• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Kondisi Umum Perumnas Bantar Kemang

4.2.4. Minyak dan Lemak

Pada penelitian ini terlihat bahwa kandungan minyak dan lemak sampling pertama pada hampir seluruh titik pengambilan sampel lebih tinggi dan berada di luar ambang batas yang ditetapkan Kepmen LH Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik yakni 10 mg/l. Hasil pengamatan terhadap kandungan minyak dan lemak di setiap titik sampling pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Konsentrasi minyak dan lemak tiap titik pengambilan sampel

Hal ini disebabkan kegiatan memasak di Perumnas Bantar Kemang umumnya dilakukan pada pagi hari. Konsumsi minyak dan lemak oleh masyarakat Perumnas Bantar Kemang dapat dikatakan masih tinggi. Minyak dan lemak pada air limbah diduga berasal dari penggunaan minyak goreng, minyak ikan, daging dan biji-bijian (Sugiharto, 1987). Sugiharto (1987) menjelaskan lebih lanjut adanya minyak dan lemak perlu diwaspadai, mengingat minyak dan lemak akan melapisi/menutup permukaan air, sehingga aktivitas biologis yang terjadi pada perairan akan terganggu. Selain itu minyak dan lemak ini di dalam perairan juga akan menurunkan estetika perairan, serta akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam perairan.

4.2.5. Deterjen

Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa seluruh stasiun memiliki konsentrasi deterjen yang tinggi, tetapi konsentrasi deterjen dalam perairan juga tidak diatur pada Kepmen LH Nomor 112 Tahun 2003 tentang limbah domestik. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) No. 82/2001 tentang pengelolaan air dan pengendalian pencemaran air kelas tiga, deterjen memiliki ambang batas 0.2 mg/l (Gambar 8).

Gambar 8. Konsentrasi deterjen tiap titik pengambilan sampel

Konsentrasi deterjen yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga Perumnas Bantar Kemang dapat dikatakan sangat tinggi. Konsentrasi deterjen ini perlu diperhatikan, karena bahan dasar deterjen berupa fosfat, dapat menyuburkan perairan hingga mengakibatkan tingginya kandungan fosfat terutama pada badan perairan penerima, mengingat fosfat salah satu pemicu dalam eutrofikasi (Sawyer dkk, 1994; Fardiaz, 1992). Heath (1987) dan Manahan (1994) menambahkan kandungan surfaktan dalam deterjen saat ini berbentuk LAS (linear alkyl sulfonate) lebih mudah terdegdradasi, tetapi dalam bentuk sebelum terdegradasi, surfaktan LAS empat kali lebih beracun pada ikan dibandingkan surfaktan bentuk lama (ABS, alkyl benzen sulfonate).

4.2.6. Suhu

Dari hasil pengamatan kisaran suhu antara 26.04 – 29.31°C (Gambar 9). Suhu terendah terdapat pada stasiun 8 saat sampling pertama dan suhu tertinggi terdapat pada stasiun 6 waktu sampling kedua.

Gambar 9. Rata-rata suhu tiap stasiun pengamatan

Fluktuasi suhu yang terjadi pada setiap stasiun diduga karena pengaruh dari intensitas penyinaran dari matahari dan masuknya bahan lain dari kegiatan rumah tangga yang masuk ke dalam perairan. Dalam hal ini pada pagi hari suhu relatif rendah sesuai dengan intensitas sinar matahari yang rendah. Pada siang hari terjadi peningkatan suhu, karena intensitas sinar matahari pada siang hari yang tinggi dan pada sore hari menurun seiring dengan menurunnya intensitas sinar matahari.

Semakin jauh dari perumahan menuju outlet (stasiun 6) terdapat indikasi terjadi peningkatan suhu. Hal ini disebabkan semakin jauh dari rumah, semakin banyak terkumpul bahan organik, sehingga penguraian bahan organik semakin tinggi, sehingga akan dihasilkan panas yang lebih tinggi. Selain hal tersebut tingginya suhu di outlet juga dipengaruhi oleh lebih terbukanya daerah outlet sehingga menerima penetrasi sinar matahari yang lebih tinggi.

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa perubahan suhu pada setiap stasiun masih dalam kisaran yang dapat ditolerir dan masih memenuhi persyaratan baku mutu peruntukannya sesuai Kepgub Jawa Barat No. 38/1991 tentang peruntukan air dan baku mutu air pada sumber air di Jawa Barat.

4.2.7. Warna

Dari hasil pengamatan warna secara visual di seluruh stasiun menunjukkan air berwarna abu-abu hingga hitam, kecuali stasiun sungai yang berwarna cokelat (Tabel 6). Pada kondisi sampling pertama dan sampling ketiga saluran air pembuangan depan satu rumah (stasiun 1,4,7) dan saluran air pembuangan gabungan (stasiun 2,3,5) berwarna abu-abu, hal ini disebabkan masyarakat melakukan aktivitas mandi dan mencuci pada waktu tersebut. Hal ini didukung oleh adanya bau sabun pada waktu-waktu tersebut di atas, sedangkan pada siang hari intensitas warna abu-abu dari sabun berkurang, karena jarangnya aktivitas mandi dan mencuci pada siang hari. Pada saluran outlet (stasiun 6) pada sampling pertama, kedua dan ketiga didapatkan hasil warna hitam, hal ini diduga karena limbah domestik hasil kegiatan rumah tangga di outlet telah mengalami dekomposisi dalam kondisi anaerob. Hal tersebut diperkuat dengan adanya bau yang busuk (tidak sedap). Hasil pengamatan terhadap warna yang dilakukan di sungai, masih memperlihatkan warna alami, yakni berwarna cokelat.

Tabel 4. Pengukuran warna pada tiap stasiun

Stasiun Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 saluran depan rumah 1 abu-abu cerah abu-abu gelap abu-abu cerah

4 abu-abu cerah abu-abu gelap abu-abu cerah

saluran gabungan

2 abu-abu agak menghitam abu-abu 3 abu-abu abu-abu gelap abu-abu 5 abu-abu abu-abu gelap abu-abu 7 abu-abu cerah abu-abu gelap abu-abu cerah

outlet 6 hitam hitam hitam

Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian LPM-ITB (1994) dalam Kodoatie dan Sjarief (2005) serta Mahida (1986) yang menyatakan bahwa air limbah domestik segar memiliki warna abu-abu dari hasil kegiatan mandi dan mencuci, sedangkan air limbah domestik yang tidak segar karena adanya dekomposisi akan berwarna hitam. Warna air yang kurang sesuai akan berakibat menurunnya nilai estetika atau keindahan. Tetapi hasil pengamatan warna di saluran air pembuangan depan satu rumah (stasiun 1, 4), saluran air pembuangan gabungan (stasiun 2, 3, 5, 7) dan saluran outlet (stasiun 6) sudah tidak sesuai dengan Kepgub Jawa Barat No. 38/1991 tentang peruntukan air dan baku mutu air pada sumber air di Jawa Barat, yang menyatakan air seharusnya tidak berwarna.

4.2.8. Bau

Hasil pengamatan secara organoleptik, didapatkan hasil seluruh stasiun berbau. Pada sampling pertama dan ketiga, saluran air pembuangan depan satu rumah (stasiun 1, 4, 7) berbau sabun segar. Hal ini diduga karena masyarakat melakukan aktivitas mandi dan mencuci pada pagi dan sore hari, sedangkan pada siang hari kekuatan bau sabun berkurang karena jarangnya aktivitas mandi dan mencuci pada siang hari. Hal yang sama terjadi pada saluran air pembuangan gabungan (stasiun 2, 3, 5) sampling pertama dan ketiga yang juga berbau sabun, tetapi kekuatan bau sabun berkurang tidak sekuat pada saluran air pembuangan depan satu rumah. Pada siang hari kondisi tersebut berubah dan menyebabkan bau yang tidak segar. Hal ini diduga karena sedikitnya masukan dari hasil aktivitas mandi dan mencuci. Pada saluran outlet (stasiun 6) pada sampling pertama hingga ketiga didapatkan hasil bau yang tidak sedap, hal ini diduga karena adanya gas hasil dekomposisi bahan organik. Hasil pengamatan terhadap bau yang dilakukan di sungai, menunjukkan tidak berbau, hal ini diduga karena banyaknya masukan air dan turbulensi air sehingga meningkatkan kelarutan oksigen. Hal ini mengakibatkan penguraian bahan organik dilakukan secara aerobik sehingga tidak memunculkan bau di lokasi perairan tersebut. Untuk lebih

jelasnya hasil pengamatan terhadap bau di Perumnas Bantar Kemang dapat dilihat pada Tabel 7

Tabel 7. Pengukuran bau pada tiap stasiun

Stasiun Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 saluran depan rumah 1 sabun sabun sabun

4 sabun sabun sabun

saluran gabungan

2 sabun tidak sedap sabun 3 sabun tidak sedap sabun 5 sabun tidak sedap sabun

7 sabun sabun sabun

outlet 6 tidak sedap tidak sedap tidak sedap sungai 8 tidak berbau tidak berbau tidak berbau

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian LPM-ITB (1994) dalam

Kodoatie dan Sjarief (2005), yang menyatakan bahwa air limbah domestik segar memiliki bau sabun dan air limbah domestik yang tidak segar karena adanya dekomposisi akan berbau kurang sedap. Selanjutnya dikatakan bahwa kondisi bau tersebut akan berakibat pada menurunnya nilai estetika atau keindahan. Hasil pengamatan bau di saluran air pembuangan depan satu rumah (stasiun 1, 4), saluran air pembuangan gabungan (stasiun 2, 3, 5, 7) dan saluran outlet (stasiun 6) sudah tidak sesuai dengan Kepgub Jawa Barat No. 38/1991 tentang peruntukan air dan baku mutu air pada sumber air di Jawa Barat, yang menyatakan air seharusnya tidak berbau.

Dokumen terkait