• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

5. Model-Model Pengembangan Kurikulum

Nana Syaudih (2006) dakam bukunya Pengembanan Kurikulum,

Teori dan Praktek, menjelaskan bahwa model pengembangan kurikulum

perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang di anaut serta model model pendidikan mana yang digunakan. Selanjutnya, penggunaan model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi, demikian juga model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subyek akademis bebeda dengan kurikulum humanistic, teknologis dan rekonstruksi social.

Paling tidak menurut syaudih dikenal beberapa model pengembangan kurikulum: 50

49 Ibid., hlm. 96.

a. The Administrative Model

Model pengembangan kurikulum ini merupakan model yang paling lama dan paling banyak di kenal. Istilah lain dari model ini ialah

top-down atau line-staff, karena inisiatif dan gagasan pengembangan

datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Yaitu adanya tim-tim khusus pengarah pengembangan kurikulum yang terdiri atas pejabat di bawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim tersebut ialah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan, dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum.

Setelah hal-hal yang mendasar itu terumuskan dan mendapatkan pengkajian yang seksama, kemudian administrator pendidikan menyusun tim atau komisi pengembangan kurikulum yang terdiri atas para ahli pendidikan/ kurikulum, ahli disiplin ilmu dai perguruan tinngi, guru-guru bidang studi yang senior. Tim tersebut bertugas menyusun kurikulum yang sesunguhnya yang lebih operasional, dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah. Setelah tugas tersebut selesai, maka hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pjabat yang kompeten. Dan setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan, dan nilai-nilai cukup baik, administrator

pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan pada sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut.

Model seperti ini seringkali tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksaanya, terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan petunjuk dan penjelasan atau mungkin peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Maka kebutuha akan adanya penataran sering tidak dapat dihindarkan.

b. The Grass Roots Model

Model grass roots adalah kebalikan dari model pertama. Inisiataif dan upaya datang dari bawah , yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama digunakan dalam system pengelolaan pendidikan/ kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass-roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Oleh sebab itu sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi menuntut para guru untuk cerdas dan lebih kreatif dalam melaksanakan pengembangan kurikulum. Sebab guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya.

c. Beauchamp's System

Beauchamp merupakan salah seorang ahli di bidang kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima hal di dalam pengembangan kurikulum: Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang

akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi ataupun seluruh Negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum.

Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa saja yang turut terlibat

dalam pengembangan kurikulum. Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus memilih si dan pegalaman belajar , serta kegiatan evaluasi , dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.

Keempat, implementasi kurkulum. Dalam mengimplementasikan

kurikulum mebutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, di samping kesiapan manejerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat, dan kelima yaitu evaluasi. Minimal ada empat hal yang menjadi sasaran evaluasi:

1. evaluasi pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru 2. evaluasi desain kurikulum

3. evaluasi hasil belajar siswa

d. The Demonstration Model

Model ini pada dasarnya bersifat grass roots, dating dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru yang bekerja sama dengan ahli yang bermaksud megadakan perbaikan kurikulum. Dan model ini lingkupnya hanya sebatas satu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakaup keseluruhan komponen kurikulum.

e. Taba's Inverted Model

Ada lima langkah pengembangan kurkulum model Taba, yaitu:

Pertama, mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru, yaitu

dengan mengadakan syudi yang seksama tentang hubungan antara teori dan praktek. Dan setidaknya ada delapan langkah dalam kegiatan unit eksperimen tersebut, yaitu:

1) mendiagnosis kebutuhan,

2) merumuskan tujuan-tujuan khusus 3) memilih isi

4) mengorganisasi isi

5) memilih pengalaman belajar 6) mengorganisasi pengalaman belajar 7) mengevaluasi

8) melihat sekuens dan keseimbangan

Kedua, menguji unit-unit eksperimen, yaitu guna mengetahui

Ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Keempat, pengembangan

keseluruhan kerangka kurkulum. Yaitu apabila kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu masih harus dikaji oleh para ahli dan para professional kurikulum lainnya. Kegiatan ini dilakukan untuk untuk mengetahui apakah konsep-konsep dasar atau landasan-landasan teori yang dipakai sudah masuk dan sesuai. Langkah kelima, yaitu implementasi dan diseminasi , yaitu menerapkan kurikulum baru pada daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas.

f. Roger's Interpersonal Relations Model

Roger dikenal bukan sebagai seorang ahli pendidikan, melainkan ia ahli di bidang psikologi/psikoterapi. Tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan kurikulum. Menurutnya, perubahan kurkulum adalah perubahan individu.

Ada empat langkah yang dikemukakan oleh Roger dalam mengembangkan kurikulum. Pertama, pemilihan target dari system pendidikan. Kedua partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Ketiga, pengembangan kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran, dan kelima, partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok yaitu melalalui kegiatan yang dikoordinasi oleh BP3 masing-masing sekolah.

g. The Systematic Action-Research Model

Model ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum erupakan perubahan sosial. Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat , para orang tua, tokoh masyarakat , pengusaha, siswa, guru, dan lain-lain. Jadi penyususnan kurikulum harus harus memasukkan pandangan dan harapan-harapan masyarakat , dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action research.

h. Emerging Technical Models

Peranan perkembangan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta nilai-nilai efesiensi efektifitas dalam bisnis juga sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan model kurkulum. Kecendrungan-kecenrungan baru yang didasarkan hal itu didasarkan atas hal tersbut ialah:

1) the behavioral analiysis model, yaitu menekankan pada penguasaan prilaku atau kemampuan..

2) the system analisis model, yaitu berasal darigerakan efesiensi bisnis.

3) the computer based model yaitu suatu model pengembnagan kurikulum dengan memanfatkan koputer.

Sementara itu, Abdullah Idi (2007) menjelaskan bahan dalam kurikulum sering digunakan model dengan menggunakan grafik untuk mengambarkan elemen-elemen kurikulum, hubungan antar elemen,

serta proses pengembangan dan implementasi kurikulum. Namun pada prinsipnya, bahwa pengembangan kurikulum tersebut berkisar pada pengembangan aspek ilmu pengetahuan dan teknologi yang perlu diimbangai dengan perkembangan pendidikan. Sebab, manusia disisi lain memiliki keterbatasan dalam kemampuan menerima, menyampaikan dan mengolah informasi. Karenanya diperlukan proses pengembangan kurikulum yang akurat dan terseleksi serta serta memiliki tingkat relevansi yang kaut. Dengan demikian, dalam merealisasikannya diperlukan suatu model pengembangan kurikulum dengan pendekatan yang sesuai.51