• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebaliknya, pendekatan kedua adalah analisis perbankan dalam keadaan statis dimana permintaan pinjaman dan simpanan diketahui dengan jelas. Pendekatan mikrostatis dikembangkan dari kritik bahwa dealership approach gagal mempertimbangkan beberapa yang aspek relevan tentang operasional bank, seperti biaya administrasi untuk mempertahankan kontrak pinjaman atau simpanan dan struktur kelembagaan pasar perbankan (Lerner, 1981). Zarruck (1989) merintis penelitian dan menemukan bahwa bank yang menghindari risiko, beroperasi dengan spread yang lebih kecil dari bank yang mengambil risiko netral. Temuan ini kemudian ditentang oleh Wong (1997) yang memperluas penelitian Zarruck dengan memasukkan risiko pinjaman dan risiko bagi hasil ke dalam model. Berbeda dengan temuan Zarruck, Wong menyarankan margin bank yang lebih besar bagi bank yang menghindari risiko dibandingkan dengan bank yang mengambil risiko netral. Artinya, spread melebar ketika risiko yang dihindari bank meningkat. Oleh karena itu, karena model ini mengarah ke hasil yang berbeda, sehingga kebanyakan studi empiris pada margin bank menggunakan dealership approach (Hutapea dan Kasri, 2010).

2.6. Kurs

2.6.1 Pengertian Kurs

Kurs adalah jumlah satuan atau unit dari mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh atau membeli satu unit atau satuan jenis mata uang lainnya.

Menurut Jeff Madura (2006) Kurs adalah nilai tukar untuk mata uang yang diperdagangkan secara luas disajikan setiap hari pada The Wall Street Jurnaldan pada bagian bisnis surat kabar.

Pemerintah Indonesia biasanya berperan dalm penentuan kurs agar sampai pada tingkat yang kondusif bagi dunia usaha. Kurs khususnya kurs rupiah per Dollar sangat berkaitan erat dan mempengaruhi arus barang dan jasa serta modal dari dalam dan keluar Indonesia.

2.6.2 Penentuan Nilai Tukar atau Kurs

Pasar valas merupakan sebuah contoh baik dari pasar yang sangat kompetitif. Di pasar ini ada banyak pembeli dan penjual dari suatu produk yang homogen. Setiap pembeli dan penjual relative kecil dibanding seluruh pasar, sehingga tidak ada seorang pembeli atau penjual pun yang dapat mempengaruhi nilai tukar secara berarti. Pada sistem nilai tukar mengambang bebas, pemerintah tidak melakukan intervensi di pasar valas dan membiarkan nilai tukar dikendalikan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan di pasar bebas. Pada sistem nilai tukar mengambang terkendali, pemerintah kadang kala melakukan intervensi sebagai upaya untuk mencegah pergerakan nilai tukar yang dipandang ekstrim atau bertentangan dengan kepentingan nasional

Sebagai contoh Bank Indonesia berkali-kali melakukan intervensi dipasar valas untuk mendukung nilai rupiah terhadap Dollar AS dengan jalan menambah pasokan valas di pasar. Bahkan pemerintah melalui BUMN pada triwulan satu 2001 ikut serta memperkuat upaya yang dilakukan pihak Bank Indonesia. Hasil yang diperoleh dari intervensi tersebut sangat terbatas, yaitu hanya menahan nilai rupiah untuk sementara waktu dan tak mampu menolong rupiah dari keterpurukan. Namun perlu disadari, bahwa dewasa ini walaupun pemerintah ikut melakukan intervensi, volume dari kegiatan tersebut relative kecil sekali terhadap jumlah total kegiatan pihak swasta di pasar valas. Hal ini juga merupakan fenomena global.

Ada dua pendekatan yang digunakan dalam penentuan nilai tukar mata uang asing yaitu :

1. Pendekatan Tradisional

Pendekatan berdasarkan pada arus perdagangan dan paritas daya beli yang kedudukannya sangat penting untuk menjelaskan pergerakan kurs jangka panjang.

2. Pendekatan Keuangan

Pendekatan yang memusatkan perhatiannya pada pasar modal dan arus permodalan internasional dan berusaha menjelaskan gejolak kurs jangka pendek yang kecenderungannya mengalami lonjakan-lonjakan tak terduga.

2.6.3 Jenis Kurs

Terdapat beberapa jenis kurs atau nilai tukar, yaitu :

1. Kurs Beli (Bid Price) adalah besar satuan mata uang negara lain yang harus diserahkan untuk membeli tiap unit uang asing kepada Bank atau money changer.

2. Kurs Jual (selling price) adalah besaran satuan mata uang negara lain yang akan diterima dari bank atau money changer jika membeli mata uang asing. 3. Kurs Spot adalah nilai valuta asing yang digunakan untuk transaksi spot

dipasar valuta asing.

4. Kurs Forward, adalah nilai tukar yang berlaku dan digunakan untuk transaksi forwad dipasar valas.

5. Kurs Silang adalah nilai antara dua valas yang diperoleh dari nilai tukar masing-masing valuta terhadap valuta lain.

6. Kurs Opsi adalah kurs yang ditetapkan dimuka

2.6.4 Keseimbangan Kurs Mata Uang

Kurs mata uang dapat diibaratkan sebagai harga dari mata uang itu. Sama seperti harga produk, harga suatu mata uang juga ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Kurs terbentuk pada saat jumlah dan harga mata uang yang diminta sama dengan jumlah dan harga mata uang yang ditawarkan. Kondisi ini tersebut sebagai kondisi keseimbangan atau ekuilibrium

mempengaruhi permintaan dan/atau penawaran berubah. Permintaan terhadap suatu mata uang terbalik dengan harganya. Semakin tinggi nilai USD (misalnya terhadap Rupiah), maka keinginan untuk menukarkan Rupiah dengan USD akan semakin berkurang, dan begitu pula sebaliknya.

Penawaran terhadap USD berbanding lurus dengan USD tersebut. Sebagai contoh ilustrasi, apabila USD terapresiasi Rupiah (berarti USD semakin mahal), maka harga produk-produk yang diimpor dari Indonesia menjadi lebih murah (di mata konsumen di Amerika Serikat). Konsumen di Amerika Serikat lebih suka membeli produk Indonesia karena lebih murah. Akibatnya penawaran USD akan meningkat

2.7. Penelitian sebelumnya

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengukur tingkat Non Performing Loan khususnya perbankan. Dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa penelitian yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.

1. Syuryanti Lubis, mahasiswi Prodi Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara tahun 2007 yang lalu telah melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Non Performing Loan (NPL) pada Perbankan di Sumatera Utara”. Hipotesis penelitian menyatakan, terdapat pengaruh positif antara tingkat suku bunga SBI dan Inflasi terhadap penigkatan Non Performing Loan, dan berpengaruh negatif antara PDRB Sumatera Utara terhadap peningkatan Non Performing Loan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa, tingkat suku

bunga SBI dan inflasi berpengaruh positif dan signifikan namun pengaruh nya sangat kecil, serta PDRB berpengaruh negatif dan signifikan. Berdasarkan uji T dan uji F juga menjelaskan bahwa tingkat suku bunga SBI, inflasi dan PDRB berpengaruh nyata terhadap peningkatan NPL perbankan di Sumatera Utara.

2. Indra Marsen Sibarani, mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara tahun 2011 yang lalu telah melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kredit Bermasalah (Studi Kasus : PT. Bank Perkreditan Rakyat Bumiasih NBP 34 Pematang Siantar)” Hipotesis Penelitian mengatakan terdapat pengaruh positif antara tingkat suku bunga, inflasi dan jumlah debitur terhadap kredit bermasalah pada PT. BPR Siantar Bumiasih, serta berpengaruh negatif antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap kredit bermasalah pada PT. BPR Siantar Buniasih. Hasil penelitian menjelaskan bahwa tingkat suku bunga, inflasi dan jumlah debitur berpengaruh positif dan signifikan serta jumlah kredit yang disalurkan berpengaruh negatif dan signifikan. Berdasakan uji T dan uji F juga menjelaskan bahwa tingkat suku bunga, inflasi, jumlah debitur dan junlah kredit yang disalurkan berpengaruh nyata terhadap kredit bermasalah.

2.8. Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini penulis akan mencoba memfokuskan pada beberapa aspek yang mempengaruhi pembiayaan bermasalah pada sebuah lembaga

keuangan khususnya PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan. Peneliti akan meneliti 3 faktor yang dibagi ke dalam tiga variabel bebas yaitu: inflasi, margin keuntungan bank dan kurs. Jadi kerangka berpikir yang dapat digambarkan dalam lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 : Kerangka konseptual penelitian

2.9. Hipotesis Penelitian

Kriteria pengujian pada penelitian ini yaitu:

H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel inflasi, tingkat suku bunga dan kurs terhadap kolektibilitas pembiayaan bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan.”

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel inflasi, tingkat suku bunga dan kurs terhadap kolektibilitas pembiayaan bermasalah pada PT. Bank X Syariah Kantor Cabang Medan.”

Inflasi (X1)

Kurs (X3)

Margin Keuntungan Bank (X2) Pembiayaan

Dokumen terkait