• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEOR

2.4 MINERAL ZEOLIT

Istilah zeolite merujuk pada jaringan polimer anorganik tiga dimensi dari keluarga Kristal alumina silikat. Material ini terbentuk dari tetrahedral , yang saling berhubungan melalui penggunaan bersama atom oksigen. Stoikiometri zeolite dinyatakan dengan rumus umum,

� +[

�]−. � (1)

Dalam hal ini x menyatakan rasio atomic Si:Al. Kisi ekstra kation + seperti +, +, +, + dan [ ]+ diperlukan sebagai kompensasi muatan. Zeolit ditemukan secara alami, tetapi dapat pula disintesis secara hidrotermal dari campuran kuat sodium silikat, aluminium hidroksida, dan bahan organik. Rangka zeolite terbentuk melalui penggunaan bersama sudut − dan tetrahedral ditunjukkan pada gambar 2.2 berikut

Gambar 2.2 Struktur zeolit

Gambar 2.2 memperlihatkan struktur faujasite sebagai representasi dari zeolite-X dengan rasio Si:Al = 1, dan zeolite-Y dengan rasio Si:Al= 2.5. Pada gambar tersebut atom-atom Si dan Al terletak pada sudut-sudut puncak (vertices) dan atom-atom O menempati garis segmen yang menghubungkan puncak-puncak struktur.

Sintesis zeolite bergantung pada penggunaan material dasar yang sangat reaktif, pH, dan derajat saturasi yang tinggi. Material dasar yang demikian akan menghasilkan inti (nuclei) dalam jumlah yang banyak pada temperature yang relative rendah. Pada umumnya proses formasi zeolite dilakukan dengan teknik sol-gel. Salah satu prosedur formasi zeolite yang dapat dijelaskan sebagai berikut. Bahan yang mengandung Al dilarutkan di dalam larutan alkali tinggi sodium silikat dan membentuk gel alumina silikat gel. Kristalisasi umumnya dilakukan pada suhu antara 100-180 derajat celcius selama beberapa jam hingga beberapa hari. Selama proses tersebut fase amorf mengalami disolusi dan rekonstruksi secara terus- menerus hingga fase Kristal mulai tumbuh.

Kandungan silika di dalam zeolite merupakan parameter penting yang menentukan tingkat keasaman, rapat massa, dan daya tahan termal zeolite. Dewasa ini lempung alumina silikat banyak dipakai untuk memproduksi zeolite dengan kandungan silica yang tinggi. Sebagai contoh, sintesi zeolite A diperoleh dari prosedur hidrotermal kaolin (atau

Alu i iu Silikat

metakaolin) di dalam larutan alkali yang kuat dan direaksikan pada suhu 100 derajat celcius. Reaksi pembentukan zeolite ini diperlihatkan menurut persamaan berikut:

. . + → . . + (2)

Seperti yang akan dijelaskan kemudian, berbeda dengan geopolimer, sains zeolite telah berkembang sejak 40 tahun yang lalu, dan manufaktur dalam skala besar untuk menghasilkan resin pertukaran ion, saringan molekul, sorben, dan katalis dapat ditemukan di banyak tempat. Namun demikian, penggunaan atau aplikasi zeolite masih terbatas disebabkan oleh sifat mekaniknya yang buruk serta sangat sensitif terhadap tingkat keasaman lingkungan.

Penggunaan zeolit sebagai salah satu superadsorben menjadi satu alasan bagi para akademisi untuk memanfaatkannya sebagai salah satu bahan detektor atau sensor. Zeolit sering digunakan dalam penjernihan air dan gas, hal tersebut dilakukan zeolit sebagai adsorbent. Peranan zeolit dalam proses penjernihan ini dapat dilakukan karena zeolit memiliki karakteristik yang unik pada strukturnya. Zeolit merupakan batuan alam yang mengandung mineral alumunium silikat yang memiliki pori-pori.

Pori-pori dalam zeolit berukuran dari Å sampai Å. Contohnya zeolit A yang merupakan zeolit sintetik mempunyai ukuran rongga dengan diameter , Å. Faujasite dan modernite yang mempunyai ukuran pori dengan diameter masing-masing sebesar . Å . Å. Ukuran pori-pori tersebut membuat zeolit memiliki karakteristik seperti saringan alam dengan tingkat adsorbansi yang tinggi. Disamping itu, zeolit memiliki kemampuan untuk mengikat ion-ion positif (ion exchange) sehingga dalam proses penjernihan yang dilakukan oleh zeolit melalui dua karakteristik yang dimilikinya yaitu:

a. Penyerapan dengan menggunakan pori-pori zeolit b. Pertukaran ion dengan menggunakan interaksi antar ion

Aktivasi zeolit secara kimia dengan tujuan untuk membersihkan permukaan pori, membuang senyawa pengotor dan mengatur kembali letak atom yang dapat dipertukarkan. Proses aktivasi zeolit dengan perlakuan asam seperti HCl dan H2SO4 pada konsentrasi 0,1 N hingga 1 N menyebabkan zeolit mengalami dealuminasi dan dekationisasi yaitu keluarnya Al dan kation- kation dalam kerangka zeolit.

Ion exchange pada zeolit berkaitan pada absorbsi kimia yang memiliki interaksi kimia dengan permukaan katalis dengan partikel reaktan. Zeolit memiliki 2 sisi aktif yang bisa melakukan adsorbsi sekaligus perturakan ion. Sisi aktif tersebut adalah sisi aktif Bronsted dan sisi aktif Lewis. Dimana pada zeolit mekanisme Bronsted dan Lewis terjadi karena adanya donor proton dan aceptor proton. Secara reaksi kimia seperti dibawah ini

+ ⇌ � + � (3)

+ ⇌ −+ + (4)

Interaksi kimia ini akan membentuk sebuah interaksi antara kation dan anion yang akhirnya akan menunjukkan pertukaran ion (ion exchange). Umumnya, zeolit alam mengandung ion-ion logam golongan IA dan IIA seperti litium, natrium dan kalsium. Sehingga secara sistem periodik unsur keelektropositipan dari reaktan bisa bertukar kation dengan kation-kation yang terikat pada zeolit sehingga disebut sebagai pertukaran ion.

Aktivasi asam menyebabkan terjadinya dekationisasi yang menyebabkan bertambahnya luas permukaan zeolit karena berkurangnya pengotor yang menutupi pori-pori zeolit. Luas permukaan yang bertambah diharapkan meningkatkan kemampuan zeolit dalam proses penyerapan. Pada penelitian ini peneliti menggunakan H2SO4 untuk mengaktivasi zeolit alam yang bertujuan untuk membersihkan pori-pori zeolit. Meningkatnya

kemampuan penyerapan zeolit akan memungkinkan zeolit dalam menyerap jenis gas yang diuji.

Tingginya kandungan Al dalam kerangka zeolit menyebabkan kerangka zeolit sangat hidrofilik. Sifat hidrofilik dan polar dari zeolit ini merupakan hambatan dalam kemampuan penyerapannya. Proses aktivasi dengan asam dapat meningkatkan kristalinitas, keasaman dan luas permukaan. Setiap oksigen dalam ikatan ini cenderung akan mengikat + membentuk −atau gugus silanol yang bersifat polar. Ion hidrogen pada gugus hidroksil ini siap dipertukarkan dengan kation lain. Pada keadaan netral atau agak asam, dapat terjadi hidrolisis akan menyebabkan kenaikan pada pH dengan reaksi :

+ +(5)

Keadaan yang demikian akan menyebabkan kapasitas pertukarannya meningkat. Maka, dengan keadaan zeolit yang memiliki pori-pori dan ion- ion negatif dalam strukturnya membuat penulis memiliki hipotesa bahwa, zeolit mampu digunakan sebagai bahan pendeteksi gas-gas yang bersifat berbahaya.

Dalam penggunaannya, zeolit yang merupakan mineral alam dengan struktur framework tiga dimensi dan menunjukkan sifat penukar ion dan penyerapan sehingga menunjukkan potensi dalam pengolahan limbah gas. Dengan mengambil sifat penyerapannya, zeolit dapat digunakan untuk mengolah sekaligus mendeteksi logam dan beberapa jenis gas. Proses penyerapan zeolit ini yang menunjukkan adanya sebuah sistem saringan berlapis-lapis dalam struktur zeolit ini. Dalam situs resminya, BATAN (http://batan.go.id) merilis penggunaan zeolit dalam bidang proses industri sebagai berikut.

Berdasarkan sifat sorpsinya terhadap gas dan hidrasi molekul air, zeolit dapat digunakan untuk proses pengeringan pada berbagai produk industri. Molekul uap air dapat diserap sebanyak 8-10 gram dengan 100 gram klinoptiolit (jenis mineral zeolit) dibandingkan dengan 3 gram dan 1,2 gram oleh dan gel silikat dengan berat yang sama pada kondisi 1,33

atm dan . Zeolit klinoptiolit yang diaktivasi pada suhu −

selama 2-3 jam. Sebagai “drying agent” dari senyawa organic, zeolit juga dapat digunakan antara lain:

 Pada proses pemurnian metil khlorida dalam industri karet

 Pemurnian fraksi alkohol, metanol, benzena, xylen, LPG dan LNG pada industri petro-kimia

 Untuk hidrokarbon propellents-fillers aerosol untuk pengganti freons

 Penyerap klorin, bromin, dan fluorin

 Untuk menurunkan humiditas ruangan

Disamping itu, penggunaan zeolit dalam proses penyerapan beberapa jenis gas antara lain:

 Gas mulia antara lain Ar, Kr, dan gas Helium

 Gas rumah kaca seperti , , , , �

 Gas organic seperti , , , , termasuk pirogas dan fraksi etana/ etilen

 Pemurnian udara bersih yang mengandung Oksigen

 Campuran filter pada rokok

 Penyerapan gas dan penghilangan warna dari cairan gula pada pabrik gula

Atas beberapa penggunaan tersebut dalam bidang katalis, sorben zeolit biasanya digunakan akhir-akhir ini dalam industri petrokimia pada proses isomerisasi, hidro sulforisasi, hydrocracking, hidrogenasi, reforming, dehidrasi, dehidrogenasi, dan de-alkilasi, cracking paraffin, disportion toluene/ benzene dan xylene. Namun, penggunaan zeolit sebagai salah satu bahan pengisi dalam komposit masih jarang digunakan di Indonesia. Penggunaan zeolit sebagai pengisi dalam pembuatan komposit penyerapan gas dapat bermanfaat sebagai salah satu bentuk komposit pendeteksi jenis gas tertentu.

2.4.1 Adsorpsi Zeolit

Dalam proses pendeteksian, mineral zeolit mengambil proses berupa pori- pori zeolit yang mampu bersifat adsorpsi. Adsorpsi adalah proses dimana molekul-molekul fluida menyentuh dan melekat pada permukaan padatan (Nasruddin, 2005). Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul-molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekul-molekul tadi mengembun pada permukaan padatan tersebut (Suryawan, Bambang 2004). Walaupun adsorpsi biasanya dikaitkan dengan perpindahan dari suatu gas atau cairan kesuatu permukaan padatan, perpindahan dari suatu gas kesuatu permukaan cairan juga terjadi. Substansi yang terkonsentrasi pada permukaan didefenisikan sebagai adsorbat dan material dimana adsorbat terakumulasi didefenisikan sebagai adsorben (Hines, A.L dan Robert N. Maddox, 1985).

Zeolit merupakan salah satu material yang memiliki kemampuan mekanisme adsorpsi. Proses adsorpsi pada zeolit melalui pori-pori tersebut mengalami mekanisme bersentuhan sehingga terjadi suatu keadaan yang disebut dengan adsorp dan desorp. Mineral zeolit mampu untuk dikembalikan kepada keadaan awal. Yaitu dengan cara memberikan temperatur yang tinggi sehingga partikel-partikel dalam pori-pori dapat dibersihkan dan menjadi zeolit aktif kembali.

Menurut Ferdinan Delesev Ginting, Proses adsorpsi dapat berlangsung jika suatu permukaan padatan dan molekul-molekul gas atau cair, dikontakkan dengan molekul-molekul tersebut, maka didalamnya terdapat gaya kohesif termasuk gaya hidrostatik dan gaya ikatan hidrogen yang bekerja diantara molekul seluruh material. Gaya- gaya yang tidak seimbang pada batas fasa tersebut menyebabkan perubahan-perubahan konsentrasi molekul pada interface solid/ fluida. Untuk mengetahui karakteristik yang terjadi dalam proses adsorpsi dapat diilustrasikan dengan gambar 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3 Proses Adsorpsi Zeolit

Padatan berpori yang menghisap (adsorption) dan melepaskan

(desorption) suatu fluida disebut adsorbent. Molekul fluida yang dihisap

tetapi tidak terakumulasi/ melekat kepermukaan adsorben disebut

adsorptive, sedangkan yang terakumulasi/ melekat disebut adsorbat.

Padatan berpori dalam hal ini adalah mineral alumunium silikat yang disebut dengan zeolit. Fenomena penyerapan oleh zeolit terutama disebabkan karena adanya gaya Van der Waals dan gaya hidrostatik sehingga atom yang diserap berada di permukaan sehingga tidak terjadi yang dinamakan dengan ikatan kimia. Proses penyerapan tanpa menghasilkan reaksi atau ikatan kimia ini disebut dengan adsorpsi fisika. Pada penelitian ini, adsorpsi fisika berupa partikel-partikel gas memasuki pori-pori zeolit tanpa menghasilkan reaksi atau ikatan kimia. Pada dasarnya zeolit merupakan adsorben yang mengadsorpsi secara fisik. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang mempengaruhi adsorpsi secara perpindahan kalor dan perpindahan massa.

2.4.2 Faktor yang mempengaruhi adsorpsi

Pori-pori yang digunakan dalam proses penyerapan memiliki peranan penting, hal tersebut tampak pada gambar 2.3 yaitu dengan adanya

Desorp/ melepaskan Adsorbate

Adsorp/ menghisap Adsorptiv

hubungan penyerapan dan pori-pori. Pori-pori pada zeolit seperti yang telah diterangkan sebelumnya berkisar antar Å − Å memiliki pengaruh dalam proses penyerapan. Secara fisikal, proses penyerapan ini tentunya dipengaruhi oleh adanya luasan dari pori-pori tersebut. Interaksi seperti gaya van der waals yang terjadi. Oleh karena itu, daya adsorpsi dipengaruhi oleh tiga faktor seperti yang diterangkan oleh Ferdinan Delesev Ginting (Bah et al, 1997 dan Suryawan, Bambang 2004) yaitu:

1. Tekanan (P), tekanan yang dimaksud adalah tekanan adsorbat. Kenaikan tekanan adsorbat dapat menaikkan jumlah yang diadsorpsi.

2. Temperatur Absolut (T), temperatur yang dimaksud adalah temperature adsorbat. Pada saat molekul-molekul gas atau adsorbat melekat pada permukaan adsorben akan terjadi pembebasan sejumlah energi yang dinamakan dengan peristiwa eksotermis. Berkurangnya temperatur akan menambah jumlah adsorbat yang teradsoprsi demikian juga untuk peristiwa sebaliknya.

3. Interaksi Potensial (E), interaksi potensial antara adsorbat dengan dinding adsorben sangat bervariasi, tergantung dari sifat adsorbat-adsorben.

Disamping itu, faktor internal dari material adsorben juga berpengaruh dalam proses penyerapan. Hal tersebut berdampak pada kemampuan material dalam menghasilkan bentuk interaksi dalam proses penyerapan. Oleh karena itu, material adsorbent selalu digunakan dalam bentuk kemurnian yang tinggi. Proses pemurnia dengan cara tinggi dapat dilakukan secara fisikal dan kimiawi. Dalam prosesi fisikal dapat dilakukan dengan proses aktivasi dengan menggunakan suhu atau temperatur yang tinggi. Sedangkan dalam proses kimiawi dilakukan dengan cara menambahkan zat berupa pengasaman dalam proses pemurnian material adsorben dalam penelitian ini. Hal ini merujuk pada penyerapan adsorben dipengaruhi oleh volume yang dipakai, dan luas permukaan yang spesifik, sehingga karakteristik yang dibutuhkan untuk adsorpsi yang baik, yaitu:

1. Luas permukaan adsorben. Semakin besar luas permukaan maka semakin besar pula daya adsorpsinya karena proses adsorpsi terjadi pada permukaan adsorben. Yaitu, pada pori- pori permukaan adsorben.

2. Tidak ada perubahan volume yang berarti selama proses adsopsi dan deadsorpsi

3. Kemurnian adsorben. Adsorben yang memiliki tingkat kemurnian tinggi, daya adsorpsinya lebih baik.

4. Jenis/ gugus fungsi atom yang ada pada permukaan adsorben. Sifat-sifat atom di permukaan berkaitan dengan interaksi molekul antara adsorbat dan adsorben yang lebih besar pada adsorbat tertentu1

2.5 MATERIAL KOMPOSIT POLIMER ZEOLIT

Material komposit zeolit merupakan material yang dibuat dalam penelitian ini dengan tujuan mendapatkan dua sifat dari polimer terkonjugasi dan sifat penyerapan dari zeolit. Pembuatan material komposit polimer zeolit dilakukan dengan melarutkan matrix PEG 6000 menggunakan aquadest kemudian dicampur dengan zeolit yang telah disediakan. Matrix PEG 6000 ini selain berfungsi sebagai pengikat juga berfungsi sebagai polimer terkonjugasi.

Material komposit polimer-zeolit dapat didefenisikan sebagai material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material yang dalam proses pembentukannya melalui pencampuran yang tidak homogen. Artinya, sifat dari masing-masing material yang dikombinasi memiliki sifat yang berbeda. Dalam penelitian ini, zeolit yang merupakan mineral aluminum silikat yang karakteristiknya seperti batu-batuan alam diambil sifat penyerapan dari zeolit. Disamping, itu zeolit yang digunakan sebagai bahan pengisi pada komposit polimer-zeolit ini, juga merupakan senyawa yang

mampu diaktivasi kembali. Sedangkan pada PEG 6000 digunakan sebagai matrix yang juga memiliki karakteristik sebagai polimer terkonjugasi.

2.6 SENSOR

Dalam penggunaannya, sensor seringkali dijadikan sebagai device utama dalam mendesain sebuah sistem. Sinyal analog yang dikonversikan ke dalam sinyal digital merupakan syarat awal dalam fabrikasi sensor. Sehingga, dalam proses fabrikasinya kemampuan dalam sifat analog digital converter. Oleh karena itu, dalam fabrikasi sensor ada tujuh karakteristik yang diperlukan untuk memenuhi syarat suatu material dikatakan sensor.

2.6.1 Sensor dan karakteristik

Sensor merupakan device yang digunakan untuk mentransformasi sifat-sifat fisika menjadi sinyal elektrik. Atau dapat dikatakan sensor mampu meng- konversi sinyal-sinyal analog ke dalam sinyal digital. Sinyal analog yang didapat dari sensor berasal dari pergerakan elektron ketika sensor tersebut diberikan suatu ekspos.

Tom Kenny menuliskan syarat-syarat tertentu dalam meng-karakteristik suatu material dikatakan sensor yaitu:

 Fungsi transfer menunjukkan hubungan fungsional antara sinyal input fisik dan sinyal keluaran listrik. Biasanya hubungan ini digambarkan sebagai grafik yang menunjukkan hubungan antara input dan output sinyal yang diberikan pada sensor yang kemudian rincian dari hubungan fungsi transfer tersebut mungkin merupakan deskripsi lengkap tentang karakteristik sensor.

 Sensitivitas. Sensitivitas didefinisikan dalam hal hubungan antara sinyal input fisik dan sinyal keluaran listrik. Hal ini umumnya rasio antara perubahan kecil dalam sinyal listrik untuk perubahan kecil dalam sinyal fisik. Dengan demikian, maka dapat dinyatakan sebagai turunan dari

fungsi transfer sehubungan dengan sinyal fisik seperti tegangan dan hambatan.

Span atau Dynamic Range. Merupakan interval sinyal input yang dapat

dikonversikan ke sinyal listrik oleh sensor disebut dengan Dynamic

Range. Sinyal di luar kisaran ini menyebabkan ketidaktelitian tidak

dapat diterima besarnya. Rentang atau jangkauan yang dinamis biasanya ditentukan oleh pemasok sensor sebagai rentang di mana karakteristik kinerja lainnya.

 Akurasi atau Ketidakpastian. Ketidakpastian secara umum didefinisikan sebagai kesalahan terbesar yang diharapkan antara sinyal output aktual dan ideal.

 Histeresis. Beberapa sensor tidak kembali ke nilai output yang sama ketika stimulus input ke atas atau bawah. Lebar dari kesalahan yang diharapkan dari segi kuantitas yang diukur didefinisikan sebagai histeresis.

 Nonlinieritas. Merupakan deviasi maksimum dari fungsi transfer linier selama rentang dinamis yang ditentukan. Ada beberapa ukuran untuk kesalahan ini. Yang paling umum adalah membandingkan fungsi transfer aktual dengan garis lurus terbaik, yang terletak di antara dua garis sejajar yang mencakup fungsi transfer keseluruhan selama rentang dinamis tertentu perangkat.

 Noise. Semua sensor menghasilkan beberapa output suara di samping sinyal keluaran. Dalam beberapa kasus, noise dari sensor berasal dari noise-noise yang ada pada komponen elektronik, atau kurang dari fluktuasi sinyal fisik, dalam hal ini tidak penting.

Cahaya, tekanan, thermal, gas, adalah beberapa contoh ekspose yang sering diberikan terhadap sensor tersebut. Dalam metode fabrikasi sensor, suatu device dapat dikatakan sensor adalah apabila device tersebut memiliki 2 hal penting sebagai penyusunnya yaitu substrat dan layar aktif. Layar aktif merupakan jantung suatu material sensor.

Pada saat sekarang ini, sensor difabrikasi dengan menggunakan teknologi nano yang dapat menghasilkan kualitas sensor yang baik. Namun, proses fabrikasi tersebut memakan banyak biaya sehingga para peneliti dituntut untuk menghasilkan sensor yang memiliki kualitas yang baik. Fabrikasi sensor sampai saat ini telah berkembang dengan pesat. Berikut beberapa metode yang sering digunakan dalam proses fabrikasi sensor.

 Electro chemical deposition.

 Dip-Coating.

 Spin-Coating.

 Langmuir-Blodgett.

 Layer by Layer self-assembly

 Thermal evaporation.

 Vapor Deposition Polymerization.

 Drop-Coating.

 Chemical Vapour Deposition.

Dengan begitu banyaknya metode fabrikasi sensor, maka telah begitu banyak pengembangan dalam pembuatannya. Pada umumnya, metode yang paling sering dan mudah digunakan adalah metode Drop Coating. Metode ini merupakan salah satu metode yang mudah dan efektif sehingga dapat dilakukan. Untuk itu, penulis pada tulisan ini mengutamakan metode pembuatan sensor menggunakan metode drop coating.

Kemampuan zeolit dalam menyerap beberapa jenis gas membuat mineral aluminium silikat dapat dijadikan sebagai layar aktif dalam metode pembuatan sensor. Zeolit ini nantinya akan dilapisi secara drop coating ke

substrate tembaga yang ada pada papan PCB (Printed Circuit Board).

Huai Bai et all, menyatakan metode analisis senyawa organik yang penting, seperti benzena, toluena dan beberapa senyawa organik yang mudah menguap lainnya tidak reaktif pada suhu kamar dan dalam kondisi

ringan. Oleh karena itu, sulit untuk dideteksi oleh reaksi kimia sehingga dilakukan pendeteksian dengan polimer. Dengan bentuk struktur yang berulang, maka zeolite yang juga polimer mampu berinteraksi dengan senyawa-senyawa tersebut. Namun, senyawa tersebut mungkin memiliki interaksi fisik lemah dengan polimer sehingga terjadi proses penyerapan. Hal tersebut mengakibatkan pembengkakan/ efek swelling pada matriks polimer. Interaksi ini tidak mengubah tingkat oksidasi pada polimer, tetapi juga dapat mempengaruhi sifat-sifat bahan penginderaan dan membuat gas terdeteksi. Pelapisan komposit ditunjukkan pada gambar 2.4 berikut:

Gambar 2.4 Pelapisan Komposit Polimer-Zeolit

Sesuai dengan gambar di atas, maka proses deteksi gas-gas tertentu akan dapat dilakukan dengan adanya muatan listrik yang dialirkan. Bartlett’s group menyajikan model dasar untuk sensor gas polimer yang terdiri dari film tipis polimer yang uniform dilapisi di atas sepasang elektroda Coplanar serta didukung oleh substrat isolasi. Oleh karena itu, kemampuan zeolit sebagai adsorbent akan dipengaruhi oleh gas-gas yang diserap sehingga tegangan pada mula-mula akan berubah seiring dengan jumlah dan jenis gas yang diserap.

Atas dasar itu maka penulis melakukan penelitian ini dalam rangka memanfaatkan zeolit yang merupakan batu-batuan alam yang banyak dijumpai di Indonesia untuk dijadikan sebagai sensing materials.

2.6.2 Preparasi layar aktif dan komposit polimer

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa, pada penelitian ini zeolit yang juga merupakan salah satu polimer dengan gugus rantai

alumunium silikat dapat digunakan dengan sebagai layer aktif. Hal tersebut dibuktikan dengan kemampuan zeolit yang mampu menyerap gas dan sifat- sifat listrik dipengaruhi oleh gas yang dilewati. Sifat tersebut berupa kemampuan menyerap gas, kemampuan inilah yang dijadikan peneliti sebagai layer aktif yang merupakan bagian penting pada karakterisasi sensor dengan menggunakan drop coating.

2.6.3 Prinsip Sensing Zeolit

Perbandingan jumlah alumunium dan silikon dalam struktur zeolit biasanya dapat secara efektif disesuaikan, dan dengan mengubah perbandingan jumlah alumunium dan silikon pada zeolit, kapasitas pertukaran ion dan konduktivitas, interaksi antara zeolit dengan molekul teradsorpsi, dan memodifikasi sifat hidrofilik atau hidrofobik membuat struktur dan sifat zeolit berubah. Beberapa interaksi tersebut dapat memberikan asumsi bahwa zeolit berinteraksi dengan suatu senyawa sebagai adsorbent dan prinsip pertukaran ion. Artinya, dengan dua kemampuan zeolit tersebut, sifat sensing zeolite yang berasal dari adsorbent dapat digunakan sebagai layer aktif untuk sensor yang akan dibuat.

Dokumen terkait