TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Minyak Atsiri
Dalam tumbuhan, kebanyakan senyawa-senyawa yang beraroma dihasilkan melalui jalur metabolisme sekunder. Terpen merupakan persenyawaan hidrokarbon
tidak jenuh yang molekulnya tersusun dari unit isoprene (C5H8). Unit Isopren
berkondensasi dengan persambungan kepala ke ekor isopentenil pirofosfat dan dimetil pirofosfat menghasilkan terpen dalam tumbuhan.
Isoprene (C5) Satuan isopenten
Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu terdapat pada fraksi minyak atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi, harum atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah – rempah serta sebagai senyawa citarasa dalam industri makanan. Monoterpen dan sekuiterpen merupakan komponen utama dari banyak minyak atsiri yang digunakan sebagai cita rasa dan
pewangi. Monoterpen dan seskuiterpen dapat dipilah-pilah berdasarkan kepada kerangka karbon dasarnya. Yang umum adalah asiklik (misalnya graniol dan fanesol), monosiklik (misalnya limonene dan bisabolena), bisiklik (misalnya α dan β-pinena). Dalam setiap golongan monoterpen dan seskuiterpen bisa terdapat senyawa hidrokarbon tak jenuh atau keton.
Minyak atsiri dapat diperoleh melalui ekstraksi tumbuh – tumbuhan yakni dari daun, bunga, akar, dan kulit kayu. Biasanya tumbuhan penghasil minyak atsiri tumbuh liar atau dibudidayakan dan biasanya tumbuhan itu berarti wangi.
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent taste), beraroma wangi sesuai dengan aroma tumbuhan penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organic dan tidak larut dalam air.Minyak atsiri itu berupa ciran jernih,tidak berwarna, tetapi selama penyimpanan akan mengental dan berwarna kekuningan atau kecoklatan. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh oksidasi dan resinifikasi (berubah menjadi dammar atau resin). Untuk mencegah atau memperlambat proses oksidasi dan resinifikasi tersebut, minyak atsiri harus dilindungi dari pengaruh sinar matahari yang dapat merangsang terjadinya oksidasi dan oksigen udara yang akan mengoksidasi minyak atsiri, (Koensoemardiyah,2010).
2.3.1. Sumber Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil akhir proses metabolisme sekunder dalam tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain termasuk family
Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauranceae, Myrataceae, rutaceae, Piperaceae, Zingiberaceae, Umbelliferae, dan Gramineae. Minyak atsiri terdapat pada setiap bagian tumbuhan yaitu di daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, akar dan rhizome (Ketaren, 1985). Minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri tertera dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Sumber-sumber Minyak Atsiri
Nama Minyak Tanaman Penghasil Bagian Tanaman
Negara Asal
Sereh wangi Cymbopogon nardus R Daun Srilanka
Nilam (patchouli) Pogostemon cablin Benth Daun Malaysia, Indonesia Kayu Putih (cajuput) Melaleuca Leucadenron Daun Indonesia Sereh dapur (lemon grass)
Cymbopogon citrates Daun Madagaskar,
Guetemala
Lada (pepper) Piper nigrum L Daun/buah India Timur,
Cina, Srilanka Kenanga (cananga) Cananga odorata Hook Bunga Indonesia
Cengkeh (clove) Caryophyllus Bunga Zanzibar,
Indonesia, Madagaskar
Lavender Lavandula offcinalis
Chaix
Bunga Perancis,
Rusia
Mawar (rose) Rosa alba L Bunga Bulgaria,
Turki
Melati (jasmine) Jasminumofficinale Bunga Perancis
selatan Kapolaga
(cardamom)
Elettaria cardamomun Biji India,
amerika
Seledri (celery seed) Apium graveolen L Biji Inggris, India
Sitrun (lemon) Citrus medica Buah/Kulit
Buah
Kalifornia
Adas (fennel) foeniculum fulgares
Mill Buah/Kulit Buah Eropah, tengah, Rusia Akar wangi (Vetiver) Vetiveria zizanioides stap Akar/rhizoma Indonesia, Lousiana
Kunyit (Turmeric) Curcuma longa Akar/rhizoma Amerika
selatan
Jahe (ginger) Zingiber officinale
Roscoe Akar/rhizoma Jamaika “Camphor” Cinnamomun Camphora L Batang/kulit buah Formosa, Jepang
2.3.2. Penggunaan Minyak Atsiri
Penggunaan minyak atsiri dan bahan kimia volatil untuk tujuan pengobatan, kosmetik serta wangi – wangian telah dikenal dalam masyarakat sejak zaman purba. Dan kini ada kecenderungan untuk kembali ke penggunaan bahan – bahan alam, antara lain karena minyak atsiri dapat larut dalam lemak yang terdapat pada kulit, dapat diabsorbsi kedalam aliran darah, dan mempunyai kompabilitas dengan lingkungan (dapat mengalami biodegradasi dan merupakan bagian dari kesetimbangan ekosistem selama ribuan tahun) (Rojat, dkk, 1996).
Minyak atsiri merupakan sumber dari aroma kimia alami yang dapat digunakan sebagai komponen flavor dan fragrance alami dan sebagai sumber yang penting dari struktur stereospsesifik enansiomer murni yang biosintesisnya lebih murah dibandingkan dengan proses sintesis (Lawrence dan Reynold, 1992).
Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri,
misalnya industri parfum, kosmetik, “essence”, industri farmasi dan “flavoring
agent”. Dalam pembuatan parfum dan wangi-wangian, minyak atsiri tersebut
berfungsi sebagai zat pengikat bau (fixative) dalam parfum, misalnya minyal nilam,
minyak akar wangi dan minyak cendana. Minyak atsiri yang berasal dari rempah-rempah, misalnya minyak lada, minyak kayu manis, minyak jahe, minyak cengkeh, minyak ketumbar, umumnya digunakan sebagai bahan penyedap (flavoring agent) dalam bahan pangan dan minuman (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri ini selain memberikan aroma wangi yang menyenangkan juga dapat membantu pencernaan dengan merangsang system saraf skresi, sehingga akan meningkatkan skresi getah lambung yang mengandung enzim hanya oleh stimulus aroma dan rasa bahan pangan. Selain itu juga dapat merangsang keluar cairan getah sehingga rongga mulut dan lambung menjadi basah.
Beberapa jenis minyak atsiri digunakan sebagai bahan antiseptik internal atau eksternal, bahan analgesik, haelitik atau sebagai antizimatik sebagai sedatif dan stimulant untuk obat sakit perut. Minyak atsiri mempunyai sifat membius, merangsang atau memuakkan (Guenther, 1987).
2.3.3. Cara Memproduksi Minyak Atsiri
Komponen minyak atsiri dalam tumbuhan terdapat dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga diperlukan bahan awal yang besar jumlahnya untuk memperoleh minyak atsiri yang memadai jumlahnya untuk diteliti. Ada beberapa metode untuk mendapatkan minyak atsiri antara lain:
a. Metode Penyulingan (Destilasi)
Bahan yang mengandung minyak atsiri dapat diperoleh dengan metode penyulingan (Bradesi, dkk, 1997). Bahan untuk penyulingan biasanya diambil pada pagi hari secepat mungkin setelah embun menghilang (Douglas, 1979). Ada tiga metode penyulingan yang digunakan dalam industry minyak atsiri, yaitu:
1. Penyulingan dengan air (hydrodistillation)
2. Penyulingan dengan air dan uap (hydro and steam distillation)
3. Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation)
Perbedaan antara distilasi uap langsung dengan hidrodistilasi adalah pada distilasi uap langsung tidak terjadi kontak langsung antara sampel dengan air, sedangkan hidrodistilasi sampelnya dicelupkan ke dalam air mendidih (Chalchat dan Garry, 1997).
Dalam setiap metode penyulingan bahan tumbuhan, baik dengan penyulingan uap, penyulingan air dan uap atau penyulingan air minyak atsiri hanya dapat diuapkan jika kontak langsung dengan uap panas. Minyak dalam jaringan tumbuhan mula-mula terekstraksi dari kelenjar tanaman dan selanjutnya terserap pada permukaan bahan melalui peristiwa osmosis (Guenther, 1987). Lamanya penyulingan yang dilakukan pada setiap tumbuhan tidak sama satu dengan yang lain tergantung pada mudah atau tidaknya minyak atsiri tersebut menguap, dua sampai delapan jam tersebut secara maksimal.
Metode penyulingan air banyak diterapkan di negara-negara berkembang karena alatnya yang cukup sederhana dan praktis. Beberapa bahan lebih baik disuling dengan penyulingan air, misalnya bunga mawar (Boelens dan Boelens, 1997). Bahan tersebut akan menggumpal jika disuling dengan uap, sehingga uap tidak dapat
berpenetrasi kedalam bahan, uap hanya akan menguapkan minyak atsiri yang terdapat dipermukaan gumpalan. Tetapi metode penyulingan ini juga mempunyai kelemahan, yaitu adanya penggunaan suhu yang tinggi (Pino, dkk, 1997) yang dapat mengakibatkan dekomposisi minyak (hidrolisis ester, polimerisasi dll).
b. Maserasi dengan Lemak/Minyak
Kebanyakan bahan flavor bersifat larut dalam lemak atau minyak, tetapi mempunyai range polaritas yang lebar. Minyak dapat bertindak sebagai pelarut dan merupakan medium yang dapat melindungi bahan yang mudah menguap. Lemak/minyak mempunyai daya absorbsi yang tinggi dan jika dicampur dan kontak dengan bunga yang beraroma wangi, maka lemak akan mengabsorbsi minyak yang dikeluarkan oleh bunga tersebut. Pada akhir proses, minyak dari bunga tersebut diekstraksi dari lemak dengan menggunakan alkohol dan selanjutnya alkohol dipisahkan (Guenter, 1987).
c. Ekstraksi dengan Pelarut Menguap
Metode lain yang dapat digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri adalah dengan menggunakan metode ekstraksi pelarut menguap. Contoh pelarut yang
digunakan adalah dietil eter untuk mengekstraksi daun Citrus aurantium. Dan pelarut
ini juga digunakan dalam mengekstraksi minyak Rhizome dari Curcuma ochrorhiza
Val dan lain-lain.
Jika dibandingkan dengan mutu minyak bunga hasil penyulingan, maka minyak hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut lebih mendekati aroma bunga alamiah, namun demikian metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu kesulitan penghilang residu pelarut dari ekstrak (Pino, dkk, 1997).
d. Ekstraksi dengan Karbon Dioksida Superkritis
Ekstraksi dengan karbon dioksida superkritis pada prinsipnya didasarkan pada
CO2 dimasukkan kedalam ekstraktor berupa labu yang diberi tekanan dan temperatur
yang telah diatur, kemudian CO2 dipompa kedalam separator pada tekanan dan
temperatur yang rendah, yang kemudian masuk kedalam tangki ekstraksi. Kelebihan CO2 dimurnikan kembali didalam bejana terisi arang (Charcoal trap).
Keuntungan dari metode ini antara lain adalah tidak menggunakan pelarut yang beracun, biaya murah, mampu mengisolasi senyawa termolabil tanpa diikuti denaturasi karena dilakukan pada temperatur rendah, juga kemungkinan untuk memperoleh produk baru dengan komposisi yang biasanya diperoleh dengan teknik destilasi ( Pino, 1997 ). Namun demikian metode ini juga mempunyai kekurangan yaitu dalam hal penentuan kondisi untuk ekstraksi minyak atsiri dari tumbuhan tertentu (Boelens dan Boelens, 1997).
2.3.4. Penyimpanan Minyak Atsiri
Pada proses penyimpanan minyak atsiri dapat mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh berbagai proses, baik secara kimia maupun secara fisika. Biasanya kerusakan disebabkan oleh reaksi-reaksi yang umum seperti oksidasi, resinifikasi, polimerisasi, hidrolisis ester dan interaksi gugus fungsional. Proses tersebut dipercepat (diaktivasi) oleh panas, adanya udara (oksigen), kelembaban, serta dikatalis oleh cahaya dan pada beberapa kasus kemungkinan dikatalis oleh logam (Guenther, 1987).
Minyak atsiri yang mengandung kadar terpen tinggi mudah mengalami kerusakan oleh proses oksidasi terutama oleh proses esterifikasi. Terpen dan turunannya biasanya mengandung atom karbon tidak jenuh, karena itu dengan adanya oksigen bisa menyebabkan pemecahan atau penataulangan dari terpen.
Sebelum penyimpanan minyak atsiri harus dibebaskan dari air, karena air merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kerusakan minyak atsiri. Penghilangan air dapat dilakukan dengan menambah natrium sulfat anhidrus, disusul dengan pengocokan, kemudian didiamkan beberapa lama, kemudian disaring. Kemudian disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kamar dan terlindungi
dari cahaya. Penyimpanan minyak dalam jumlah yang kecil sangat baik dilakukan memakai botol atau gelas berwarna gelap, sedangkan dalam jumlah yang besar dapat disimpan dalam drum yang dilapisi dengan timah atau bahan yang tidak bereaksi dengan minyak atsiri. Penyemprotan gas karbon dioksida atau nitrogen kedalam drum sebelum ditutup akan menghilangkan gas oksigen dari permukaan minyak, sehingga minyak terlindungi dari kerusakan akibat oksidasi (Guenther, 1987).