• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5. Kerangka Teori

1.5.2. Implementasi Kebijakan

1.5.2.2. Model Implementasi Kebijakan

Adapun dalam mengimplemetasikan suatu kebijakan dikenal beberapa model sebagai berikut:

1. Model Implementasi Kebijakan George Edward III

Edward (dalam Subarsono, 2005:90), melihat implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut perlu ditampilkan guna mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap implementasi. Oleh karena itu, Edward III menegaskan bahwa dalam studi implementasi terlebih dahulu harus diajukan dua pertanyaan pokok yaitu:

a. Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan?

b. Apakah yang menjadi faktor utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan?\

Guna menjawab pertanyaan tersebut, Edward mengajukan empat faktor yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi.Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yaitu faktor communication, resources, disposition, dan bureucratic structure.

1) Komunikasi (Communication)

Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat

kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors). Informasi perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar pelaku kebijakan dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah, kelompok sasaran (target group) kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan, agar proses implementasi kebijakan bisa berjalan dengan efektif serta sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri. Komunikasi dalam implementasi kebijakan mencakup beberapa dimensi penting yaitu tranformasi informasi (transimisi), kejelasan informasi (clarity) dan konsistensi informasi (consistency).Dimensi tranformasi menghendaki agar informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait.Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi yang jelas dan mudah dipahami, selain itu untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan.Sedangkan dimensi konsistensi menghendaki agar informasi yang disampaikan harus konsisten sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak terkait.

2) Sumber Daya (Resources)

Sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan. Edward III mengemukakan bahwa bagaimanapun jelas dan konsistensinya ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para

pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk melaksanakan kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif. Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan.Sumber daya ini mencakup sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan.

3) Disposisi (Disposition)

Kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau sasaran.Karakter penting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya kejujuran dan komitmen yang tinggi. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam asa program yang telah digariskan, sedangkan komitmen yang tinggi dari pelaksana kebijakan akan membuat mereka selalu antusias dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi, dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Sikap dari pelaksana kebijakan akan sangat berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Apabila implementator memiliki sikap yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka implementasi tidak akan terlaksana dengan baik.\

4) Struktur Birokrasi (Bureucratic Structure)

Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan struktur birokrasi itu sendiri.Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan biasanya sudah dibuat standart operation procedur (SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan. Aspek kedua adalah struktur birokrasi, struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.

2. Model Implementasi Kebijakan Grindle

Model Implementasi Kebijakan Publik yang dikemukakan Grindle di dalam Nugroho (2004:74), menuturkan bahwa Keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya hasil tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan cukup, selain dipengaruhi oleh isi kebijakan (Content of Policy) dan konteks implementasinya (Contex of Implementation).

Isi kebijakan yang dimaksud meliputi:

a. Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan (interest affected). b. Jenis manfaat yang dihasilkan (tipe of benefit).

c. Derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned). d. Kedudukan pembuat kebijakan (site of decision making).

e. Para pelaksana program (program implementators). f. Sumber daya yang dikerahkan (Resources commited).

Sedangkan konteks implementasi yang dimaksud:

a. Kekuasaan (power).

b. Kepentingan strategi aktor yang terlibat (interest strategies of actors involved).

c. Karakteristik lembaga dan penguasa (institution and regime characteristics).

d. Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana (compliance and responsiveness). 3. Model Implementasi Kebijakan Donald S. Van Meter dan Carl E.

Van Horn

Menurut Van Meter dan Van Horn, ada lima variabel yang memperngaruhi kinerja impementasi, yakni: (1) standar dam sasaran kebijakan; (2) sumber daya; (3) komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas; (4) karakteristik agen pelaksana; (5) kondisi sosial, ekonomi, dan politik.

1) Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standard an sasaran kebijakan kabur, maka akan menjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

2) Sumber daya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya non-manusia (non-human resources).

3) Hubungan antar organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan sutau program.

4) Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karrakteristik agen pelaksanan adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

5) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisiapan; yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan. 4. Model Implementasi Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier

Menurut Mazmanian dan Sabatier (1983), ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni : (1) Karakteristik dari masalah (tractability of the problem) ; (2) Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation) ; (3) Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).

1) Karakteristik dari masalah (tractability of the problem) terdiri atas: a. Tingkat Kesulitan Teknis dari masalah yang ada.

Dalam hal ini dilihat bagaimana permasalahan yang terjadi, apakah termasuk permasalahan sosial yang secara teknis mudah diselesaikan atau masuk kategori masalah sosial yang secara teknis sulit untuk dipecahkan.Sebagai contoh masalah sosial yang termasuk kategori mudah diselesaikan adalah seperti kekurangan persediaan beras disuatu daerah, kekurangan guru dalam suatu sekolah, dan lain-lain.Untuk contoh masalah sosial yang termasuk kategori sosial yang cukup sulit dipecahkan adalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan masalah-masalah lain yang sejenis.

b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran.

Hal ini menyangkut kelompok sasaran dari pembuatan suatu kebijakan atau dapat dikatakan masyarakat setempat yang dapat bersifat homogeny ataupun heterogen. Kondisi masyarakat yang homogen tentunya akan lebih memudahkan suatu program ataupun kebijakan diimplementasikan, sementara itu dengan kondisi masyarkat yang lebih heterogen akan lebih menyulitkan ataupun mendapat lebih banyak tantangan dalam pengimplementasiaannya.

c. Presentase kelompok sasaran terhadap total populasi.

Dalam artian bahwa suatu program atau kebijakan akan lebih mudah diimplementasikan ketika sasarannya hanyalah sekelompok orang tertentu atau hanya sebagian kecil dari semua populasi yang ada ketimbang kelompok sasarannya menyangkut seluruh populasi itu sendiri.

Hal ini menyangkut akan hal bagaimana perubahan perilaku dari kelompok sasaran yang diharapkan dengan program yang ada. Sebuah kebijakan atau program akan lebih mudah diimplementasikan ketika program tersebut lebih bersifat kognitif dan memberikan pengetahuan. Sementara itu, program yang bersifat merubah sikap atau perilaku masyarakat cenderung cukup sulit untuk diimplementasikan seperti perda larangan merokok ditempat umum, pemakaian kondom dan Keluarga Berencana, dan lain-lain.

2) Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation) terdiri atas :

a. Kejelasan Isi Kebijakan.

Sebuah kebijakan yang diambil oleh pembuat kebijakan haruslah mengandung konten yang jelas dan konsisten. Kebijakan dengan isi yang jelas akan memudahkan sebuah kebijakan dan akan menghindarkan distorsi atau penyimpangan dalam pengimplementasiannya. Hal ini dikarenakan jika suatu kebijakan sudah memiliki isi yang jelas maka kemungkinan penafsiran yang salah oleh implementor akan dapat dihindari dan sebaliknya jika isi suatu kebijakan masih belum jelas atau mengambang, potensi untuk distorsi ataupun kesalahpahaman akan besar.

b. Seberapa jauh kebijakan memiliki dukungan teoritis.

Dukungan teoritis akan lebih memantapkan suatu aturan atau kebijakan yang dibuat karena tentunya sudah teruji. Namun, karena konteks dalam pembuatan kebijakan adalah menyangkut masalah sosial yang meski

secara umum terlihat sama disetiap daerah, akan tetapi sebanarnya terdapat hal-hal yang sedikit banyak berbeda sehingga untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan modifikasi saja.

c. Besarnya alokasi sumberdaya financial terhadap kebijakan tersebut.

Hal yang tak dapat dipungkiri dalam mendukung pengimplementasian suatu kebijakan adalah masalah keuangan/modal.Setiap program tentu memerlukan staff untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis, memonitor program, dan mengelola sumberdaya lainnya yang kesemua itu memerlukan modal.

d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar bebagai institusi pelaksana.

Suatu program akan dengan sukses diimplementasikan jika terjadi koordinasi yang baik yang dilakukan antar berbagai instansi terkait baik secara vertical maupun horizontal.

e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana.

Badan pelaksana atau implementor sebuah kebijakan harus diberikan kejelasan aturan serta konsistensi agar tidak terjadi kerancuan yang menyebabkan kegagalan pengimplementasian.

f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan.

Salah satu faktor utama kesuksesan implementasi sebuah kebijakan adalah adanya komitmen yang kuat dari aparatur dalam melaksanakan

tugasnya.Komitmen mencakup keseriusan dan kesungguhan agar penerapan suatu peraturan ataupun kebijakan bisa berjalan dengan baik dan diterima serta dipatuhi oleh sasaran dari kebijaan tersebut.

g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.

Sebuah program akan mendapat dukungan yang banyak ketika kelompok-kelompok luar, dalam artian diluar pihak pembuat kebijakan seperti masyarakat ikut terlibat dalam kebijakan tersebut dan tidak hanya menjadikan mereka sebagai penonton tentang adanya suatu kebijakan ataupun program di wilayah mereka.

3) Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation) terdiri atas :

a) Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat menyangkut akan hal keadaan suatu masyarakat secara umum, mulai dari pendidikan, keadaan ekonomi, dan kondisi sosialnya yang secara sederhana dapat dikatakan kepada masyarakat yang sudah terbuka dan modern dengan masyarakat yang tertutup dan tradisional. Masyarakat yang sudah terbuka akan lebih mudah menerima program-program pembaharuan daripada masyarakat yang masih tertutup dan tradisional. Sementara itu, teknologi sendiri adalah sebagai pembantu untuk mempermudah pengimplementasian sebuah program. Teknologi yang semakin modern tentu akan semakin mempermudah.

b) Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan.

Dukungan publik akan cenderung besar ketika kebijakan yang dikeluarkan memberikan insntif ataupun kemudahan, seperti pembuatan KTP gratis, dan lain-lain. Sebaliknya, dukungan akan semakin sedikit ketika kebijakan tersebut malah bersifat dis-insentif seperti kenaikan BBM.

c) Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups).

Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara, seperti; (1) kelompok pemilih dapat melakukan intervensi terhadap keputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai komentar dengan maksud untuk mengubmah kebijakan; (2) kelompok pemilih dapat memiliki kemampuan untuk mempengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan membuat pernyataan yang ditujukan kepada badan legislatif.

d) Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor.

Komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial.Aparat badan pelaksana harus memiliki keterampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut.

5. Model Implementasi G Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli

Terdapat empat kelompok variabel yang dapat mempengaruhi kinerja dan dampak suatu program, yakni: (1) kondisi lingkungan; (2) hubungan antar organisasi; (3) sumber daya organisasi untuk implementasi program; (4) karakteristik dan kemampuan agen pelaksana.

6. Model Implementasi David L. Weimer dan Aidan R. Vining

Dalam pandangan Weimer dan Vining (1999:396), ada tiga kelompok variabel besar yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu program, yakni:

1. Logika kebijakan.

Ini dimaksudkan agar suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal (reasonable) dan mendapat dukungan teoretis.Kita dapat berpikir bahwa logika dari suatu kebijakan seperti halnya hubungan logis dari suatu hipotesis. 2. Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan.

Akan mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu lingkungan ini mencakup lingkungan sosial, politik, ekonomi, hankam, dan fisik atau geografis.Suatu kebijakan dapat berhasil diimplementasikan di suatu daerah tertentu, tetapi ternyata gagal diimplementasikan di daerah lain, karena kondisi lingkungan yang berbeda.

3. Kemampuan implementator kebijakan.

Keberhasilan suatu kebijakan dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan ketrampilan dari para implementor kebijakan.

Dokumen terkait