BAB II STUDI LITERATUR
2.1 Propagasi Sinyal
2.1.2 Model Propagasi
2.1.2.2 Model Hata 11
Model Hata merupakan bentuk persamaan empiris dari kurva redaman lintasan yang dibuat oleh Okumura, karena itu model ini lebih sering disebut sebagai model Okumura-Hata. Model ini cocok untuk daerah frekuensi antara 150-1500 MHz. Hata membuat persamaan standar untuk menghitung redaman lintasan di daerah urban, sedangkan untuk menghitung redaman lintasan di tipe daerah lain
(suburban, open area, dll), Hata memberikan persamaan koreksinya. Persamaan
prediksi Hata untuk daerah urban adalah (Parsons,J.D,.2000) (Goldsmith, A. 2005) ( William, C. Y. L,. 2006).
L(urban)(dB) = 69,55+26,16logfc–13,82loghte–a(hre)+(44,9–6,55loghre
(2.9) )log
Dimana:
fc
h
= frekuensi kerja antara 150-1500 MHz, te
h
= tinggi efektif antena transmitter (BTS), 30-200 m , re
d = jarak antara Tx-Rx (km),
= tinggi efektif antena receiver (MS), 1-10 m,
a(hre) = faktor koreksi untuk tinggi efektif antena MS sebagai fungsi dari luas daerah yang dilayani.
Untuk kota kecil sampai sedang, faktor koreksi a(hre) atau a(hms) diberikan oleh persamaan:
a(hre) = (1,1logfc – 0,7) hre – (1,56logfc
sedangkan untuk kota besar:
– 0,8) dB (2.10)
a(hre) = 8,29 (log1,54hre)2 – 1,1 db untuk fc a(h
< 300 MHz (2.11a) re) = 3,2 (log11,75hre)2 – 4,97 dB untuk fc > 300 MHz (2.12b)
Walaupun model Hata tidak memiliki koreksi lintasan spesifik seperti yang disediakan model Okumura, tetapi persamaan-persamaan diatas sangat praktis untuk digunakan dan memiliki akurasi yang sangat baik. Hasil prediksi dengan model Hata hampir mendekati hasil dengan model Okumura, untuk jarak d lebih dari 1 km. Model ini sangat baik untuk sistem komunikasi bergerak dengan ukuran sel besar, tetapi kurang cocok untuk sistem dengan radius sel kurang dari 1 km.
2.1.2.3 Model Lee
Model propagasi Lee diturunkan dari data eksperimen di beberapa kota besar di dunia. Parameter referensi 900 MHz, pada tinggi antena 30.5 m, dengan daya transmisi 10 W. Persamaan matematika model Lee ini ditunjukkan persamaan berikut ini (Seybold, John S., 2005),( William, C. Y. L,. 2006).
�50= �0+�log� − �0 (2.13)
Dengan: L50 L
= rugi-rugi propagasi model Lee (dB) 0
γ = slope dari path loss (dB/decade)
= rugi-rugi transmisi pada jarak 1 km (dB)
d = jarak dari base transceiver station (m) F0
Nilai L
= faktor penyesuaian 0
Tabel 2.1 Parameter Model Propagasi Lee
dan γ diperoleh dari data eksperimen, yaitu seperti ditunjukkan oleh Tabel
2.1(Seybold, John S., 2005). Environment L0 (dB) Γ Free space 93.3 20.0 Open (rural) 91.3 43.5 Suburban 104.0 38.0 Urban Tokyo 128.0 30.0 Philadelphia 11.8 36.8
Newark 106.3 43.1
Sedangkan nilai F0
F
diberikan oleh persamaan: 0 = F1F2F3F4F5 Dengan: (2.14) �1 = [������������������������ℎ���ℎ� (�)]2 (30.5�)2 (2.15) �2 = [�����������������10� ����� (�)] (2.16) �3 = [���������������4 ��������������] (2.17) �4 =[�������������������ℎ���ℎ� (�)] 2 (3�)2 (2.18) �5 = [��] 2 [�0]2 dimana f0 = 1800 MHz (2.19) 2.2 Soft Handover
Handover adalah komponen yang esensial dalam sistem komunikasi selular
bergerak. Mobilitas menyebabkan variasi yang dinamis pada kualitas link dan tingkat interferensi pada sistem seluler, terkadang sebuah user (mobile station; MS) tertentu harus mengganti base transceiver station (BTS) yang melayaninya. Pergantian ini dikenal sebagai handover.
Disebut soft handover karena untuk membedakannya dari proses handoff lainnya (hard handover). Pada hard handover beberapa keputusan dibuat apakah
handover perlu dilakukan atau tidak. Pada keputusan positif, handover diinisiasikan
dan dieksekusi tanpa memerlukan pemakaian kanal secara simultan dengan dua base
transceiver station. Pada soft handover, sebuah keputusan yang dikondisikan dibuat
apakah handover perlu atau tidak. Dipengaruhi oleh perubahan dari kuat sinyal pilot dari dua atau lebih base transceiver station yang terlibat, dan akhirnya keputusan
handover dibuat untuk berkomunikasi hanya dengan satu BTS. Hal ini normal terjadi setelah diperoleh jelas bahwa sinyal dari satu BTS lebih kuat dari yang lainnya. Pada prosesnya MS menggunakan kanal secara simultan rerhadap setiap BTS yang terlibat.
2.2.1 Prosedur Handover
Prosedur handover dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu: pengukuran, pengambilan keputusan dan eksekusi seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.4 (Chen, Y., 2003).
Gambar 2.4 Prosedur Handover
2.2.2 Konsep Soft handover
Soft handover memungkinkan kedua sel, baik sel asal ataupun sel baru untuk
melayani user (mobile station) secara bersama-sama selama transisi handover. Transisinya adalah ketika MS bergerak dari sel asal ke sel baru dan akhirnya berada di sel baru. Hal ini dimungkinkan karena semua sel memakai frekuensi kerja yang sama. Soft handover selain mengurangi kemungkinan putusnya pembicaraan juga
Mengukur informasi yang dibutuhkan untuk keputusan handover (contoh: Ec/I0, dan RSS) Kriteria handoverterp enuhi? • Selesaikan proses handover • Meng-update parameter Fase Pengukuran
Fase Pengambilan Keputusan
Fase Eksekusi Ya
menyebabkan proses handover berjalan dengan halus sehingga tidak mengganggu pengguna. Dalam sistem analog dan digital TDMA dilakukan pemutusan hubungan sebelum fungsi switching berhasil dilakukan (break-before-make) sementara pada CDMA hubungan dengan sel lama tidak diputuskan sampai MS benar-benar mantap dilayani oleh sel baru (make-before-break).
Setelah sebuah panggilan dilakukan, MS selalu mencek sel-sel tetangga untuk menentukan apakah sinyal dari sel yang lain cukup besar jika dibandingkan dengan sinyal dari sel asal. Jika hal ini terjadi, ini merupakan indikasi bahwa MS (Mobile
station) telah memasuki daerah cakupan sel yang baru dan handover dapat mulai
dilakukan. Mobile station mengirim pesan kendali (control message) ke MTSO yang menunjukkan sinyal dari sel baru semakin menguat. MTSO melakukan handover dengan menyediakan sebuah link kepada mobile station melalui sel baru tetapi link yang lama tetap dipertahankan. Sementara mobile station berada pada daerah perbatasan antara kedua sel, panggilan dilayani oleh kedua sel site, hal ini menyebabkan berkurangnya efek ping-pong atau mengulang permohonan untuk menangani kembali panggilan diantara kedua sel site. Sel asal akan memutuskan hubungan jika mobile station sudah sungguh-sungguh mantap dilayani oleh sel yang baru. Gambar 2.5 memperlihatkan perbandingan proses dasar dari hard dan soft
handover (Chen, Y., 2003).
Jika dibandingkan dengan hard handover tradisional, soft handover memperlihatkan banyak keuntungan, contohnya menghilangkan efek ping-pong dan menghaluskan transmisi (tidak ada break point pada soft handover). Tidak ada efek
ping-pong berarti beban signaling diakibatkan oleh pemutusan transmisi yang mana
terjadi pada hard handover.
Terpisah dari masalah mobilitas, ada alasan lain kenapa soft handover diimplementasikan pada CDMA. Alasannya adalah soft handover bersama dengan kendali daya (power control) juga menggunakan mekanisme pengurangan interfensi. Gambar 2.6 memperlihatkan dua skenario (Chen, Y., 2003). Pada bagian (a) hanya
power control yang diaplikasikan. Pada bagian (b) power control dan soft handover
diaplikasikan. Misalkan mobile station (MS) bergerak dari BTS1 menuju BTS2. Pada posisinya seperti pada gambar, sinyal pilot yang diterima dari BTS2 sudah lebih kuat dari pada dari BTS1. Ini berarti BTS2 lebih baik dari BTS1.
(a) Tanpa SHO
Gambar 2.6 Pengurangan interferensi dengan soft handover pada uplink
Pada (a), power control meningkatkan kuat sinyal kirim mobile station untuk menjamin QoS pada uplink ketika mobile station bergerak menjauhi BTS yang melayaninya, yaitu BTS1. Pada (b) mobile station ada dalam status soft handover, yaitu BTS1 dan BTS2 terhubung dengan mobile station secara simultan. Sinyal yang diterima dikirimkan ke RNC. Pada arah uplink, pemilihan dilakukan pada soft
handover. Yang paling kuat akan dipilih dan yang lebih lemah akan diputuskan.
Karena BTS2 lebih baik dari BTS1 dan untuk mencapai QoS yang diharapkan maka kuat sinyal kirim lebih rendah dibandingkan dengan skenario (a). Melalui hal diatas diperoleh bahwa interferensi yang dihasilkan oleh mobile station pada arah uplink lebih rendah pada soft handover karena soft handover selalu menjaga agar mobile
station terhubung dengan BTS yang terbaik. Pada arah downlink, situasinya jauh
lebih rumit. Meskipun kombinasi rasio maksimum memberikan penguatan makrodiversitas, dibutuhkan kanal downlink tambahan untuk mendukung soft
handover .
2.2.3 Inisiasi Soft handover
Inisiasi soft handover yang digunakan akan menentukan penentuan handover dan nilai dari active set. Ada beberapa inisiasi handover yang digunakan ( William, C. Y. L,. 2006). Berikut ini adalah penjelasannya.
1. MCHO (Mobile Control Handover): Mobile station (MS) melakukan pengukuran kualitas, memilih BTS (Base transceiver station) yang terbaik, dan melakukan switch melalui koordinasi dengan jaringan (network). Handover jenis ini biasanya dipicu oleh kualitas link yang rendah yang diukur oleh MS.
2. NCHO (Network Control Handover): BTS melakukan pengukuran dan memberi laporan kepada RNC, yang mana akan membuat keputusan untuk handover atau tidak. Handover jenis ini dilakukan bukan hanya untuk kendali link radio tetapi juga untuk mengatur distribusi trafik diantara sel-sel. Contohnya adalah TRHO
(Traffic Reason Handover). TRHO adalah algoritma berbasis beban yang mengubah nilai ambang (threshold) dari handover untuk satu atau lebih sel yang berdampingan bergantung pada beban sel itu. Jika beban dari suatu sel melebihi level yang ditentukan dan beban sel tetangga dibawah level yang telah ditentukan, maka sel tersebut akan mengecilkan area cakupannya (coverage) kemudian menyerahkan sebagian trafik (handover) kepada sel tetangga. Oleh karenanya, blocking rate dapat dikurangi dan meningkatkan utilisasi sel.
3. NCHO/ MAHO (Network Control Handover/ Mobile Assist Handover): Jaringan dan MS melakukan pengukuran. MS memberikan laporan pengukuran terkait BTS disekitarnya dan kemudian jaringan yang mengambil keputusan apakah
handover diperlukan atau tidak.
Pada penelitian ini, parameter yang digunakan untuk menginisiasi handover adalah kuat sinyal pilot itu sendiri (RSS, Received Signal Strength).