• Tidak ada hasil yang ditemukan

Miskonsepsi Siswa pada Pretest dan Posttest Siklus I

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Hasil Penelitian 1. Siklus I

2) Miskonsepsi Siswa pada Pretest dan Posttest Siklus I

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data pretest dan

posttest yang berupa jumlah miskonsepsi siswa dari 17 butir

soal pilihan ganda pada siklus I. Berikut ini adalah jumlah miskonsepsi siswa dari data pretest dan posttest pada siklus I yang terdapat pada Tabel 4.3:

Tabel 4.3. Jumlah Miskonsepsi Siswa pada

Pretest dan Posttest Siklus I

Siswa Pretest Posttest Min (-)

Siswa Pretest Posttest Min (-) 2 10 3 7 3 10 3 7 4 9 3 6 5 12 5 7 6 13 4 9 7 9 4 5 8 12 8 4 9 12 4 8 10 10 2 8 11 10 3 7 12 9 2 6 13 11 4 7 14 10 3 7 15 11 2 9 16 10 2 8 17 11 6 5 18 11 4 7 19 10 7 3 20 10 5 5 21 8 3 5 22 13 8 5 23 11 7 4 24 13 7 9 25 10 5 5 26 13 5 8 % 63% 25,8% 37,2% Keterangan:

Min (-) = pengurangan miskonsepsi dari pretest ke

posttest

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa hasil

pretest dan posttest pada siklus I menunjukkan adanya

pengurangan miskonsepsi. Persentase miskonsepsi pada pretest sebesar 63% berkurang sebesar 37,2% menjadi 25,8% pada

posttest. Namun hasil tes akhir (posttest) yang dilaksanakan

belum memenuhi pengurangan miskonsepsi yang diharapkan yaitu sebesar 40%. Pengurangan miskonsepsi pada siklus I ini hanya sebesar 37,2%. Selain itu juga masih terdapat siswa yang memiliki nilai dibawah nilai KKM (70).

c. Hasil Penilaian Rubrik Peta Konsep

Peta konsep digunakan dalam pembelajaran sebagai upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi miskonsepsi siswa. Pada siklus I peta konsep dibuat siswa secara berkelompok. Rubrik penilaian peta konsep merupakan format penilaian peta konsep yang telah dibuat siswa. Berdasarkan hasil penilaian rubrik peta

konsep pada siklus I, diperoleh data sebagai berikut:68

Tabel 4.4. Rekapitulasi Penilaian Rubrik Peta Konsep Siklus I Siklus I Pertemuan I Pertemuan II Rata-rata 5,53 5,50 5,5 Keterangan: Rentangan skor: 1 – 8

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, diketahui rata-rata skor siswa dalam pembuatan peta konsep dari dua kali pertemuan di siklus I sebesar 5,5 dan hanya 3 orang siswa yang mendapat skor di atas rata-rata. Masih rendahnya rata-rata skor peta konsep yang dibuat oleh siswa dikarenakan siswa belum terbiasa menggunakan peta konsep dalam pembelajaran dan beberapa siswa masih kesulitan menemukan kata-kata penting untuk dijadikan proposisi peta konsep. Selain itu juga pembuatan peta konsep dilakukan secara berkelompok yang memungkinkan beberapa siswa tidak ikut bekerjasama dengan anggota kelompok yang lain. Akibatnya penilaian peta konsep pun kurang maksimal.

d. Hasil Penguasaan Konsep

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data pretest dan posttest dari 17 butir soal pilihan ganda pada siklus I dan 15 butir soal pada siklus II.

68

Untuk mengetahui tingkat efektifitas tindakan yang telah dilakukan pada penelitian tindakan kelas siklus I maka data skor hasil tes pemahaman siswa dianalisis dengan N-Gain terhadap skor rerata tes awal dan tes akhir kemampuan pemahaman siswa.

Adapun hasil N-Gain tersebut adalah sebagai berikut:69

Tabel 4.5. Hasil N-Gain Pretest dan Posttest Siklus I Pretest Posttest N-Gain Rata-rata

siswa 36,76923 74,1154 0,596

Tabel 4.6. Persentase N-Gain pada Siklus I Kriteria Siklus I

Tinggi 15%

Sedang 85%

Rendah -

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui tingkat penguasaan konsep siswa pada siklus I. Hasil pretest siklus I didapatkan rata-rata penguasaan konsep siswa 36,77 dan hasil

posttest didapatkan rata-rata penguasaan konsep siswa 74,11.

Besarnya peningkatan penguasaan konsep secara langsung tampak dari rata-rata N-Gain siklus I sebesar 0,59 atau dibulatkan menjadi 0,60 dengan kategori sedang. Sehingga dapat disimpulkan telah terjadi peningkatan penguasaan konsep siswa pada siklus I dari hasil pretest ke posttest.

Berdasarkan Tabel 4.6 mengenai persentase N-Gain siklus I pada siswa diperoleh keterangan bahwa 85% berkategori sedang dan 15% berkategori tinggi.

e. Refleksi

Proses pembelajaran dengan menggunakan peta konsep pada konsep jaringan tumbuhan mampu membuat siswa lebih terkondisikan untuk belajar. Peta konsep dapat membantu siswa

69

menyusun konsep-konsep yang kompleks menjadi konsep yang terstruktur dan mudah diingat sehingga memudahkan siswa ketika belajar. Berdasarkan peta konsep yang dibuat oleh siswa, guru dapat mengetahui kedelaman materi yang dikuasai siswa dan mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa.

Pada siklus I sebagian besar siswa belum terbiasa dengan pembelajaran peta konsep. Selain itu juga pengurangan miskonsepsi siswa dari pretest ke posttest belum mencapai 40%. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan peta konsep pada siklus I ini masih terdapat kekurangan yaitu:

1) Masih terdapat siswa yang mengalami kesulitan membuat proposisi dan kata penghubung

2) Beberapa anggota kelompok masih bersifat pasif sehingga hanya sebagian anggota kelompok membuat peta konsep secara benar

3) Siswa tidak membaca handout secara seksama sehingga mengalami kesulitan menemukan kata-kata penting untuk proposisi

4) Pembelajaran peta konsep mengenai jaringan tumbuhan pada siklus I tidak menggunakan gambar objek berupa gambar sel atau gambar jaringan tumbuhan, sehingga masih ditemukan beberapa konsep yang salah pada siswa

5) Pada saat pembelajaran dan membuat peta konsep, siswa disusun secara berkelompok, akibatnya hanya sebagian anggota kelompok saja yang membuat peta konsep

Kendala-kendala di atas menyebabkan ketidakberhasilan siklus I, sehingga perlu adanya perbaikan untuk siklus selanjutnya. Adapun perbaikan yang dilakukan untuk siklus selanjutnya adalah:

a) Siswa dibentuk secara berpasangan, tidak lagi secara berkelompok. Hal ini bertujuan agar setiap siswa turut aktif

dalam membuat peta konsep, selain itu juga memudahkan guru dalam mengawasi dan mengetahui miskonsepsi pada siswa b) Guru memberikan beberapa potongan gambar jaringan

tumbuhan untuk dicantumkan di peta konsep yang dibuat oleh setiap pasangan. Hal ini bertujuan agar setiap siswa mengenal bentuk jaringan maupun organ tumbuhan yang dibahas

c) Menugaskan siswa untuk membaca handout dengan seksama agar memudahkan menemukan kata penting dari suatu bacaan dan menggarisbawahi kata-kata penting tersebut untuk dijadikan proposisi

d) Mengawasi secara merata setiap pasangan ketika membuat peta konsep

f. Keputusan

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I ini maka dapat diambil keputusan, karena pada siklus I kriteria keberhasilan pengurangan miskonsepsi belum sesuai dengan angka pengurangan yang diharapkan yaitu sebesar 40%, jadi dapat dilanjutkan ke siklus II sebagai perbaikan pembelajaran.

2. Siklus II

a. Hasil Pengamatan

Berdasarkan pengamatan peneliti pada siklus II, diperoleh catatan sebagai berikut:

Tabel 4.7 Hasil Catatan Lapangan Siklus II

No Tindakan Kondisi Siswa

1. Pembentukan

pasangan

 Siswa berpasangan dengan teman sebangku

 Tingkat kepandaian siswa bervariasi pada setiap pasangan

 Setiap pasangan menentukan posisi duduk untuk diskusi

No Tindakan Kondisi Siswa konsep oleh

masing-masing pasangan

mengetahui cara membuat peta konsep yang benar  Beberapa siswa membaca

handout dengan seksama dan

menggaris bawahi kata-kata penting untuk dijadikan proposisi peta konsep  Setiap siswa secara cepat

dapat menentukan proposisi dari suatu bacaan

 Siswa-siswa sudah terbiasa dengan pembelajaran peta konsep

3. Diskusi pasangan

dalam pembuatan peta konsep

 Masing-masing siswa dalam pasangan berdiskusi untuk menentukan proposisi dan kata penghubung peta konsep  Setiap siswa aktif dalam

mengeluarkan ide/pendapat mengenai proposisi dan bentuk peta konsep yang harus dibuat

 Setiap pasangan memiliki kretaifitas yang berbeda dalam pembuatan peta konsep

4. Diskusi kelas

mengenai peta konsep yang telah dibuat oleh

perwakilan pasangan

 Empat pasangan mempresentasikan peta konsep yang telah dibuat di papan tulis

 Setiap pasangan antusias untuk memberi masukan dan saran terhadap peta konsep yang telah dibuat di papan tulis

 Terdapat perbedaan peta konsep yang dibuat oleh setiap pasangan

Pembelajaran dengan menggunakan peta konsep pada penelitian siklus II ini memiliki beberapa tahapan yaitu pembentukan pasangan, pembuatan peta konsep oleh masing-masing pasangan, diskusi dengan pasangan dalam pembuatan peta

konsep dan diskusi kelas mengenai peta konsep yang telah dibuat oleh perwakilan pasangan.

Pada siklus II ini konsep yang dibahas adalah organ tumbuhan. Tahapan pembelajaran pada siklus II tidak jauh berbeda dengan siklus I. Setelah guru menjelaskan materi organ tumbuhan secara umum dengan menggunakan peta konsep, setiap pasangan diperintahkan guru untuk membuat peta konsep berdasarkan

handout yang diberikan guru dan buku materi sebagai bahan acuan

untuk membuat peta konsep. Pada siklus II ini guru memerintahkan setiap pasangan untuk mencantumkan potongan gambar yang diberikan guru di peta konsep yang dibuat sebagai perbaikan dari siklus II.

Pada siklus II ini pembelajaran dengan peta konsep sudah mengalami peningkatan, diantaranya siswa sudah terbiasa menggunakan peta konsep dalam pembelajaran. Setiap siswa membaca handout dengan seksama dan menggarisbawahi kata-kata penting dari suatu paragraf sehingga memudahkan siswa dalam membuat proposisi sebagai komponen utama suatu peta konsep. Pada siklus II ini juga setiap siswa turut aktif dalam pembuatan peta konsep,hal ini dikarenakan siswa disusun secara berpasangan, sehingga setiap siswa terlibat aktif dalam pembuatan peta konsep. Setiap siswa memiliki kreatifitas dan tingkat kecerdasan yang berbeda, maka peta konsep yang dibuat oleh setiap pasangan pun berbeda-beda.

Setelah setiap pasangan menyelesaikan peta konsep, kemudian guru meminta perwakilan 4 pasangan untuk mempresentasikan peta konsep yang telah dibuatnya di depan pasangan lain dan dituliskan di papan tulis. Guru memberi kesempatan kepada pasangan lain untuk menanggapi atau merevisi peta konsep yang telah ditulis oleh pasangan yang mempresentasikan. Setelah itu guru membahas peta konsep dan meminta siswa untuk mereview

materi sebagai tindakan utnuk mengetahui apakah masih terjadi miskonsepsi pada siswa.

b. Miskonsepsi Siswa

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data pretest dan posttest yang berupa jumlah miskonsepsi siswa dari 15 butir soal pilihan ganda pada siklus II. Berikut ini adalah jumlah miskonsepsi siswa pada siklus II yang terdapat pada Tabel 4.8:

Tabel 4.8. Jumlah Miskonsepsi Siswa pada

Pretest dan Posttest Siklus II

Siswa Pretest Posttest Min (-)

1 8 4 4 2 10 3 7 3 9 2 7 4 8 3 5 5 8 4 4 6 10 2 8 7 9 2 7 8 9 2 7 9 9 2 7 10 8 2 6 11 7 1 6 12 9 1 8 13 9 2 7 14 10 4 6 15 9 3 6 16 9 2 7 17 9 4 5 18 10 3 7 19 11 2 9 20 9 2 7 21 7 1 6 22 10 4 6 23 10 1 9 24 7 4 3 25 8 3 5 26 6 1 5 % 58,5% 16% 42,5%

Berdasarkan Tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa hasil

pretest dan posttest pada siklus II menunjukkan adanya

pengurangan miskonsepsi dengan persentase sebesar 58,5% berkurang 42,5% menjadi 16%.

Hasil tes akhir yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran di siklus II ini sudah memenuhi pengurangan miskonsepsi yang diharapkan (40%). Pengurangan miskonsepsi pada siklus II ini sebesar 42,5%. Selain itu juga nilai seluruh siswa di atas KKM (70).

Untuk menguji signifikansi penguranngan miskonsepsi siswa dari siklus I ke siklus II, maka dilakukan uji Wilcoxon antara data

posttest siklus I dan II. Berikut hasil pengujian statistik

menggunakan uji Wilcoxon yang terdapat pada Tabel 4.9:70

Tabel 4.9. Hasil Uji Wilcoxon Data Posttest Siklus I dan II N-Pasang J-tabel J-hitung

22 65 43

Berdasarkan penghitungan uji Wilcoxon, diketahui J-hitung sebesar 43 dan J-tabel sebesar 65 (J-hitung < J-tabel), dengan demikian terdapat signifikansi pengurangan miskonsepsi antara siklus I dan II.

c. Hasil Penilaian Rubrik Peta Konsep Siklus II

Berdasarkan hasil penilaian rubrik peta konsep siklus II,

diperoleh data sebagai berikut:71

Tabel 4.10. Rekapitulasi Rubrik Peta Konsep Siklus II Siklus II Pertemuan I Pertemuan II Rata-rata 5,65 6,38 6,02 Keterangan: Rentangan skor: 1 – 8 70 Lampiran 23, h.182 71 Lampiran 21, h.176

Berdasarkan Tabel 4.10 di atas, diketahui skor penilaian rubrik peta konsep pada siklus II mengalami peningkatan. Rata-rata skor peta konsep siswa pada siklus II ini sebesar 6,02 dan sebanyak 10 siswa mendapat skor di atas rata-rata. Peningkatan skor peta konsep pada siklus II ini dikarenakan siswa sudah memahami dan terbiasa dengan pembelajaran peta konsep. Pembelajaran dengan peta konsep juga dilakukan siswa pada bidang studi pelajaran yang lain.

d. Hasil Penguasaan Konsep Siklus II

Sedangkan untuk mengetahui tingkat efektifitas tindakan yang telah dilakukan pada penelitian tindakan kelas siklus II maka data skor hasil tes pemahaman siswa dianalisis dengan N-Gain terhadap skor rerata tes awal dan tes akhir kemampuan pemahaman siswa.

Adapun hasil N-Gain tersebut adalah sebagai berikut:72

Tabel 4.11. Hasil N-Gain Pretest dan Posttest Siklus II Pretest Posttest N-Gain Rata-rata

siswa 41,5 83,57692 0,7168

Tabel 4.12. Persentase N-Gain pada Siklus II Kriteria Siklus II

Tinggi 65%

Sedang 35%

Rendah -

Berdasarkan tabel 4.11 di atas dapat diketahui tingkat penguasaan konsep siswa pada siklus II. Hasil pretest siklus I didapatkan rata-rata penguasaan konsep siswa 41,5 dan hasil

posttest didapatkan rata-rata penguasaan konsep siswa 83,58.

Besarnya peningkatan penguasaan konsep secara langsung tampak dari rata-rata N-Gain siklus II sebesar 0,7168 atau dibulatkan

72

menjadi 0,72 dengan kategori tinggi. Sehingga dapat disimpulkan telah terjadi peningkatan penguasaan konsep siswa pada siklus II dari hasil pretest ke posttest.

Berdasarkan Tabel 4.12 mengenai persentase N-Gain siklus II pada siswa diperoleh keterangan bahwa 35% berkategori sedang dan 65% berkategori tinggi.

e. Refleksi

Proses pembelajaran dengan menggunakan peta konsep pada siklus II ini sudah menunjukkan hasil yang lebih baik dari suklus I. Pada siklus II ini konsep yang dibahas adalah organ tumbuhan. Jika pada siklus I siswa dibentuk dalam bentuk kelompok, pada siklus II ini siswa dibentuk dalam pasangan. Ketika siswa dibentuk dalam kelompok, beberapa siswa masih pasif dan tidak turut serta dalam pembuatan peta konsep. Namun ketika siswa dibentuk dalam pasangan, setiap siswa aktif turut serta membuat peta konsep.

Sebagai perbaikan dari siklus I, pada siklus II ini setiap pasangan diberikan potongan gambar mengenai jaringan atau organ tumbuhan. Potongan gambar tersebut dicantumkan siswa di peta konsep yang mereka buat. Dari potongan gambar tersebut siswa dapat mengetahui bentuk jaringan yang mereka pelajari dan hubungannya dengan jaringan lain pada tumbuhan. Selain itu juga guru dapat mengetahui miskonsepsi siswa berdasarkan potongan gambar yang mereka cantumkan di peta konsep.

Tidak terdapat banyak kendala yang dihadapi pada siklus II ini, dikarenakan setiap siswa sudah terbiasa menentukan proposisi untuk peta konsep yang akan dibuatnya. Pada siklus II ini, setiap siswa membaca handout yang diberikan guru dengan seksama, sehingga siswa mudah menentukan kata-kata penting untuk dijadikan proposisi peta konsep. Selain itu juga setiap setiap siswa

sudah terbiasa dengan pembelajaran peta konsep. Peta konsep juga diterapkan siswa pada pelajaran yang lain.

Berdasarkan nilai posttest yang diberikan peneliti setelah akhir pembelajaran pada siklus II, diperoleh hasil terjadi pengurangan miskonsepsi siswa sebesar 42,5%, yang berarti tercapainya target pengurangan miskonsepsi siswa sebesar 40% dan pengurangan miskonsepsi pada siklus II ini lebih besar dari siklus I yang hanya sebesar 37,2%.

f. Keputusan

Berdasarkan 2 siklus yang telah dilakukan dengan

menggunakan peta konsep sebagai strategi pembelajaran, diperoleh hasil sebagai berikut:

1) Miskonsepsi siswa dapat dikurangi baik pada siklus I dan II. Selain itu dampak dari berkurangnya miskonsepsi siswa tercapai peningkatan pengauasaan konsep siswa. Pengurangan miskonsepsi siswa pada siklus II sebesar 42,5%. Hal ini menunjukkan ketercapaian target minimal pengurangan miskonsepsi, yaitu sebesar 40%. Dengan demikian tindakan yang dilakukan untuk mengurangi miskonsepsi siswa telah berhasil

2) Peta konsep sebagai strategi yang digunakan dalam pembelajaran tidak hanya membuat materi yang kompleks menjadi lebh sederhana, tetapi juga dapat mengurangi miskonsepsi siwa dan memudahkan siswa dalam menerima materi karena konsep tersusun secara hirarki yang mudah diterima oleh struktur kognitif seseorang

3) Secara keseluruhan kegiatan belajar mengajar pada siklus II menunjukkan arah yang lebih baik dibandingkan siklus I

B. Pembahasan

Penerapan pembelajaran biologi dengan menggunakan peta konsep pada konsep jaringan dan organ tumbuhan mampu mengurangi miskonsepsi siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa. Sebelum dilaksanakan pembelajaran dengan peta konsep, proses pembelajaran didominasi oleh guru, selain itu guru tidak memperhatikan konsepsi awal siswa, sehingga memungkinkan konsepsi awal tersebut menjadi miskonsepsi pada siswa. Konsepsi awal siswa bisa bersumber dari fenomena alam di kehidupan sehari-hari maupun dari kesalahan konsep yang didapatkan siswa pada jenjang pendidikan sebelumnya.

Miskonsepsi pada siswa yang terjadi selama proses pembelajaran salah satunya dikarenakan guru tidak menghubungkan informasi baru yang diterima siswa dengan informasi yang sudah dimiliki siswa sebelumnya sehingga siswa mengaggap satu konsep dengan konsep lainnya tidak berhubungan. Peta konsep sebagai suatu strategi pembelajaran aktif dapat menghubungkan informasi yang telah dimiliki dengan pengetahuan atau informasi baru.

Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan peta konsep, siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran, guru dapat mengetahui konsep-konsep apa saja yang menjadi miskonsepsi pada siswa, siswa juga mampu menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama dalam struktur kognitif mereka. Melalui peta konsep guru dapat mengetahui konsepsi awal siswa dan konsep awal apa saja yang menjadi miskonsepsi.

Pada siklus I, pengurangan miskonsepsi setelah pembelajaran peta konsep hanya mencapai 37,2%, skor rata-rata rubrik peta konsep mencapai 5,5 dan masih terdapat 6 siswa yang mendapat skor posttest di bawah KKM (70). Persentase pengurangan miskonsepsi ini belum sesuai dengan pengurangan miskonsep yang diharapkan yaitu sebesar 40%. Oleh karena itu penelitian dilanjutkan ke siklus II.

Pada siklus II, pengurangan miskonsepsi mencapai 42,5% dengan skor rata-rata rubrik peta konsep mencapai 6,02 dan seluruh siswa mencapai skor posttest di atas nilai KKM (70). Pengurangan miskonsepsi pada siklus II ini sudah sesuai dengan target pengurangan yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan peta konsep pada konsep jaringan dan organ tumbuhan membantu siswa untuk memahami konsep yang diberikan dan membantu mengurangi miskonsepsi siswa sehingga hasil belajar siswa meningkat.

Tindakan perbaikan yang dilakukan di siklus II merupakan hasil refleksi dari siklus I. Pada siklus I siswa dibentuk secara berkelompok, namun ternyata hal ini kurang efektif, dikarenakan beberapa anggota kelompok tidak turut aktif dalam pembuatan peta konsep. Maka pada siklus II siswa dibentuk secara berpasangan. Setiap anggota pasangan turut aktif membuat peta konsep.

Selain pembentukan siswa secara berpasangan, pada siklus II ini guru membagikan potongan gambar untuk dicantumkan di peta konsep. Hal ini bertujuan agar siswa lebih memahami konsep yang dibahas dan dapat menghubungkan antara gambar dengan proposisi yang dibuat. Sehingga dapat mengurangi miskonsepsi pada siswa.

Pada siklus I, siswa masih mengalami kesulitan ketika membuat peta konsep, dikarenakan siswa tidak membaca handout dengan seksama dan kesulitan menemukan kata-kata penting untuk dijadikan proposisi. Sebagai perbaikan dari siklus I, pada siklus II siswa diperintahkan untuk menggaris bawahi kata-kata penting pada handout yang diberikan, sehingga memudahkan siswa ketika membuat proposisi.

Pembelajaran peta konsep membantu siswa belajar aktif, memudahkan penerimaan informasi baru melalui pembelajaran yang sistematis, dan menghubungkan informasi yang diperoleh dengan informasi yang telah dimiliki pada struktur kognitif siswa. Berdasarkan peta konsep yang dibuat siswa, guru dapat melihat keterkaitan informasi baru dengan informasi yang sebelumnya dimiliki siswa, sehingga peta konsep berguna

sebagai alat pendeteksi miskonsepsi pada siswa. Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi peta konsep yang dikemukakan oleh Ratna Wilis Dahar yaitu peta konsep dapat berguna sebagai alat pendeteksi miskonsepsi siswa.73

Miskonsepi dapat dipandang sebagai konsepsi atau struktur kognitif yang melekat dengan kuat dan stabil dibenak siswa yang sebenarnya menyimpang dari konsepsi yang dikemukakan para ilmuwan yang dapat menyesatkan para siswa dalam memahami fenomena alamiah dan melakukan eksplanasi ilmiah. Dalam pembelajaran peta konsep, siswa diarahkan untuk memahami suatu konsep dari yang umum ke yang khusus dan konsep disusun secara hirarki. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri belajar bermakna yang dikemukakan oleh Ausubel. Peta konsep merupakan wujud pembelajaran bermakna.

Peta konsep pada siklus I dibuat secara berkelompok sedangkan pada siklus II secara berpasangan dan terdapat perbedaan peta konsep yang dibuat oleh setiap kelompok atau setiap pasangan. Perbedaan peta konsep ini dikarenakan pembelajaran peta konsep dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena pembuatan peta konsep merupakan aktivitas yang kreatif dan mempunyai nilai sosial yang tinggi jika dilakukan secara kelompok di dalam kelas seperti yang dikemukakan oleh Ratna Tanjung yaitu peta konsep dapat digunakan strategi pembelajaran yang

mengembangkan kreativitas siswa.74 Namun demikian peta konsep yang

dibuat secara berpasangan lebih efektif dari pada peta konsep yang dibuat secara berkelompok.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan suatu pola tindakan pembelajaran peta konsep untuk mengatasi miskonsepsi siswa yaitu:

73

Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 2006), h.131

74

Ratna Tanjung, Kegunaan Peta Konsep dalam Pengajaran di SMU, (Jurnal Khazanah IPA, 1996), h.32

a. pembelajaran dengan menggunakan peta konsep sebagai upaya untuk mengurangi miskonsepsi siswa akan maksimal jika dalam proses pembelajarannya siswa dikelompokkan secara berpasangan

b. sebelum guru menerapkan peta konsep dalam pembelajaran hendaknya guru memberikan penjelasan mengenai cara pembuatan peta konsep dan siswa dilatih membuat peta konsep

c. ketika siswa membuat proposisi, siswa hendaknya membaca handout dengan seksama dan menggarisbawahi kata-kata penting untuk dijadikan proposisi

d. bila perlu, guru memberikan potongan gambar untuk dicantumkan pada peta konsep

e. guru memantau dan memeriksa proposisi yang dibuat siswa pada saat pembelajaran berlangsung

Pola tindakan pada penelitian ini dapat digunakan guru untuk sebagai

pola pembelajaran dengan menggunakan peta konsep untuk

memaksimalkan pengurangan miskonsepsi dan peningkatan hasil belajar pada siswa.

BAB V

Dokumen terkait