• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Model Layanan Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus memiliki tingkat kekhususan yang berbeda, oleh karenanya dalam memberikan layanan kepada anak berkebutuhan khusus juga harus disesuaikan dengan kekhususan yang dimiliki anak tersebut. Berikut merupakan beberapa model layanan untuk anak berkebutuhan khusus yaitu: 1. Segregasi

Menurut Suparno (2007: 9) sistem layanan pendidikan segregasi adalah: Sistem pendidikan yang terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui sistem segregasi maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menengah Atas Luar Biasa.

Model segregasi merupakan model layanan pendidikan khusus yang paling kuno. Pada model ini layanan pendidikan khusus diberikan di sekolah-sekolah khusus, atau lebih dikenal dengan Sekolah Luar Biasa (SLB) atau TKLB sampai SMLB. Karakteristik dari sekolah ini antara lain adalah keterpisahan dari sekolah bagi anak normal, dengan kurikulum, guru, media pembelajaran, dan sarana prasarana yang berbeda pula (Lay Kekeh Marthan, 2007: 87).

14

Tim Arbeiter-Samariter-Bund/ASB (2011: 4) mengemukakan bahwa: Pendidikan segregasi menegaskan dengan jelas tentang gagasan pemisahan anak dalam pendidikan. Dalam hal ini berarti siswa bekerbutuhan khusus dipisahkan dengan anak normal pada umumnya, dimana anak berkebutuhan khusus di sekolahkan sesuai dengan jenis kebutuhannya dan tidak digabung dengan anak normal pada umumnya.

Menurut Suparno (2007: 10-11) ada empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan sistem segregasi, yaitu:

a. Sekolah Luar Biasa (SLB)

Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah dimulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah.

b. Sekolah Luar Biasa Berasrama

Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal diasrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah sehingga di SLB tersebut ada tingkan persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama.

c. Kelas Jauh/Kelas Kunjung

Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB. Penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar.

d. Sekolah Dasar Luar Biasa

SDLB merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat anak tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, model layanan segregasi merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal. Anak berkebutuhan khusus dipisahkan dengan anak normal pada umumnya, anak berkebutuhan khusus di sekolahkan sesuai dengan jenis kebutuhannya dan tidak digabung dengan anak normal pada umumnya.

15 2. Integrasi

Menurut Suparno (2007: 12) sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu, yaitu sistem pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh, sebagian, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi. Menurut Lay Kekeh Marthan (2007: 117) model integrasi atau disebut juga pendidikan terpadu adalah:

Layanan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lainnya di sekolah reguler. Dalam pendidikan integrasi memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus agar terjalin keterpaduan dengan anak normal lainnya, baik keterpaduan secara menyeluruh, sebagian atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi.

Menurut Depdiknas (Suparno, 2007: 13-14) ada tiga bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu:

a. Bentuk Kelas Biasa

Dalam bentuk keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa. Oleh karena itu sangat diharapkan adanya pelayanan dan bantuan guru kelas atau guru bidang studi semaksimal mungkin dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk khusus dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas biasa. Bentuk keterpaduan ini sering juga disebut keterpaduan penuh.

b. Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus

Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran tertentu tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak normal.

c. Bentuk Kelas Khusus

Dalam keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan sama dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan terpadu. Keterpaduan ini disebut juga keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi.

16

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, model integrasi sekolah menerima anak berkebutuhan khusus dan anak tersebut mengikuti proses pembelajaran dengan bahan pembelajaran yang sama dengan anak-anak lain tanpa penyesuaian, tanpa alat bantu dan juga harus mengikuti kurikulum reguler yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kecepatannya dalam belajar. Pendidikan integrasi memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus agar terjalin keterpaduan dengan anak normal lainnya, baik keterpaduan secara menyeluruh, sebagian atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi.

3. Inklusif

Tim ASB (2011: 5) mengemukakan bahwa:

Dalam model inklusif sekolah menerima semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus dengan latar belakang disabilitas yang beragam. Sekolah dan guru melakukan penyesuaian kurikulum dan proses pembelajaran untuk mengakomodasi kemampuan dan kebutuhan anak yang berbeda-beda. Guru mengedepankan kegiatan pembelajaran bagi semua anak secara bersama-sama dan memberikan waktu luang untuk jam belajar tambahan bagi anak yang membutuhkan perbaikan atau remedi.

Menurut Ashman (Syafrida Elisa & Aryani Tri Wrastari, 2013: 3) pendidikan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model, yaitu sebagai berikut:

a. Kelas Reguler (Inklusi Penuh)

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak non berkebutuhan khusus sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.

b. Kelas Reguler dengan Cluster

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak non berkebutuhan khusus di kelas reguler dalam kelompok khusus.

c. Kelas Reguler dengan Pull Out

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak non berkebutuhan khusus di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang lain untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.

17

d. Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak non berkebutuhan khusus di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang lain untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.

e. Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian

Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak non berkebutuhan khusus di kelas reguler.

f. Kelas Khusus Penuh

Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, model inklusif merupakan model sekolah yang menerima semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus dengan latar belakang disabilitas yang beragam untuk dapat belajar bersama anak normal pada umumnya dengan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan anak. Proses pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Model integrasi atau terpadu peserta didik berkebutuhan khusus dan peserta didik normal pada umumnya diberikan kesempatan yang sama untuk belajar bersama di sekolah yang sama, dimana dalam pembelajaran peserta didik dengan kebutuhan khusus dapat bergabung dengan anak normal pada umumnya. Pendidikan integrasi berfokus pada keutamaan anak berkebutuhan khusus untuk sekolah di sekolah reguler, dan anak menyesuaikan diri dengan kurikulum serta pembelajaran yang berlaku di sekolah integrasi. Pendidikan segregasi sudah jelas berbeda dengan pendidikan inklusif, pendidikan segregasi menegaskan dengan jelas tentang gagasan pemisahan anak dalam pendidikan, misalnya sekolah luar biasa (SLB) sebagai tempat belajar khusus bagi anak berkebutuhan khusus. Pengertian pendidikan integrasi memberikan kesempatan kepada anak

Dokumen terkait