Laboratorium klinik paling sering menggunakan metode enzimatis untuk mengukur trigliserida. Dalam metode enzimatis, hidrolisis biasanya dicapai oleh lipase (triacylglycerol acylhydrolase).
Trigliserida + 3 H2O Lipase Gliserol + 3 asam lemak bebas Gliserol yang dihasilkan melalui hidrolisis dapat diuji dengan berbagai pendekatan enzim berpasangan.
Adanya gliserol bebas pada sampel pasien mungkin merupakan sumber kesalahan. Konsentrasi gliserol bebas mungkin meningkat dalam plasma yang mempunyai konsentrasi trigliserida yang sangat tinggi, dalam sampel yang tidak segar, atau dalam plasma dari pasien yang sedang menggunakan obat yang mengandung gliserol. Gangguan gliserol mungkin juga berasal dari sumber eksogen, misalnya tabung darah yang tutupnya berlapis gliserol, detergen laboratorium, dan kontaminasi dari filter sterilisasi yang digunakan dalam penyiapan bahan kontrol kualitas, dan dari produk perawatan kulit yang digunakan oleh personil laboratorium. Bias yang disebabkan oleh gliserol bebas dapat dieliminir melalui blanking; tetapi blanking tersebut masih kontroversial. Untuk sebagian besar sampel segar yang disimpan
dalam refrigerator dengan konsentrasi trigliserida kurang dari 300 mg/dl, konstribusi yang disebabkan oleh gliserol bebas dan substansi pengganggu lain adalah relatif rendah dan peranan klinisnya minimal. Dalam sebuah penelitian didapati bahwa mengabaikan blank gliserol akan menimbulkan kesalahan yang melebihi 10 mg/dl pada kurang dari 1% pasien rawat jalan (Burtis, dkk, 1999).
Sediaan. Sediaan untuk pengukuran trigliserida jangan diambil kecuali jika pasien telah dipuasakan selama 10 sampai 14 jam. Serum atau plasma EDTA dapat dipergunakan untuk menentukan konsentrasi trigliserida. Apabila digunakan plasma EDTA, maka nilai plasma dikonversi ke nilai serum yang setara dengan mengalikan nilai plasma dengan 1,03. Sediaan dapat disimpan pada 40C selama 3 hari, dibekukan pada suhu -200C untuk beberapa minggu, atau dibekukan -700C untuk periode yang lebih panjang. Sediaan lipemik mungkin memerlukan penghangatan sampai 370C dan perlu dikocok dengan baik sebelum dianalisis, khususnya jika telah dibekukan. Sampel dengan nilai trigliserida yang melebihi 700 mg/dl harus diencerkan dengan NaCl 0,15 mmol/L, dan pengujian diulang pada sampel yang diencerkan (Burtis, dkk, 1999).
c. HDL Kolesterol (High Density Lipoprotein) 1) Dasar Pemikiran
Konsentrasi HDL rendah adalah faktor risiko yang kuat untuk penyakit arteri koroner walaupun konsentrasi kolesterol total pada seseorang berada dalam interval acuan normal. Sebagian besar metode HDL tergantung pada pengukuran kandungan HDL-C plasma setelah pengendapan selektif VLDL dan LDL. Perkiraan tentang kolesterol HDL mempunyai variasi yang signifikan disebabkan oleh rendahnya kandungan kolesterol pada supernatan.
Penggunaan indeks atau rasio terus meningkat; yang paling banyak digunakan adalah total kolesterol/ HDL-C. Tetapi rasio tersebut hanya memberi konstribusi kecil kepada pemahaman tentang penyakit yang mendasari dan dapat menimbulkan diagnosis yang tidak benar atau informasi “risiko” yang tidak benar. sebagai contoh, apabila rasio tersebut digunakan tanpa perkiraan tentang LDL-C (Burtis, dkk, 1999)
2) Metodologi
Prinsip. Berbagai teknik pengendapan telah direkomendasikan untuk menentukan kuantitas HDL-C. Lipoprotein besar tersebut diendapkan oleh kation divalen dan polisakarida bersulfat atau oleh sodium phosphotungstate. HDL tetap ada di supernatan setelah sentrifugasi dan dapat dihitung berdasarkan kandungan kolesterolnya. Kemampuan reagen tersebut untuk mengendapkan lipoprotein tergantung kepada kekuatan ion
plasma dan total konsentrasi protein. Metode yang menggunakan heparin-Mn2+ adalah yang paling banyak digunakan. Laporan tentang gangguan Mn2+ pada uji enzimatis untuk kolesterol adalah suatu kelemahan besar, karena interaksi Mn2+ dengan buffer fosfat mungkin menyebabkan terlalu tingginya perkiraan kandungan kolesterol HDL. Gangguan tersebut dapat dieliminer secara total melalui rekonstitusi reagen kolesterol dengan larutan EDTA sebagai chelator Mn2+ atau dengan menggunakan reagen yang tidak mengandung fosfat (Burtis, dkk., 1999).
Ketika sampel lipemik mengendap bersama heparin-Mn2+, kompleks yang tak larut mempunyai densitas rendah dan mungkin tidak sepenuhnya membentuk sedimen. Ultrafiltrasi atau sentrifugasi kecepatan tinggi dapat digunakan untuk mencapai pemisahan. Prosedur tersebut efektif untuk konsentrasi heparin pada kisaran lebar. Sistem reagen yang mengandung sodium phosphotungstate-Mg2+ atau dextran sulfat Mg2+ telah dilaporkan lebih stabil dan lebih kompatibel dengan uji enzimatis untuk kolesterol. Walaupun reagen ini juga menghasilkan endapan VLDL dan LDL yang lebih baik, khususnya dalam sampel lipemik, tetapi reagen ini mengendapkan HDL dalam jumlah kecil tetapi signifikan. Dibandingkan dengan metode ultrasentrifugasi, dextran sulfat dan phosphotungstate memberikan nilai yang agak lebih rendah, sedangkan metode heparin-Ca2+ memberikan nilai yang agak lebih tinggi. Metode yang menggunakan dextran sulfat-Mg2+
(berat molekul 50.000) telah didapati sebagai metode yang dipilih untuk kimia klinik.
d. LDL Kolesterol (Low Density Lipoprotein)
Validasi suatu formula oleh Friedewald dkk telah menghasilkan penggunaan suatu nilai LDL-C yang telah dihitung. Dalam prosedur ini, konsentrasi total kolesterol, trigliserida dan HDL-C terlebih dahulu diukur dan kemudian konsentrasi LDL-C dihitung. Formula tersebut bergantung kepada asumsi bahwa VLDL-C terdapat dalam konsentrasi yang sama dengan seperlima konsentrasi trigliserida. Asumsi ini valid untuk konsentrasi trigliserida 400 mg/dl; sesudah itu akan terjadi inkonsistensi dalam rasio VLDL trigliserida/ kolesterol dan formula tersebut tidak dapat digunakan (Burtis, dkk, 1999).
Kadar total kolesterol, HDL dan trigliserida dalam darah dapat diketahui dengan tes di laboratorium setelah pasien puasa sekurang-kurangnya 10 jam dan sebaiknya 12 jam. Umumnya kadar total kolesterol, HDL dan trigliserida diukur secara fotometri, sedangkan metode yang digunakan untuk pemeriksaan total kolesterol adalah CHOD-PAP, HDL menggunakan metode presipitasi dan trigliserida metodenya GPO-PAP. Adapun LDL ditentukan secara tak langsung yakni diestimasi memakai rumus yang disusun oleh Dr. Fridewald, Dr. Levy dan Dr. Fredrickson (Soeharto, 2004).
Pada saat ini, tes LDL telah dikembangkan dan pemeriksaan LDL dapat diperiksa langsung (cara direk). Kelemahan cara tak langsung yaitu; bila kilomikron meninggi, kesalahan perhitungan
menjadi besar. Pada pemeriksaan Laboratorium, rumus Friedewald tidak dapat digunakan bila kadar trigliserida lebih dari 400 mg/dl. Rumus dari Friedewald:
Sebagai contoh, dari tes laboratorium diperoleh angka total kolesterol = 245 mg/dl; HDL = 45 mg/dl; dan trigliserida = 125 mg/dl; maka dari perhitungan diperoleh;
LDL = 245 – 45 – 125/5 = 175 mg/dl.
Dari rumus di atas terlihat bagaimana eratnya hubungan antara komponen HDL, LDL dan trigliserida dalam mempengaruhi angka total kolesterol. Demikian pula antara kadar masing-masing partikel (Kosasih dan Kosasih, 2008).
Total Kolesterol = LDL + HDL + VLDL VLDL = (1/5) (Trigliserida)
Jadi LDL = Total Kolesterol – HDL – (1/5 ) (Trigliserida) Pada satuan rujukan sistem SI, rumus ini berubah sebagai berikut;
Trigliserida (mmol/L)
LDL (mmol/L) = Kolesterol total - - HDL 2,2
C. Indikator Obesitas Secara Antropometri