• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Pendekatan dan Model Supervisi

2. Model-Model Supervisi Akademik

Setiap kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan di sekolah ataupun di kantor-kantor memerlukan adanya supervisi agar sebuah pekerjaan dapat berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Dalam melaksanakan supervisi, sangat penting bagi supervisi memahami jenis dan model-model supervisi pendidikan sebagai bekal pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill) untuk menjalankan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya sebagai supervisi pendidikan yang professional.

Menurut Makawimbang: dalam praktek supervisi pendidikan, dikenal beberapa model supervisi yang selama ini dengan sadar atau tidak sadar diimplementasikan oleh pengawas dalam pelaksanaan tugasnya. Setiap model memiliki karekteristik atau kelebihan dan kekurangannya. Bisa jadi suatu model supervisi di satu sisi sangat compatible di suatu daerah dan satuan pendidikan tertentu, namum disisi lain model tersebut sangatlah

uncompatible di daerah dan satuan pendidikan lain, maka untuk mencari

model supervisi bagi pengawas adalah keniscayaan ketika mutu pendidikan sebagai target utama.49

Jika kita kaji pendapat di atas, maka dapat simpulkan bahwa model supervisi itu dimaknai sebagai bentuk atau kerangka sebuah konsep atau pola supervisi. Kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan supervisi.

Oleh karena itu, memahami model-model supervisi memiliki banyak keuntungan tersendiri bagi siapa pun yang berprofesi sebagai pengawas pendidikan.

Model supervisi menurut Sahertian50 sebagai berikut: a. Model konvensional ( Tradisional)

Model supervisi konvensional adalah model yang diterapkan pada wilayah yang tradisi dan kultur masyarakatnya otoriter dan feodal. Seorang pengawas dipahami sebagai orang yang memiliki power untuk

49 Makawimbang, Jerry, Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan, (Bandung: Al-Fabeta, 2011), hlm. 91.

50 Jasmani, Syaiful Mustafa, Supervisi Pendidikan “Terobosan Baru Dalam Peningkatan Kerja Supervisi Sekolah dan Guru, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 92.

menentukan nasib guru. Karenanya, dalam perspektif beharvior, pengawas yang menerapkan model ini selalu menampakkan perilaku atau aksi supervisi dalam bentuk inspeksi untuk mencari kesalahan dan menemukan kesalahan bahkan bisa sering kali memata-matai objek, yaitu guru. Perilaku memata-matai ini disebut dengn istilah snoopervision atau juga sering disebut sebagai pengawas korektif.

Model supervisi seperti ini akan memberika image yang kurang baik terhadap pengawas itu sendiri. Kesalahan dalam konteks membimbing guru cenderung melahirkan implikasi negatif terhadap perilaku guru itu sendiri. Wajar jika kemudian guru merasa tidak puas, takut, menjauh, tidak akrab, antipasti, acuh tak acuh, benci bahkan menantang, dan malas berjumpa dengan pengawas di sekolahnya.

Dari problem-problem di lapangan, pengawas harus dapat menyelesaikannya. Willes dalam Ngalim Purwanto menyatakan seorang pengawas berurusan dengan persiapan kepemimpinan yang efektif, harus mampu mengembangkan perasaan sensitivitasnya terhadap perasaan orang lain.51

Untuk itu, model supervisi konvensional dalam supervisi pendidikan di era reformasi pendidikan seperti sekarang ini seyogyanya tidak dipakai lagi oleh pengawas. Jika model ini terus dipakai tidak menutup kemungkinan hubungan pengawas dengan kepala sekolah ataupun guru tidak akan harmonis. Padahal tugas pengawas pada era

51

reformasi semakin berat dan mustahil bisa dikerjakan tanpa kolaborasi, menjalin kerja sama dan berhubungan secara harmonis, dan berpartner dengan pihak-pihak terkait. Kerjasama yang harmonis itu juga dapat tercipta jika antara guru dan pengawas saling percaya dengan kemampuan yang terdapat pada diri masing-maing atau positif tanking. Pengawas tidak harus menunjukkan diri sebagai inspeksi tetapi sebagai patner kerja yang baik yang tugasnya membina, sehingga menciptakan kenyamanan pada guru yang disupervisinya.

b. Model Supervisi Artistik

Model supervisi artistik adalah ketika pengawas melakukan kegiatan supervisi dituntut berpengetahuan, berketerampilan, dan tidak kaku karena dalam kegiatan supervisi juga mengandung seni (art).

Model supervisi artistik mendasarkan diri pada pekerjaan untuk orang lain (working for the others), bekerja dengan orang lain (working

with the others), dan bekerja melalui orang lain (working through the others).

Pengawas dalam model artistik ini ingin menjadikan kepala sekolah, guru, dan staf sekolah menjadi dirinya sendiri, diajak bekerja sama, saling tukar dan konstribusi ide, pemikiran, memutuskan dan menetapkan bagaimana seharusnya mengelola sekolah yang baik dan guru mengajar dengan baik untuk bersama-sama berusaha meningkatkan mutu pendidikan.

Pada praktiknya, model supervisi artistik ini mempunyai beberapa ciri khusus yang harus diperhatikan oleh pengawas sebagai berikut: 1) Memerlukan perhatian khusus agar lebih banyak mendengarkan

daripada banyak bicara.

2) Memerlukan tingkat perhatian yang cukup dan keahlian yang khusus untuk memahami apa yang dibutuhkan oleh orang lain.

3) Mengutamakan sumbangan yang unik dari guru-guru untuk mengembangkan pendidikan bagi generasi muda.

4) Menuntut untuk memberi perhatian yang lebih banyak terhadap proses pembelajaran di kelas dan diobservasi pada waktu-waktu tertentu. 5) Memerlukan laporan yang menunjukkan bahwa dialog antara

pengawas dan yang disupervisi dilaksanakan atas dasar kepemimpinan dari kedua belah pihak.

6) Memerlukan kemampuan berbahasa tentang cara mengungkapkan apa yang dimilikinya terhadap orang lain.

7) Memerlukan kemampuan untuk menafsirkan makna dari peristiwa yang diungkapkan sehingga memperoleh pengalaman dan mengapresiasi dari apa yang dipelajari.

8) Menunjukkan fakta bahwa sensivitas dan pengalaman merupakan instrument utama yang digunakan sehingga situasi pendidikan itu diterima dan bermakna bagi orang disupervisi.

Supervisi ilmiah sebagai sebuah model dalam supervisi pendidikan dapat digunakan oleh pengawas untuk menjaring informasi atau data dan menilai kinerja kepala sekolah dan guru dengan cara menyebarkan angket.

Model supervisi ilmiah pada pelaksanaannya, pengawas menyebarkan angket kepada siswa dan atau kepada guru sejawat. Setelah angket itu diisi atau dijawab oleh siswa dan atau guru sejawat, ditarik lagi dan dikumpulkan lalu diolah, dan dianalisis hingga pada akhirnya hasilnya dijadikan sebagai bahan penilaian pengawas kepada kinerja kepala sekolah, guru dan staf sekolah. Jika hasilnya cenderung tidak menguntungkan kepala sekolah dan guru, dengan lain kata bila kinerja kepala sekolah dan guru kurang baik, pengawas segera mengambil langkah-langkah logis dan rasional untuk memberikan pencerahan kepada mereka agar mau memperbaiki kinerjanya.

Oleh karena itu, supaya pengawas memperoleh gambaran obyektif, perlu perencanaan, persiapan matang, taat prosedur, sistimatis, menggunakan instrument pengumpulan data dan alat penilaian yang tepat berupa angket, dan mengusahakan informasi atau data yang diperoleh pengawas itu riil adanya. Menurut Sahertian, model supervisi seperti ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Dilaksanakan secara berencana dan kontinyu

2) Sistematika dan menggunakan prosedur dan metode/teknik tertentu. 3) Menggunakan instrument pengumpulan data yang tepat.

4) Menggunakan alat penilaian berupa angket yang mudah dijawab. 5) Angket disebar kepada siswa dana tau guru sejawat.

6) Adanya data atau informasi yang obyektif yang diperoleh dari keadaan yang riil.

d. Model Supervisi Klinis

Powell dan Brodsky menyatakan, model supervisi klinis adalah prinsip-prinsip disiplin proses toturial yang diubah menjadi keterampilan praktis, dengan empat fokus yang tumpang tindih, yakni administrasi, evaluasi, klinis dan suportif. Supervisi adalah intervensi yang disediakan oleh anggota senior profesi untuk anggota yang lebih junior atau anggota profesi yang sama. Hubungan ini bersifat evaluative, meluas dari waktu ke waktu, dan memiliki tujuan simultan meningkatkan fungsi professional dari orang yang lebih junior, pemantauan layanan professional yang ditawarkan kepada klien bahwa dia atau mereka melihat, dan melayani sebagai gatekeeper dari mereka yang memasuki profesi tertentu.

Menurut Durhan, model supervisi klinis adalah hubungan antara-pribadi tutorial berpusat pada tujuan pengembangan keterampilan dan pertumbuhan professional melalui belajar dan berlatih. Melalui observasi, evaluasi umpan balik, dan supervisi memungkinkan konselor untuk memperoleh kompetensi yang dibutuhkan untuk memberikan perawatan pasien yang efektif sementara professional tanggung jawab.

Ciri-ciri supervisi klinis sebagai berikut:52

1) Bantuan yang diberikan bukan bersifat instruksi atau memerintah. 2) Harapan dan dorongan supervisi timbul dari guru itu sendiri. 3) Guru memiliki satuan tingkah laku mengajar yang terintegrasi. 4) Suasana dalam pemberian supervisi penuh kehangatan, kedekatan

dan keterbukaan.

5) Supervisi yang diberikan bukan saja pada keterampilan mengajar saja, melainkkan pula mengenai aspek-aspek kepribadian guru.

Dokumen terkait