BAB III METODOLOGI PENELITIAN
G. Model Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dengan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data Proses analisis data dimulai dengan membaca seluruh sumber (hasil wawancara dan dokumentasi) yang masih bersifat acak kemudian dipelajari dan ditelah. Langkah berikutnya yaitu mengukur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode, dan mengkategorikannya dalam sekumpulan informasi yang memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dari hasil wawancara dan dokumentasi tersebut.
Menurut Miles dan Hurberman dalam (Rachman 1999 120) tahap analisis data sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
Peneliti mencatat semua data secara obyektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan.
2. Reduksi data
Reduksi data adalah memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan focus penelitian Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menggolongkan mengarahkan membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data-data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencarinya sewaktu-waktu diperlukan.
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data merupakan analisis dalam bentuk matrik, network, atau grafsis, sehingga penelitian dapat menguasai data.
4. Pengambilan keputusan atau Verifikasi
Sejak semula peneliti berusaha mencari makna dari data yang diperoleh. Untuk itu peneliti berusaha mencari pola, model, waktu, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering mucul, hipotesis dan sebagainya. Jadi dari data tersebut peneliti mencoba mengambil kesimpulan.Verifikasi dapat dilakukan dengan keputusan, didasarkan pada reduksi data, dan penyajian data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Intensitas Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor dengan Pemberatan
Intensits tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan pemberatan dan pedoman pemidanaannya masalah kejahatan bukanlah masalah baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan, tetapi dinilai Semakin lama, kejahatan di kota-kota besar lainnya semakin bergeser, bahkan di beberapa daerah sampai kota-kota kecil. Dikhawatirkan kemungkinan akan menjalar lebih jauh ke desa-desa
Di negara berkembang seperti Indonesia data kepolisian menunjukkan terjadinya kejahatan sebagai berikut pencurian dengan kekerasan terjadi pada setiap penganiaan terjadi pada setiap pemerasan terjadi pada setiap 3 jam, pemerkosaan terjadi pada setiap penculikan terjadi pada setiap dan pembunuhan terjadi pada (Sumber Majalah yang ada pada tahun 2005) Naik turunnya angka kejahatan tergantung pada keadaan masyarakat, dan politik ekonomi kesehatan, kebudayaan, pendidikan dan kesadaran akan hukum pada masyarakat itu sendiri. Pengendalian sosial melalui hukum ini akan menghadapkan individu atau anggota masyarakat pada alternatif pilihan yaitu penyesuaian atau penyimpangan, sedangkan bentuk penyimpangan atau pelanggaran yang paling serius sifatnya adalah pelanggaran hukum pidana yang disebut kejahatan.
Berdasarkan wawancara pada tangal 7 Juli 2010 dengan keterangan Mustari SH, selaku Hakim di Pengadilan Negeri Makassar, menerangkan faktor-faktor yang mendorong terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan pemberatan, melingkupi faktor ekonomi, pendidikan, faktor mental, faktor keyakinan terhadap agama faktor ikatan sosial dalam keluarga dan masyarakat.
Kasat Reskrim Polres Makassar yang bernama Dahril, SH yang dalam wawancara pada tanggal 4 Agustus 2010, menyebutkan mengenai alasan orang melakukan pencurian, yang dalam hal ini adalah masalah kebutuhan yang sulit terpenuhi atau pada dasarnya masalah ekonomi Selain itu beliau juga mengungkapkan mengenai mengapa orang dalam melakukan aksi pencuriannya selalu memiliki unsur-unsur pemberatan, hal ini dikarenakan pencurian biasa kurang mendapatkan keuntungan Selalu disesuaikan keinginan atau perencanaannya, demi menghilangkan bukti dan adanya peluang sesuatu barang untuk diambil dengan melawan hukum.
Pengadilan Negeri Makassar. tergolong kelas 2A, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah perkara yang masuk di Pengadilan Negeri Makassar Perincian jumlah perkara yang masuk di Pengadilan Negeri Makassar. dapat dilihat pada Table I
Tabel 1
Jumlah perkara pencurian kendaraan bermotor di Pengadilan Negeri Makassar
No Tahun Perkara pidana 1 2 3 4 5 2005 2006 2007 2008 2009 200 perkara 165 perkara 178 perkara 150 perkara 221 perkara
Sumber Pengadilan Negeri Makassar Tahun 2010
1. Kewenangan Pengadilan Negeri Makassar Untuk sekarang ini, Pengadilan Negeri Makassar tidak di bawah naungan Departemen Kehakiman yang sekarang berubah menjadi Departeman Hukum dan HAM. Pengadilan Negeri Makassar berada di bawah naungan Mahkamah Agung, mengenai tugas dan wewenang Kehakiman dituangkan pada Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 2. Peran polisi sebagai salah satu unsur utama sistem Pengadilan pidana merupakan pranata sosial yang melaksanakan fungsi Pengadilan sosial. Dengan demikian bekerjanya polisi dalam masyarakat senantiasa pada satu pihak bertolak dari aturan-aturan hukum pidana dan hukum acara pidana yang berlaku, sedangkan pada pihak lain melakukan penegakan hukum dalam bentuk reaksi sosial formal terhadap kejahatan. Dalam hal ini peran kepolisian telah ditegaskan untuk menjadi rangkaian pada proses pengadilan dan memiliki wewenang melakukan penyelidikan.
a. Penerapan penjatuhan sanksi pidana pada tindak pidana dengan pemberatan pencurian kendaraan bermotor di Pengadilan Negeri Makassar. Mengenai proses penjatuhan pemberatan pidana dalam tindak pidana pencurian kendaraan bermotor berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan hakim di Pengadilan Negeri Makassar proses pemidanaan dimulai dari awal sampai akhir Proses sidang dibagi dalam tiga tahap. Yaitu sebelum persidangan, persidangan dan pelaksanaan putusan.
b. Bagaimana bentuk putusan yang di jatuhkan oleh hakim di Pengadilan Negeri Makassar. kasus tindak pidana Pencurian kendaraan bermotor dengan pemberatan Putusan yang sering dijatuhkan kepada tersangka adalah hukuman penjara atau kurungan. Hal ini didasarkan pada tuntutan Jaksa, dan mengenai besar-kecilnya putusan penjara atau kurungan tidak sama tergantung dari bentuk pencurian dan pemberatan yang terjadi. Ada beberapa kriteria untuk memutuskan hukuman penjara atau kurungan oleh hakim, yaitu
- Tidak adanya korban jiwa dalam tindak pidana tersebut
- Kekerasan yang dilakukan dalam keadaan terdesak atau terpaksa - Melihat dari unsur perencanaan dari perbuatan tersebut
Salah satu kasus pencurian dengan unsur pemberatan yang baru saja menimpa salah satu masyarakat yang bernama Jefri Herianto bertempat tinggal di Jalan abu bakar lambogo 3 No 41 memberikan keterangan bahwa pada hari selasa tanggal 26 2009, jam 10.00 wita rumahnya “dibobol” dimasuki orang yang tak
dikenal dan “menggasak” mengambil seluruh perhiasan dan membawa lari sepeda motor merek Suzuki 2008 warna biru hitam No. MH 8F DII0XIJ Kasus tersebut keadaan rumah dalam keadaan kosong karena ditinggal aktifitas seluruh keluarganya dan baru diketahui pada jam 11.00 Wit oleh pembantunya setelah menjemput sekolah anak majikannya. Dari keterangan pihak polisi beliau mengungkapkan bahwa pencurian yang terjadi dirumahnya dilakukan lebih dari satu orang dan sudah direncanakan terlebih dahulu, bila dilihat dari kerusakan rumah dan motif pencuriannya yang relatife singkat dan cepat dimungkinkan juga pelaku tidak hanya sekali dalam melakukan aksinya. (wawancara, 30 agustus 2009)
B. Penerapan Penjatuhan Pemberatan Pidana Dalam Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Di Pengadilan Negeri Makassar
Pertimbangan pemberatan pidana pada tindak pidana pencurian pada intinya merupakan keputusan hakim dalam memberikan pidana pada pelaku, khususnya pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor Dalam pembuktian dan pemberian putusan pemberatan tersebut Hakim melalui pertimbangan yang antara lain berdasarkan KUHAP pasal 183 dan pasal 184 ayat (1) dan (2), unsur-unsur pada pasal 363, 365, 486 KUHP dan UU No. 4 Th. 2008
Namun tidak dapat dipungkiri dengan adanya kinerja para penegak hukum yang sudah diatur dalam undang-undang tetap saja belum dapat menghentikan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan pemberatan di wilayah pada khususnya, terdata dari tahun ke tahun mengalami pasang surut. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan
pemberatan yang masuk di Pengadilan Negeri Makassar selama 4 tahun terakhir, dimulai dari tahun 2006-2009. Data tersebut diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan di Pengadilan Negeri Makassar. Hasil dari data tersebut dapat dilihat dari Tabel 2 sebagai berikut.
Tabel 2
Jumlah Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor dengan Pemberatan di Pengadilan Negeri Makassar
Tahun 2005-2009 Tahun Tindak Pidana
Pencurian Kendaraan Bermotor
Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor dengan
Pemberatan 2005 2006 2007 2008 2009 45. kasus 30. kasus 25. kasus 40. kasus 37. kasus 15. kasus 10. kasus 8. kasus 5. kasus 11. kasus Sumber : Pengadilan Negeri Makassar Tahun 2010
Selain itu, ada beberapa alasan mengapa orang melakukan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan pemberatan yaitu:
1. Untuk mempermudah dalam mencapai tujuan mencuri,
2. Dalam keadaan manfaat kehidupan sehari-hari untuk mata pencaharian, 3. Untuk menguasai, atau mengendalikan kebutuhan dalam sehari-hari, 4. manfaat untuk bekerja pencaharian semakin meningkat kebutuhan
perekonomi.
Data yang diperoleh dari Polwiltabes, Makassar dari tahun ke tahun tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan pemberatan mengalami pasang
surut atau naik-turun. data yang diperoleh dari Polwiltabes hanya mulai tahun 2006-2009 karena pada saat itu kedudukan polwiltabes Makassar masih bergabung dengan polwiltabes Salatiga. Adapun data tersebut dapat dilihat dari Tabel 3, yaitu:
Tabel 3
Data tindak pidana pencurian yang di Laporkan ke polwiltabes makassar
Tahun 2005-2009 No Tahun Dilaporkan ke polwiltabes Tindak pidana pencurian kenderaan bermotor Tindak pidana pencurian motor dan
pemberatan 1 2 3 4 5 2005 2006 2007 2008 2009 150 180 210 175 190 150. kasus 180. kasus 210. kasus 175. kasus 190. kasus 35. kasus 40. kasus 30. kasus 20. kasus 25. kasus jumlah 905 905 150
Sumber: Polwiltabes Makassar Tahun 2010
menyelesaika tunggakan lapor yang terhitung dari bulan 9 Tahun 2009.Tunggakan tersebut perlu dilakukan guna memberikan pidana kepada pelaku agar tidak mengulang perbuatannya. Dengan melihat keterangan tersebut diatas maka tujuan pemidanaan pada dasarnya adalah mengarahkan seseorang untuk
membuat pelaku tindak pidana menjadi dan tidak mengulangi sanksi tindak pidana dikemudian hari (Prevensi).17
Mengenai proses penjatuhan pemberatan pidana dalam tindak pidana pencurian kendaraan bermotor berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan hakim Pengadilan Negeri Makassar, proses pemidanaan dimulai dari awal sampai akhir. Proses sidang dibagi dalam tiga tahap. Yaitu sebelum persidangan, persidangan dan pelaksanaan putusan. Selama ini, dalam melakukan proses persidangan tidak mengalami hambatan yang mempersulit jalannya proses persidangan. Hal ini dikemukakan oleh hakim Pengadilan Negeri Makassar Riskiwaty Densi SH. pada tanggal 20 Juli 2006, “semua proses persidangan diatur dalam KUHAP dan UU No. 4 Th. 2004, tetapi yang sedikit menghambat jalannnya persidangan adalah sulitnya mendatangkan saksi di pengadilan. Akan tetapi, hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk mempersulit jalannya persidangan. Hal ini dikarenakan saksi mempunyai alasan tersendiri untuk tidak hadir dalam persidangan. Namun, apabila sudah dipanggil 3 kali dan tetap tidak hadir dalam persidangan maka akan dikenakan sanksi“.Pedoman Pidana Pencuriaan Kendaraan Bermotor Dengan Pemberatan. Pedoman Hakim dalam menjatuhkan jenis pidana tersebut diatur dalam pasal 10 KUHP, yang terdiri dari dua jenis yaitu pidana pokok dan pidana tambahan, yang masing-masing dapat dibagi lagi atas beberapa macam, sebagaimana disebutkan sebagai berikut di bawah ini;
17
Dahril, Kepala Bagian kaurbin Ops Polwiltabes Makassar. Sul-Sel, wawacara oleh Penulisan di Polwiltabes Makassar, 17 Februari Tahun 2010.
A. Pembuktian.
Berdasarkan pasal 183 KUHAP menerangkan bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang terbukti Melakukannya.
ketentuan ini untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang. Maka hakim dalam hukum acara pidana berkewajiban menetapkan:18
1. Perbuatan-perbuatan manakah yang dapat dianggap terbukti menurut pemeriksaan pengadilan.
2. Apa yang telah membuktikan bahwa terdakwa bersalah atas perbuatan-perbuatan yang didakwakan.
3. Tindak pidana apakah yang telah dilakukan sehubungan dengan perbuatan-perbuatan itu.
4. Hukuman apakah yang harus dijatuhkan kepada terdakwa. 5. Pelaksanaan, penghambatan dan pengawasan.
Bukti tersebut akan menjadi terang tindak pidana yang didakwakan dan menambah keyakinan hakim bahwa terdakwa benar-benar bersalah dan sebagai pelaku serta untuk menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan.
B. Jenis-Jenis Alat Bukti.
18
Didalam KUHAP telah mengatur tentang jenis-jenis alat-alat bukti yang di atur pada pasal 184 KUHAP yaitu:
1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Alat bukti ialah apa yang merupakan alat bukti yang mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas peristiwa, sehingga dapat dilihat.
Hal tersebut sebagai perwujudan dari pasal 183 KUHAP yang mana tidak akan dapat dijatuhi pidana kecuali sekurang-kurangnya dua alat bukti, sesuai dengan alat bukti maka dapat menjawab semua tersangkah yang dikemukakan oleh terdakwa dan jika berusaha mengelak.
Hakim dalam menjatuhkan putusan akan menilai semua alat bukti yang sah untuk menyusun keyakinan hakim dengan mengemukankan unsur-unsurnya kejahatan yang didakwakannya menurut hukum pidana atau tidak, serta pidana apa yang setimpal dengan perbuatannya.
Bagan 1
Proses Sebelum Persidangan, Persidangan dan Penjatuhan Hukuman
Sumber : Pengadilan Negeri Makassar dan KUHP
Pada tahap sebelum dimulainya persidangan, ada dua instansi yang berkaitan yaitu kepolisian dan jaksa. Instansi kepolisian dalam hal ini melakukan penyidikan dan penyelidikan tentang kejahatan yang sedang ditangani. Penyidik dalam hal ini adalah pejabat polisi yang diberi wewenang khusus dan telah diatur dalam UU No. 2 Th. 2002Tentang Kepolisian Negera Republikn Indonesia dan pasal 1 ayat (1), pasal 4-6 KUHAP, untuk melakukan penyidikan.
Penyelidikan / Penyidik Tuntutan Sidang di pengadilan Pelaksanaan Putusan Denda Penjara Kurungan Mati
Jaksa Jaksa Jaksa
Brimob Lembaga Dipenda
Tugas penyidik adalah mencari dan mengumpulkan bukti tentang tindak pidana yang terjadi dengan tujuan untuk menemukan tersangka. Laporan hasil penyelidikan dari kepolisian diberikan kepada Jaksa, yang dalam hal ini sebagai penuntut umum dalam bentuk berkas. Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang sebagaimana diatur dalam UU No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan pasal 1 ayat (1) dan (2), pasal 13-15 KUHAP untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan hakim. Tugas penuntut umum adalah membuat tuntutan sesuai kejahatan yang dilakukan dan melimpahka perkara di Pengadilan Negeri Makassar untuk diperiksa dan diputus hakim.
Setelah perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Makassar langkah selanjutnya adalah menentukan waktu sidang. Pada tahap persidangan, tiap tahapan harus dilakukan secara runtun. Di dalam persidangan, ada pembacaan tuntutan, keterangan saksi yang memberatkan, tanggapan dari tersangka yaitu bisa sendiri atau diwakili pengacaranya, keterangan saksi yang meringankan, dan adanya putusan hakim. Dalam hal putusan hakim, memutuskan berdasarkan kenyataan yang terungkap dalam persidangan seperti yang tertera dalam UU No. 4 Tahun. 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan berdasarkan pasal 183 dan pasal 184 KUHAP dengan pertimbangan unsur-unsur pada tututan Jaksa dan KUHP. Dalam hal ini, seorang hakim hanya dapat memberi hukuman pidana yang hanya tertera/tercantum dalam pasal 10 KUHP.
Hakim dalam memutuskan perkara tidak hanya berpatokan pada KUHAP dan UU No. 4 Tahun. 2004 saja namun juga harus melihat pada unsur-unsur pidananya dalam KUHP seperti yang didakwakan Penuntut Umum dalam surat
tuntutan. Tanpa mengurangi tujuan dan maksud dari pemberian sanksi yang terdapat pada konsep kedua aliran hukum pidana yang tersebut terdahulu, yang memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:
a. Pertanggung jawaban pidana bersifat pribadi/perorangan (asas personal) b. Pidana hanya diberikan kepada orang yang bersalah (asas culpabilitas;
tiada pidana tanpa kesalahan)
c. Pidana harus disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi si pelaku; ini berarti harus ada kelonggaran/fleksibelikasi bagi hakim dalam memilih sanksi pidana (jenis maupun berat ringanya sanksi) dan harus ada kemungkinan modifikasi pidana (perubahan/penyesuaian) dalam pelaksanaanya. (Nawawi, 43: 1996)
Ada hal-hal tertentu dalam pertimbangan hakim untuk menjatuhkan putusan pada diri seorang terdakwa. Misalnya, kasus tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan pemberatan. Ada hal-hal tertentu diluar ketentuan hakim yang menjadi pertimbangan untuk memperingan putusan, yaitu
1. Adanya sikap terus terang dalam persidangan 2. Belum menikmati hasil dari pencurian tersebut. 3. Adanya penyesalan untuk tidak mengulanginya.
4. Adanya tanggung jawab sebagai tulang-punggung keluarga. 5. Sopan dalam persidangan.
6. Belum pernah dihukum atau bukan residivis.
Begitu juga sebaliknya ada hal-hal yang menjadi pertimbangan hakim untuk memperberat putusan, yaitu.
1. Menunjukkan sikap berbelit-belit dalam member keterangan di persidangan.
2. Sikap tidak sopan dan tidak menghormati persidangan. 3. Sudah pernah dihukum atau dalam perkara sejenis. 4. Bahwa perbuatan tersebut meresahkan masyarakat.
5. Bahwa perbuatan tersebut membahayakan nyawa dan tubuh seseorang (Sumber: di Pengadilan Negeri Makassar Mustari, 25 agustus 2009). Dalam menjatuhkan putusan, seorang hakim berpegang pada asas “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa“. Dan yang menjadi pertimbangan selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, adalah fakta di persidangan yang terungkap tentang peristiwa yang terjadi dan didasarkan pada tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.
Menurut Martiman (20:1983) bentuk putusan pada umumnya ada tiga macam yaitu:
1. Putusan yang mengandung pembebasan Vrijspraak menurut pasal 191 ayat (1) KUHAP.
2. Putusan yang mengandung pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) menurut pasal 191 ayat (2) KUHAP.
3. Putusan yang mengandung suatu penghukuman terdakwa (veroordeling), menurut pasal 193 KUHAP.
a. Proses penjatuhan sanksi pidana dengan pemberatan pencurian kendaraan bermotor melalui tiga tahap dalam pesidangan yaitu sebelum persidangan, persidangan dan pelaksanaan putusan
b. Bentuk putusan yang dijatuhkan oleh hakim di Pengadilan Negeri Makassar, mengenai kasus tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan pemberatan yaitu:
c. Jika perbuatan tersebut mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, maka tuntutannya maksimal 15 tahun penjara. Namun, apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh dua orang atau lebih maka dapat di pidana mati atau seumur hidup.
d. Putusan yang sering dijatuhkan kepada tersangka adalah hukuman penjara atau kurungan. Hal ini didasarkan pada tuntutan Jaksa, dan mengenai besar-kecilnya putusan penjara atau kurungan tidak sama tergantung dari bentuk pencurian dan pemberatan yang terjadi. Ada beberapa kriteria untuk memutuskan hukuman penjara atau kurungan oleh hakim, yaitu - Tidak adanya korban jiwa dalam tindak pidana tersebut
- Kekerasan yang dilakukan dalam keadaan terdesak atau terpaksa - Melihat dari unsur perencanaan dari perbuatan tersebut
e. Mengenai sanksi denda, dalam kasus ini belum pernah terjadi karena pada hakekatnya suatu kejahatan yang terjadi sangat tidak adil apabila hanya dikenakan sanksi denda saja namun, biasanya sanksi penjara selalu diikuti dengan sanksi denda. hal ini didasarkan pada pasal 366 KUHP, yang berbunyi;
“Dalam pemidanaan karena salah satu perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362, 363, dan 365 dapat dijatuhkan pencabutan hak tersebut dalam pasal 35 No.1-4” (Sumber: Pengadilan Negeri Makassar, Dwi Hari Sulismawati SH, 25 agustus 2009).19
Tahap selanjutnya adalah hakim menjatuhkan putusan, dan pada saat itu pula tersangka diberi hak untuk menerima atau mengajukan banding terhadap putusan hakim. Apabila tersangka menerima putusan hakim, maka kewenangan dalam menjalankan putusan diserahkan pada Jaksa. Untuk putusan pidana mati, oleh Jaksa diberikan pada satuan Brimob dalam melakukan eksekusi. Sedangkan untuk pidana kurungan atau penjara, oleh jaksa kewenangannya diberikan oleh lembaga ke masyarakatan. Dan untuk putusan denda, kewenangannya diberikan pada dipenda ( Dinas Pendapatan Daerah ).
A. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Pengadilan Negeri Makassar dapat diketahui bahwa tugas hakim dalam praktek penjatuhan hukuman pada tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan pemberatan berpedoman pada pasal 183 dan 184 KUHAP, pasal 28 UU No 4 Th. 2004, dan melihat unsur-unsur pada pasal 363, 365, 486 KUHP Sehingga dalam hal ini hakim memiliki keluwesan dalam mencari kebenaran hakiki dan menjunjung tinggi keadilan. Adapun hal-hal tertentu dalam pertimbangan hakim untuk menjatuhkan putusan pada diri seorang terdakwa pada kasus tindak pidana
19
pencurian kendaraan bermotor dengan pemberatan. Ada hal-hal tertentu diluar ketentuan hakim yang menjadi pertimbangan untuk memperingan putusan, yaitu:
1. Adanya sikap terus terang dalam persidangan; 2. Belum menikmati hasil dari pencurian tersebut; 3. Adanya penyesalan untuk tidak mengulanginya;
4. Adanya tanggung jawab sebagai tulang-punggung keluarga; 5. Sopan dalam persidangan;
6. Belum pernah dihukum atau bukan residivis.
Begitu juga sebaliknya, ada hal-hal yang menjadi pertimbangan hakim untuk memperberat putusan, yaitu
1. Menunjukkan sikap berbelit-belit dalam memberi keterangan dipersidangan
2. Sikap tidak sopan dan tidak menghormati persidangan 3. Sudah pernah dihukum atau dalam perkara sejenis 4. Bahwa perbuatan tersebut meresahkan masyarakat
5. Bahwa perbuatan tersebut membahayakan nyawa dan tubuh seseorang Dalam menjatuhkan putusan, seorang hakim berpegang pada asas “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa“ Dan yang menjadi pertimbangan selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, adalah fakta di persidangan yang terungkap tentang peristiwa yang terjadi dan didasarkan pada tututan dari Jaksa Penuntut Umum.
Hasil penelitian yang dilakukan di Pengadilan Negeri Makassar dapat diketahui bahwa tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan pemberatan
dari tahun ke tahun mengalami pasang-surut, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dengan pemberatan yang masuk di Pengadilan Negeri Makassar selama 4 tahun terakhir, dimulai dari tahun 2006-2009. Tahun 2006 tercatat 10 kasus tindak pidana, 2007 tercatat 8 kasus, 2008 tercatat 6 kasus, 2009 tercatat 11 pencurian kendaraan bermotor dengan unsur-unsur pemberatan.
Data ini diperoleh dari sumber pengambilan data yang terdiri dari data primer dan sekunder. Dimana data primer terdiri dari responden dan informan, sedangkan data sekunder bersumber dari literatur pada peraturan