• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi inokulan fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan kegiatan penting dalam pembangunan pertanian dan kehutanan swalanjut. Dewasa ini, penting artinya mendapatkan bahan alternatif yang dapat digunakan sebagai sumber fosfor (P) yang murah harganya, aman bagi lingkungan, dan mudah tersedia. Tepung tulang dan batuan fosfat merupakan bahan bio-anorganik yang dapat digunakan sebagai sumber P alternatif untuk memproduksi inokulan FMA dan meningkatkan biomassa tanaman. Percobaan rumah kaca dilaksanakan dengan tujuan menguji efektivitas berbagai jenis bahan bio-anorganik untuk memproduksi inokulan FMA dan biomassa tanaman kudzu (Pueraria phaseoloides Roxb). Percobaan dilaksanakan dengan rancangan kelompok lengkap yang disusun secara faktorial. Faktor pertama ialah jenis FMA (Glomus etunicatum NPI-126 and Acaulospora tuberculata INDO-2). Faktor kedua ialah berbagai sumber P bio-anorganik (pupuk buatan, SP36, batuan fosfat, tepung tulang giling, dan tepung tulang bakar). Hasil penelitian menunjukkan untuk menghasilkan aras kolonisasi (85 – 96%) dan jumlah spora yang tinggi (1578 – 2212 buah per 100 g inokulan) diperlukan tepung tulang giling sebanyak 11.85 – 23.70 mg/pot. Pupuk SP36 menghasilkan bobot kering akar, tajuk, dan total tertinggi pada tanaman kudzu yang diinokulasi dengan G. etunicatum NPI-126.

Kata kunci: G. etunicatum NPI-126, A. tuberculata INDO-2, P. phaseoloides, tepung tulang, kolonisasi akar, produksi inokulum.

Abstract

Inoculant production of arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) is significant activity in sustainable agriculture and forest development. Currently, it is important to find the alternative materials that can be used as sources of phosphorus due to the need of lower cost, environmentaly friendly, and easily available. Bone meal and rock phosphate are some of the bio-inorganic sources that can be used as a phosphorus sources for AMF’s inoculant production and increasing plant biomass. A glasshouse experiment was conducted to determine the effectiveness of different type of bio-inorganic materials as a fertilizer for specific AMF’s inoculant production and to increase kudzu (Pueraria phaseoloides Roxb) plant biomass. The experiment was arranged in factorial randomized block design with two factors, i.e. type of different of AMF’s species (Glomus etunicatum NPI-126 and Acaulospora tuberculata INDO-2) and type of different of bio-inorganic materials (artifical fertilizer solution as a control, SP36, rock phosphate, and bone meal). Results shows milled bone meal should applied with dosage 11.85 - 23.70 mg/pot

to produce higher colonization level (85 – 96%) and number of spores (1578 – 2212 spores per 100 g of inoculant) of G. etunicatum. Artificial fertilizer SP36 gave higher root, shoot, and total dry weight of kudzu plant inoculated by G. etunicatum NPI-126.

Keywords: G. etunicatum NPI-126, A. tuberculata INDO-1, P. phaseoloides, bone meal, inoculant production.

Pendahuluan

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) diketahui mampu membantu tanaman menangkal berbagai cekaman hayati dan nir-hayati (Smith & Read 2008). Pembentukan dan perkembangan FMA dalam kultur dan di alam juga dipengaruhi oleh faktor hayati dan nir-hayati. Faktor hayati yang berpengaruh diantaranya ialah jenis FMA, tanaman inang (Smith & Read 2008), dan jasad renik yang bersimbiosis dengan FMA dan tanaman (Bhowmik & Singh 2004; Hameeda et al. 2007). Faktor nir-hayati yang berperan diantaranya ialah kadar air (Karasawa et al. 1999; Lovato & Gianinazzi 1996), suhu dan intensitas cahaya (Nagahashi et al. 2000; Gamage et al. 2004), jenis dan kadar hara (Douds & Schenck 1990ab, Millner & Kitt 1992, Douds 1994, Douds et al. 2006), senyawa-senyawa kimia pertanian (Onguene & Habte 1995; Sukarno et al. 2000) dan hasil metabolisme tanaman inang yang dieksudasikan ke rizosfer (Gryndler et al. 2003; Akiyama et al. 2005).

Setiap jenis FMA berbeda ukuran spora, ukuran hifa, lama perkecambahan spora, lama pembentukan apresorium (Smith & Read 2008), dan responnya terhadap eksudat dari tanaman inang (Akiyama et al. 2005). Sebagai contoh, jenis

Glomus memiliki garis tengah hifa lebih besar dibandingkan dengan Acaulospora

(Morton & Benny 1990). Semakin besar garis tengah hifa semakin besar volume yang dapat menampung larutan hara yang diangkut ke tubuh tanaman dan semakin besar keuntungan tanaman inang. Namun demikian, ukuran hifa yang besar juga berpotensi merugikan tanaman inang karena meningkatkan aliran karbon fotosintat dari tanaman ke FMA atau ke rizosfir. Sekitar 20% karbon fotosintat dialirkan oleh tanaman ke FMA dan sebagai imbalannya FMA melindungi tanaman terhadap

cekaman hayati dan nir-hayati (Smith & Read 2008). Neraca kehilangan karbon dengan perolehan perlindungan terhadap cekaman hayati dan nir-hayati menentu- kan keuntungan atau kerugian tanaman jika bersimbiosis dengan FMA.

Kadar hara, khususnya P, dalam medium tumbuh menentukan pembentukan dan perkembangan simbiosis MA. Perkembangan FMA dan kadar hara P dapat berkorelasi negatif atau positif bergantung kepada jenis dan stadium perkembangan FMA (Koide & Li 1990; Tawaraya et al. 1996; Carrenho et al. 2001). Asmah (1995) melaporkan pemberian 22 kg ha-1 P dalam bentuk TSP dapat meningkatkan kolonisasi FMA, pertumbuhan dan serapan hara tanaman jagung pada tanah Oxisol dan Alfisol. Takaran yang lebih tinggi justru menekan perkembangan mikoriza. Penggunaan fosfat berkelarutan rendah misalnya batuan fosfat, kalsium fosfat dan tepung tulang, dilaporkan efektif untuk memelihara FMA dan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Cardoso 1996; Nikolaou et al. 2002). Kadar dan kelarutan fosfat tampaknya berpengaruh terhadap perkembangan mikoriza.

Penelitian ini bertujuan mendapatkan jenis FMA dan macam pupuk anorganik tidak mudah larut sebagai alternatif pengganti pupuk buatan untuk memproduksi inokulan FMA dan meningkatkan biomassa tanaman. Respon yang diuji ialah berupa kolonisasi dan produksi spora FMA serta perubahan bobot kering tanaman P. phaseoloides yang digunakan sebagai inang.

Bahan dan Metode

Bahan. Spora Glomus etunicatum (NPI-126) dan Acaulospora tuberculata (INDO-2) diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Insitut Pertanian Bogor (IPB), dan diperbanyak dengan metoda kultur tunggal menggunakan tanaman kudzu (Pueraria phaseoloides Roxb) sebagai inang, medium tumbuh zeolit berukuran garis tengah 1 mm x 1mm – 3 mm x 4 mm atau lolos mata saring bergaris tengah 5 mm, dan sumber hara berupa pupuk buatan.

Karakteristik morfologi kedua jenis FMA tersebut, berdasarkan hasil pengamatan di Laboratorium Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,

Cibinong, ialah sebagai berikut. Glomus etunicatum NPI-126 (Becker & Gerdemann) – Tidak memiliki dudukan spora, spora tunggal dan tidak meng- gerombol, dan hanya memiliki satu tangkai spora. Bentuk spora bulat dengan rerata ukuran garis tengah 140 m, berwarna kuning sampai kuning coklat (Gambar 2 - kiri). Jumlah dinding sporanya dua. Dinding terluar permukaannya agak kasar, berwarna hyaline, tebal 4 m. Dinding terdalam berwarna kuning coklat dengan ketebalan 6 m. Hifanya lurus dan panjang dengan percabangan bertipe huruf H, menyebar di dalam kortek akar, intensif menyerap warna biru tryphan (Gambar 3 – kiri), vesikel berbentuk lonjong (Gambar 4 – kiri).

Acaulospora tuberculata INDO-1 (Janos & Trappe) – Tidak memiliki

dudukan spora. Spora berbentuk membulat (globose) dengan ukuran garis tengah 255-327 x 255-γ40 m, warna spora coklat muda kekuningan ketika masih muda dan berubah menjadi hitam kemerahan ketika telah dewasa (Gambar 2 – kanan). Memiliki tiga dinding spora, dinding terluar berwarna kuning bersih dengan ketebalan 9 m, dinding tengah berwarna coklat kekuningan dengan ketebalan 1.5

m, dan dinding terdalam berwarna hyaline dengan ketebalan 2.5 m. Spora bereaksi dengan larutan Melzer dan membentuk warna coklat jingga. Hifa tidak selalu lurus, kadang menggulung, halus, pendek-pendek, tidak terlalu intensif menyerap warna biru tryphan sehingga agak menyulitkan pengamatannya (Gambar 3 – kanan), vesikel umumnya lebih sedikit dan berbentuk membulat tidak teratur (Gambar 4 – kanan).

.

Gambar 2 Tipologi spora Glomus etunicatum (kiri) dan Acaulospora tuber-

culata (kanan) (400x, 1 bar = 50 µm)

50 µm 50 µm

Gambar 3 Tipologi hifa Glomus etunicatum (kiri) dan Aacaulospora tuber-

culata (kanan) (400x, 1 bar = 50 µm)

Gambar 4 Tipologi vesikel Glomus etunicatum (kiri) dan Acaulospora tuber-

culata (kanan) (400x, 1 bar = 50 µm)

Tepung tulang giling diperoleh dari Laboratorium Pengolahan Hasil Ternak Fakultas Peternakan IPB, tepung tulang bakar dibeli dari masyarakat sekitar Kampus IPB Dramaga, batuan fosfat dari Lab. Silvikultur Fak. Kehutanan IPB, pupuk SP36 dari toko pertanian Dramaga. Masing-masing bahan yang digunakan memiliki karakteristik kimia spesifik (Tabel 1).

Pelaksanaan Percobaan. Percobaan dilaksanakan pada bulan Februari – Juli 2004 di rumah kaca Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Perkecambahan benih kudzu dilaksanakan pada baki plastik berisi medium tumbuh zeolit yang telah dicuci. Penanaman bibit kudzu dilaksanakan pada pot plastik wadah air mineral berukuran 240 mL yang bagian bawahnya berlubang. Ke dalam pot diisikan medium tumbuh berupa 175 g zeolit berukuran garis tengah 1 mm x 1mm – 3 mm x 4 mm atau lolos mata saring bergaris tengah 5 mm dan sumber hara sesuai dengan perlakuan.

50 µm

50 µm 50 µm

Tabel 1 Kadar hara tepung tulang, batuan fosfat, dan pupuk buatan.

Jenis hara GilingTepung tulang 1 Bakar1 Batuan fosfat1 Pupuk buatan2

N (%) 1.65 0.33 0.04 25.00 P (%) 12.16 13.31 3.78 1.09 Nisbah N/P 0.14 0.02 0.01 23 K (%) 0.16 0.10 0.15 6.80 Ca (%) 19.82 24.76 11.91 td Mg (%) 0.46 0.66 0.19 td Fe (ppm) 11.00 12.00 98.00 td Cu (ppm) 42.00 295.00 8480.00 td Zn (ppm) 125.00 140.00 674.00 td Mn (ppm) 23.00 29.00 1839.00 td 1

Hasil analisis Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB

2

Angka yang tertera pada kemasan yang masing-masing ialah 25% N (4,5% N-nitrat, 20,5% N- urea, 5% P2O5 dan 20% K2O, td = tidak dinyatakan (The Hyponex Co., Inc., Copley, Ohio 44321 USA).

Sumber P yang diuji dicampur dengan medium tumbuh sesaat sebelum penanaman. Larutan pupuk buatan diberikan pada saat tanam dan diulang setiap tiga hari dengan takaran 0.5 g L-1. Pada medium tumbuh, dalam keadaan basah, dibuat lubang dan kemudian ke dalamnya diletakkan bibit kudzu berdaun dua berukuran seragam. Pada akar bibit diinokulasikan 20 buah spora FMA dengan bantuan pipet. Lubang kemudian ditutup kembali. Bibit dipelihara selama 12 minggu dan selama percobaan kondisi air dipertahankan tetap lembap dengan cara penyiraman air setiap hari.

Pengamatan. Pada umur 6 minggu setelah tanam (MST) satu pot diambil secara acak dari setiap ulangan kombinasi perlakuan. Kolonisasi akar diamati dengan metode Phillips dan Hayman (1970) yang dimodifikasi sebagai berikut. Akar dipisahkan dari bagian atas tanaman dan dicuci bersih yang diikuti dengan perendaman selama 12 jam semalam dalam larutan KOH 10%. Keesokan harinya akar dicuci dengan air mengalir dan kemudian direndam selama 12 jam dalam larutan HCl 2%. Keesokan harinya akar direndam selama 12 jam dalam larutan pewarna berupa campuran laktogliserin (campuran gliserin teknis, asam laktat teknis, dan air destilata dengan nisbah 2:2:1) dan larutan biru tryphan 0.05%.

Kolonisasi mikoriza ditandai dengan kenampakan struktur internal berupa hifa, vesikel atau arbuskula di bawah mikroskop. Kolonisasi diukur berdasarkan proporsi bidang pandang bermikoriza terhadap total bidang pandang yang diamati. Aras kolonisasi ditentukan berdasarkan kriteria Rajapakse dan Miller (1992) yang dimodifikasi sebagai berikut: < 5% = Sangat rendah (Kelas 1), 6 – 25% = Rendah (Kelas 2), 26 – 50% = Sedang (Kelas 3), 51 – 75% = Tinggi (Kelas 4), dan > 75% = Sangat Tinggi (Kelas 5).

Satu pot plastik dibongkar pada umur 12 MST, bagian atas tanaman beserta akarnya dibawa ke laboratorium untuk diukur bobot kering dan kolonisasi mikorizanya. Bobot kering diukur pasca pengeringan dalam oven bersuhu 80 °C yaitu setelah tercapai bobot yang konstan. Tanaman pada satu pot plastik yang tersisa dibiarkan mengering untuk kemudian diekstrak sporanya dari keseluruhan medium tumbuh menggunakan metode penyaringan basah (Paccioni 1992); yang kemudian diikuti dengan sentrifugasi dalam larutan sukrosa 60% (Brundrett et al. 1996), pembilasan dengan air dan penyaringan ulang menggunakan penyaring berukuran 63 µm dan 45 µm. Air berisi spora dituangkan ke cawan Petri yang bagian bawahnya bergaris dan jumlah spora dihitung di bawah mikroskop.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data. Percobaan dilaksanakan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap yang disusun secara faktorial. Pengelompokan dilakukan secara acak berdasarkan kondisi cahaya matahari dan angin di rumah kaca. Faktor pertama ialah jenis FMA yang terdiri atas G. etunicatum (Gle) dan A. tuberculata (Act). Faktor kedua ialah sumber hara yang terdiri atas (i) pupuk buatan (PB), (ii) pupuk SP36 (18.33 mg), (iii) batuan fosfat (BP) (38.12 mg dan 76.23 mg), (iv) tepung tulang bakar (TTB) (10.82 mg dan 21.65 mg), dan (v) tepung tulang giling (TTG) (11.85 mg dan 23.70 mg). Semua tepung tulang diberikan dengan ukuran yang seragam yaitu < 0.5 mm. Jumlah yang diberikan tersebut setara dengan 1 dan 2x takaran pupuk buatan yang diberikan seminggu 2x selama 3 bulan. Takaran pupuk buatan setiap pemberian ialah 11 mL (0.5 g L-1) atau 264 mL selama 3 bulan. Seluruh kombinasi perlakuan diulang tiga kali, dan setiap ulangan terdiri atas enam pot tanaman. Model sidik ragam yang digunakan ialah sebagai berikut:

ijk i j ij k ijk Y = µ + α + β + αβ + ρ + ε( ) yang

i = 1, 2 = jumlah taraf perlakuan pada faktor jenis FMA

j = 1, 2, ...8 = jumlah taraf perlakuan pada faktor sumber hara k = 1,2, 3 = jumlah ulangan atau kelompok

Yijk = respon yang diamati sebagai akibat faktor jenis FMA taraf ke i faktor sumber hara taraf ke j dan kelompok ke k

µ = rataan umum

αi = pengaruh faktor jenis FMA taraf ke i

βj = pengaruh faktor sumber hara taraf ke j

(αβ)ij = pengaruh interaksi faktor jenis FMA taraf ke i dan faktor sumber hara taraf ke j

ρk = pengaruh kelompok ke k

εijk = pengaruh galat

Data hasil pengamatan dianalis dengan model sidik ragam (ANOVA) menggunakan piranti lunak CoStat v6.4, perbedaan antar perlakuan diuji dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf beda nyata 5%. Transformasi Box-Cox menggunakan piranti lunak Minitab v15.1 dilakukan terhadap data yang tidak memenuhi asumsi kenormalan galat.

Hasil dan Pembahasan Hasil

Kolonisasi dan Jumlah Spora.Spora yang diinokulasikan pada permukaan akar berasal dari massa spora hasil perbanyakan kultur tunggal (Gambar 5 a-b). Spora yang menempel di permukaan akar kemudian berkecambah dan membentuk hifa yang menembus dinding sel akar kudzu (Gambar 5 c). Perkembangan selanjutnya menunjukkan spora yang diinokulasikan mengalami kematian yang ditunjukkan dengan kehancuran struktur spora tersebut (Gambar 5 d). Hifa yang

menembus akar kemudian berkembang membentuk hifa intraradikal yang tipologinya disesuaikan dengan jenis FMA, misal membentuk tipe percabangan H (Gambar 5 e). Struktur intraradikal FMA lainnya yang terbentuk ialah vesikel (Gambar 5 f) yang merupakan tandon lemak dan dapat berfungsi sebagai propagul. Sebagian hifa intraradikal keluar dari akar menjulur ke rizosfir mem- bentuk hifa ekstraradikal. Ujung hifa ekstraradikal menggelembung dan kemudian membentuk massa spora di rizosfir tanaman kudzu (Gambar 5 g-i)

a b c

d e f

g h i

Gambar 5 Perkembangan kolonisasi dan sporulasi fungi mikoriza arbuskula berasal dar massa spora tunggal (a) yang diinokulasikan pada permukaan akar kudzu (b). Spora berkecambah dan membentuk hifa (c) yang kemudian menembus dinding sel akar membentuk hifa intraradikal (d-e) diikuti dengan kehancuran spora (d). Pembentukan vesikel di dalam akar (f) dan sporulasi hifa ekstraradikal membentuk spora di rizosfir (g - i).

Jenis FMA dan sumber hara berinteraksi sangat nyata (p < 0.01) terhadap kolonisasi FMA pada akar kudzu umur 6 dan 12 MST dan jumlah spora pada medium tumbuh kudzu umur 12 MST (Tabel 2). Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh setiap jenis FMA terhadap kolonisasi akar dan jumlah spora bergantung kepada sumber P yang digunakan dan sebaliknya. Glomus etunicatum menghasil- kan rerata kolonisasi akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan A. tuberculata pada umur 6 dan 12 MST (Tabel 3). Pupuk buatan dan SP36, menghasilkan rerata kolonisasi G. etunicatum pada umur 6 MST yang lebih tinggi dibandingkan dengan BP, TTB dan TTG.

Tabel 2 Nilai F hitung kolonisasi mikoriza pada akar kudzu umur 6 dan 12 MST dan jumlah spora dalam medium tumbuh kudzu umur 12 MST

Sumber keragaman 6 MST Kolonisasi mikoriza 12 MST per 100 g media Jumlah spora

Jenis mikoriza 28.99 ** 73.91 ** 84.23 **

Sumber P 4.95 ** 32.26 ** 16.25 **

Jenis mikoriza x Sumber P 3.31 ** 5.43 ** 4.74 **

KK (%) 10 12 15

Box-Cox 0.20 - 0.24

Keterangan: * = p < 0.05, ** = p < 0.01

Tabel 3 Interaksi sumber fosfor dan jenis fungi mikoriza arbuskula terhadap kolonisasi mikoriza pada umur 6 dan 12 MST dan jumlah spora per 100 g medium tumbuh kudzu umur 12 MST

Sumber hara Kolonisasi 6 MST (%) Kolonisasi 12 MST (%) Σ spora (buah)

Gle Act Gle Act Gle Act

PB 39 a 15 b-d 99 a 75 b-e 715 cd 43 h

SP36 26 ab 5 ef 32 g 26 g 237 d-f 85 f-h

BP 38.12 mg 13 b-e 8 c-f 88 ab 61 ef 649 c 51 gh BP 72.23 mg 8 c-e 13 b-e 72 c-e 80 b-d 251 d-g 50 gh TTB 10.82 mg 12 d-f 6 ef 77 b-d 37 g 112 f-h 173 e-h TTB 21.65 mg 12 c-e 5 ef 89 ab 56 f 1707 ab 396 c-e TTG 11.85 mg 17 bc 8 c-f 85 a-c 69 d-f 1578 ab 63 f-h TTG 23.70 mg 19 bc 3 f 96 a 73 b-e 2212 a 789 bc

Keterangan: Rerata sekolom kolonisasi dan jumlah spora diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dengan Uji Duncan pada taraf nyata 5%. Gle =G. etunicatum, Act = A. tuberculata, PB = pupuk buatan, SP36 = superfosfat 36, BP = batuan fosfat per pot, TTB = tepung tulang bakar per pot, TTG = tepung tulang giling per pot.

Pupuk buatan menghasilkan kolonisasi G. etunicatum pada umur 6 MST sebanyak 39% yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kolonisasi yang dihasilkan oleh BP, TTB dan TTG yaitu ± 8 – 13%. Batuan fosfat dan TTB menghasilkan kolonisasi G. etunicatum yang berbeda tidak nyata pada umur 6 MST. Pupuk SP36 dan TTG menghasilkan kolonisasi G. etunicatum diantara PB, BP, dan TTB. Pengaruh tersebut ternyata berubah pada umur 12 MST. Pupuk buatan, BP, TTB dan TTG menghasilkan kolonisasi G. etunicatum yang tergolong tinggi (> 50%) sampai sangat tinggi (> 75%). Pupuk SP36 yang pada awalnya menghasilkan kolonisasi (26%) yang berbeda tidak nyata dengan pupuk buatan (39%) ternyata pada umur 12 MST menghasilkan kolonisasi G. etunicatum yang hanya sedikit meningkat yaitu 32% atau tergolong sedang.

Pupuk buatan menghasilkan kolonisasi A. tuberculata (15%) yang nyata lebih tinggi pada umur 6 MST dibandingkan dengan SP36, TTB dan TTG (3 – 8%) (Tabel 3). Batuan fosfat menghasilkan kolonisasi A. tuberculata (13%) yang berbeda tidak nyata dengan PB, SP36, TTB dan TTTG. Batuan fosfat dengan demikian menghasilkan kolonisasi diantara PB dan SP36, TTB dan TTG. Pengaruh tersebut berubah pada umur 12 MST seperti halnya pengaruhnya terhadap kolonisasi G. etunicatum. Pupuk buatan menghasilkan kolonisasi A. tuberculata (75%) yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan SP36 (26%) dan TTB 10.82 mg (37%). Pupuk buatan menghasilkan kolonisasi A. tuberculata yang berbeda tidak nyata dengan BP (61 – 80%), TTB 21.65 mg (56%) dan TTG (69 – 73%). Pupuk TTB 21.65 mg menghasilkan kolonisasi yang berbeda tidak nyata dengan yang dihasilkan oleh BP 38.12 mg (61%) dan TTG 11.85 mg (69%). Namun demikian jika mengacu pada kriteria Rajapakse dan Miller (1992) ternyata PB, BP, TTB 21.65 mg, dan TTG menghasilkan kolonisasi A. tuberculata yang tergolong tinggi (> 51%) sedangkan pupuk SP36 dan TTB 10.82 mg menghasil- kan kolonisasi yang tergolong sedang (< 50%).

Pupuk TTB 21.65 mg, TTG 11.85 dan 23.70 mg menghasilkan spora G. etunicatum yang berbeda tidak nyata, masing-masing 1707, 1578 dan 2212 buah. Jumlah spora tersebut nyata lebih banyak dibandingkan dengan yang dihasilkan

oleh perlakuan lainnya. Pupuk SP36, BP 72.23 mg dan TTB 10.82 mg menghasil- kan spora G. etunicatum yang berbeda tidak nyata yaitu masing-masing sebanyak 237, 251, dan 112 buah. Pupuk TTG 23.70 mg menghasilkan spora A. tuberculata sebanyak 789 buah, sekalipun berbeda tidak nyata dengan yang dihasilkan oleh TTB 21.65 mg yaitu 396 buah, namun nyata lebih banyak jika dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh perlakuan lainnya yang hanya menghasilkan spora sebanyak 43 – 173 buah.

Produksi Biomassa Tanaman. Perubahan bobot kering merupakan salah satu indikator efektivitas simbiosis MA dengan tanaman inang tertentu. Jenis FMA dan sumber hara berinteraksi sangat nyata (p < 0.01) mempengaruhi bobot kering akar, tajuk, dan total tanaman kudzu pada umur 12 MST (Tabel 4). Pengaruh setiap jenis FMA terhadap bobot kering akar, tajuk, dan total tanaman kudzu dengan demikian dipengaruhi oleh setiap jenis sumber P yang digunakan.

Tabel 4 Nilai F hitung bobot kering akar, tajuk, total dan nisbah tajuk akar kudzu umur 12 MST

Sumber keragaman Bobot kering

Akar Tajuk Total

Jenis FMA 44.28 ** 14.09 ** 27.66 **

Sumber P 16.36 ** 16.09 ** 24.85 **

Jenis FMA x Sumber P 5.72 ** 7.29 ** 8.71 **

KK (%) 3 2 5

Box-Cox 0.23 - 0.1 - 0.34

Keterangan: tn = p > 0.05, * = p < 0.05, ** = p < 0.01

Inokulasi G. etunicatum menghasilkan rerata bobot kering akar, tajuk dan total tanaman kudzu yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan A. tuberculata. Pupuk SP36 konsisten menghasilkan bobot kering akar, tajuk dan total yang tertinggi pada tanaman kudzu yang diinokulasi oleh G. etunicatum (Tabel 5). Tepung tulang giling 11.85 dan 23.70 mg menghasilkan bobot kering akar, tajuk, dan bobot kering total yang berbeda tidak nyata pada tanaman kudzu yang diinokulasi oleh A. tuberculata namun nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Tepung tulang bakar 10.82 mg menghasilkan bobot kering

akar, tajuk, dan total yang terendah pada tanaman kudzu yang diinokulasi oleh G. etunicatum atau A. tuberculata.

Tabel 5 Interaksi sumber fosfor dan jenis fungi mikoriza arbuskula terhadap bobot kering akar, tajuk dan total tanaman kudzu umur 12 MST (mg)

Sumber hara Bobot kering akar Gle Act Bobot kering tajuk Gle Act Bobot kering total Gle Act

PB 42.43 d-g 23.93 h 170.00 e-h 152.77 f-h 212.43 fg 176.70 gh

SP36 80.77 a 38.20 g 374.63 a 157.13 f-h 455.40 a 195.33 gh

BP 38.12 mg 55.37 b-d 42.57 d-g 158.07 f-h 137.87 gh 213.43 fg 180.43 gh

BP 72.23 mg 57.53 bc 45.50 c-g 209.80 c-f 179.67 e-g 267.33 c-f 225.17 e-g

TTB 10.82 mg 38.73 fg 25.07 h 127.10 h 100.40 i 165.83 h 125.47 i

TTB 21.65 mg 51.37 b-f 41.60 e-g 229.10 b-e 165.33 f-h 280.47 b-e 224.07 e-g TTG 11.85 mg 54.37 b-e 58.73 bc 201.47 d-f 276.37 a-d 255.83 d-f 317.97 b-d

TTG 23.70 mg 61.83 b 63.63 b 285.67 a-c 298.40 ab 347.50 a-c 362.03 ab

Keterangan: Rerata sekolom bobot kering diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dengan Uji Duncan pada taraf nyata 5%. Gle =G. etunicatum, Act = A. tuberculata, PB = pupuk buatan, SP36 = superfosfat 36, BP = batuan fosfat, TTB = tepung tulang bakar, TTG = tepung tulang giling.

Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis FMA dan sumber P berinter- aksi nyata mempengaruhi kolonisasi akar, jumlah spora FMA (Tabel 2) dan produksi biomassa tanaman kudzu (Tabel 4). Hal tersebut menunjukkan bahwa kolonisasi akar dan produksi spora FMA G. etunicatum dan A. tuberculata dan efektivitas simbiosis kedua FMA tersebut dengan tanaman kudzu bergantung pada karakter masing-masing jenis FMA tersebut dan sumber P yang diberikan.

Glomus etunicatum menghasilkan kolonisasi sebesar 8 – 39% atau rata-rata 18% sedangkan A. tuberculata menghasilkan kolonisasi sebesar 3 – 15% atau rata-rata 8% pada umur 6 MST (Tabel 3). Angka tersebut berubah masing-masing menjadi 32 – 99% atau rata-rata 80% untuk G. etunicatum dan 26 – 80% atau rata-rata 60% untuk A. tuberculata pada umur 12 MST. Rerata kolonisasi G.

etunicatum berubah menjadi sekitar 4x lipat sedangkan rerata kolonisasi A.

tuberculata menjadi 8x lipat dalam tempo 6 minggu. Data tersebut menunjukkan G. etunicatum mengkolonisasi akar kudzu lebih dini dan menghasilkan aras kolonisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan A. tuberculata. Pada umur 12

MST kolonisasi G. etunicatum telah mendekati batas maksimal sehingga terlihat lebih landai. Sebaliknya dengan A. tuberculata, karena lebih lambat kolonisasi- nya, menjadi terlihat lebih tajam landaian (slope) peningkatan kolonisasinya. Perbedaan karakter hifa intraradikal (HI) dapat menjadi penyebab perbedaan kolonisasi akar tersebut. Hifa intraradikal (HI) merupakan salah satu karakter FMA yang digunakan untuk menghitung kolonisasi FMA pada akar tanaman inang. Glomus etunicatum memiliki HI yang banyak dan menyebar pada seluruh akar sedangkan A. tuberculata memiliki HI lebih sedikit dan sebarannya tidak merata dalam akar (Dodd et al. 2000; Smith & Read 2008).

Lambatnya kolonisasi A. tuberculata telah dilaporkan oleh Chalimah et al. (2007) yang menyatakan bahwa kolonisasi A. tuberculata pada akar kudzu baru mencapai 71% pada umur 12 MST dan mencapai maksimal 99% pada umur 20 MST jika dipasok dengan larutan pupuk buatan seperti yang digunakan pada penelitian ini. Widiastuti dan Suharyanto (2007) juga melaporkan kolonisasi A. tuberculata pada akar Calopogonium caeroleum Benth dan Centrosema pubescens Benth umur 12 MST masing-masing mencapai 73 dan 70% pada medium tumbuh campuran tanah dan pasir (2:1, b/b) yang diberi larutan hara Johnson.

Dokumen terkait