• Tidak ada hasil yang ditemukan

MINAT ATAU ATENSI TERHADAP HKBP SUDIRMAN MEDAN

Dalam dokumen Hkbp Sudirman Di Kota Medan 1954-2000 (Halaman 19-109)

MINAT ATAU ATENSI TERHADAP HKBP SUDIRMAN MEDAN

Bab ini merupakan penjelasan mengenai bagaimana minat atau atensi dari jemaat dan yang bukan jemaat HKBP Sudirman. Faktor-foktor yang mempengaruhi minat orang banyak untuk datang beribadah dan melakukan pesta adat istiadat. Selain itu Bab ini juga membahas bagaimana HKBP Sudirman pada awal-awal berdirinya yaitu tahun 1956 menjadi pusat peribadahan bagi masyarakat batak di Medan. Selain itu Bab ini juga menjelaskan perkembangan HKBP Sudirman tahun 1954-2000.

3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi minat

Minat atau Atensi seringkali diartikan sama dengan perhatian ataupun kesenangan. Namun tidak berarti kedua kata ini memiliki pengertian yang sama. Hanya saja ketiganya memiliki kaitan yang erat. Selain itu minat atau atensi juga berkaitan dengan kebutuhan motivasi. Untuk mengetahui lebih jelas yang dimaksud dengan minat atau atensi kita dapat melihat dari yang didefinisikan beberapa ahli seperti:

1. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.27

27

Departemen Pendidikan Nasional, 2007,Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 732

2. Abdul Rahman Shaleh mendefinisikan secara sederhana, minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan untuk memberikan perhatian dan bertindak terhadap orang, aktivitas atau situasi yang menjadi objek dari minat tersebut dengan disertai perasaan senang.

3. Menurut dr. Zakiah Dradjat, dkk minat adalah kecenderungan jiwa yang tetap kejurusan suatu hal yang berharga bagi orang. Sesuatu yang berharga bagi seseorang adalah sesuai dengan kebutuhan.

4. Menurut Decroly, minat itu adalah pernyataan suatu kebetulan yang tidak terpenuhi. Kebutuhan itu timbul dari dorongan hendak memberi kepuasan kepada suatu instink. Minat terhadap benda-benda tertentu dapat timbul dari berbagai sumber antara lain perkembangan instink dan hasrat, fungsi-fungsi intelektual, pengaruh lingkungan, pengalaman, kebiasaan, pendidikan dan sebagainya.

5. Minat merupakan salah satu dimensi dari aspek afektif yang banyak berperan juga dalam kehidupan seseorang, khususnya dalam kehidupan belajar seseorang. Aspek afektif adalah aspek yang mengidentifikasi dimensiperasaan dari kesadaran emosi, disposisi dan kehendak yangmempengaruhi pikiran dan tindakan seseorang.28

Dari definisi yang sudah diuraikan dapat dilihat bahwa minat merupakan suatu dorongan yang menyebabkan terikatnya perhatian individu pada obyek tertentu.

Obyek yang dimaksud yaitu pekerjaan,pelajaran, benda, orang, dll. Minat mempunyai karakteristik pokok yaitu melakukan kegiatan yang dipilih sendiri dan menyenangkan sehingga dapat membentuk suatu kebiasaan dalam diri seseorang. Minat merupakan sesuatu yang dipelajari, bukan bawaan sejak lahir dan dapat berubah-ubah tergantung pada : kebutuhan, pengalaman, mode. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya minat, diantaranya yaitu : kebutuhan fisik, sosial dan egoistik serta pengalaman. Setiap manusia mempunyai kebutuhan dan pengalaman yang berbeda-beda, tergantung tingkat pendidikan, usia, pekerjaan dan keinginan masing-masing, seperti halnya minat untuk beribadah dan melakukan kegiatan sosial budaya pada Gereja HKBP Sudirman Medan.

Ciri – ciri minat29 adalah:

a. Adanya objek yang bersangkut paut dengan dirinya b. Adanya sambutan yang sadar

c. Adanya tujuan tertentu.

Adapun minat seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kondisi fisik, psikis dan lingkungan sosial30, sebagaimana yang akan di jelaskan dibawah ini:

29

Sutarno,1995,Pemahaman Individu II, Surakarta : UNS, hlm. 4.

30

3.1.1 Kondisi Fisik

Keadaan jasmani dan kondisi yang baik akan mempengaruhi minat terhadap sesuatu yang lebih tinggi. Namun setelah adanya suatu peristiwa, sehingga mengakibatkan seseorang mengalami cacat jasmani, makaorang tersebut akan berubahlah minat terhadap apa yang menajadi perhatiannya, sehingga lebih suka kepada hal-hal yang lebih sesuai dengan keadaan dirinya. Sama halnya dengan jemaat HKBP Sudirman yang jemaatnya memiliki kondisi fisik yang bagus dan mendukung untuk beribadah di HKBP Sudriman Medan, dengan memperhatikan lokasi keberadaan gereja ini yang sulit untuk dijangkau dengan angkutan umum. Yang tampak dari pembagian wilayah tempat tinggal jemaat HKBP Sudirman Medan, yaitu Wijk31 Jati Ulu Mangkubumi, Wijk Kampung Hamdan, Wijk Kampung Anggrung I, Wijk Kampung Anggrung II, Wijk Kampung Baru, Wijk Medan Baru, Wijk Medan Baru I, Wijk Medan Baru II, Wijk Medan Baru III, Wijk Medan IV, Wijk Medan Baru V, Wijk Medan Baru VI, Wijk Medan Baru VII, Wijk Medan Kota/PJKA, Wijk Medan Timur, Wijk Padang Bulan, Wijk Pasar Merah, Wijk Petisah Darat, Wijk Polonia/Sudirman, Wijk Putri Hijau, Wijk Sai Agul, Wijk Sei Belutu, Wijk Sekip Silalas Wijk Setia Budi, Wijk Sukaraja.32 Dari kondisi tempat tinggal jemaat yang cukup jauh dari gereja HKBP Sudirman sehingga jemaat harus memiliki kondisi fisik yang bagus.

31 Wijk berasal dari bahasa Belanda yang berarti membagi masyarakat dalam pemukima-pemukiman setingkat desa dan di pimpin kepala desa. Tetapi wijk yang dimaksud disni pembagian anggota jemaat berdasarkan lingkungan tempat tinggal mereka. Pembagian ini mempermudah untuk memantau jemaat.

3.1.2 Kondisi Psikis

Perubahan psikis seseorang akan mempengaruhi minat terhadap suatubidang tertentu. Misalnya dengan gangguan jasmani danrohaninya, seseorang akan mempunyai keinginan yang berbeda. Serta adanya konflik yang membuat terganggunya psikis seseorang terhadap hal atau sesuatu tersebut. HKBP Sudirman Medan yang merupakan organisasi keagamaan tidak terlepas dari konflik ini terbukti pada tahun 1996 jemaat dari HKBP Sudirman Medan mengalami perpecahan akibat pemilihan kepemimpinan (ephorus), sehingga konflik ini sempat mempengaruhi minat jemaat untuk bergereja di HKBP Sudirman Medan.

3.1.3 Kondisi Lingkungan Sosial

Lingkungan atau alam sekitar akan mempengaruhi minat meskipundalam waktu yang relatif lama. Lingkungan gereja HKBP Sudirman Medan yang kondusif dan memberikan rasa nyaman dan aman kepada setiap jemaat yang beribadah di tempat ini semakin menumbuhkan minat dari jemaat yang bergereja disini, karena kenyamanan adalah modal yang besar dalam proses berlangsungnya ibadah yang hikmat.

Jadi dapat disimpulkan bahwa minat berkunjung dapat diartikan sebagaisuatu keinginan seseorang untuk mendatangi suatu tempat atau acara tertentu.Minat berkunjung merupakan cerminan dari keinginan dan keinginan ini jugasebagai bentuk ketertarikan karena adanya stimulus (rangsangan) tertentu darieksternal atau luar individu.

Minat atau atensi ini dapat digambarkan dari ketertarikan masyarakat Batak di kota Medan yang beragama Kristen Protestan memandang gereja HKBP Sudirman sebagai objek yang dapat menarik minat atau perhatian mereka untuk tempat melakukan ibadah, kegiatan budaya dan sosial. Kegiatan ini terus meningkat mulai dari berdirinya gereja HKBP Sudirman hingga tahun 2000.

3.2 Gereja HKBP Sudirman Medan Sebagai Pusat Peribadatan (1954-1976)

Awalnya gereja HKBP Sudirman sudah memiliki 18 gereja pagaran yang berada di luar kota Medan, sehingga gereja HKBP Sudirman menjadi pusat peribadatan bagi masyarakat Batak di kota Medan yang beragama Kristen Protestan dan satu-satunya Ressort33 di kota Medan. Hal ini terjadi karena tahun-tahun ini belum banyak terdapat gereja kesukuan lain di kota Medan sehingga masyarakat Batak yang beragama Kristen Protestan beramai-ramai beribadah di gereja HKBP Sudirman. Walaupun HKBP Sudirman sebenarnya merupakan gereja Batak Toba tetapi jemaatnya pada tahun 1954-1976 bukan hanya terdiri dari suku batak toba saja tetapi juga suku-suku batak yang lain seperti, Simalungun, Pak-pak dan Angkola yang pada tahun-tahun tersebut sudah berada di Medan. Pada tahun 1955 gereja HKBP di kota Medan dimekarkan menjadi 3 Ressort yaitu Resort Medan, Ressort Medan Timur dan Ressort Langkat. Ressort Medan yang dimaksud disini merupakan HKBP Sudirman.

33Ressort adalah gereja yang dijadikan sebagai pusat atau pegawas dari gereja-geraja pagaran yang belum dapat berdiri sendiri atau masih belum dapat mandiri.Biasanya gereja yang menjadi Ressort bertanggung jawab kepada gereja pagarannya dalam bidang memberikan pelayanan dan lain-lain.atau sering disebut ressort adalah himpunan dari sejumlah jemaat dari beberapa gereja HKBP.

Pemekaran ini terjadi untuk memaksimalkan pelayanan yang dilakukan terhadap jemaat-jemaat HKBP. Pada tahun 1956 dengan perkembangan jemaat HKBP di Medan yang semakin pesat, sehingga HKBP Sudirman meminta kepada Pusat HKBP di Pearaja untuk pembagian jemaat agar memaksimalkan pelayanan. HKBP Sudirman memutuskan untuk membagi jemaat berdasarkan wilayah atau tempat tinggal dari jemaat-jemaat HKBP Sudirman pada saat itu.Hal ini dilakukan agar jemaat dapat dengan mudah menjangkau dan menerima pelayanan dari gereja HKBP. Akhirnya HKBP Sudirman membagi jemaat tersebut dalam gereja-gereja pagaran, dimana gereja HKBP Sudirman masih menjadi pusat atau pengawas dari gereja-gereja pagaran tersebut hingga layak menjadi gereja HKBP yang mandiri dan dapat berdiri sendiri sebagai gereja HKBP yang seutuhnya. Adapun gereja-gereja pagaran dari HKBP Sudirman saat itu34adalah :

1. Simpang Limun 2. Padang Bulan 3. Martoba 4. Sukarame 5. Bangun sari 6. Sei putih 7. Pancur batu. 34 T.M Napitupulu,dkk, op.cit., hlm. 13.

Sesuai dengan hasil notulen sinode godang HKBP tanggal 28-30 November 1956, Ressort Medan kembali meminta agar di bentuk satu Distrik35 yang baru, yakni Distrik Medan-Aceh. Hal ini sebenarnya sulit diwujudkan sebab komunikasi Medan dengan Aceh sangat terbatas, tetapi karena Ressort Medan, Ressort Tanah Karo, dan Ressort Aceh meminta, akhirnya dipertimbangkan dalam Sinode tersebut dan diputuskan bahwa Ressort Medan, Ressort Tanah Karo, dan Ressort Aceh menjadi satu Distrik yang dinamakan Distrik Medan-Aceh. Tujuan dibentuknya Distrik Medan-Aceh disini supaya melihat pertumbuhan dari HKBP yang berada di wilayah Medan dan Aceh dan mempermudah proses pelayanan, karena untuk tugas pelayanan yang dilayani oleh pendeta pada tahun-tahun ini masih sangat sulit dan terbatas ini disebabkan HKBP belum memiliki pendeta yang cukup untuk melayani di setiap gereja HKBP yang telah ada di wilayah Medan dan Aceh. Karena pada tahun 1978 lah HKBP baru mendirikan sekolah pendeta sendiri.Pendeta-pendeta yang ada saat itu di sekolahkan oleh pihak HKBP ke luar negeri seperti Jerman dan Belanda.36

Tahun 1970 kantor Pusat Distrik Medan-Aceh berada di ruangan Konsistori HKBP Sudirman Medan. Tetapi setelah memiliki dana pada tahun 1975 kantor Pusat Distrik Medan-Aceh di bangun dijalan Uskup Agung Medan dekat Gereja HKBP lama yang dahulu. Pembangunan selesai dilaksanakan pada tahun 1978 sehingga

35

Distrik merupakan kumpulan dari beberapa Ressort gereja yang dibentuk dalam satu kesatuan yang wilayah pelayanannya sudah meluas ke wilayah-wilayah lain. Distrik biasanya di bentuk untuk mengetahui perkembangan HKBP dalam pembagian wilayah HKBP tersebut.

36

kantor Distrik pun pindah dari HKBP Sudirman. Jemaat di Distrik Medan-Aceh berdiri dan tumbuh berkembang oleh keseriusan usaha Pardonganon Mission Batak (PMB) yang selalu memperhatikan perpindahan orang Batak dari Daerah Tapanuli ke Medan. Pertumbuhan ini pun didukung atas usaha para penginjil yang pada umumnya oleh penetuah yang menjadi menjadi wakil guru jemaat.37

Berbicara mengenai minat, kita juga dapat melihat bagaimana wujud minat dari jemaat HKBP Sudirman saat gereja mereka pada tahun 1960 mengalami kerusakan di dinding atas depan gereja (di atas balkon). Jemaat HKBP Sudirman disini terlihat bahu-membahu untuk memperbaikin gereja tersebut.Panitia pembangunan gereja pun di fungsikan kembali untuk mengurus perbaikan gereja tersebut. Sementara dalam proses perbaikan jemaat kembali beribadah di gedung gereja HKBP yang lama. Sambil mengumpulkan dana untuk proses perbaikan gereja HKBP Sudirman Medan, berbagai cara dilakukan jemaat untuk mengumpulkan dana , dengan melakukan bazaar-bazar, penjualan barang-barang bekas milik jemaat, dan pengumpulan botol-botol bekas yang dilakukan oleh anak-anak sekolah minggu pada saat itu. Ini menunjukkan bahwa HKBP Sudirman sangat diminati oleh jemaat-jemaat pada saat itu sehingga apa pun dilakukan untuk memperbaiki dan mencukupkan dana perbaikan gereja HKBP Sudirman tersebut.38

37 Horion Parlindungan Sitompul, op.cit., hlm. 47.

38

Wawancara dengan Ibu Mery Pasaribu sebagai salah satu anggota jemaat di HKBP Sudirman Medan tanggal 18 April 2015 di gereja HKBP Sudirman Medan, mengenai sejarah berdirinya gereja HKBP Sudirman Medan.

Pada masa kepemimpinan Pdt. Binoni Napitupulu yaitu pada tahun 1970 memulai membangun perkantoran, rumah pendeta, serta gedung Sopo Godang. Hal yang menarik dari sini ialah pembangunan gedung Sopo Godoang dimana pembangunan gedung Sopo Godang ini tujuan awalnya adalah menjadikan gedung Sopo Godang tersebut sebagai wadah pertemuan, atau tempat rapat-rapat yang akan dilaksanakan di gereja, karena mengingat bahwa HKBP Sudirman pada masa itu sebagai pusat peribadahan dan juga sebagai pusat HKBP Medan dan Aceh sehingga harus menyediakan sarana untuk mempermudah proses anggota untuk melakukan perundingan-perundingan menyangkut urusan gereja dan pelayanan. Dalam proses pembangunan Sopo Godang fungsinya menjadi berubah, karena dalam proses pembangunan Sopo Godang tersebut, gereja melihat kebutuhan lain dari jemaat-jemaat HKBP Sudirman yaitu kebutuhan akan proses atau kegiatan kebudayaan yang dilakukan jemaat-jemaat HKBP Sudriman pada masa itu, sehingga muncullah pemikiran gereja untuk membangun sebuah wadah atau tempat untuk jemaat dan orang-orang Batak di kota Medan yang ingin melakukan kegiatan atau pesta-pesta adat.

Dalam proses pembangunan rumah pendeta, perkatoran, dan gedung Sopo Godang, jemaat kembali bahu-membahu untuk mewujudkan agar pembangunan ini cepat terselesaikan. Para jemaat pun mengadakan rapat untuk membahas mengenai dana untuk pembangunan tersebut sehingga diputuskan bersama pengumpulan dana dilakukan dengan cara, setiap jemaat yang sudah menjadi pegawai swasta ataupun pengawai negeri wajib menyumbangkan satu bulan gajinya untuk dana pembangunan

rumah Pendeta, Perkantoran dan Sopo Godang. Penyerahan sumbangan berupa gaji ini pun dapat dicicil selama satu tahun sehingga tidak memberatkan jemaat dan kepetusan ini di sambut baik oleh para jemaat dan turut mendukung terlaksananya program-program yang telah di rencanakan. Walaupun pengumpulan dana telah di usahakan oleh jemaat dan panitia, tetap saja mengalami kekurangan dana sehingga proses pembangunan memakan waktu yang lama, yaitu sampai enam tahun lamanya tepatnya tahun 1976 pembangunan ini dapat diselesaikan. Akhirnya rumah pendeta, gedung perkatoran dan Sopo Godang sudah selesai dibangun dan siap difungsikan.

3.3Gereja HKBP Sudirman Medan Sebagai Tempat Kegiatan Kebudayaan dan Sosial (1976-2000)

Hidup bermasyarakat dan hidup bergereja secara umum di Indonesia adalah dua hal yang sulit dipisahkan.Kebudayaan mempengaruhi hidup Kekristenan. Perlu disadari bahwa manusia tidak hidup sendiri di dunia dimana ia terikat dari segala nilai dan adat-istiadat dan tidak bisa berbuat apapun sesukanya, sebab sebagai mahluk yang tinggal di dunia ini, manusia selalu berinteraksi dengan keluarga, orang-orang di lingkungan hidup sekelilingnya, lingkungan pekerjaan, suku dan bangsa dengan kebiasaan dan tradisinya dimana ia dilahirkan, dan budaya religi turun-temurun dimana suku dan bangsa itu memiliki tradisi nenek-moyang yang kuat. Karena itu manusia tidak terbebas dari adat-istiadat.

Secara khusus dalam masyarakat suku Batak merupakan salah satu suku yang hingga kini masih memegang kuat adat-istiadat dalam kehidupan mereka. Itu sebabnya suku Batak terkenal dengan dua identitas: Kekristenan dan adat Batak yang ketat. Kedua identitas ini diwariskan dari orang tua secara turun-temurun dan dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat. Sama halnya dengan jemaat-jemaat HKBP Sudirman Medan yang jemaatnya merupakan orang-orang Batak yang memegang teguh adat-istiadat mereka walaupun mereka telah berada jauh dari kampung asal mereka. Gereja HKBP Sudirman selain sebagai Pusat Peribadatan juga di jadikan oleh jemaat sebagai tempat melakukan kegiatan sosial dan kegiataan adat-istiadat mereka. Hal ini dapat terlihat dengan keberadaan Sopo Godang HKBP Sudirman Medan yang berada di satu area dengan gereja HKBP Sudirman. Sopo Godang ini memiliki peranan yang penting menumbuhkan minat dari jemaat HKBP Sudirman Medan ataupun masyarakat Batak Medan untuk melihat HKBP Sudirman tidak hanya sebagai tempat peribadahan tetapi mendukung untuk kegiatan budaya.

Adapun Sopo Godang pada umumya berbentuknya empat persegi panjang menyerupai bentuk balok tetapi lebih kecil, terbuka dan tidak memiliki dinding, sedangkan tingginya lebih disesuaikan dengan bentuk bangunannya. Tapi jika kita melihat bentuk dari Sopo Godang yang berada di Medan tidak sama dengan Sopo Godang yang berada di kampung-kampung Batak, hal ini terjadi menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan fisik bangunan karena berada di kota. Fungsi Sopo Godang pada etnis Batak adalah tempat melakukan pesta-pesta adat-istiadat seperti perkawinan, partupolan, musyawarah adat, balai sidang keadilan, tempat

pertunjukan kesenian, tempat belajar adat, hukum, seni, kerajinan tangan serta ilmu lainnya, tempat bermalam musyafir dan lain-lain. Boleh dikatakan Sopo Godang ini adalah gedung serbaguna yang menampung segala kegiatan kemasyarakatan.

Sopo Godang HKBP Sudirman ini juga yang menjadi pelopor berdirinya Sopo Godang di kota Medan, baik di gereja-gereja maupun yang diusahakan secara pribadi. Ini merupakan salah satu alasan Sopo Godang HKBP Sudirman diminati oleh jemaat dan orang-orang Batak di kota Medan untuk melakukan acara adat. Pada tahun 1976 yang merupakan awal berdirinya Sopo Godang HKBP Sudirman masih sangat diminati oleh jemaat dan masyarakat Batak di Medan, karena pada masa itu masih Sopo Godang inilah tempat melakukan kegiatan adat-istiadat. Perlu diketahui sebelum adanya Sopo Godang biasanya masyarakat Batak mengadakan kegiatan adat-istiadat mereka di rumah-rumah sendiri atau kembali ke kampung halaman masing-masing. Biasanya jika kembali ke kampung halaman untuk melakukan adat-istiadat akan jauh lebih mahal dan kurang efektif, dan jika melakukan kegiatan adat-istiadat dirumah, biasanya sangat tidak kondusif dan tidak luas atau sempit. Oleh sebab itu jemaat dan masyarakat Batak di kota Medan lebih memilih berpesta di gedung Sopo Godang HKBP Sudirman ini.

Pada tahun 1980-an setelah semakin berkembangnya Sopo Godang lain di kota Medan. Yang jauh lebih besar dan lebih lengkap fasilitasnya dari Sopo Godang HKBP Sudirman, sehingga Sopo Godang ini mengalami penurunan minat bagi masyarakat Batak kota Medan, tetapi untuk anggota jemaat HKBP Sudirman sendiri masih tetap berminat untuk melakukan adat di Sopo Godang ini. Melihat semakin

tingginya persaingan, pihak gereja memperbaiki dan menambah fasilitas dari gedung Sopo Godang HKBP Sudirman ini, maka minat Jemaat dan masyarakat Batak kembali tinggi sehingga dalam proses penyewaan gedung Sopo Godang HKBP Sudirman ini, kita harus melakukan pemesanan jauh sebelum kegiatan atau pesta adat itu dilaksanakan biasanya enam bulan hingga satu tahun sebelum kegiatan atau pesta diadakan. Ini disebabkan karena banyaknya orang yang ingin berpesta di tempat ini, namun seiring dilengkapinya fasilitas Sopo Godang HKBP Sudirman dengan fasilitas yang baru, maka semakin tinggi pula lah harga sewa dari gedung Sopo Godang ini yang menimbulkan banyak anggapan jemaat dan masyarakat Batak di kota Medan, bahwa orang-orang yang melaksanakan pesta adat di Sopo Godang HKBP Sudirman, merupakan orang-orang yang memiliki ekonomi menengah keatas atau golongan orang kaya. Ada juga anggapan bahwa jika telah melakukan pesta adat-istiadat di Sopo Godang ini dapat menaikkan gengsi atau martabat dari orang-orang yang pernah melakukan kegiatan adat-istiadat disini.Hal-hal seperti yang telah dijelaskan diatas yang menunjukkan minat jemaat HKBP Sudirman terhadap Sopo Godang sebagai tempat melaksanakan kegiatan budaya khususnya budaya Batak.

3.4Konflik di antara Jemaat HKBP Sudirman dan Penyelesaiannya

Konflik dapat mempengaruhi minat seseorang atau kelompok terhadap apa yang sudah menjadi perhatian terhadap objek yang sudah disukainya. Sama halnya dengan konflik yang terjadi ditengah-tengah jemaat HKBP Sudirman Medan yang menyebabkan terpecahnya jemaat HKBP Sudirman sehingga mengurangi anggota

jemaatnya dan membentuk suatu kelompok jemaat yang baru dan memisahkan diri dari jemaat HKBP Sudirman Medan.

Konflik yang terjadi di jemaat HKBP Sudirman Medan yang menyebabkan jemaat menjadi terpecah.Konflik ini dimulai pada tahun 1996, terjadi karena adanya dualisme kepemimpinan yaitu Pendeta P.W.T Simanjuntak dengan Pendeta S.H Nababan untuk menjadi ephorus atau pimpinan tertinggi gereja HKBP pada saat itu.Keputusan sinode agung istemewa39 pada saat itu memutuskan Pendeta P.W.T yang menajadi Ephorus yang baru untuk memimpin HKBP.tetapi keputusan dari sinode godang ini, menimbulkan kericuhan hingga perpecahan di antara jemaat HKBP Sudirman saat itu. Jemaat yang menjadi pendukung dari Pendeta S.H Nababan akhirnya memisahkan diri dari jemaat HKBP Sudirman Medan, jumlah Jemaat yang memisahkan diri pada saat itu lebih kurang sekita 350 orang jemaat.

Jemaat yang memisahkan diri dari HKBP Sudirman Medan ini mengadakan ibadah di Sekolah Immanuel Medan. Semua pelayanan yang dulu dilakukan di HKBP Sudirman dilakukan juga oleh jemaat yang memisahkan diri tersebut di tempat

Dalam dokumen Hkbp Sudirman Di Kota Medan 1954-2000 (Halaman 19-109)

Dokumen terkait