• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOBILISASI DAN IMOBILISASI PELAKSANAAN TERAPI SINAR MENURUNKAN BILIRUBIN PADA NEONATUS ATERM

Dalam dokumen JNC Vol 3 No 2 November 2012 (Halaman 73-75)

(Action Mobilization and Immobilization in Blue Light Treatment to Decrease Bilirubin Level)

Yulianah*

* RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 243 B

ABSTRAK

Ikterus Neonatorum terjadi jika tingkat neonatus aterm bilirubin dalam darah ≥ 12mg/ dl, dan harus dilakukan pemberian cahaya biru. Tindakan Mobilisasi dalam terapi cahaya dengan bayi terlentang, pronasi, sisi kanan dan posisi kiri. Adapun mobilisasi dengan cara posisi bayi terlentang. Penelitian bertujuan untuk mengetahui mobilisasi aksi efektivitas dan imobilisasi dalam perawatan menggunakan cahaya biru untuk mengurangi tingkat bilirubin.

Penelitian ini menggunakan desain Quasy Eksperimental dengan teknik purposive sampling. Responden terdiri dari 36 sampel, 18 dilakukan mobilisasi, 18 dilakukan imobilisasi. Pengumpulan data menggunakan observasi, dan kemudian data dianalisis dengan ujiMann Whitney U, dengan nilai signifikansi P ≤ 0,05.

Hasil kadar bilirubin pada mobilisasi aksi menurun 55.56% dan imobilisasi 5,56%, dan hasil analisis data yang diperoleh Mann Whitney U nilai uji signifikan p= 0,003 yang lebih kecil dari 0,05, sehingga ada perbedaan efektifitas antara mobilisasi aksi dan imobilisasi dalam perawatan dengan cahaya biru.

Hasil penelitian menunjukkan ada efek mobilisasi aksi dalam perawatan dengan cahaya biru untuk mengurangi tingkat bilirubin.

Kata kunci: Mobilisasi, Imobilisasi, Perawatan Cahaya Biru, Level Bilirubin, Neonatus aterm.

ABSTRACT

Icterus Neonatorum happened if aterm neonates bilirubin level in the blood ≥ 12 mg/dl, and must be done blue light. Mobilization actions in light therapy give the baby supine, pronation, right side and left side position. As for the mobilization give the baby supine position. This study wanted to know the effectiveness action mobilization and immobilization in blue light treatment to decrease bilirubin level.

This research use Quasy Experimental Design with purposive sampling technique. With 36 samples, 18 carried the mobilization, immobilization of 18 performed. Data collection using observation, and then data analysis with Mann Whitney U test, with significance value of P≤0.05.

The result of bilirubin level decreased by an action mobilization of 55.56% and immobilization of 5.56%, and data analysis result obtained Mann Whitney U test significant value = 0.003 which is smaller than 0.05, so that there are differences in effectiveness between action mobilization and immobilization in blue light treatment.

From the result of the research suggest remain to action mobilization in blue light treatment to decrease bilirubin level, because of equal amount of light.

Keywords: Mobilization, Immobilization, Blue Light Treatment, Bilirubin Level, Aterm Neonates.

PENDAHULUAN

Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi bilirubin dan rendahnya sekresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Disebut hiperbilirubinemia pada neonatus aterm apabila didapatkan kadar bilirubin dalam darah mencapai ≥ 12 mg/dl (> 200 mol/dl) maka harus mendapatkan terapi sinar (Purnawan Junaedi, dkk, 1982), peningkatan kadar bilirubin dapat menyebabkan kerusakan sel otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nukleus subtalamus, hipotalamus, nukleus merah di dasar vertikal IV. Kerusakan sel otak yang lebih jauh dapat mengakibatkan kern ikterus yaitu mata berputar-putar, letargi (lemas), kejang, tidak mau menghisap, tonus otot meningkat, opistotonus, seluruh tubuh kelihatan ikterus. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, stetotis yang disertai ketegangan otot, gangguan bicara dan retardasi mental. Untuk mencegah dampak hiperbilirubinemia dapat dilakukan tindakan terapi sinar. Salah satu tindakan keperawatan yang menunjang keberhasilan terapi sinar adalah dengan melakukan tindakan mobilisasi pada bayi saat mendapatkan terapi sinar, yaitu melakukan pergantian posisi setiap 6 jam: miring kanan, miring kiri, tengkurap, terlentang. Karena dengan pemberian mobilisasi pada neonatus dapat meratakan efek dari terapi sinar yang membantu pemecahan bilirubin dalam darah. Selama di Ruang NICU RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik, bayi yang mendapatkan terapi sinar jarang dilakukan tindakan mobilisasi, sehingga sampai saat ini efektifitas mobilisasi dan imobilisasi dalam pelaksanaan terapi sinar terhadap penurunan kadar bilirubin pada bayi aterm masih belum dapat dijelaskan.

Data dari catatan medik RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik, pada studi pendahuluan periode bulan Januari-April 2009 didapatkan data bahwa jumlah bayi yang dirawat di Ruang NICU dengan kasus hiperbilirubinemia sebagai penyakit bayi terbanyak. 371 bayi yang dirawat pada Bulan Januari – April 2009, kasus hiperbilirubin sebanyak 53 bayi. Jumlah bayi yang mendapatkan terapi sinar sebanyak 50 bayi. Berdasarkan pengamatan penulis melalui observasi dan cek laboratorium, jumlah kasus yang tidak dilakukan mobilisasi sebanyak 47 bayi. Dampak tidak dilakukannya mobilisasi dalam terapi sinar tidak dilakukan akan mengakibatkan kegagalan dalam kesinambungan proses pemberian terapi sinar, yang akan berpengaruh pada proses penyembuhan sehingga bayi akan dilakukan pengulangan terapi sinar.

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh, pembentukan bilirubin dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliferdin serta beberapa zat lain. Biliferdin ini mengalami reduksi menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX∂, zat inilah yang sulit larut dalam air tapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik (indirek). Pengendalian peningkatan kadar bilirubin direk dan indirek dapat dilakukan dengan mengusahakan pemberian tindakan medis yaitu dengan terapi sinar. Pengaruh dari terapi sinar yang diperkenalkan oleh Kramer sejak tahun 1958, mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa 4Z, 15Z–bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15 E– bilirubin yang merupakan bentuk isomer. Isomer ini mudah larut di dalam plasma dan mudah di ekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus. Efek terapi sinar tidak bergantung pada beberapa arah penyinaran, tetapi pada jumlah energi cahaya yang menyinari kulit bayi. Oleh karena itu walaupun menggunakan searah dan posisi bayi di ubah dalam jangka waktu tertentu, akan memperoleh energi cahaya yang lebih baik dan optimal. Selain itu untuk mendapatkan energi cahaya optimal yaitu dengan pergantian posisi miring kanan, miring kiri, tengkurap, terlentang, dapat meningkatkan aliminasi bilirubin maksimum adalah gelombang sinar 350 – 450 nomometer (NM) yaitu dengan mengukur jarak antara sumber cahaya dan bagian tubuh bayi yang disinari.

sebagai salah satu dasar dalam meningkatkan pelayanan keperawatan khususnya keberhasilan dalam pemberian terapi sinar pada bayi hiperbilirubinemia di RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik.

Dalam dokumen JNC Vol 3 No 2 November 2012 (Halaman 73-75)