• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh delignifikasi secara mekanis terhadap kemurnian sabut kelapa dan

pengaruh penambahan konsentrasi urea pada sintesis

superabsorben aerogel selulosa berbasis sabut kelapa. Hal ini dilakukan dengan penggilingan sabut kelapa dilanjutkan dengan pengayakan. Setelah diayak, sabut kelapa memasuki proses delignifikasi dan dilanjutkan dengan mencuci pulp serta mengeringkannya. Setelah melalui proses pengeringan, pulp ditimbang, lalu dianalisa. Kemudian dilakukan pembuatan aerogel dari pulp yang telah dianalisa. Langkah pertama adalah penambahan NaOH dan urea, diikuti dengan gelasi, freeze drying, dan tahap terakhir adalah karakterisasi hasil superabsorben. Adapun karakterisasi yang akan dilakukan dalam penelitian ini antara lain Water Absorption Test, porosity and density test. III.2 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian sintesis superabsoben aerogel selulosa berbasis sabut kelapa, antara lain: 1. Sabut Kelapa dari kelapa yang sudah tua dan kering

Fungsi : sebagai sumber selulosa Sumber : Kawasan Keputih 2. Urea

Fungsi : sebagai agen pembentukan aerogel Sumber : Petrokimia Gresik

3. Natrium Hidroksida (NaOH)

Fungsi : sebagai agen delignifikasi dan pembentukan aerogel

Sumber : Merck 4. Etanol

16

Fungsi : sebagai larutan yang membantu proses koagulasi

Sumber : Merck 5. Asam Sulfat (H2SO4)

Fungsi : sebagai bahan analisa Kappa Number Sumber : Merck

6. Kalium Iodida (KI)

Fungsi : sebagai bahan analisa Kappa Number Sumber : Merck

7. Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

Fungsi : sebagai bahan analisa Kappa Number Sumber : Merck

8. Kalium Permanganat (KMnO4)

Fungsi : sebagai bahan analisa Kappa Number Sumber : Merck

9. Kalium Permanganat (KMnO4)

Fungsi : sebagai bahan analisa Kappa Number Sumber : Merck

10. Demineralized Water III.3 Eksperimen

Penelitian ini akan diawali dengan eksperimen delignifikasi sabut kelapa untuk mengekstrak selulosa dari sabut kelapa. Sebelum itu, dilakukan terlebih dahulu tahapan mekanis yakni berupa penggilingan sabut kelapa dengan menggunakan mesin giling. Setelah diperoleh sabut kelapa, selanjutnya sabut kelapa memasuki tahapan delignifikasi. Delignifikasi dilakukan dengan melarutkan sabut kelapa ke dalam larutan NaOH 6% sebanyak 15mL setiap 1 gram selulosa dan selanjutnya dipanaskan dalam muffle furnace pada temperatur 160oC selama 4 jam (Paskawati dkk, 2011). Konsentrasi NaOH berbanding lurus dengan kadar lignin di dalam pulp hasil delignifikasi namun konsentrasi yang terlalu tinggi (di atas 15%) tidak hanya akan mendegradasi lignin tetapi juga selulosa, sehingga berakibat pada kadar selulosa yang terbentuk justru semakin rendah. Selain itu,

17

waktu pemanasan juga berpengaruh pada hasil delignifikasi, karena semakin lama pemanasan juga akan mengakibatkan degradasi selulosa berlebih. Pemanasan di dalam muffle furnace ini dilakukan dengan menggunakan reaktor hidrolisis berbahan stainless steel yang kedap udara sehingga akan tetap safety ketika dimungkinkan adanya tekanan tinggi sebagai akibat dari proses pemanasan. Berikut ini merupakan gambar dari reaktor yang dimaksudkan:

Gambar III.1 Reaktor Delignifikasi

Kemudian pulp dikeringkan dengan menggunakan oven pada temperatur 80oC selama 2 jam untuk menguapkan air yang terkandung di dalamnya. Setelah itu, pulp ditimbang untuk selanjutnya dilakukan analisa Kappa Number untuk mengetahui kadar lignin yang tersisa dalam pulp.

Analisa Kappa Number dilakukan dengan mengikuti Ethiopian Standard ES ISO 302:2012(E). Kappa Number merupakan volume KMnO4 0,02 M yang terkonsumsi oleh 1 gram pulp. Adapun tahapan dalam analisa ini dimulai dengan mempersiapkan pulp kering dengan memanaskan dalam oven pada temperatur 105oC. Selanjutnya 25 mL KMnO4 dicampurkan dengan 50 mL H2SO4 ke dalam beaker glass. Setelah larutan mencapai temperatur ruangan, pulp dicampurkan ke dalamnya

18

dan kemudian diaduk dengan penambahan distilled water sebanyak 35 mL. Pengadukan dilakukan selama 10 menit, dimana pada menit terakhir reaksi dihentikan dengan penambahan 10 mL larutan KI. Selanjutnya campuran yang terbentuk dititrasi dengan Na2S2O3 dan indikator amilum. Volume titrat yang diperlukan ini selanjutnya digunakan untuk perhitungan Kappa Number sesuai dengan ES ISO 302:2012(E).

Gambar III.2 Flow Diagram Sintesis Aerogel Selulosa Setelah diperoleh pulp dengan kadar selulosa yang tinggi dan kadar lignin yang rendah, kemudian mencampurkan pulp dengan NaOH dan Urea dengan berbagai macam perbandingan. Kemudian dilakukan sonikasi selama kurang lebih 12 menit untuk mendapatkan campuran yang homogen antara pulp, NaOH, Urea, dan demineralized water. Selanjutnya, campuran didinginkan pada temperatur -5oC selama 24 jam sehingga membentuk gel. Gel yang terbentuk kemudian dibiarkan di udara terbuka hingga mencapai temperatur ruangan. Langkah berikutnya adalah perendaman gel dengan etanol 99% sebanyak 10 mL selama 24 jam untuk tahap koagulasi. Spesimen diletakkan di dalam beaker glass berukuran 50 mL sekaligus

19

sebagai cetakan untuk aerogel. Setelah tahap koagulasi, dilakukan solvent exchange dari etanol menjadi demineralized water sehingga seluruh etanol terlepas dari spesimen, proses perendaman ini dilakukan kurang lebih selama 48 jam. Sampel kemudian didinginkan pada temperatur -20oC selama 12 jam untuk selanjutnya dilakukan tahap pengeringan dengan metode freeze drying (Taufik dkk, 2016). Berikut ini merupakan skema alat freeze dryer yang digunakan dalam tahap pengeringan:

Gambar III.3 Skema Alat Freeze Dryer III.4 Karakterisasi Produk

Superabsorben aerogel selulosa yang dihasilkan dari penelitian ini perlu dikarakterisasi untuk memastikan bahwa aerogel selulosa yang dihasilkan telah memenuhi kriteria superabsorben. Adapun beberapa karakterisasi yang dilakukan antara lain Water Absorption Test, Density and Porosity Test.

Berikut ini adalah penjelasan dari tiap uji karakteristik yang akan dilakukan pada eksperimen ini:

a. Water Absorption Test

Analisa ini digunakan untuk mengetahui kapasitas absorbsi sampel aerogel selulosa untuk menyerap air sesuai dengan ASTM D570-98 yang telah dimodifikasi. Sampel kering ditimbang dan direndam dalam 800 ml demineralized water selama 20 menit. Setelah proses perendaman, sampel basah diangkat dengan kecepatan 20 cm/menit dengan bantuan

20

controlized motor. Kelebihan air pada permukaan sampel dihilangkan dengan menggunakan kertas saring. Selanjutnya sampel yang basah ditimbang. Setelah ditimbang, sampel basah tersebut diperas kemudian ditimbang lagi.

b. Density and Porosity Test

Densitas aerogel selulosa diketahui dengan menggunakan persamaan berikut:

! =#

$

Dimana m adalah massa sampe dalam gram dan V adalah volume sampel dalam cm3. Sedangkan porositas aerogel dihitung berdasarkan persamaan berikut:

% =$ − # !'

$

Dimana !' adalah bulk density selulosa, yakni sebesar 1,528 g cm-3 (Wang dkk, 2014).

21

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Serat selulosa yang digunakan pada penelitian ini berasal dari sabut kelapa yang telah melalui proses delignifikasi. Proses sintesis superabsorben aerogel selulosa berbasis sabut kelapa ini menggunakan larutan urea-NaOH. Langkah pertama adalah preparasi serat selulosa dari sabut kelapa dengan cara menggiling sabut kelapa. Kemudian dilanjutkan dengan menambahkan larutan NaOH 6% sebanyak 15 ml/g selulosa dan direaksikan

pada suhu 165o C selama 4 jam untuk menghilangkan kandungan

lignin. Kemudian melakukan sintesis superabsorben aerogel dengan menggunakan larutan NaOH. Konsentrasi urea-NaOH yang digunakan pada peneltian ini divariasikan antara lain (Urea:NaOH = 5;6;7;8:1). Selanjutnya, dilakukan pengeringan dengan metode freeze drying agar struktur sampel tidak rusak. Pada proses ini, sampel dibekukan pada suhu -20o C, lalu tekanan sekitar diturunkan sehingga kandungan air yang membeku di dalam sampel mengalami sublimasi dari fasa padat menjadi gas. Keadaan ini akan menimbulkan gaya minimum pada dinding pori aerogel sehingga strukturnya tidak hancur. Dengan cara ini, dapat dihasilkan aerogel yang ringan dan memiliki banyak pori.

Superabsorben aerogel yang dihasilkan kemudian diteliti secara fisik, dihitung juga densitas dan porositasnya. Selain itu, dilakukan analisa kemampuan penyerapan airnya dengan Water Absorption Test.

IV.1 Kenampakan Fisik

Proses freeze drying menghasilkan superabsorben aerogel selulosa yang kering dan memiliki massa yang ringan yang memiliki banyak pori di dalamnya. Kenampakan fisik aerogel yang dihasilkan berbentuk silinder berwarna kecoklatan. Secara fisik, superabsorben aerogel selulosa dengan konsentrasi urea tertinggi (Urea:NaOH=8:1), memiliki struktur yang lebih kokoh daripada sampel dengan konsentrasi urea yang lebih rendah. Terlihat bahwa semakin tinggi kadar urea, semakin kokoh

22

struktur aerogel selulosa yang didapatkan. Dapat dilihat pada gambar IV.1, pada sampel terbentuk jaringan serat-serat selulosa yang membentuk ikatan.

Gambar IV.1 Kenampakan Fisik Superabsorben Aerogel

Selulosa dengan Konsentrasi NaOH – Urea : (a) 1:5; (b) 1:6; (c) 1:7; dan (d) 1:8

IV.2 Densitas dan Porositas

Densitas sampel didapatkan dengan mengetahui massa dan volume. Untuk mendapatkan massa aerogel, setiap sampel ditimbang menggunakan neraca analitik dan volume aerogel didapatkan melalui pengukuran dimensi. Dari densitas tersebut dapat diperoleh nilai porositas tiap sampel.

(a) (b)

23

Gambar IV.2 Grafik Antara Konsentrasi NaOH:Urea dengan

Densitas dan Porositas Sampel

Pada Gambar IV.2, dapat dilihat hubungan antara konsentrasi urea pada tiap sampel dengan densitas dan porositasnya. Terlihat bahwa nilai densitas semakin meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi urea. Nilai densitas yang didapatkan untuk superabsorben aerogel selulosa pada penelitian ini cukup kecil, yaitu antara 0,108 – 0.197 g/cm3. Densitas tersebut membuktikan bahwa aerogel selulosa yang disintesis tersebut ringan. Massa yang ringan tersebut diperoleh karena banyaknya rongga atau pori di dalam aerogel selulosa.

Kemudian, dari densitas aerogel selulosa juga dapat dihitung porositas dari tiap sampelnya. Porositas adalah perbandingan nilai antara volume rongga terhadap volume

24

aerogel selulosa. Dapat disimpulkan bahwa nilai porositas cenderung menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi urea pada tiap sampel. Nilai porositas tertinggi yaitu sebesar 0,929 pada sampel 5:1, sedangkan yang terendah yaitu 0,871 pada sampel 8:1.

Penambahan urea akan membentuk hidrat di dalam larutan. Urea hidrat tersebut tidak berinteraksi secara langsung dengan selulosa dalam proses pelarutan. Adanya urea membantu NaOH hidrat menembus ke dalam daerah kristal selulosa dan menyebabkan peningkatan fraksi selulosa yang terlarut. Kondisi ini yang menyebabkan molekul selulosa dekat satu sama lain sehingga porositas yang dimiliki menjadi lebih kecil ketika dikeringkan (Anugrah dkk, 2015). Dengan nilai porositas antara 0,871 sampai 0,929 menunjukkan bahwa volume pori yang relatif besar dan hampir sama nilainya dengan volume aerogel selulosa.

Pada penelitian ini, porositas aerogel selulosa menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi urea pada tiap sampel. Hal ini dikarenakan pengaruh dari agen cross-linker yang digunakan yaitu larutan urea-NaOH, semakin tinggi konsentrasi urea, gelasi akan terjadi semakin cepat, dan hal ini menyebabkan nilai pori yang terbentuk semakin kecil (Qin dkk, 2013).

IV.3 Kemampuan Penyerapan Air dengan Metode Water

Absorption Test (ASTM D570-98)

Untuk mengetahui kemampuan penyerapan air dari superabsorben aerogel selulosa maka dilakukan uji Penyerapan Air yang berdasar pada ASTM D570-98 yang dimodifikasi dimana uji absorpsi dilakukan sebanyak tiga kali untuk tiap sampel. Setiap aerogel selulosa ditimbang terlebih dahulu untuk mendapatkan massa awalnya. Selanjutnya, aerogel direndam di dalam demineralized water selama 20 menit. Aerogel yang telah terendam kemudian diangkat dengan bantuan controlized motor

berkecepatan 20 cm/menit. Setelah itu, aerogel selulosa yang basah tersebut ditimbang kembali.

Tahap berikutnya, aerogel selulosa tersebut diperas perlahan sampai air tidak menetes lagi dari aerogel selulosa. Hal

25

ini bertujuan untuk mengetahui nilai air yang terbebas dari superabsorben aerogel. Prosedur tersebut diulang kembali sebanyak dua kali untuk tiap aerogel selulosa.

Pada tiap proses perendaman, aerogel selulosa sedikit mengembang tetapi tidak sebesar sebelum pemerasan. Hal ini menunjukkan bahwa aerogel selulosa yang telah diperas masih mampu menyerap air. Data yang didapat pada analisa ini adalah hubungan antara kapasitas penyerapan air(g air terserap/g aerogel selulosa kering) terhadap konsentrasi urea-NaOH pada tiap

sampel dalam bentuk grafik.

Gambar IV.3 Grafik Antara Konsentrasi Urea-NaOH dan

26

Dari gambar IV.3, nilai kapasitas absorpsi menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi urea. Perubahan yang signifikan terlihat pada sampel aerogel selulosa antara Urea:NaOH 8:1 dan 7:1. Pada absorpsi pertama, sampel aerogel selulosa dengan kandungan Urea 5:1 dapat menyerap air hingga 15,391 kali massa keringnya yang juga merupakan kapasitas absorpsi tertinggi.

Kemudian, hasil antara absorbsi kedua dan ketiga pada tiap sampel tidak terlalu jauh berbeda, dimana kapasitas absorbsi kedua sedikit lebih besar dari kapasitas absorbsi ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa aerogel selulosa berbasis sabut kelapa memungkinkan untuk dapat digunakan kembali melalui proses pemerasan. Nilai maksimum untuk kapasitas absorpsi yang kedua dan ketiga adalah 12,447 dan 11,663.

Jika dibandingkan antara pengaruh konsentrasi urea terhadap porositas (Gambar IV.2) dan kapasitas absorpsi (Gambar IV.3) terlihat adanya kecenderungan yang sama yaitu nilai porositas dan kapasitas absorpsi menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi urea. Berdasarkan pada kesamaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan penyerapan air aerogel selulosa dipengaruhi oleh banyaknya volume rongga atau pori yang dimiliki oleh tiap sampel. Semakin besar porositas suatu aerogel selulosa, maka semakin meningkat nilai kemampuan penyerapan airnya. Dengan demikian, berkurangnya kemampuan penyerapan air pada absorpsi kedua dan ketiga kemungkinan dikarenakan adanya struktur pori yang rusak pada aerogel selulosa akibat proses pemerasan.

IV.4 Kappa Number Selulosa Sabut Kelapa

Setelah sabut kelapa melalui proses delignifikasi secara mekanis yaitu digiling dan diayak lalu dikeringkan, dilakukan analisa Kappa Number untuk mengetahui pengaruh delignifikasi terhadap kemurnian selulosa. Analisa ini mengacu pada

Ethiopian Standart ES ISO 302:2012 dan dilakukan untuk

27

Prinsip pada analisa ini adalah mengetahui jumlah potasium permanganat (KMnO4) yang terkonsumsi oleh sampel. Kami menganalisa nilai Kappa Number pada sabut kelapa yang belum diayak dan pada selulosa hasil delignifikasi secara

mekanis. Langkah pertama adalah mencampur 25 mL KMnO4

dengan 50 mL H2SO4 ke dalam beaker glass. Setelah larutan

mencapai suhu ruangan, pulp dicampurkan ke dalamnya lalu

diaduk dengan menambahkan aquadest sebanyak 35 mL.

Pengadukan dilakukan selama 10 menit dengan bantuan magnetic

stirrer. Pada menit terakhir, reaksi dihentikan dengan

menambahkan 10 mL larutan KI. Langkah selanjutnya adalah menambahkan indikator amilum dan melakukan titrasi pada campuran dengan menggunakan larutan Na2S2O3. Volume titrat

yang dibutuhkan kemudian dicatat untuk perhitungan Kappa

Number sesuai dengan ES ISO 302:2012.

Nilai Kappa Number untuk sabut kelapa dan selulosa yang kami analisa adalah sebagai berikut :

Sampel Kappa Number

Sabut Kelapa 42,5

Selulosa <100 mesh 4,4

Selulosa >100 mesh 2,7

Tabel IV.1 Nilai Kappa Number pada Selulosa Hasil

Delignifikasi Mekanis

Dari nilai Kappa Number yang didapat, sabut kelapa memiliki nilai Kappa Number sebesar 42,5 sementara setelah melalui proses delignifikasi, Kappa Number menurun hingga 4,4 untuk selulosa kurang dari 100 mesh dan 2,7 untuk selulosa lebih dari 100 mesh. Hal ini menunjukkan bahwa proses delignifikasi secara digiling dan diayak berjalan dengan efektif karena lignin yang tersisa hanya sedikit dan berarti kemurnian selulosa yang dihasilkan cukup tinggi.

28

29

BAB V

KESIMPULAN

V.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut ini :

1. Untuk mendapat kemurnian selulosa yang cukup tinggi, dapat dilakukan proses delignifikasi secara mekanis dengan cara digiling lalu diayak lalu dilanjutkan secara kimiawi dengan menambahkan larutan NaOH 6% dan direaksikan selama 4 jam pada suhu 160oC dan didapatkan selulosa dari sabut kelapa dengan nilai Kappa

Number 4,4 untuk selulosa berukuran kurang dari 100

mesh, dan sebesar 2,7 untuk selulosa yang berukuran lebih dari 100 mesh.

2. Sintesis superabsorben aerogel selulosa berbasis sabut kelapa telah berhasil dilakukan.

3. Nilai konsentrasi urea yang ditambahkan pada proses sintesis superabsorben aerogel selulosa berbanding terbalik dengan nilai porositas dan kapasitas penyerapan air dari aerogel selulosa.

V.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, untuk penelitian sintesis superabsorben aerogel selulosa berbasis sabut kelapa selanjutnya perlu dilakukan pengembangan untuk ukuran bahan sabut kelapa dibagi menjadi beberapa mesh, seperti bahan sabut kelapa yang berukuran 50 mesh, 80 mesh, dan 150 mesh. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar penyerapan yang dapat dihasilkan dan juga untuk mendapatkan bentuk superabsorben aerogel selulosa yang lebih baik.

30

DAFTAR PUSTAKA

A. Demilecamps, C. Beauger, C. Hildenbrand, A. Rigacci, and T. Budtova, “Cellulose-silica aerogels,” Carbohydr. Polym., vol. 122, pp. 293–300, 2015.

American Society for Testing and Material (ASTM), “Standard Test Method for Water Absorption”, United States: ASTM International, D570 - 98.

B. Anugerah dan S. Matahari, “Sintesis Superabsorben Aerogel Selulosa dari Kertas Bekas”, Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2015.

H. P. S. Abdul Khalil, Y. Davoudpour, M. N. Islam, A. Mustapha, K. Sudesh, R. Dungani, and M. Jawaid, “Production and modification of nanofibrillated cellulose using various mechanical processes: A review,” Carbohydr. Polym., vol. 99, pp. 649–665, 2014.

I. S. Wardhani, “Distribution of Chemical Compounds of Coconut Wood (Cocos nucifera L.)”, Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, vol. 2, no.1, 2004.

J. Lin, L. Yu, F. Tian, N. Zhao, X. Li, F. Bian, and J. Wang, “Cellulose nanofibrils aerogels generated from jute fibers,” Carbohydr. Polym., vol. 109, pp. 35–43, 2014. K. Taufik dan A.N. Afifah, “Pengaruh Penambahan Silika

Terhadap Sifat Mekanis Arogel Selulosa dari Kertas Bekas”, Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2016.

Kelapa Indonesia, “Industri Serta Sabut Kelapa”,

https://kelapaindonesia2020.wordpress.com/produk-kelapa/serat-sabut-kelapa/, Diakses pada 27 April 2016 pukul 23:21 WIB, 2010.

L. Suhardiyono, “Tanaman Kelapa, Budidaya, dan

Pemanfaatannya”, Yogyakarta: Penerbit kanisius, 1998. M. Elliot, “Superabsorbent Polymers”, Product Development

Scientist for SAP BASF Aktiengesellescaht, 2013.

Hanai, “Characterization of Explosion Wood,” Wood Rest., vol. 66, pp. 36-51, 1982.

N. M. Hamzah and S.D. Ehsan, “Delignification Pretreatment of Palm Press Fibres by Chemical Method,” Volume 12 no. 3, pp. 399-403, 1989.

R. Kumar, F. Hu, C.A. Hubbell, A.J. Ragauskas, and C.E. Wyman, “Comparison of Laboratory Delignification

Methods, Their Selectivity, and Impacts On

Physiochemical Characteristics of Cellulosic Biomass,” Bioresour. Technol., Vol. 130, pp. 372-381, 2013.

R. Sescousse, R. Gavillon, and T. Budtova, “Aerocellulose from cellulose-ionic liquid solutions: Preparation, properties and comparison with NaOH and cellulose-NMMO routes,” Carbohydr. Polym., vol. 83, no. 4, pp. 1766–1774, 2011.

S. T. Nguyen, J. Feng, S. K. Ng, J. P. W. Wong, V. B. C. Tan, and H. M. Duong, “Advanced thermal insulation and absorption properties of recycled cellulose aerogels,” Colloids Surfaces A Physicochem. Eng. Asp., vol. 445, pp. 128–134, 2014.

U. Tarmansyah, “Pemanfaatan Serat Rami untuk Pembuatan Selulosa”, Puslitbang Indhan balitbang Dephan, http://buletinlitbang.dephan.go.id/index/, Diakses pada 24 Maret 2016 pukul 10:21 WIB, 2015.

W. Zhang, Y. Zhang, C. Lu, and Y. Deng, “Aerogels from crosslinked cellulose nano/micro-fibrils and their fast shape recovery property in water,” J. Mater. Chem., vol. 22, no. 23, p. 11642, 2012.

Wang, Peng, Zhong, Tan, Jing, Cao, Chen, Liu, and Sun, “An ultralight, elastic, cost-effective, and highly recyclable superabsorbent from microfibrillated cellulose fibers for oil spillage cleanup,” J. Mater. Chem. A, vol. 3, no. 16, pp. 8772–8781, 2015.

X. Qin, A. Lu, and L. Zhang, “Gelation Behavior of Cellulose in NaOH/urea Aqueous System Via Cross-linking," Cellulose, vol. 20, pp. 1669-1677, 2013.

Y. A. Paskawati, Susyana, Antaresti, dan A.S. Retnoningtyas, “Pemanfaatan Sabut Kelapa Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kertas Komposit Alternatif,” Jurnal Widya Teknik, vol. 9, no. 1, pp. 12-21, 2011.

Z. Wang, J. Li, J. P. Barford, K. Hellgradt, G. McKay, “A Comparison of Chemical Treatment Methods for The Preparation of Rice Husk Cellulosic Fibers,” International Journal of Environmental & Agriculture Research, vol. 1, no. 1, 2016.

A-1

APPENDIKS

Densitas

Massa jenis dari superabsorben aerogel selulosa diperoleh dari perbandingan antara massa kering aerogel terhadap volumenya. Massa aerogel didapat dengan menimbang sampel menggunakan neraca analitik, sementara volume aerogel didapat dari perhitungan dengan mengasumsikan bahwa aerogel memilki bentuk silinder sempurna. Dengan demikian massa jenis dapat dihitung menggunakan persamaan (1) :

" = $

% (1)

dimana : r = Massa jenis kering aerogel selulosa m = Massa kering aerogel selulosa v = Volume kering aerogel selulosa

Porositas

Porositas adalah perbandingan antara volume rongga terhadap volume aerogel selulosa. Persamaan yang digunakan untuk menghitung porositas sampel pada penelitian ini adalah :

) =

% − $

"+

% 2

dimana : P = Porositas

A-2

Water Absorption Test

Pada uji penyerapan air aerogel selulosa dengan konsentrasi urea:NaOH = 5:1, diperoleh data sebagai berikut:

Perlakuan mo (g) mwi (g) msi (g) Absorpsi Pertama 0,69 11,31 4,51 Absorpsi Kedua 9,2787 5,703 Absorpsi Ketiga 8,7378 4,6077

dimana : mo = massa kering aerogel selulosa (g) mw = massa basah aerogel selulosa (g)

ms = massa aerogel selulosa basah setelah pemerasan (g)

A = kemampuan absorpsi (g liquid yang terserap/g aerogel selulosa kering)

Melalui water absorpstion test dapat diperoleh nilai kapasitas penyerapan air yang merupakan perbandingan massa aerogel selulosa setelah direndam di dalam air terhadap massa kering aerogel selulosa. Nilai kapasitas penyerapan air tersebut (A) dapat dirumuskan dengan persamaan berikut :

-. = $/.− $0

$0 (3)

Perhitungan absorpsi pertama :

-2= 11,31 − 0,69

0,69 = 15,391

A-3

-8= 9,2787 − 0,69

0,69 = 12,447

Perhitungan absorpsi ketiga :

-<= 8,7378 − 0,69

A-4

BIOGRAFI PENULIS

Beta Yogaswara Gustinenda dilahirkan di

Banyuwangi, 24 April 1994. Penulis

merupakan anak kedua dari pasangan

Bapak Ganef Eko Budi Waluyo dan Ibu

Elyna Trianggarini. Penulis memiliki hobi

sepakbola dan voli.

Penulis menempuh pendidikan formal sejak

tahun 2000 di SD Negeri IV Pengajuran Banyuwangi dan

tahun 2006 di SMP Negeri 1 Banyuwangi. Setelah lulus

dari SMA Negeri 3 Malang penulis melanjutkan studi ke

jenjang Sarjana di Departemen Teknik Kimia Institut

Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pada tahun

2012. Penulis melakukan kerja praktek di PT. Petrokimia

Gresik..

Penulis melakukan risetnya di Laboratorium Elektrokimia

dan Korosi, Departemen Teknik Kimia ITS. Penulis dapat

dihubungi melalui email di gbetayogaswara@gmail.com

BIOGRAFI PENULIS

Kautsar Cakrawala Margo dilahirkan di

Louisiana, 23 Oktober 1993. Penulis

merupakan anak sulung dari pasangan

Bapak Tony Margo dan Ibu Ella Justicia.

Penulis memiliki hobi membaca dan

menonton.

Penulis menempuh pendidikan formal sejak

tahun 2000 di SD Islam Al-Azhar 13 Rawamangun dan

tahun 2006 di SMP Islam Al-Azhar 12 Rawamangun.

Setelah lulus dari SMA Negeri 8 Jakarta penulis

melanjutkan studi ke jenjang Sarjana di Departemen Teknik

Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Surabaya pada tahun 2012. Penulis melakukan kerja praktek

di PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore.

Penulis melakukan risetnya di Laboratorium Elektrokimia

dan Korosi, Departemen Teknik Kimia ITS. Penulis dapat

Dokumen terkait