• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA TEORI

3.4. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi

Singh et al., (1986) memformulasikan sebuah model tentang perilaku

rumahtangga petani yang bersifat dinamis. Secara teoritis, perilaku petani dapat didekati dengan teori produksi dimana fungsi produksi diasumsikan sebagai hubungan antara produksi dan faktor produksi secara kontinyu. Dalam

Agricultural Household Model, Singh and Janakiram (1986); Barnum and Squire (1979); dan Bagi and Singh (1974) menganalis aspek produksi rumahtangga petani dengan model simultan dan parsial.

Dalam penelitian ini keputusan produksi merupakan jumlah produksi pertanian kotor (Q) adalah fungsi dari penggunaan lahan dan ternak (A),

persediaan modal usaha (K), tenaga kerja keluarga (Nf), tenaga kerja luar keluarga

(No), dan teknologi (Tek). Dalam kaitannya dengan pengembangan sistem

integrasi tanaman-ternak, kegiatan produksi meliputi kegiatan produksi usaha padi

(QP) dan usaha sapi (QS), sehingga masing-masing fungsi produksi dapat

dirumuskan sebagai:

QP = f (A, K, Nf, No, Tek) (3.25)

QS = f (A, K, Nf, No, Tek) (3.26)

Fungsi produksi usahatani yang dibuat merupakan penjabaran bentuk

umum fungsi produksi dalam Agricultural Household Model, dimana produksi

tergantung pada tingkat penggunaan input tetap, penggunaan tenaga kerja dan karakteristik proses produksi. Penggunaan input tetap dapat berupa luas lahan dan modal usaha, sedangkan karakteristik produksi meliputi penggunaan teknologi dan kebutuhan kredit.

Penggunaan input merupakan fungsi turunan dari fungsi kepuasan maksimum dengan kendala produksi, ketersediaan tenaga kerja dan pendapatan. Nilai optimal penggunaan faktor-faktor input ini merupakan permintaan dari rumahtangga terhadap faktor-faktor input tersebut, yang besarnya tergantung dari harga input dan tingkat produksinya. Dengan demikian fungsi permintaan faktor-faktor input adalah fungsi dari harga input dan tingkat produksi yang dapat dinyatakan sebagai (Nicholson, 2001)

47

Dengan asumsi Q, A, K dan N pada persamaan (3.25) dan (3.26) diperjual-belikan pada pasar persaingan sempurna dengan harga masing-masing P, r, v dan w, maka pada kondisi penerapan teknologi tertentu, untuk memperoleh keuntungan

maksimum dari masing-masing faktor input perlu menurunkan first order

condition dari fungsi Lagrangian dalam memaksimumkan keuntungan. Kondisi syarat minimum yang harus dipenuhi dari faktor input tersebut menjadi:

∂π = r – λ∂f = r - MPA= 0 (3.28a) ∂A ∂A ∂π = v – λ∂f = v - MPK= 0 (3.28b) ∂K ∂K ∂π = w – λ∂f = w - MPNf = 0 (3.28c) ∂Nf ∂Nf ∂π = w – λ∂f = w - MPNo = 0 (3.28d) ∂No ∂No

Karena persamaan tersebut dapat diinterpretasikan sebagai biaya marjinal, maka persamaan diatas dapat diubah menjadi:

r – MC. MPA= 0 (3.29a)

v – MC. MPK = 0 (3.29b)

w – MC. MPNf= 0 (3.29c)

w – MC. MPNo = 0 (3.29d)

Berdasarkan tujuan rumahtangga yang ingin memaksimumkan keuntungan, maka harus dipenuhi syarat dimana P = MC, sehingga diperoleh:

r – P. MPA = 0 atau r = P. MPA (3.30a)

v – P. MPK = 0 atau v = P. MPK (3.30b)

w – P. MPNf = 0 atau w = P. MPNf (3.30c)

Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga harus menggunakan faktor-faktor produksinya hingga batas saat mana nilai produktivitas marjinal faktor yang bersangkutan sama dengan tingkat harga satu unit faktor tersebut di pasar.

3.4. MODEL REKURSIF DAN NON REKURSIF

Secara teoritis, saling ketergantungan antara proses produksi dan konsumsi menimbulkan dua pendekatan yang berbeda, yakni model rekursif dan non rekursif. Model rekursif berlaku atas dasar asumsi bahwa antara keputusan produksi dan konsumsi terjadi ketergantungan secara sekuensial, dimana keputusan konsumsi dipengaruhi oleh keputusan produksi, bukan sebaliknya

(Singh et al., 1986; Coyle, 1994). Asumsi ini berlaku pada kondisi (1) pasar input

dan pasar output bersaing, (2) tidak terdapat biaya transaksi dan pertukaran, (3) terjadi substitusi sempurna dalam kegiatan produksi antara tenaga kerja sewa dengan tenaga kerja keluarga, (4) terdapat substitusi sempurna antara penggunaan tenaga kerja keluarga dalam usahatani dan luar usahatani, dan (5) produktivitas usahatani tidak tergantung pada konsumsi usahatani. Jika asumsi tersebut tidak dapat dipenuhi, maka model yang digunakan termasuk dalam kelompok model non rekursif.

3.4.1. Model Rekursif

Seandainya diumpamakan rumahtangga petani mengkonsumsi produk

usahatani, Xa, produk dibeli di pasar, Xm, dan waktu santai, S, maka rumahtangga

diasumsikan mempunyai fungsi utilitas dengan turunan parsial positif.

49

Dengan kendala anggaran sebagai faktor pembatas, dalam memaksimumkan fungsi utilitasnya, maka jumlah pengeluaran rumahtangga

untuk membeli barang Xm pada harga Pm akan memerlukan anggaran sebesar Xm

x Pm, dimana besarnya harus sama dengan seluruh pendapatan tunai rumahtangga

dari berbagai sumber. Persamaan fungsi anggaran menjadi:

Pm Xm = Pa(Qa-Xa) + Pc Qc – Pv V– w (L-F) + n N + E (3.32)

dmana:

PmXm : total anggaran yang tersedia

Qa, Qc : komoditas pertanian yang diproduksi sendiri

Pa, Pc : harga komoditas pertanian Qa dan Qc

Pv : harga input variabel V

L : tenaga kerja dalam dan luar keluarga pada usahatani

F : tenaga kerja keluarga yang bekerja di sektor pertanian

N : tenaga kerja keluarga yang bekerja diluar pertanian

w : tingkat upah tenaga kerja di sektor pertanian

n : tingkat upah tenaga kerja diluar sektor pertanian

E : pendapatan keluarga diluar upah (sewa, bunga, dll).

Selisih antara L dan F merupakan keseimbangan penggunaan tenaga kerja keluarga di sektor pertanian dengan tenaga kerja pada usahatani sendiri. Jika nilai ini positif, maka penggunaan tenaga kerja pada usahatani sendiri, termasuk tenaga kerja dalam dan luar keluarga, lebih besar daripada penggunaan tenaga kerja keluarga pada sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa pada usahatani sendiri terdapat pengeluaran upah sewa tenaga kerja. Apabila nilai ini negatif, berarti penggunaan tenaga kerja keluarga di sektor pertanian lebih besar daripada

penggunaan tenaga kerja keluarga pada usahatani sendiri, sehingga terdapat penerimaan upah tenaga kerja yang diterima keluarga dari sektor pertanian.

Ketersediaan tenaga kerja keluarga juga menjadi salah satu kendala bagi rumahtangga petani dalam memaksimumkan fungsi utilitasnya, yang direpresentasikan oleh:

T = F + N + S atau F = T – N – S (3.33)

dimana:

T : jumlah tenaga kerja potensial yang tersedia pada keluarga F : jumlah tenaga kerja keluarga yang bekerja di sektor pertanian N : jumlah tenaga kerja keluarga yang bekerja di luar pertanian S : jumlah tenaga kerja potensial untuk bersantai

Apabila kendala tenaga kerja ini disubstitusikan dengan kendala anggaran, maka akan diperoleh:

Pm Xm = Pa(Qa-Xa) + Pc Qc – Pv V– w{L-(T-N-S)} + n N + E (3.34)

atau:

Pm Xm = Pa Qa - Pa Xa + Pc Qc – Pv V– w L + w T– w N – w S + n N + E Dalam bentuk keseimbangan hal tersebut menjadi:

Pm Xm + Pa Xa + w S = Y = (PaQa + PcQc – Pv V– w L) + (n – w) N + w T

+ E (3.35)

Sisi kiri persamaan tersebut menunjukkan nilai konsumsi produk yang dibeli di pasar, nilai produk pertanian hasil usahatani sendiri dan nilai waktu santai yang diukur dengan tingkat upah tenaga kerja di sektor pertanian. Sedangkan sisi kanan persamaan merupakan pendapatan petani sesuai konsep Becker (1965) yang terdiri dari nilai produksi dikurangi komponen biaya

51

usahatani. Selisih nilai penggunaan tenaga kerja keluarga diluar pertanian diukur dengan tingkat upah sektor pertanian dan non pertanian. Sumberdaya waktu keluarga dinilai dengan tingkat upah sektor pertanian, sehingga jika tingkat upah diluar pertanian lebih besar daripada sektor pertanian akan menambah besarnya

pendapatan petani, vice versa.

Komponen input dan output dapat dihubungkan dengan suatu fungsi produksi sebagai berikut:

G (Qa, Qc, L, V, K ) = 0 (3.36)

dimana K adalah suatu input tetap. Persamaan ini merupakan bentuk fungsi produksi yang bersifat umum, sehingga memungkinkan untuk memisahkan fungsi produksi bagi output yang berbeda maupun yang sama.

Dalam memaksimumkan utilitas, rumah tangga petani akan memaksimumkan pendapatan dengan kendala fungsi produksi, namun secara simultan juga dapat memaksimumkan utilitas dengan kendala pendapatan. Sehingga, untuk memaksimumkan pendapatan akan sama dengan memaksimumkan nilai output dikurangi input atau keuntungan. Fungsi Lagrange untuk memaksimumkan fungsi utilitas ini menjadi:

Π = U (Xa, S, M) + λ {(Pa Qa + Pc Qc – Pv V – w L) + (n – w) N + w T + E

– Pm M – Pa Xa – w S} + µ G (Qa, Qc, L, V, K) (3.37)

Syarat pertama yang harus dipenuhi agar fungsi Lagrangian maksimum adalah turunan pertama fungsi tersebut harus sama dengan nol, sehingga fungsi turunan parsialnya adalah:

∂π = U Xa – λ Pa = 0 (3.38a)

∂π = U S – λ w = 0 (3.38b) ∂S ∂π = U M – λ Pm = 0 (3.38c) ∂M ∂π = (PaQa + PcQc – Pv V – w L) + (n-w) N + w T + E - Pm M – PaXa ∂λ – w S = 0 (3.38d) ∂π = λ Pa + µ Ga = 0 (3.38e) ∂Qa

Penyelesaian secara simultan persamaan tersebut akan diperoleh fungsi permintaan rumahtangga terhadap barang konsumsi dan waktu santai. Fungsi permintaan rumahtangga terhadap barang konsumsi dan waktu santai merupakan fungsi dari tingkat upah yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Di = Di (Pa, Pc, w, Pv, Y) (3.39)

dimana i = Xa, Xc, S dan M.

Dengan diketahuinya fungsi permintaan sebagaimana persamaan (3.39), maka dapat dirumuskan fungsi penawaran tenaga kerja rumahtangga baik didalam maupun diluar usahatani. Penawaran tenaga kerja rumahtangga merupakan total tenaga kerja keluarga dikurangi waktu santai, dimana fungsi ini juga merupakan fungsi dari faktor-faktor yang sama dengan fungsi permintaan waktu santai seperti berikut:

Sj = Sj (Pa, Pc, w, Pv, Y) (3.40)

dimana j = P, w.

Turunan parsial persamaan tersebut akan diperoleh fungsi penawaran produk dan fungsi permintaan input usahatani, yang juga merupakan fungsi dari

53

harga output dan harga input. Fungsi penawaran produk usahatani yang tidak dikonsumsi keluarga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Qc = Qc (Pa, Pc, w, Pv) (3.41)

Fungsi penawaran produk yang sebagian dikonsumsi keluarga (Qa) merupakan

marketed surplus, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ms = Ms (Pa, Pc, w, Pv, Y) (3.42)

Sedangkan fungsi permintaan input usahatani dirumuskan sebagai :

Uk = Uk (Pa, Pc, w, Pv, Y) (3.43)

dimana k = L, V.

Efek pendapatan dapat berakibat postif maupun negatif, dimana jika Xa

barang normal, maka kenaikan pendapatan akan meningkatkan konsumsi Xa. Jika

terdapat bagian produk yang dijual, sehingga (Qa – Xa) positif, maka efek

pendapatan menjadi positif, sebaliknya jika sebagian besar produk dikonsumsi,

dimana (Qa – Xa) negatif, maka efek pendapatan menjadi negatif. Efek pendapatan

dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan seperti :

(d Xa) ψ = (∂Xa) ψ – Xa (∂Xa) (3.44)

d Pa ∂Pa ∂Y atau:

d Xa = (∂Xa) ψ – Xa (∂Xa) + (∂π ) (∂Xa) (3.45)

d Pa ∂Pa ∂Y ∂Pa ∂Y

Persamaan ini menunjukkan adanya efek total perubahan harga Pa terhadap

konsumsi Xa pada kondisi keuntungan yang konstan, dimana terdapat kontribusi

tertentu dari efek pendapatan. Persamaan ini merupakan persamaan Slutsky yang biasa diturunkan pada teori permintaan rumahtangga, dimana efek pendapatan sangat tergantung dari jenis barang yang dikonsumsi (Koutsoyiannis, 1982).

Efek total perubahan harga Pa terhadap konsumsi barang Xa pada model ekonomi rumahtangga pertanian dapat dibedakan menjadi efek substitusi, efek pendapatan dan efek keuntungan. Efek keuntungan yang ada pada persamaan

Slutsky terjadi karena kenaikan harga Pa, sehingga petani lebih banyak menjual Qa

dan berakibat pada peningkatan keuntungan usahatani. Keuntungan ini merupakan

komponen pendapatan pada model Becker, dimana kenaikan harga Pa dapat

menyebabkan konsumsi Xa meningkat, meskipun Xa merupakan barang normal.

Perilaku rumahtangga dalam mengkonsumsi waktu santai dapat dirumuskan sebagai berikut :

(d S) = (∂S) ψ + (T – N – L – S) (∂S) (3.46)

d w ∂w ∂Y

Efek total perubahan upah tenaga kerja di sektor pertanian terhadap konsumsi waktu santai terdiri dari efek substitusi dan efek pendapatan. Efek substitusi bertanda negatif, sedangkan efek pendapatan dibobot dengan (T – N – L – S) yang merupakan selisih penawaran tenaga kerja dengan permintaannya, atau yang

disebut dengan marketed surplus of labor (Strauss, 1986).

Perilaku permintaan rumahtangga terhadap komoditas yang dibeli di pasar dapat dirumuskan sebagai berikut:

(d M) = (∂M) ψ + M (∂M) (3.47)

d Pm ∂Pm ∂Y

Karena komoditas M tidak dihasilkan sendiri oleh rumahtangga petani, perubahan konsumsi barang yang dibeli di pasar akibat perubahan harga sendiri identik dengan perilaku konsumsi waktu santai. Efek substitusi bertanda negatif, dan jika M adalah barang normal, maka efek pendapatan bertanda positif. Efek total akan tergantung pada besaran dari efek substitusi dan efek pendapatan.

55

Perubahan konsumsi M dapat juga terjadi akibat perubahan harga

komoditas yang dihasilkan oleh usahatani Pa atau Pc, sehingga dapat dirumuskan

sebagai berikut :

(d M) = (∂S) ψ + (Qa – Xa) (∂M) (3.48)

d Pa ∂Pa ∂Y

(d M) = Qc (∂M) (3.49)

d Pc ∂Y

Efek total perubahan harga Pa terhadap konsumsi barang M terdiri dari efek

substitusi dan efek pendapatan yang dibobot dengan marketed surplus komoditas

Qa. Efek substitusi silang dapat bertanda positif maupun negatif, dimana jika

barang M dan Qa merupakan komoditas substitusi, maka efek substitusi silang

bertanda positif. Sebaliknya, jika kedua barang tersebut merupakan komoditas komplemen, maka efek substitusi silang bertanda negatif. Jika barang M adalah barang normal, maka efek pendapatan akan bertanda positif.

3.4.2. Model Non Rekursif

Pada model non rekursif terdapat saling ketergantungan antara aspek produksi dan konsumsi, dimana keputusan produksi mempengaruhi pendapatan rumahtangga, sebaliknya keputusan konsumsi juga mempengaruhi keputusan produksi. Pengaruh keputusan produksi terhadap konsumsi terjadi melalui perubahan pendapatan rumahtangga, dimana rumahtangga dapat menentukan komposisi barang dan jasa yang dikonsumsi. Sebaliknya, pengaruh keputusan konsumsi terhadap produksi terjadi melalui perubahan peubah eksternal yang menyebabkan rumahtangga merealokasi komposisi barang dan jasa atau waktu santai. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pada penggunaan tenaga kerja di sisi produksi, dimana terjadi pada rumahtangga yang tidak menggunakan tenaga

kerja upah, atau rumahtangga yang mempunyai preferensi berbeda dalam penggunaan tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja upah. Alokasi tenaga kerja keluarga tidak didasarkan pada tingkat upah yang berlaku di pasar, tetapi pada keseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja didalam rumahtangga. Hal ini tercermin pada tingkat upah internal atau harga bayangan

tenaga kerja (shadow wage).

Jika diumpamakan rumahtangga petani mempunyai fungsi utilitas dengan

mengkonsumsi barang yang dihasilkan dari usahatani (Xa), barang yang dibeli di

pasar (M) dan waktu santai (S). Kendala yang dihadapi petani adalah anggaran,

ketersediaan tenaga kerja dan produksi usahatani. Jika tenaga kerja (Ti), tidak

dibedakan atas tenaga kerja terampil maupun tidak terampil, dengan tingkat upah

Ni dan tenaga kerja upah (Hi) dengan tingkat upah wi, maka fungsi utilitas dapat

dirumuskan sebagai:

U = U (Xa, M, Ti – Fi – Ni) (3.50)

Jika tenaga kerja keluarga dialokasikan untuk kegiatan dalam usahatani sendiri

(Fi), kegiatan diluar usahatani (Ni) dan waktu santai (Si), maka alokasi tenaga

kerja menjadi :

Ti = Fi + Ni + Si (3.51)

dimana i = p, w.

Kendala anggaran meliputi :

Pm M + Pa Xa≤ Y (3.52)

Y ≡π + Σ ni Ni + E (3.53)

π≡ Pa Qa – Pv V – Σ wi Hi (3.54)

57

Qa = G (Fi, Hi, V, K) (3.55)

dimana Xa < Qa

Kendala non negatif adalah :

Nj, Fj, Sj = Tj – Nj – Fj, Hi (3.56)

dimana i = p, w dan j = u, s.

Fungsi Lagrangian untuk memaksimumkan fungsi utilitas dengan kendala yang ada dirumuskan sebagai berikut:

π = U (Xa, M, Ti - Fi - Ni) + λ {Pa G(Fi, Hi, V, K) – Pv V - Σ wi Hi + Σ ni Ni + E - Pm M – Pa Xa} + ΣΣ j Nj + ΣΣ µj Fj + Σφi Hi

+ ΣΣ j (Tj - Nj - Fj) (3.57)

dimana i = p,w dan j = s, u.

λ, , φ, µ dan merupakan pengganda Lagrange dan peubah slack untuk

masing-masing kendala non negatif, sehingga syarat Kuhn-Tucker untuk memaksimumkan fungsi tersebut menjadi:

∂π = ∂U – λ Pa≤0 (3.58a) ∂Xa ∂Xa ∂π = ∂U – λ Pm≤ 0 (3.58b) ∂M ∂M ∂π = - ∂U – λ Pa∂G(*) + µi - i ≤0 (3.58c) ∂Fi ∂Si ∂Fi ∂π = - ∂U + λ Ni + i - i ≤0 (3.58d) ∂Ni ∂Ni ∂π = λ Pa∂G(*) - λ wi + i ≤0 (3.58e) ∂Hi ∂Hi ∂π = {Pa G(Fi,Hi,V,K) - Pv V- Σ wi Hi + Σ ni Ni ∂λ + E - Pm M - Pa Xa} ≥ 0 (3.58f)

Penyelesaian simultan terhadap sistem persamaan tersebut akan

menghasilkan fungsi permintaan rumahtangga terhadap Xa, M, S dan fungsi

penawaran tenaga kerja keluarga dalam dan luar usahatani, F dan N. Dapat juga

diturunkan fungsi penawaran produk usahatani Qa, dan permintaan input usahatani

dengan input variabel V serta tenaga kerja F dan H. Fungsi penawaran maupun permintaan merupakan fungsi dari harga input dan output serta beberapa peubah lainnya dalam model. Dalam model ekonomi rumahtangga non rekursif, terdapat peubah harga bayangan upah tenaga kerja yang bersifat endogen dan diasumsikan terdapat solusi interior pada persamaan tersebut. Hasil yang akan diperoleh adalah :

Pa∂G (*) = ni* - µi (3.59)

∂Fi λ

dimana ni*= ni + µi merupakan harga bayangan tenaga kerja keluarga yang beker-

λ

ja di usahatani sendiri. Jika tenaga kerja keluarga bekerja dalam usahatani (µi = 0),

tetapi tidak bekerja diluar usahatani, maka nilai produk marjinal penggunaan

tenaga kerja keluarga dalam usahatani sama dengan harga bayangan ni*, dimana

ni* > ni. Hal ini berarti bahwa upah tenaga kerja diluar usahatani menurut harga

pasar tenaga kerja lebih rendah dari opportunity cost tenaga kerja keluarga dalam

usahatani. Keseimbangan yang diperoleh ditunjukkan dengan persamaan :

Pa (∂U / ∂Si) = ni* = Pa ∂G (*) (3.60)

(∂U / ∂Xa) ∂Fi

Persamaan (3.60) menunjukkan bahwa substitusi marjinal waktu santai terhadap

komoditas Xa sama dengan nilai produk marjinal penggunaan tenaga kerja

keluarga dalam usahatani, dimana sama dengan harga bayangan tenaga kerja keluarga.

59

Keputusan penggunaan tenaga kerja upah dalam usahatani dapat diturunkan dengan mengasumsikan adanya solusi interior sesuai kaidah slack komplementer pada penggunaan tenaga kerja upah. Keseimbangan yang diperoleh ditunjukkan dengan persamaan :

Pa ∂G (*) = wi (3.61)

∂Hi

Tenaga kerja upah dalam usahatani digunakan sampai terjadi keseimbangan antara nilai produk marjinal tenaga kerja upah dan tingkat upah yang dibayarkan. Adanya perbedaan tingkat upah yang berlaku, yakni ni > wi, atau wi > ni, dengan menggunakan solusi interior, akan diperoleh hubungan sebagai berikut:

µi = λ (ni – wi) + i + φi (3.62)

Jika tingkat upah tenaga kerja diluar usahatani lebih besar dari tingkat upah tenaga

kerja yang dibayarkan rumah tangga, ni > wi, maka tandanya menjadi positif (µi =

0) dan Fi = 0. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat upah yang berlaku, tenaga

kerja keluarga tidak pernah bekerja dalam usahatani sendiri. Jika tenaga kerja keluarga dapat disubstitusi sempurna oleh tenaga kerja upah, maka tenaga kerja keluarga tidak perlu bekerja diluar usahatani.

Berdasarkan kaidah slack komplementer, jika Hi > 0 maka φi = 0, dan jika

tenaga kerja keluarga dapat disubstitusi sempurna oleh tenaga kerja upah, maka akan berlaku:

∂G (*) = ∂G (*) (3.63)

∂Hi ∂Fi

Jika persamaan (3.63) disubstitusikan kedalam (3.61), akan diperoleh i = λ (Wi

ni) + µi > 0, yang berarti Ni = 0, dimana menunjukkan bahwa tidak ada tenaga

kerja keluarga yang bekerja diluar usahatani. Apabila terdapat tenaga kerja yang bekerja diluar usahatani, maka rumahtangga pertanian tidak akan mempekerjakan

tenaga kerja upah. Artinya jika Ni > 0, maka i = 0, dan bila disubstitusikan akan diperoleh hasil φi = λ (wi – ni) + µi > 0, yang berarti Hi = 0. Kondisi ini berlaku jika tenaga kerja keluarga dapat disubstitusi sempurna dengan tenaga kerja upah.

Dokumen terkait