Dalam penelitian ini, mikrob fungsional (mikrob selulolitik, bakteri pendegradasi xilan, serta bakteri pereduksi sulfat) diisolasi dari sludge bubur kayu karena terkait dengan fungsi, peranan atau sumber makanan yang diperoleh dalam mengkoloni sludge bubur kayu. Menurut Blum (1996), pada kayu lunak terdapat selulosa sebanyak 42%, hemiselulosa 27%, dan lignin sebanyak 28%. Sedangkan xilan merupakan komponen utama dari hemiselulosa, yang berikatan secara erat dengan lignin, selulosa, pektin, dan polisakarida lainnya untuk membentuk dinding sel (Kulkarni et al., 1999). Kandungan sulfat pada sludge bubur kayu terbentuk akibat proses produksi bubur kayu yang melibatkan unsur S di dalamnya (Na2S). Bahan-bahan tersebut dimanfaatkan oleh mikrob yang mengkoloni sludge. Isolasi total mikrob perlu dilakukan untuk mengetahui gambaran populasi total dalam sludge bubur kayu.
Pemilihan media didasarkan atas minimalnya unsur esensial, seperti nitrogen dan fosfat, dan tingginya sumber karbon yang terkandung dalam media. Dengan minimalnya unsur-unsur esensial yang terkandung dalam media, diharapkan media menjadi cukup selektif bagi pertumbuhan mikrob fungsional yang diinginkan. Selulosa dalam bentuk CMC merupakan sumber karbon bagi mikrob selulolitik, sedang oat spelt xylan yang dicampurkan dalam media alkali dimanfaatkan oleh bakteri pendegradasi xilan. Bakteri pendegradasi sulfat menggunakan laktat dalam bentuk Na laktat (CH3CH(OH) COONa) sebagai sumber karbon.
23 IV. 1. 1. Mikrob Selulolitik
Tingginya selulosa yang terkandung dalam sludge bubur kayu dapat terlihat dari tingginya nilai analisis C organik sebesar 8.83% (Lampiran 1). Selulosa tersebut merupakan sumber karbon yang dibutuhkan dalam pertumbuhan mikrob, begitu juga untuk pertumbuhan mikrob selulolitik. Untuk dapat menggunakan selulosa, mikrob perlu menguraikannya menjadi molekul yang lebih kecil.
Mikrob selulolitik merupakan mikrob yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim selulase, dimana enzim tersebut dapat menguraikan selulosa menjadi glukosa. Sehingga nantinya mudah bagi mikrob selulolitik untuk dapat memanfaatkan sumber karbon yang diperlukan dalam pertumbuhannya. Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pH dan suhu. Kondisi aktivitas enzim selulase tercapai pada suhu kisaran 350C - 800C dan pH sekitar 3.6 sampai 9 (Supriyono, 2003). Nilai pH sludge bubur kayu sebesar 8.40, sesuai bagi aktivitas enzim selulase sehingga mendukung pertumbuhan mikrob selulolitik untuk mendegradasi selulosa.
Sebagai sumber karbon, bahan CMC yang digunakan untuk mengisolasi mikrob ini dipilih karena merupakan bentuk selulosa yang mudah dihidrolisis, sehingga diharapkan mikrob selulolitik mudah memanfaatkannya. Mikrob yang dapat menghancurkan selulosa mempunyai daerah yang terang di sekitar koloni (Anas, 1989). Pertumbuhan bakteri selulolitik pada penelitian ini ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekitar koloni yang berbentuk bulat, warna koloni krem, elevasi cembung dengan tepian bergerigi (Gambar 4). Untuk fungi, terlihat adanya benang-benang halus pada koloninya. Bakteri selulolitik memiliki
24 kemampuan menghasilkan komplek enzim selulase yang menghidrolisis selulosa secara sinergis menjadi oligosakarida yang lebih kecil dan akhirnya menjadi glukosa yang berfungsi sebagai sumber karbon dan unsur hara bagi pertumbuhan mikrob tersebut (Busto et al., 1995).
Gambar 4. Isolat mikrob selulolitik
IV. 1. 2. Bakteri Pendegradasi Xilan
Nilai pH pada analisis sludge bubur kayu yang tergolong tinggi (Lampiran 1), memungkinkan tumbuhnya mikrob yang bersifat alkalofilik. Menurut Nakamura et al. (1993), enzim xilanase menunjukkan aktivitas yang baik pada kisaran pH antara 4 sampai dengan 11 dan pH optimal yang bisa dilakukannya adalah pada pH 9. Dalam penelitian ini, media yang digunakan (Nakamura et al., 1993, Dung et al., 1993) bersifat alkali. Besarnya konsentrasi oat spelt xylan yang diberikan pada media sangat berpengaruh pada pertumbuhan bakteri pendegradasi xilan. Menurut Judoamidjojo et al. (1989), pasokan sumber karbon merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal, tetapi pada kenyataannya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum. Dengan menggunakan karbohidrat sebagai sumber karbon, penghambatan akan dimulai pada konsentrasi di atas 50 gram/liter. Pada media alkali ini, konsentrasi oat spelt
25 xylan yang ditambahkan sebanyak 5 gram/liter, sehingga tidak menghambat pertumbuhan bakteri.
Demikian halnya juga dengan garam nutrien, akan menghambat laju pertumbuhan pada konsentrasi tertentu. Penggunaan garam nutrien dari ammonium, fosfat, dan nitrat, masing-masing penghambatan dimulai pada konsentrasi 9, 10 dan 1 g/l. Pada media alkali ini, konsentrasi garam nutrien yang ditambahkan tidak melebihi konsentrasi yang disarankan, sehingga pertumbuhan bakteri pendegradasi xilan cukup optimal. Xilanase yang dihasilkan oleh mikrob akan menghidrolisis xilan menjadi xilosa (Richana, 2002).
C5H8O4 + H2O à C5H10O5 (Xilan) (Xilosa)
Pertumbuhan bakteri pendegradasi xilan pada penelitian ini ditunjukkan dengan adanya zona bening di sekitar koloni yang timbul mencembung dan tepi koloni bergerigi (Gambar 5).
Gambar 5. Isolat bakteri pendegradasi xilan
IV. 1. 3. Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS)
Pada bak pengolahan industri maupun pembuangan limbah yang beraerasi buruk akan terbentuk zona anaerobik, yang merupakan keadaan tereduksi dengan potensial redoks yang rendah (Woods dan Rawlings, 1991). Kondisi pada bak
26 pengolahan industri tersebut, sebenarnya analog dengan yang terjadi di perairan, yaitu terbentuknya zona aerob dan anaerob.
Zona aerob merupakan zona dengan limpahan oksigen dari udara, sehingga tercipta keadaan teroksidasi. Mikrob selulolitik dan bakteri pendegradasi xilan tumbuh pada habitat tersebut. Sludge yang jumlahnya cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal akan menumpuk sehingga di bagian bawah sludge tersebut tentunya akan terbentuk zona anaerob. Zona anaerob merupakan lapisan tanpa oksigen, sehingga tercipta keadaan reduksi. Kondisi yang demikian sangat sesuai bagi pertumbuhan BPS.
Senyawa-senyawa sederhana berbobot molekul rendah, yang terbentuk pada penguraian anaerob biomassa, terutama selulosa yaitu laktat, asetat, propionat, butirat, format, etanol, asam-asam lemak berbobot molekul tinggi dan hidrogen berfungsi sebagai donor elektron bagi BPS (Schlegel & Schmidt, 1994). Hal ini menunjukkan bahwa tersedianya substrat bagi BPS pada sludge bubur kayu, tidak lepas dari peranan mikrob selulolitik. Dengan menggunakan senyawa organik sederhana hasil penguraian selulosa seperti laktat, BPS menggunakan sulfat yang terdapat dalam sludge bubur kayu untuk direduksi.
Isolasi BPS pada penelitian ini dilakukan dalam laminar flow dan untuk mencapai kondisi anaerob penyimpanan dilakukan menggunakan anaerob jar agar terkondisikan anaerob, sehingga diharapkan pertumbuhan BPS akan maksimal. Beberapa spesies dan genus bakteri anaerobik dapat bertahan sementara dengan adanya oksigen, namun membutuhkan lingkungan yang ekstrim untuk pertumbuhannya (Schlegel & Schmidt, 1994). Pada penelitian kali ini, juga didapat koloni BPS yang berwarna hitam (Gambar 6).
27 Gambar 6. Isolat bakteri pereduksi sulfat
Ciri fisiologis kelompok BPS adalah kemampuannya dalam mereduksi sulfat. Penurunan konsentrasi sulfat akan berdampak pada penurunan sifat asam atau peningkatan pH. Ciri fisiologis ini dibahas pada hasil analisis kajian perbaikan pH dan penurunan sulfat.