• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Metode Penelitian

2. Minyak Nilam (Pogostomon cablin Benth)

Dari hasil penelitian untuk senyawa volatil pada minyak nilam (Pogostomon cablin Benth) asal Sulawesi, Jawa dan Sumatra diperoleh 33 buah senyawa volatil yang teridentifikasi dan 1 buah senyawa yang belum diketahui atau tidak teridentifikasi pada level persentase > 0.1%. Dalam penelitian ini juga dianalisa senyawa volatil seperti eugenol, limonene, linalool, cinnamic alcohol dan alpha copaene walaupun kadarnya sangat kecil < 0.1% seperti pada Tabel 18. Hal ini dikarenakan senyawa-senyawa tersebut menjadi parameter yang penting pada salah satu standar yang ada saat ini. Total komponen volatil yang bisa

teridentifikasi dari minyak nilam asal Jawa 98.02%, Sumatra 97.66% dan Sulawesi 98.26% dengan rerata ketiganya 97.98% seperti pada Lampiran 2.

Gambar 3 Kromatogram GC minyak nilam Indonesia asal Sulawesi, Sumatra dan Jawa

Tabel 18Jenis senyawa volatil penyusun minyak nilam asal Indonesia (Sulawesi, Jawa dan Sumatra)

No Nama Komponen No Nama Komponen

1 Alpha pinene 21 Caryophyllene oxide

2 Beta pinene 22 Nor patchoulenol

3 Delta elemene 23 Viridiflorol

4 Beta elemene 24 2-(3-isopropenyl-4-methyl-4-

5 Beta patchoulene vinylcyclohexyl)-2-propanol

6 Beta caryophyllene 25 Neo-intermedeol

7 Alpha guaiene 26 Alloaromadendrene oxide

8 Calamenene 27 Pogostol

9 Seychellene 28 Patchouli alcohol

10 4,4-imethyl-3-(3-3-buten-1-yliden)-2- 29 Senyawa yang tidak diketahui

methylidenbicyclo(4.1.0)heptane 30 Aristol-9-en-8-one

11 Alpha patchoulene 31 (Z,E)-7-methyl-4-(1-

12 Germacrene D methylethylidene)-1,7-

13 Beta selinene cyclodecadienemethanol

14 Alpha selinene 32 D-ledol

15 Alpha bulnesene 33 Alpha costol

16 7-Epi-alpha-selinene 34 Valerenol

17 (3E)-2,6-dimethyl-5-isopropyliden- - Eugenol 1,3,6,9-decatetraene - Limonene

18 1-(Propen-2-yl)-4methylspiro(4.5)decan- - Linalool

7-one (Isomer B) - Cinnamic alcohol

19 Caryophylla-3,8(13)-dien-5,beta-ol - Alpha copaene

Komposisi dari minyak nilam sesuai Tabel 18 diantaranya yang termasuk golongan senyawa monoterpene seperti alpha pinene dan beta pinene. Kelompok senyawa sesqueterpene seperti beta caryophyllene, selinene, guaiene

dan bulnesene. Kelompok senyawa oksida seperti caryophyllene oxide dan

alloaromadendrene oxide. Kelompok senyawa sesqueterpene alcohol seperti

patchouli alcohol, viridiflorol dan pogostol.

Komponen utama yang memiliki persentase tertinggi dari minyak nilam asal Sulawesi, Sumatra dan Jawa adalah patchouli alcohol. Komponen ini yang umumnya menjadi salah satu ciri khas dari minyak nilam dan menentukan kualitas dari patchouli oil (minyak nilam). Menurut Sell (2003), komponen senyawa volatil nor patchoulenol dan nor-tetrapatchoulol yang berperan penting dalam karakter odor dari minyak nilam. Dalam penelitian ini diperoleh kadar nor patchoulenol pada minyak nilam asal Jawa (0.57%), Sumatra (0.61%) dan Sulawesi (0.54%) seperti pada Tabel 19. Tabel 19 menunjukkan bahwa minyak nilam asal Sulawesi memiliki kadar patchouli alcohol paling rendah dibandingkan dengan patchouli oil asal Jawa dan Sumatra. Minyak nilam asal Sumatra memiliki kandungan patchouli alcohol paling tinggi.

Gambar 4 Spektrum massa dan struktur dari patchouli alcohol (C15H26O) dengan berat molekul 222 (NIST 2008)

Jika hasil penelitian ini dibandingkan hasil penelitian oleh Sundaresan et al.

(2009) tentang minyak nilam asal India dari jenis Pogostemon cablin Benth maka terdapat beberapa perbedaan yang nyata. Kadar patchouli alcohol asal India hanya 23.2 % sedangkan dari Sulawesi, Jawa dan Sumatra memiliki kadar

patchouli alcohol > 29%. Umumnya dengan kadar patchouli alcohol yang rendah dan ketidak adanya senyawa nor patchoulenol seperti pada minyak nilam asal

India kecenderungan minyak tersebut memiliki karakter yang berbeda atau menyimpang terutama dari sisi odornya (karakter woody dan patchouli like

lemah). Menurut pengalaman penulis dalam bidang sensori khususnya minyak nilam menunjukkan bahwa umumnya minyak nilam asal Sumatra memiliki karakter woody yang lebih kuat namun intensitas karakter odor green, herbaceous dan terpenic like yang lebih lemah dibanding minyak nilam asal Jawa yang cenderung karakter odornya lebih green dan herbaceous sedangkan karakter woody lebih lemah. Karakter odor dari minyak nilam asal Sulawesi mempunyai kemiripan dengan karakter odor dari minyak nilam asal Jawa. Terkait dengan karakter odor balsamic, kecenderungan karakter ini muncul lebih kuat selama aging atau penyimpanan.

Perbedaan kadar dan odor dari keempat minyak nilam tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya dari umur tanaman, asal geografis tanaman dan proses penyulingan yang tidak optimal. Minyak nilam asal Sumatra, Jawa dan Sumatra berasal dari jenis tanaman yang sama yaitu

Pogostomon cablin Benth (nilam Aceh) yang paling banyak penyebarannya dan memiliki kualitas minyak yang lebih baik. Iklim dan karakter tanah menentukan karakter mutu tanaman nilam. Faktor penyulingan yang tidak optimal bisa menurunkan kadar patchouli alcohol.

Dalam penelitian ini senyawa yang termasuk senyawa allergen yang ada pada minyak nilam asal Sumatra, Sulawesi dan Jawa adalah linalool, limonene

dan eugenol. Gap analysis dilakukan dengan membandingkan antara minyak nilam asal Indonesia (Sulawesi, Jawa dan Sumatra) dengan standar yang berlaku baik Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun standar internasional bisa dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 19 menunjukkan bahwa minyak nilam asal Jawa dan Sumatra memenuhi syarat standar SNI, standar industri multi nasional flavor dan fragran dan standar ISO (3757 : 2002). Dengan demikian minyak nilam asal Jawa dan Sumatra memiliki kualitas yang baik dari segi komponen penyusunnya sehingga kemungkinan bisa diterima baik untuk pasar ekspor maupun lokal. Minyak nilam asal Sulawesi tidak memenuhi standar SNI terkait dengan kadar patchouli alcohol yang hanya 29.73% lebih rendah dibanding spesifikasi SNI yaitu minimal 30%. Jika dibandingkan dengan standar asing atau internasional seperti standar industri multi nasional flavor dan fragran dan standar ISO (3757 : 2002) maka minyak nilam asal Sulawesi memenuhi semua persyaratan terutama komponen patchouli alcohol dan parameter senyawa

allergen. Minyak nilam asal India (Sundaresan et al. 2009) menunjukkan bahwa minyak ini tidak masuk spesifikasi standar SNI, standar industri multi nasional flavor dan fragran maupun Standar Internasional (ISO) terutama kadar patchouli alcohol yang terlalu rendah.

Senyawa alpha copaene menjadi penanda adulteration (pemalsuan) oleh gurjun balsam (gurjun oil) yang memiliki kandungan alpha copaene tinggi > 40% (Indesso 2011). Menurut Burfield (2003) tentang adulteration of essential oils, minyak nilam bisa ditambahkan minyak pemalsu dengan harga yang lebih murah yaitu gurjun balsam. Pada ketiga standar minyak nilam yang ada pada Tabel 19 menunjukkan ada batasan maksimum untuk parameter alpha copaene

dimana SNI membatasi maksimum 0.5% lebih ketat sedangkan standar industri multi nasional flavor dan fragran dan standar ISO (3757 : 2002) membatasi maksimum 1%. Jika kadar alpha copaene pada minyak nilam lebih tinggi dari standar-standar tersebut membuka peluang terjadinya adulteration.

Senyawa eugenol menjadi salah satu parameter penting di dalam standar standar industri multi nasional flavor dan fragran dikarenakan senyawa ini sebagai senyawa penanda adanya adulteration (pemalsuan) oleh minyak yang memiliki kandungan eugenol tinggi seperti minyak cengkeh. Jika kadar eugenol > 0.08 % (800 ppm) memungkinkan terjadinya adulteration. Proses adulteration

bisa terjadi baik sengaja ditambahkan maupun disebabkan kontaminasi silang pada waktu proses penyulingan. Parameter senyawa eugenol disarankan juga dimasukkan didalam standar SNI dan ISO (3757 : 2002) yang saat ini kedua standar tersebut tidak ada parameter senyawa eugenol sehingga dengan adanya parameter ini bisa meminimalisir terjadinya pemalsuan yang saat ini semakin kompleks.

Dokumen terkait