• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Manusia Muhammadiyah a Rausyan-Fikr Muhammadiyah

C. Aksiologi Filsafat Manusia Menurut Muhammadiyah 1 Nilai-nilai Humanitas

3. Model Manusia Muhammadiyah a Rausyan-Fikr Muhammadiyah

Kata rausyan-fikr ini merujuk kepada model pemikiran filsafat manusia yang disampaikan oleh Ali Syari`ati pada bab yang telah lalu. Konsep diatas ketika diturunkan dalam pemikiran Muhammadiyah rasa- rasanya mempunyai relevansi yang jelas. Manusia dalam diri Muhammadiyah yang telah menghayati tentang Tuhan dan dapat bertemu Tuhan dengan segala sifat-sifat yang dimiliki-Nya akan timbul suatu tanggungjawab sosial untuk merubah masyarakat yang tidak

beradab menjadi masyarakat yang “tercerahkan”. Dengan kata lain,

37

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah “Surat Al-Baqarah 1-5 (2)”, Tafsir At-Tanwir, Suara Muhammadiyah, No.13/Th ke-97, 1-15 Juli 2012, hlm.18.

ketika diri seseorang telah mempelajari agama secara luas dan dalam akan menimbulkan rasa iba untuk merubah semua anggota masyarakat yang belum tercerahkan. Muhammadiyah telah berupaya dan berusaha secara terus menerus untuk mewujudkan manusia yang tercerahkan, inilah rausyan-fikr Muhammadiyah, bukan seperti yang dikonsepkan oleh Ali Syari`ati yang cenderung berteologi Shi`i. Konkritnya, hal ini dapat dilihat dari pemikiran pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan ketika merubah masyarakat Kauman. Masyarakat Kauman sebelum Muhammadiyah berdiri adalah masyarakat yang tidak tercerahkan. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan dan kehidupan sehari- hari masyarakat tersebut.

Masyarakat Islam Jawa masih percaya terhadap benda-benda keramat, keris, tombak, batu akik, jimat, masih juga percaya hari baik, hari buruk (nass), bulan buruk, bulan baik dan seterusnya.38 Selain itu, sikap fanatisme keagamaan yang sempit, taqlid buta dan konservatif.39 Secara sosiologis memudarnya ukhuwah Islamiyah yang disebabkan karena umat Islam yang masih berpandangan yang fanatis terhadap aliran atau gurunya. Kehidupan umat Islam yang keterbelakangan perekonomian secara mikro, perekonomian hanya berjalan dipusat kota (kutha praja) atau pelabuhan yang sulit ditembus oleh rakyat jelata yang jauh dari pusat kota (kutha praja). Sehingga pada gilirannya

38Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya..., hlm.35. 39

Faktor-faktor tersebut secara garis besar terambil dari buku Junus Salam, Riwayat Hidup K.H.A. Dahlan: Amal dan Perdjoangannja , (Djakarta: Depot Pengadjaran Muhammadiyah, 1968), hlm. 33 dalam Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan,(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2006), hlm. 34.

menambah buruk citra umat Islam yang sengsara, miskin, bodoh, hanya berfikir sesaat, dan lain-lain.40

KH. Ahmad Dahlan ketika sudah “bertemu” Tuhan dengan

segala Sifat-Nya, yaitu dengan memperbanyak dzikir kepada Allah, memperbanyak sholat sunnah dan mengingat tragedi akhirat. Kyai Dahlan terus berfikir benarkah Islam hanya dzikir, sholat dan mengingat hari akhir? Tidak ada amalan-amalan yang nyata bagi masyrakat. Kyai menggunakan metode tertentu dalam memahami ayat al-Qur`an, seperti kata 1. Bagaimana artinya?, 2. Bagaimana tafsir atau keterangannya?, 3. Bagaimana maksudnya?, 4. Apakah ini larangan? Apakah sudah meninggalkan larangan?, 5. Apakah ini perintah yang wajib dikerjakan? Apakah sudah mengerjakan? Bila belum dapat menjalankan, tidak perlu membaca ayat-ayat lainnya.41 Dia gemar menelaah ayat-ayat al-Qur‟an. Pertama kali dia menyelidiki tiap-tiap perkataan dalam ayat satu demi satu. Ada kekuatan atau perasaan yang terkandung dalam perkataan itu di dalam ayat-ayat yang lain, kemudian disesuaikan.42

Metode-metode yang digunakan diatas menimbulkan amalan- amalan nyata, seperti disantuninya para fakir miskin dan para anak yatim serta didirikannya sekolah Muhammadiyah untuk menampung

40Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan..., hlm. 35.

41KHR. Hadjid, Pelajaran KHA. Dahlan: 7 Falsafah dan 17 Kelompok Ayat Al-Quran.

Cetakan ke-5. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2013), hlm. 21.

42KH. Mas Mansur, “

Cita2 Keyakinan Hidup dan Perjuangan KHA. Dahlan” dalam M.Yunus Anis, dkk, Kenalilah Pemimpin Anda , (Yogyakarta: PP Muhammadiyah Majlis Pustaka,1997), hlm 7 dalam M.Yusron Asrofie, Kyai Haji Ahmad Dahlan: Pemikiran dan Kepemimpinannya ,(Yogyakarta: MPKSDI PP Muhammadiyah, 2005), hlm. 51.

anak-anak yang tidak sekolah di sekolah negeri. Sikap ini menunjukkan

rasa yang sudah “tercerahkan”, peduli dengan masyarakat yang tidak

baik. Mendorong masyarakat Kauman untuk menciptakan gerakan- gerakan besar yang revolusioner, yang konstruktif, yang mengubah masyarakat beku, yang statis dan yang mandek menjadi masyarakat yang memiliki arah, gaya hidup, pandangan, budaya dan nasib yang bagus. Kyai telah benar-benar karunia Tuhan yang mulia, yaitu kesadaran diri dari rakyat Kauman rakyat yang statis dan bobrok menjadi kekuatan yang dinamis dan kreatif sampai sekarang.

b. Monodualis Muhammadiyah

1). Susunan Kodrat Manusia Menurut Muhammadiyah

Hakekat manusia sebagai susunan kodrat manusia Muhammadiyah terdiri atas jiwa (rukhani) yang tidak maujud berupa benda atau materi dan badan atau wadah yang terdiri dari unsur- unsur tanah.43 Jiwa atau ruh ini akan terus berjalan mendaki tanpa berhenti atau terus kedepan menuju kesempurnaan. Jiwa atau ruh tersebut terus menaik pada tingkaan-tingkatan kesempurnaan dan memcapai maqam-maqam tersebut. Hal ini sesuai al-Qur`an dibawah ini:





















43

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah “Manusia: Konsep

Penciptaan Untuk Memperoleh Kemuliaan Hidup (1)”, Tafsir At-Tanwir, Suara Muhammadiyah, No.9/Th ke-98, 1-15 Mei 2013, hlm.18-19.

“Kemudian Dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah Dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)”(QS. An-Najm (53) ayat 8-9)44 Unsur jiwa atau ruh seperti diatas, layaknya jiwa dan ruh yang sudah tercerahkan, telah memilih jalan ketaqwaan bukan jalan kefasikan yang nyata. Jiwa dalam hal ini yang dominan adalah kekuatan akal (al-quwwah al-malakiyyah). Badan atau wadah manusia yang terdiri atas unsur tanah, air, angin dan api merupakan wadah yang telah tercerahkan. Jiwa yang telah tercerahkan akan mengikuti tubuh atau raga yang juga tercerahkan sehingga tersusun secara organis kedua-tunggalan, tersusun atas dua unsur hakekat yang bersama-sama merupakan suatu keutuhan, tidak berdiri sendiri. 2). Sifat Kodrat Manusia Menurut Muhammadiyah

Manusia mempunyai sifat kodrat sebagai pribadi (perorangan) dan sebagai warga masyarakat (jama`ah) yang hidup bersama atau makhluk sosial.45 Sifat kodrat yang harus dimiliki manusia untuk hidup bersama sebagai pribadi (perorangan) dan sebagai jama`ah atau warga masyarakat. Sifat kodrat diatas akan nampak dalam kehidupan jama‟ah khususnya dan sebagai warga negara umumnya, karena sifat kodrat akan selalu ada, akan selalu menjelma, tidak dapat dihilangkan, tidak dapat diabaikan. Kadang- kadang kebutuhan dan kepentingan perseorangan manusia lebih muncul, lebih kuat menjelma daripada yang lain, sifat makhluk

44 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya..., hlm.763.

45 Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah...,

sosial manusia. Suatu saat yang muncul lebih kuat menjelma adalah sifat makhluk sosial manusia. Atau bahkan kedua-duanya bersinggungan tanpa ada yang menonjol.

Manusia dalam kacamata Muhammadiyah secara pribadi harus memiliki prinsip hidup dan kesadaran bertauhid kepada Allah yang benar, ikhlas,dan penuh ketundukkan sehingga terpancar sebagai lbad ar-rahman yang menjalani kehidupan dengan benar- benar menjadi mukmin, muslim, muttaqin, dan muhsin yang paripurna. Selain itu, secara pribadi manusia Muhammadiyah wajib menjadikan iman dan tauhid sebagai sumber seluruh kehidupannya, tidak boleh sebagian-sebagian dari hukum Allah. Setiap manusia Muhammadiyah dituntut untuk meneladani perilaku Nabi dalam mempraktikkan akhlaq mulia, melakukan amal dan kegiatan hidup harus senantiasa didasarkan kepada niat yang ikhlas, sehingga disukai atau diteladani dan menjauhkan diri dari akhlaq yang tercela (akhlaq al-madzmumah).46

Manusia sebagai jama`ah dalam hal ini adalah berusaha untuk menaati hukum yang berlaku dalam sebuah komunitas homogen, yaitu warga Muhammadiyah. Sehingga tindakan dan perilakunya akan sesuai dengan aturan Muhammadiyah yang berislam. Hal ini berbeda dengan manusia sebagai warga masyarakat atau lebih dikenal dengan warga negara, perilaku dan tidakannya

46

tentu harus ssuai dengan aturan dan regulasi negara yang memuat berbagai kepentingan dan berbagai keyakinan yang ada dinegara. Muhammadiyah dalam perkara ini menyamakan antara pribadi sebagai jama`ah dan sebagai warga negara, kedua istilah ini telah melebur dalam istilah masyarakat. Hubungan antara pribadi dan masyarakat ini dimaksudkan sebagai wujud implementasi makhluk sosial. Sikap yang harus ada dalam hubungan ini adalah sebagaimana dalam PHIWM berikut ini:

“Haruslah menunjukkan sikap-sikap sosial yang didasarkan atas prinsip menjunjung-tinggi nilai kehormatan manusia, memupuk rasa persaudaraan dan kesatuan kemanusiaan, mewujudkan kerjasama umat manusia menuju masyarakat sejahtera lahir dan batin, memupuk jiwa toleransi, menghormati kebebasan orang lain, menegakkan budi baik, menegakkan amanat dan keadilan, perlakuan yang sama, menepati janji, menanamkan kasihsayang dan mencegah kerusakan, menjadikan masyarakat menjadi masyarakat yang shalih dan utama, bertanggungjawab atas baik dan buruknya masyarakat dengan melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar, berusaha untuk menyatu dan berguna/bermanfaat bagi masyarakat, memakmurkan masjid, menghormati dan mengasihi antara yang tua dan yang muda, tidak merendahkan sesama, tidak berprasangka buruk kepada sesama, peduli kepada orang miskin dan yatim, tidak mengambil hak orang lain, berlomba dalam kebaikan, dan hubungan hubungan sosial lainnya yang bersifat ishlah menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar- benarnya.47

Secara operasional norma-norma diatas diejawantahkan dalam tujuan ideal secara organisatoris, yaitu mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”, dalam keputusan Muktamar Malang (2005)

47

memiliki kesamaan karakter dengan masyarakat madani, yaitu masyarakat kewargaan yang memiliki keyakinan yang dijiwai nilai- nilai ilahiah, demokratis, berkeadilan, otonom, berkemajuan, dan berakhlak mulia. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang bercorak madaniah tersebut senantiasa menjadi masyarakat yang serba unggul dan utama (khayr ummah). Rumusan Visi Muhammadiyah 2025 M menyatakan, masyarakat Islam yang sebenar-benarnya diterjemahkan ke dalam istilah Islamic Civil Society.

Format masyarakat Islam yang sebenar-benarnya itu dapat diimplementasikan melalui berbagai macam gerakan mencakup, Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah (GJDJ), Keluarga Sakinah,

Qaryah Thayyibah, dan secara inklusif dalam format civil Islam Muhammadiyah. Uraian tersebut menegaskan bahwa rumusan masyarakat ideal versi Muhammadiyah (baik itu masyarakat utama maupun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya) bersinggungan dengan konsepsi civil society (masyarakat sipil) dan juga masyarakat madani.

Perjuangan menuju terbentuknya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya diakui oleh Muhammadiyah sebagai suatu proses tanpa akhir (never ending process). Ini sesuai dengan pernyataan al-

Qur‟an yang menggunakan kata kerja (fi‟l) mudhari‟ pada ungkapan

bi Allah dalam al-Qur`an surat ali-Imran ayat110. Ungkapan ini menggarisbawahi bahwa usaha-usaha meraih masyarakat Islam yang sebenar-benarnya niscaya tidak mengenal lelah, dilakukan sejak sekarang hingga masa yang akan datang, secara terus-menerus dan berkesinambungan. Sedangkan aktifitas-aktifitas untuk mencapai tujuan itu meliputi pembebasan dari segala penindasan, kebodohan, keterbelakangan, keterpinggiran, dan kezaliman (al-nahy „an al- munkar), memanusiakan manusia, humanisasi (al-amr bi al-ma‟ruf), dan melandaskan semua upaya dan perjuangan pada religiusitas, spiritualitas dan pengabdian kepada Allah, transendensi (iman bi Allah). Proses ini dilakukan secara simultan, komprehensif, interkonektif, dan melibatkan usaha-usaha turunannya yang membentuk sistem gerakan, organisasi dan kepemimpinan, sumber daya, jaringan, serta aksi dan pelayanan.48

Tujuan hidup manusia menyangkut nilai. Nilai mempunyai arti cakupan yang sangat luas, nilai yang dimaksud dalam penelitian ini menyangkut nilai yang berhubungan dengan tingkah-laku manusia yang menunjukkan tujuan hidupnya. Mudahnya, tingkah laku manusia yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan hidup. Tujuan hidup adalah sebuah tingkat kesempurnaan yang mungkin diperoleh (al-kamal al-mumkin), yang dirindukan oleh setiap yang ada. Kalimat yang mungkin diperoleh merujuk kepada esensi

48 Sudibyo Markus, dkk, Masyarakat Islam Yang Sebenar-Benarnya:Sumbangan

Pemikiran, (Jakarta: Civil Islamic Institute, Universitas Prof. Dr. Hamka (UHAMKA), dan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), 2009), hlm. 2-5.

sesuatu. Kesempurnaan manusia sesuai dengan substansi esensinya. Hakikat manusia dalam pemikiran Muhammadiyah adalah beramal. Tujuan hidup manusia dalam pemikiran Muhammadiyah dengan demikian adalah keikhlasan beramal. Karena beramal mempunyai salah satu sifat dasar ikhlas, maka kesempurnaannya adalah ketinggian maqam ikhlas tersebut sampai tidak merasa ikhlas.

Kesempurnaan maqam ikhlas ini adalah bersungguh-sungguh dalam memperjuangkannya, dengan mengaktifkan Reticular active system (RAS) yang berada dalam otak manusia, maka area yang sangat kecil didalam otak yang memungkinkan secara bawah sadar menyaring hal-hal yang tidak penting dan fokus kepada yang penting menjadi tindakan-tindakan nyata. Dengan demikian mulai untuk munasabah diri dalam kerangka bertafakur dan dan riyadhah hati. Kedua kerangka ini telah diuraikan dalam bab awal. Bertafakur secara sungguh-sungguh akan menghasilkan manusia yang

„mengerti‟, sedangkan riyadhah hati secara bersungguh-sungguh dengan cara melakukan dzikrullah, memperbanyak sholat dan mengingat tragedi akhirat maka akan menghasilkan manusia

mukhlashin.

3). Kedudukan Kodrat Manusia Menurut Muhammadiyah

Manusia mempunyai kedudukan kodrat sebagai pribadi yang berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan. Manusia sebagai pribadi merupakan keutuhan, keseluruhan diri, dengan susunannya atas raga

dan jiwa dalam kedua-tunggalan. Sumber berbagai kemampuan jiwa yang terdiri dari akal-rasa-kehendak maupun sifat-sifat hakekatnya sebagai individu dan pribadi berjama‟ah (masyarakat) atau makhluk sosial. Sifat monodualis itu meliputi susunan dari manusia, kedua- tunggalan raga dan jiwa, di dalam hakekat jiwa terdapat ketiga- tunggalan akal, rasa dan kehendak. Karena semua unsur hakekat mewujudkan ketunggalan, maka hakekat manusia adalah majemuk tunggal, monopluralis. Hal ini menunjukkan bahwa hakekat manusia sebagai keutuhan, keseluruhan diri, yang hidup, di dalamnya menjelma unsur-unsur dari hakekat sifat ketunggalan sebagai bawaan mutlak hakekat, berkeragaan, berkejiwaan, berakal, berasa, berkehendak, berindividu, bermakhluk sosial, berpribadi berdiri sendiri. Manusia monopluralis yang terdiri dari berbagai hakikat ini sekaligus berhakikat sebagai makhluk Tuhan.

Pengejawantahan kehidupan hakekat manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu dapat dilihat dalam logika ini, perbuatan-perbuatan lahir dan batin terdorongan atas kehendak, berdasarkan atas putusan akal, selaras dengan rasa untuk memenuhi rasa ketunggalan, ketubuhan, kejiwaan, perseorangan, kemakhlukan sosial, berkepribadian sendiri serta bermakhlukan Tuhan.49 Logika tersebut secara tidak langsung dapat berjalan dalam hubungan

49

manusia dengan Tuhan atau perbuatan manusia yang berhubungan dengan qadha` dan qadar. Berikut ini pendapat Muhammadiyah:

“Kita wajib percaya bahwa Allahlah yang telah menciptakan segala sesuatu dan dia telah menyuruh dan melarang. Dan perintah Allah adalah kepastian yang telah ditentukan. Dan bahwasanya Allah telah menentukan segala sesuatu sebelum Dia menciptakan segala kejadian dan mengatur segala yang ada dengan pengetahuan, ketentuan, kebijaksanaan dan kehendak-Nya. Adapun segala yang dilakukan manusia itu semuanya atas Qadla‟ dan Qadar-Nya, sedangkan manusia sendiri hanya dapat berikhtiar.

Dengan demikian, maka segala ketentuan adalah dari Allah dan usaha adalah bagian manusia. Perbuatan manusia ditilik dari segi kuasanya dinamakan hasil usaha sendiri. Tetapi ditilik dari segi kekuasaan Allah, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah. Manusia hanya dapat mengolah bagian yang Allah karuniakan padanya berupa rizki dan lain-lain.50 Kutipan diatas memberikan petunjuk tentang perbuatan manusia

dalam kacamata Muhammadiyah. Kalimat “Dan bahwasannya Allah

telah menentukan segala sesuatu sebelum Dia menciptakan segala kejadian dan mengatur segala yang ada dengan pengetahuan, ketentuan, kebijaksanaan dan kehendak-Nya” menunjukkan bahwa semua yang ada dialam ini sebelum alam terjadi sudah tercipta dengan pengetahuan dan kehendaknya. Hal ini tidak terkecuali perbuatan yang dilakukan manusia, sudah tercipta, sudah terbuat sebelum manusia itu tercipta. Kalimat ini menunjukkan unsur pertama dalam gerak involunter atau teori al-kasb dalam teologi asy- `ariyah. Pembuat dari perbuatan manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan penerima gerak perbuatan adalah manusia untuk

50 Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Tarjih, Himpunan Putusan Tarjih, (Yogjakarta:

berusaha. Jelasnya pada kalimat terakhir kutipan diatas memerinci tentang unsur-unsur teori al-kasb, yaitu “Perbuatan manusia ditilik dari segi kuasanya dinamakan hasil usaha sendiri. Tetapi ditilik dari segi kekuasaan Allah, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah”.

Perbuatan manusia dilihat dari segi kuasanya dinamakan hasil usaha sendiri, manusia merupakan penerima gerak. Tetapi dilihat dari segi kekuasaan Allah Swt, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah, ini menunjukkan dengan kekuasaan Allah Swt perbuatan manusia diciptakan. Jika Allah Swt tidak memberikan kekuasaan- Nya kepada manusia untuk bergerak atau berbuat, maka manusia tidak akan dapat bergerak, tetapi Allah Swt memberikan kekuasaan- Nya kepada manusia untuk bergerak sesuka hati. Sehingga, sifat monodualis yang cocok disematkan dalam diri Muhammadiyah dalam hal perbuatan manusia sebagai manivestasi hubungan manusia dengan Tuhan.

4. Eksistensialis-Idealis: Paham Manusia Muhammadiyah

Dokumen terkait