• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

G. Middle Teori

1. Teori Interaksionisme Simbolik

Komunikasi merupakan sebuah proses interaksi simbolik yang melibatkan individu-individu atau kelompok-kelompok yang memiliki persepsi-persepsi dan cara-cara bertingkah laku yang berbeda sedemikian rupa sesuai dengan budaya yang dimiliki masing-masing, sehingga hal itu akan sangat memengaruhi cara berlangsungnya dan hasil dari komunikasi. Komunikasi yang berlangsung dapat dilihat sebagai perilaku simbolik yang menghasilkan berbagai derajat pembagian

bersama makna dan nilai di antara para partisipannya. Perilaku simbolik yang dilakukan menggunakan berbagai macam kode-kode yang bersifat verbal maupun non verbal. Menurut faham interaksionisme simbolik, kemampuan manusia untuk menciptakan dan mempergunakan simbol-simbol menjadikannya makhluk hidup yang unik dan memberikan padanya kekuatan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Teori interaksionisme simbolik yang dipelopori oleh George Herbert Mead menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi. Mead menyatakan bahwa orang bertindak berdasarkan makna simbolik yang muncul dalam situasi tertentu.

Esensi interaksionisme simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna.145

Selanjutnya Mead mengangap bahwa pikiran manusia mengartikan dan menafsirkan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang dialaminya, selain itu pikiran manusia juga menerangkan asal mulanya dan meramalkannya. Pikiran manusia menerobos duniar luar, seolah-olah mengenalnya dari balik penampilannya. Ia juga menerobos dirinya sendiri menjadi objek pengenalannya yang disebut Mead dengan self yang diartikan sebagai aku atau diri. Self dikenal memiliki ciri dan status tertentu. Manusia yang ditanya siapa dia, akan menjawab bahwa ia bernama anu, beragama anu, berstatus sosial anu, dan lain sebagainya. Menurut Mead bahwa cara manusia mengaratikan dunia dan dirinya sendiri berkaitan erat dengan masyarakatnya. Pikiran (mind) dan dirinya (self) menjadi bahagian dari perilaku manusia, yaitu bahagian interaksinya dengan orang lain. Interaksi tersebut membuat dia kenal dengan dunia dan dirinya. Mead menegaskan

145

Richard West dan Lynn H. Turner, Introducing Communication: Analysis and

Aplication alih bahasa oleh Maria Natalia Damayanti, Pengantar Teori Komunikasi (Jakarta:

bahwa pikiran (mind) dan aku/diri (self) berasal dari masyarakat (society) atau proses-proses interaksi.146

Dari pemikiran-pemikiran Mead, definisi singkat dari tiga ide dasar dari interaksi simbolik adalah:

1) Mind (pikiran) didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain. 2) Self (diri pribadi) didefinisikan sebagai kemampuan untuk merefleksikan

diri setiap individu dari perspektif atau pendapat orang lain. Dalam hal ini Mead menambahkan ungkapan “cermin diri” (looking-glass self) yaitu kemampuan kita untuk melihat diri kita dalam pantulan pandangan orang lain.

3) Society (masyarakat) didefinisikan sebagai jejaring hubungan sosial yang diciptakan manusia. Individu-individu terlibat di dalam masyarakat melalui perilaku yang mereka pilih secara aktif dan suka rela. Jadi masyarakat menggambarkan keterhubungan beberapa perangkat perilaku yang terus disesuaikan oleh individu-individu.147

Interaksionisme simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis manusia. Bagi perspektif ini, individu itu bukanlah seseorang yang bersifat pasif, yang keseluruhan perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau struktur-struktur lain yang ada di luar dirinya, melainkan bersifat aktif, reflektif dan kreatif, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Oleh karena individu akan terus berubah maka masyarakat pun akan berubah melalui interaksi itu. Struktur itu tercipta dan berubah karena interaksi manusia, yakni ketika individu-individu berpikir dan bertindak secara stabil terhadap seperangkat objek yang

146

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 391.

147

Richard West dan Lynn H. Turner, Introducing Communication: Analysis and

Aplication alih bahasa oleh Maria Natalia Damayanti, Pengantar Teori Komunikasi (Jakarta:

sama.148 Jadi, pada intinya, bukan struktur masyarakat melainkan interaksilah yang dianggap sebagai variabel penting dalam menentukan perilaku manusia. Melalui percakapan dengan orang lain, kita lebih dapat memahami diri kita sendiri dan juga pengertian yang lebih baik akan pesan- pesan yang kita dan orang lain kirim dan terima.

Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide tentang individu dan interaksinya dengan masyarakat. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek dan bahkan diri mereka sendiri yang menentukan perilaku manusia. Sebagaimana ditegaskan Blumer, dalam pandangan interaksi simbolik, proses sosial dalam kehidupan kelompok yang menciptakan dan menegakkan aturan-aturan, bukan sebaliknya. Dalam konteks ini, makna dikonstruksikan dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral yang memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya, melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial.149

Teori Interaksionisme simbolik telah memberikan sumbangan pemikiran yang penting dalam melihat serta memahami tentang komunikasi dan masyarakat. Dalam hal ini Jerome Manis dan Bernard Meltzer memisahkan tujuah hal mendasar yang bersifat teoritis dan metodologis dari interaksionisme simbolik. Masing-masing hal tersebut mengidentifikasikan sebuah konsep sentral mengenai tradisi yang dimaksud;

148

Deddy Mulyana & Jalaluddi Rakhmat, Komunikasi antarbudaya (Bandung: Rosdakarya, 2001), h. 59.

149

1. Orang-orang dapat mengerti berbagai hal dengan belajar dari pengalaman, persepsi seseorang selalu diterjemahkan dalam berbagai simbol-simbol. 2. Berbagai makna dipelajari melalui interaksi di antara orang-orang, makna

muncul dari adanya pertukaran simbol-simbol dalam kelompok-kelompok sosial.

3. Seluruh struktur dan institusi sosial diciptakan dari adanya interaksi di antara orang-orang.

4. Tingkah laku seseorang tidak mutlak ditentukan oleh kejadian-kejadian pada masa lampau saja, namun juga dilakukan secara sengaja.

5. Pikiran terdiri atas sebuah percakapan internal, yang merefleksikan interaksi yang telah terjadi antara seseorang dengan orang lain.

6. Tingkah laku terbentuk atau tercipta dalam kelompok sosial selama proses interaksi.

7. Kita tidak bisa memahami pangalaman seorang individu dengan mengamati tingkah lakunya saja. Pemahaman dan pengertian seseorang tentang berbagai hal harus diketahui.150

2. Teori Akomodasi Komunikasi

Teori akomodasi komunikasi dikembangkan oleh Howard Giles pada tahun 1973, yang sebelumnya dikenal dengan teori akomodasi wicara (speech

accomodation theory). Teori akomodasi komunikasi ini berpijak pada premis bahwa

ketika pembicara berinteraksi, mereka menyesuaikan pembicaraan, pola vokal, dan/atau tindak-tanduk mereka untuk mengakomdasi orang lain. Hal tersebut dilakukan dengan berbagai alasan yang tujuannnya, antara lain untuk memancing persetujuan dari pendengarnya, yang lain ingin mencapai efisiensi komunikasi, dan yang lainnya ingin mempertahankan identitas sosial yang positif, semua itu adalah mengakomodasi orang lain ketika berkomunikasi. Akomodasi diartikan sebagai

150

Stephen W. Littlejhon, Theories of Human Communication (California: Wadsworth Publishing Company, 1996), h. 159-160.

kemampuan untuk menyesuaikan, memodifikasi, atau mengatur perilaku seseorang dalam responnya terhadap orang lain. Kegiatan penyesuaian tersebut biasanya dilakukan secara tidak sadar. 151

Teori akomodasi menjelaskan bagaimana dan mengapa kita menyesuaikan perilaku komunikasi kita dengan perilaku komunikasi orang lain. para peneliti menemukan bahwa akomodasi memiliki peran penting dalam komunikasi, posisinya di satu pihak dapat memperkuat identitas sosial dan penyatuan, namun disisi yang lain dapat memperkuat perbedaan dan pemisahan. Ketika kita memperhatikan dua orang yang sedang berbicara kemudian mereka sama-sama menyilangkan kedua tangan di dada mereka atau mereka saling meniru gerak tubuh (gesture) lawan bicaranya. Keadaan tersebut Giles menyebut perilaku meniru ini dengan sebutan “konvergensi” atau menjadi satu (coming together), sedangkan lawannya adalah “divergensi” atau menjauh/terpisah (moving apart) yang terjadi jika pembicara mulai memperkuat perbedaan mereka.152

Konvergensi adakalanya disukai dan mendapatkan apresiasi atau sebaliknya tidak disukai. Orang cenderung akan memberikan respon positif kepada orang lain yang berupaya mengikuti atau meniru gaya bicara atau pilihan kata-katannya, tetapi adakalanya orang tidak menyukai konvergensi yang berlebihan, khususnya jika hal itu tidak sesuai atau tidak pantas menurut budayanya. Misalnya, jika seorang perawat di rumah sakit berbicara dengan pasien yang sudah berusia lanjut degan menirukan suara bayi (semacam sindiran karena orang tua dianggap seperti bayi). Orang akan cenderung menghargai konvergensi orang lain yang dilakukan secara tepat, dengan maksud yang baik dan sesuai dengan situasi yang ada. Namun kebanyakan orang

151

Richard West dan Lynn H. Turner, Introducing Communication: Analysis and

Aplication alih bahasa oleh Maria Natalia Damayanti, Pengantar Teori Komunikasi. (Buku

2) (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h.217.

152

Morisan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (Jakarta: Kencana, 2013), h. 211.

cenderung tidak suka atau bahkan tersinggung serta marah jika konvergensi itu tidak dilakukan secara secara benar atau patut.153

Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi yang dibangun, khususnya dalam berbicara meski memperhatikan nilai-nilai kepatutan dan kepantasan menurut kebiasaan di tengah-tengah masyarakat. Terlebih komunikasi ini terjadi di antara mereka yang berbeda budaya, maka perlu kehati-hatian dalam penyampaian pesan-pesan verbal khusunya maupun nonverbal. Ketika gaya bicara, pilihan kata, intonasi suara dan sebaginya disesuaikan dengan baik maka akan terjalin interaksi yang saling menghargai.

Dokumen terkait