Mekanik 80

40

80

32

III.6 Pengolahan Data

Data dari hasil penelitiann yang didapat, diolah dengan Microsoft Excel, kemudian disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.

III.7 Kerangka Penelitian

Gambar 3.8 Kerangka Penelitian J udul

Peran Aerasi pada Pembentukan Pupuk Organik dengan Penambahan Kotoran Sapi

Studi Literatur

Pelaksanaan Penelitian

Analisa Hasil

Kesimpulan dan Saran Pembahasan Hasil Parameter yang diuji :

N, C , Rasio C/N

Variabel •Tetap : pH, Suhu,

dan Berat Sampah Kampus

•Peubah : Waktu Sampling, Suplai Oksigen dan Kotoran Sapi

Per masalahan

Pengaruh penambahan kotoran sapi terhadap pematangan kompos dengan menggunakan proses aerasi khususnya sampah organik kampus UPN “Veteran”

34 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Kondisi Awal Sampah

Kondisi awal sampah UPN “Veteran“ JATIM memiliki suhu yang masih rendah, sedangkan suhu yang diharapkan dalam proses komposting sama dengan suhu air tanah, yang idealnya antara 55º C - 70º C dengan suhu minimum 45º C selama proses pengomposan. (Pusdakota Ubaya, 2005). Hal ini menunjukkan masih minimnya aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisikan bahan organik, sehingga perlu dilakukan penambahan bioaktivator untuk mempercepat pertumbuhan mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik yang dapat menghasilkan panas.(Setyawan, 2007).

Kondisi awal sampah merupakan kondisi dimana sampah organik yang telah dipisahkan dari sampah anorganik melalui sortasi sebelum dilakukan variasi

penambahan kotoran sapi dan dengan waktu tertentu pada proses (pengadukan/manual) maupun dengan aerasi mekanik (penambahan udara dengan

menggunakan kompresor), kondisi awal sampah UPN “VETERAN” JATIM dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Kondisi Awal Sampah UPN “Veteran“ JATIM Parameter Jumlah Suhu (ºC) 34 pH 6.1 Kadar air (%) 60 C-organik (%) 31.92 N-total (%) 1.28 Rasio C/N 25

Sumber : Hasil Penelitian, 2012

Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa N-total pada sampah kampus yang akan dibuat kompos masih rendah dan belum memenuhi kondisi optimum untuk kompos, sehingga perlu dilakukan penambahan masing-masing unsur N hingga mencapai kondisi optimum yaitu 40-60 % dengan nilai terbaik 50 % (Tchobanoglous,1993). Derajat keasaman (pH) awal sampah kampus (6,1), sedangkan kondisi yang baik untuk proses pembuatan kompos adalah 6,80 – 7,49. Kondisi awal rasio C/N pada sampah kampus berada dalam kondisi yang tinggi untuk proses pengomposan, yaitu dengan nilai 25 sedangkan kondisi yang baik berada pada nilai 10 sampai dengan 20 dengan rasio terbaik adalah 15 (SNI,2004).

36

IV.2 Pr oses Pengomposan dengan Aerasi Secar a Manual (sekop) dan Aerasi Secara Mekanik

Pembuatan kompos dilakukan secara aerobik, dimana dilakukan penambahan sampah kampus dengan berat 24 kg dan kotoran sapi dengan berat 0 kg, 2,20 kg, 5,49 kg, 8,23 kg dan dengan waktu pengomposan 0 hari, 7 hari, 14 hari, 21 hari, 28 hari.

IV.2.1 Kondisi C-Organik selama Pengomposan dengan Pr oses Aerasi Secara Manual

Perubahan C-Organik merupakan indikator telah terjadinya proses dekomposisi dalam pengomposan sehingga kematangan kompos terjadi akibat dari proses aerasi secara manual maupun menggunakan proses aerasi secara mekanik.

Pengamatan kondisi C-Organik selama pengomposan dengan proses aerasi secara manual dapat dilihat pada tabel 4.2 dan gambar 4.1

Tabel 4.2 Kondisi C-organik selama pengomposan dengan Proses Aerasi Secara Manual (%) Hari Reaktor R1 R2 R3 R4 0 31.92 32.13 31.13 30.19 7 32.75 33.1 32.4 32.51 14 31.88 31.76 30.05 29.24 21 29.13 29.76 29.07 28.15 28 28.52 27.58 27.89 27.47 Sumber : Hasil Penelitian, 2012

Gambar 4.1 Kondisi C-Organik selama Pengomposan dengan Proses Aerasi Secara Manual

Berdasarkan gambar 4.1 menunjukkan bahwa pada waktu inkubasi sampai hari ke-7 nilai C-organik naik, karena belum adanya aktivitas mikroorganisme yang bekerja pada reaktor. Pengamatan selanjutnya sampai hari ke-28 menunjukkan nilai C-organik semakin menurun, hal ini dikarenakan semakin banyak mikroorganisme yang membutuhkan C-organik sebagai makanannya.

Pada proses pengomposan yang dilakukan secara manual ( R1, R2, R3, dan R4 ), menunjukkan kandungan C-organik pada R1 hari ke-28 lebih rendah dari pada reaktor lainnya ( R2, R3, dan R4 ). Perbedaan ini dikarenakan komposisi penambahan kotoran sapi diantara keempat reaktor tersebut. Sehingga kandungan C-organik lebih rendah dibandingkan dengan R1.

26 27 28 29 30 31 32 33 34 0 7 14 21 28 C -O rg a n ik Hari Ke-R1 R2 R3 R4

38

IV.2.2 Kondisi C-Organik selama Pengomposan dengan Pr oses Aerasi Secara Mekanik

Pengamatan kondisi C-Organik selama pengomposan dengan proses aerasi secara mekanik dapat dilihat pada tabel 4.3 dan gambar 4.2.

Tabel 4.3 Kondisi C-Organik selama Pengomposan dengan Proses Aerasi Secara Mekanik (%) Hari Reaktor R5 R6 R7 R8 0 31.92 32.75 31.27 30.73 7 33.38 33.19 31.9 31.63 14 28.62 28.57 27.54 29.68 21 29.18 26.92 28.59 26.23 28 27.88 27.87 26.49 26.15 Sumber : Hasil Penenlitian, 2012

Gambar 4.2 Kondisi C-Organik selama Pengomposan dengan Proses Aerasi Secara Mekanik. 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 0 7 14 21 28 C -O rg a n ik Hari Ke-R5 R6 R7 R8

Berdasarkan gambar 4.2 menunjukkan bahwa pada waktu inkubasi sampai hari ke-7 nilai C-organik naik, karena belum adanya aktivitasa mikroorganisme yang bekerja pada reaktor. Pengamatan selanjutnya sampai hari ke-28 menunjukkan nilai C-organik semakin menurun, hal ini dikarenakan semakin banyak mikroorganisme yang membutuhkan C-organik sebagai makanannya.

Pada proses pengomposan yang dilakukan secara mekanik ( R5, R6, R7, dan R8 ), menunjukkan kandungan C-organik pada R5 lebih tinggi daripada reaktor lainnya ( R6, R7, dan R8 ). Perbedaan ini sama halnya yang terjadi pada reaktor-reaktor yang proses aerasinya dilakukan secara manual, yang mana alasannya dikarenakan faktor komposisi penambahan kotoran sapi yang berbeda-beda dari setiap reaktor. Nilai C-organik yang didapat dari proses aerasi mekanik lebih besar bila dibandingkan nilai C-organik pada proses aerasi secara manual. Hal ini dikarenakan perbedaan suplai oksigen yang dihasilkan aerasi secara mekanik lebih besar dibandingkan dengan aerasi secara manual. Banyaknya oksigen yang didapatkan oleh mikroorganisme dapat mempercepat proses dekomposisi dan menghasilkan kualitas kompos yang lebih baik dan dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan proses pengomposan dengan suplai oksigen yang sedikit.

Hal ini Dapat disimpulkan bahwa dengan adanya bioaktivator dan suplai oksigen yang cukup, maka dapat mempercepat proses pengomposan ( dekomposisi ) dan menghasilkan kualitas kompos yang baik.

40

IV.2.3 Kondisi N-Total selama Pengomposan dengan Pr oses Aerasi Secara Manual

Selain mengukur kandungan C-organik selama pengomposan dalam penelitian ini juga mengukur banyaknya kandungan N-total untuk mengetahui kandungan unsur hara yang terkandung pada proses pengomposan. Untuk kandungan N-total pada proses aerasi secara manual dapat dilihat pada tabel 4.4 dan gambar 4.3.

Tabel 4.4 Kondisi N-Total selama Pengomposan dengan Proses Aerasi Secara Manual (%) Hari Reaktor R1 R2 R3 R4 0 1.28 1.35 1.39 1.3 7 1.49 1.56 1.55 1.62 14 1.52 1.45 1.48 1.52 21 1.49 1.48 1.53 1.62 28 1.53 1.57 1.61 1.72 Sumber : Hasil Penelitian, 2012

1 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2 0 7 14 21 28 N-T ot a l Hari Ke-R1 R2 R3 R4

Gambar 4.3 Kondisi N-Total selama Pengomposan dengan Proses Aerasi Secara Manual

Pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa semakin lama waktu inkubasi, semakin tinggi kandungan unsur hara yang terkandung pada kompos yang terukur sebagai N-total. Hal ini dikarenakan selama proses pengomposan terjadi proses dekomposisi bahan organik menjadi unsur hara. Pada proses pengomposan yang dilakukan secara manual ( R1, R2, R3, dan R4 ), menunjukkan kandungan N-total pada R1 lebih rendah daripada reaktor lainnya ( R2, R3, dan R4 ). Perbedaan pada keempat reaktor ini dikarenakan R2, R3 dan R4 dalam komposisinya ditambahkan dengan kotoran sapi, dimana kotoran sapi itu sendiri masih mengandung protein atau N sehingga kandungan N-total lebih tinggi dibandingkan dengan R1.

IV.2.4 Kondisi N-Total selama Pengomposan dengan Pr oses Aer asi Secara Mekanik

Adapun banyaknya kandungan N-total yang didapat selama pengomposan dengan aerasi secara mekanik dapat dilihat pada tabel 4.5 dan gambar 4.4.

Tabel 4.5 Kondisi N-Total selama Pengomposan dengan Proses Aerasi Secara Mekanik (%) Hari Reaktor R5 R6 R7 R8 0 1.28 1.25 1.25 1.29 7 1.29 1.38 1.43 1.47 14 1.48 1.37 1.35 1.43 21 1.76 1.64 1.97 1.98 28 1.87 2.15 2.18 2.24 Sumber : Hasil Penelitian,2012

42

Gambar 4.4 Kondisi N-Total selama Pengomposan dengan Proses Aerasi Secara Mekanik

Pada gambar 4.4 menunjukkan bahwa semakin lama waktu inkubasi, semakin tinggi kandungan unsur hara yang terkandung pada kompos yang terukur sebagai N-total. Hal ini dikarenakan selama proses pengomposan terjadi proses dekomposisi bahan organik menjadi unsur hara. Perbedaan pada proses pengomposan secara manual dan mekanik adalah unsur hara yang dihasilkan pada proses pengomposan secara mekanik lebih tinggi, hal ini dikarenakan suplai oksigen yang didapat pada proses aerasi secara mekanik lebih besar.

IV.2.5 Kondisi Rasio C/N selama Pengomposan untuk Pr oses Aer asi Secara Manual dan Mekanik

Rasio C/N adalah parameter yang menentukan kematangan kompos pada pengomposan, keseimbangan rasio C/N dalam pengomposan secara umum berkisar

1 1,2 1,4 1,6 1,8 2 2,2 2,4 0 7 14 21 28 N-T o ta l Hari Ke-R5 R6 R7 R8

antara 10-20 ( SNI, 2004 ). Adapun kandungan rasio C/N selama pengomposan untuk proses aerasi secara manual dapat dilihat pada tabel 4.6 dan gambar 4.5, sedangkan kandungan rasio C/N untuk proses aerasi secara mekanik dapat dilihat pada tabel 4.7 dan gambar 4.6.

Tabel 4.6 Kondisi Rasio C/N selama Pengomposan dengan Proses Aerasi Secara Manual Hari Reaktor R1 R2 R3 R4 0 24.9 23.8 22.4 23.2 7 22 21.2 20.9 20.1 14 21 21.9 20.3 19.2 21 19.6 20.1 19 17.4 28 18 17.6 17.3 16.6

Sumber : Hasil Penelitian, 2012

Gambar 4.5 Kondisi Rasio C/N selama Pengomposan dengan Proses Aerasi Secara Manual 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 0 7 14 21 28 R a sio C /N Hari Ke-R1 R2 R3 R4

44

Tabel 4.7 Kondisi Rasio C/N selama Pengomposan dengan Proses Aerasi Secara Mekanik Hari Reaktor R5 R6 R7 R8 0 24.9 26.2 25 23.8 7 25.9 24.1 22.3 21.5 14 19.3 20.9 20.4 20.8 21 16.6 16.4 14.5 13.2 28 14.9 13 12.2 12

Sumber : Hasil Penelitian, 2012

Gambar 4.6 Kondisi rasio C/N selama Pengomposan dengan Proses Aerasi secara Mekanik

Bahan organik yang ideal untuk pembuatan pengomposan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N jauh lebih tinggi diatas 30 akan terombak dalam waktu yang lama, sebaiknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N karena menguap selama proses perombakan berlangsung.

10 12 14 16 18 20 22 24 26 0 7 14 21 28 R a sio C /N Hari Ke-R5 R6 R7 R8

Dari hasil yang didapat terlihat bahwa nilai rasio C/N untuk semua reaktor berada pada range yang sesuai dengan yang ditentukan oleh SNI, yaitu berkisar antara 12-18. Tinggi rendahnya nilai rasio C/N tergantung pada bahan organik yang dirombak menjadi unsur hara. Semakin besar bahan organik (C-organik) yang dirombak, semakin tinggi kandungan unsur hara yang terukur sebagai N-total. Secara visualisasi dapat dilihat dari nilai rasio C/N kompos dengan hasil terbaik yaitu pada reaktor 8 dengan nilai rasio C/N 12.

IV.2.6 Laju Rasio C/N Selama Pengomposan dengan Pr oses Aer asi Secara Manual dan Mekanik

Laju C/N digunakan untuk menentukan reaktor mana yang paling cepat memasuki masa pematangan ditinjau dari perubahan rasio C/N selama proses berlangsung. Laju C/N inilah yang nanti akan dibandingkan pada tiap-tiap reaktor penelitian. Perubahan rasio C/N selama pengomposan dengan Proses Aerasi Manual dan Mekanik dapat dilihat pada tabel 4.8 dan 4.9.

Tabel 4.8 Laju Rasio C/N selama Pengomposan dengan Proses Aerasi Secara Manual

Reaktor Persamaan Laju C/N Urutan

1 y = -1.62x + 25.96 R2 = 0.967 2 2 y = -1.35x + 24.97 R2 = 0.866 4 3 y = -1.21x + 23.61 R2 = 0.979 1 4 y = -1.59x + 24.07 R2 = 0.944 3 Sumber : Hasil Perhitungan, 2012

46

Tabel 4.9 Laju Rasio C/N selama Pengomposan dengan Proses Aerasi Secara Mekanik

Reaktor Persamaan Laju C/N Urutan

5 y = -2.93x + 29.11 R2 = 0.890 4 6 y = -3.41x + 30.35 R2 = 0.985 1 7 y = -3.34x + 28.9 R2 = 0.967 2 8 y = -3.19x + 27.83 R2 = 0.905 3 Sumber : Hasil Perhitungan, 2012

Dari hasil proses perbandingan laju rasio C/N selama pengomposan dengan proses aerasi secara manual yang menpunyai hubungan kolerasi tertinggi pada reaktor 3 dengan pemberian 5,49 kg kotoran sapi dan 24 kg sampah kampus, sedangkan laju rasio C/N secara mekanik yang mempunyai hubungan kolerasi tertinggi pada reaktor 6 dengan pemberian 2,20 kg kotoran sapi dan 24 kg sampah kampus. Perbedaan komposisi pada reaktor 3 dan 6 tersebut menunjukan pengaruh yang lebih bagus bila dibandingkan dengan reaktor lainnya mekispun reaktor lainnya menunjukan rasio C/N lebih tinggi tetapi bentuk hubungannya dengan proses dekomposisi atau pelapukan unsur lebih bagus pada reaktor 3 dan 6.

Dapat dikatakan bahwa besarnya derajat keterandalan model sama dengan 0,985%, artinya bahwa sekitar 0,985% variasi Y (rasio C/N) dapat diterangkan oleh X (waktu pengomposan) menurut persamaan Y = -3.41x + 30.35. sedanggkan sisanya 2,5% diterangkan oleh faktor2 lain selain X (waktu penngomposan).

V.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan :

1. Dengan penambahan aerasi maka diperoleh waktu pengomposan lebih cepat dengan waktu 28 hari, pada proses aerasi secara manual memiliki nilai rasio C/N 16,6 yang terdapat pada reaktor 4, sedangkan pada proses aerasi secara mekanik memiliki nilai rasio C/N 12 yang terdapat pada reaktor 8.

2. Dengan penambahan kotoran sapi disamping mempercepat waktu pengomposan juga dapat memperbaiki C/N rasio karena kotoran sapi masih mengandung protein atau N.

V.2 Saran

1. Perlunya perbedaan jumlah volume udara yang diperlukan pada setiap perlakuan.

2. Sebaiknya mikroorganisme yang diberikan merupakan hasil seleksi terhadap tingkat ketersediaan unsur hara.

Dokumen terkait