• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian lapangan dilakukan di Arboretum Universitas Sumatera Utara, Kuala Bekala-Medan dan di Laboratorium Ekologi dan Biologi Tanah, Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dengan tahapan survei di lapangan berupa pengukuran dan pengumpulan data serta tahapan pengolahan data. Pengukuran dan pengumpulan data lapangan dilakukan pada bulan Juni 2014 sampai dengan Agustus 2014. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 pada halaman berikut.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Kawasan Arboretum USU Sumber :http://usu.ac.id/id/article/732/kampus-kwala-bekala

Tabel 3. Titik koordinat dan kemiringan lokasi penelitian No. N E Kemiringan 1. 03°28. 761’ (Plot 1) 098°37.998’ 333 2. 03°28.775’ (Plot 2) 098°37.996’ 288 3. 03°28.863’ (Plot 3) 098°37.027’ 266 4. 03°28.829’ (Plot 4) 098°38.000’ 321 5. 03°28.669’ (Plot 5) 098°37.895’ 294 6. 03°28.747’ (Plot 6) 098°37.804’ 314 7. 03°28.663’ (Plot 7) 098°37.064’ 263 8. 03°28.670’ (Plot 8) 098°37.114’ 282 9. 03°32.437’ (Plot 9) 098°39.243’ 239 10. 03°28.730’ (Plot 10) 098’38.143’ 348

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan diatas permukaan tanah (above ground biomass) arboretum USU. Sedangkan alat yang

digunakan adalah pita ukur, kamera digital, meteran, tali rafia, GPS (Global Positioning Systems), kompas, tongkat kayu/bambu, parang, clinometer,

tally sheet, kantong plastik (2 kg), timbangan, oven, desikator, dan alat tulis.

Penentuan Daerah Peneltian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive sampling with random start artinya dengan penentuan daerah dilakukan secara sengaja dan acak. Adapun daerah penelitian ini dilaksanakan pada kawasan arboretum Universitas Sumatera Utara, dimana lokasi ini sebenarnya memiliki aksesibilitas yang relatif mudah dilalui.

Pengumpulan Data

a. Data primer

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari pengukuran langsung dilapangan yaitu pengukuran simpanan karbon (C). Pada arboretum ini juga dihitung kerapatan tanaman, indeks keragaman, variasi jenis tanaman, komposisi tegakan, jumlah tegakan, diameter dan tinggi serta keseluruhan data pengukuran cadangan karbon dan oksigen dinilai secara ekonomi melalui pendekatan harga pasar oksigen dari karbon.

b. Data Sekunder

Data sekunder yang dimaksud adalah berupa data kondisi umum lokasi yakni iklim dan topografi yang bersumber dari instansi terkait Badan Lingkungan Hidup Kota Medan dan Badan Pusat Statistik Kota Medan.

Prosedur Penelitian di Lapangan

Analisis Data

Sesuai dengan tujuan penelitian maka valuasi ekonomi arboretum USU berdasarkan fungsinya sebagai penyerap karbon (C) dan penghasil oksigen (O2) akan dianalisis perhitungan sebagai berikut :

1. Cadangan Karbon (C)

Pembuatan plot dilakukan sebanyak 10 plot secara stratified random sampling dilokasi arboretum dengan pengukuran tingkat pohon 20m x 20m dan tingkat tiang 10m x 10m, pancang 5m x 5m, untuk plot 2m x 2m adalah tingkat tumbuhan bawah. Pada tingkat pohon, tiang, pancang yang diukur adalah tinggi dan diameter setinggi dada (DBH). Sedangkan pada jalur hijau dihitung

luasan tutupan tajuk untuk menduga produksi oksigen, tinggi pohon, diameter setinggi dada (DBH).

Keterangan :

a. Sub petak ukuran 1m x 1m untuk analisis vegetasi tumbuhan bawah

b. Sub petak ukuran 5m x 5m untuk analisis vegetasi tingkat pancang (≥ 2 cm ¢ ≤ 10 cm).

c. Sub petak ukuran 10m x 10m untuk analisis vegetasi tingkat tiang (≥ 10, 01 cm ¢ ≤ 20 cm).

d. Petak ukuran 20m x 20m untuk analisis vegetasi tingkat pohon. (SNI, 2011).

Tabel 4. Pembagian subplot penelitian

No. Vegetasi Square plot

1. Tumbuhan bawah 1m x 1 m

2. Pancang 5 x 5 m

3. Tiang 10 x 10 m

4. Pohon 20 x 20 m

Bentuk dan ukuran plot pengambilan contoh lihat Gambar 3.

Keterangan gambar:

A : sub plot untuk semai, tumbuhan bawah B : sub plot untuk pancang

C : sub plot untuk tiang D : sub plot untuk pohon

Biomassa Tumbuhan Bawah

Perhitungan biomassa tumbuhan bawah menggunakan metode secara langsung yakni pemanenan/pengambilan secara langsung (dekstruktif). Pengukuran bobot basah sub contoh tumbuhan bawah diambil 300 gr, bila biomassa contoh yang didapatkan hanya kurang dari 100 gr maka ditimbang semuanya dan dijadikan sebagai sub contoh. Biomassa tumbuhan bawah setelah dipisahkan menjadi bagian batang dan daun dihitung bobot contoh jenis kemudian dioven dalam suhu 80o C selama 2 x 24 jam (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Bobot kering biomassa tumbuhan bawah dihitung berdasarkan rumus : Total BK (g) = BK subcontoh (g)

BB subcontoh (g)

x Total BB (g)

Dimana : BK = Berat Kering BB = Berat Basah

Analisis Vegetasi

Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dari masing- masing tingkat. Untuk analisis vegetasi nilai INP terdiri dari KR, FR, dan DR, dianalisis menurut buku acuan Ekologi Hutan (Indriyanto, 2006).

1. Kerapatan (K) =

Luas plot contoh Jumlah individu

2. Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis x100% K total seluruh jenis

3. Frekuensi (F) =

Jumlah seluruh plot

Jumlah plot ditemukan suatu jenis

4. Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis Frekuensi seluruh jenis

x 100%

5. Dominansi (D) =

Luas plot contoh

Jumlah luas bidang dasar suatu jenis

6. Dominansi Relatif (DR) = Dominansi suatu jenis Dominansi seluruh jenis

x 100 %

7. Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR (untuk tingkat pancang, tiang, pohon)

Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR (untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah)

8. Luas bidang dasar (LBDS) = ¼πd2 (π = 3,14) 9. Indeks Keanekaragaman menurut Shannon-Wiener

H’= -Σpi ln pi Dimana pi =

N ni

Dengan : pi = Jumlah individu suatu jenis

N = Jumlah total individu seluruh jenis

Pi = Rasio jumlah spesies dengan jumlah total individu dari seluruh spesies 10. Indeks Keseragaman E = H maks H’ Keterangan : E = Indeks keseragaman H’ = Indeks Keanekaragaman

H maks = Indeks keragaman maksimum sebesar Ln x S S = Jumlah genus/spesies

Berat Jenis Kayu

Data berat jenis kayu yang digunakan merupakan data berat jenis kayu kategori sedang (medium) yang disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Berat jenis kayu kategori medium

No. Jenis Pohon Berat jenis kayu (kg/m2) 1. Akasia (Acacia auriculiformis) 404

2. Angsana (Ptericarpus indicus) 650 3. Asam jawa (Tamarindus indica) 1.300 4. Belimbing (Averrhoa carambola) 710 5. Beringin (Ficus benjamina) 520 6. Cemara gunung (Casuarina junghunnina) 1.120 7. Cemara laut (Casuarina equisetifolia) 1.040 8. Duku (Lansium domesticum) 850 9. Durian (Durio zibethinus) 570 10. Flamboyan (Delonix regia) 800 11. Gamal (Gliricedia sepium) 920 12. Glodokan tiang (Polyalthia longifolia) 645 13. Jambu air (Syzygium aqueum) 800 14. Jambu biji (Psidium guajava) 750 15. Jati (Tectona grandis) 670 16. Jati putih (Gmelina arborea) 480 17. Johar (Cassia siamea) 920 18. Karet merah (Ficus elastica) 750 19. Ketapang (Terminalia catappa) 650 20. Kueni (Mangifera odorata) 610 21. Lengkeng (Dimocarfus longan) 870 22. Mahoni daun kecil (Swietenia mahogany) 640 23. Mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla) 610 24. Mangga (Mangifera indica) 600 25. Manggis (Garcinia mangostana) 1.000 26. Matoa (Pometia pinnata) 770 27. Melinjo (Gnetum gnemon) 760 28. Melur (Podocarpus koordesii) 600 29. Nangka (Antocarpus heterophyllus) 710 30. Petai cina (Leucaena leucocephala) 820

31. Pulai (Alstonia scholaris) 300 32. Rambutan (Nephelium lappaceum) 910 33. Rasamala (Altingia excelsa) 810 34. Saga (Adenanthera pavonnina) 595 35. Sawo (Manilkara karki) 1.030 36. Sawo manila (Manilkara zapota) 1.010 37. Sengon (Paraserianthes falcataria) 330 38. Sirsak (Annona mucirata) 400 39. Talok (Multingia calabura) 39,3 40. Tanjung (Mimusops elengi) 1.000 41. Waru laut (Hibiscus tiliaceus) 540

Sumber : www. agroforestry.org

Penentuan Biomassa Pohon

Biomassa pohon dalam petak ukur ditentukan dengan menganalisis data yang dilakukan dengan estimasi persamaan alometrik. Contoh model alometrik pendugaan biomassa dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :

Tabel 6. Estimasi biomassa pohon menggunakan persamaan alometrik

Jenis Pohon Persamaan Sumber Mahoni (Swietenia macrophyla) Y = 0,048 D2,68 Adinugroho dan Sidiyasa

(2006) Sengon (Paraserianthes falcataria) Y = 0,0272 D2,831 Sugiarto, 2002; Van

Noordwijk, 2002 Jati (Tectona grandis) Y = 0,153 D2,832 IPCC, 2003 dalam

Sutaryo, 2009 Jati Putih (Gmelina arborea)

Pinus (Pinus merkusii)

Y = 0,06 (D2H)0,88

BK= 0.0417 D2.6576

Agus (2002) Waterloo, 1995 Umum (Tropis) jenis pohon bercabang BK= 0,11.ρ.D2,62 Ketterings dkk, 2001

Pohon tidak bercabang Y=3,14.ρ.H.D2/40 Hairiah et al, 2007.

Keterangan: Y, BK = Biomassa atas permukaan tanah (berat kering, kg/pohon); D = Diameter setinggi dada (cm)

H = Tinggi total (m) ρ = Berat jenis

Total Biomassa Tegakan Atas Arboretum USU

Total biomassa tegakan diatas permukaan tanah (aboveground biomass) yakni berupa penjumlahan dari pengukuran biomassa melalui alometrik tingkat pohon, tiang, pancang dan pengukuran berat kering dari tingkat tumbuhan bawah. Total biomassa tegakan atas = Biomassa dari alometrik pohon, tiang, pancang +

Berat kering tumbuhan bawah

Sedangkan untuk biomassa per satuan luas dihitung sebagai berikut : = Total Biomassa

area (m2) (gr)

Kandungan Karbon Pohon

Dalam bahan organik terdapat 46% konsentrasi unsur karbon (C) (Hairiah, dkk, 2007). Jumlah estimasi unsur karbon (C) per hektar dapat dihitung dengan mengalikan berat keringnya dengan persen unsur karbon dalam bahan organik. Rumus menghitung kandungan karbon sebagai berikut.

KT = BK x 0,46 Keterangan : KT = Jumlah karbon tersimpan (kg/ha)

BK = Berat kering biomassa (kg/ha) 0,46 = Konsentrasi C dalam biomassa

2. Potensi Arboretum Universitas Sumatera Utara dalam Menyerap CO2

Potensi penyerapan CO2 diperoleh melalui perhitungan konversi unsur karbon terhadap besarnya serapan CO2, maka perhitungan berdasarkan 1 juta metrik ton karbon ekivalen dengan 3,67 juta metrik ton CO2 sehingga besarnya serapan CO2 pada dimensi pertumbuhan pohon tiap hektarnya dapat diketahui. Dengan demikian melalui konversi luas area, maka potensi hutan dalam menyerap CO2 dapat dihitung dan diketahui, berikut rumus yang digunakan, yaitu

Dimana :

WCO2 : Banyaknya CO2 yang diserap (ton)

Wtc : Berat total unsur karbon tegakan dan dimensinya (ton/ha)

3,67 : Apabila ekivalen/konversi unsur karbon (C) ke CO2 [massa atom C = 12 dan O = 16, CO2 (1x12) + (2x16) = 44] ; konversinya

 (44/12) = 3,67

3. Penilaian ekonomi penyerapan karbondioksida

Penilaian ekonomi penyerapan karbondioksida (NCO2) didekati dengan harga karbondioksida dan jumlah kandungan karbondioksida dalam tegakan dengan asumsi tidak terjadi kebocoran dalam tegakan (tidak ada pohon yang ditebang, mati, atau tumbang). Dengan menggunakan persamaan berikut :

NCO2 = CO2 x hCO2 Keterangan :

NCO2 = Nilai ekonomi penyerapan CO2 (Rp/ha) CO2 = Kandungan karbondioksida tegakan (tCO2/ha) hCO2 = Harga karbondioksida (Rp/tCO2)

(Erda, 2009).

4. Produksi Oksigen (O2)

Apabila setiap 1 m3 arboretum mampu menghasilkan 50,625 gram O2/m3/hari maka untuk mengestimasi produksi oksigen digunakan persamaan luasan hutan kota menurut Wisesa (1988) yaitu :

Lt =

(54) (0,9375) (At)

At = Lt x (54 x 0,9375) Keterangan :

Lt : Luas hutan arboretum pada tahun ke-t (m2) At : Jumlah kebutuhan oksigen

54 : Konstanta yang menyatakan bahwa pada 1 m2 luas lahan yang bervegetasi menghasilkan 54 gr berat kering (BK) tanaman/hari

5. Penilaian Ekonomi

Pendekatan harga karbon berdasarkan harga hipotetik terhadap stok menurut Pirard (2005) yaitu US$ 6, US$ 9, US$ 12/t CO2. Sedangkan penghitungan harga 1 liter O2 berdasarkan harga pasar yakni Rp. 25.000,00.- menurut Saputra (2012). Berdasarkan kesepakatan dunia internasional, harga karbon masih bervariasi dengan kisaran yang beragam. Seperti yang disajikan dalam Tabel 7 dibawah ini.

Tabel 7. Variasi harga karbon

Mekanisme Harga (US$/tCO2e)

CDM 4 (tCER)

Chicago Climate Exchange (CCX) 6 A/R sukarela 0,5-45 Pelestarian hutan sukarela 10-18 Sumber : IFCA (2007)

Untuk mengetahui nilai ekonomi penyerapan karbodioksida di areal rehabilitasi, berdasarkan Tabel 7 harga karbon cukup beragam maka harga karbon yang digunakan adalah nilai tengah dari harga karbon yang berlaku yaitu sekitar US$ 20/tCO2. Sedangkan penghitungan harga 1 liter O2 berdasarkan harga pasar yakni Rp. 25.000,00.

Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah areal tanaman kehutanan di arboretum Universitas Sumatera Utara

Dokumen terkait