• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pemantauan Distribusi, Harga dan Cadangan Pangan

III. AKUNTABILITAS KINERJA

3.3. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan

3.3.5. Model Pemantauan Distribusi, Harga dan Cadangan Pangan

Badan Ketahanan Pangan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) mengadakan Kajian Model Pemantauan Distribusi Pangan yang difokuskan bagi komoditas Cabe Merah dan Bawang Merah. Kegiatan ini sangat penting dilakukan karena hasilnya bisa digunakan sebagai upaya untuk mendapatkan gambaran pola distribusi perdagangan dalam negeri dan dapat dibangun sistem pola distribusi perdagangan yang lebih baik. Selain itu, dapat diketahui margin perdagangan dan pengangkutan dari komoditas yang diteliti. Indikator-indikator yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan gambaran tentang penyebab inflasi komoditi cabai merah dan bawang merah dari aspek distribusi.

Tujuan dari kajian ini adalah: (a) Mendapatkan Pola Penjualan Produksi, (b) Mendapatkan Pola Distribusi Perdagangan, (c) Mendapatkan Peta Wilayah Penjualan Produksi, (d) Mendapatkan Peta Wilayah Distribusi Perdagangan, (d) Memperoleh data tentang margin perdagangan dan pengangkutan antar kelembagaan usaha.

Kajian ini dilaksanakan dengan mengambil unit analisis produsen (petani), perusahaan perdagangan yang terdiri dari distributor, pedagang grosir, pedagang pengumpul serta pengelola pasar. Sampel ditentukan secara purposif dengan mempertimbangkan skala produksi/usaha serta pasar yang menjadi barometer harga bawang atau cabe di wilayah yang diamati. Cakupan wilayah meliputi 8 kabupaten/kota yaitu Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Bandung, Majalengka, Brebes, Magelang, Karo dan Simalungun.

Pengumpulan data dari perusahaan/usaha/pengusaha terpilih dilakukan melalui wawancara tatap muka antara pencacah dengan responden. Untuk perusahaan-perusahaan yang relatif besar, pengumpulan data mungkin lebih dari satu kali kunjungan. Data diperoleh langsung dari responden melalui wawancara yang kemudian diisikan pada kuesioner. Pemilihan responden produsen adalah petani cabai merah/bawang merah yang memiliki luas panen terbesar melalui pengamatan lapangan di wilayah penelitian, sedangkan responden pedagang adalah pedagang pengumpul, grosir dan distributor.

Pengumpulan data menjadi tanggung jawab petugas di tingkat Kabupaten/Kota. Pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran isian dokumen survei dilakukan oleh Pengawas/Pemeriksa tingkat Kabupaten/Kota dan petugas di tingkat Provinsi. Hasilnya diserahkan kepada petugas di tingkat pusat untuk diolah. Validasi data dilakukan dalam forum sinkronisasi hasil pengolahan dan pencatatan baik di tingkat provinsi maupun pusat.

Harga cabai merah dan bawang merah sangat dipengaruhi oleh suplai dari produsen dan permintaan. Peningkatan permintaan seiring dengan pertumbuhan penduduk dan industri makanan yang menggunakan komoditas tersebut. Sementara suplai sangat dipengaruhi oleh besarnya produksi, karena komoditas ini begitu diproduksi (dipanen) langsung dijual ke pasar. Kecuali bawang merah masih dapat bertahan beberapa lama setelah melalui penjemuran. Sebagai komoditas hortikultura, cabai merah dan bawang merah mempunyai peranan memberikan kontribusi penting dalam peningkatan kinerja usaha tani komoditas tersebut secara keseluruhan. Cabai merah dan bawang merah memiliki sifat unik dibanding komoditas hortikultura secara umum seperti mudah busuk, mudah rusak, penyusutan berat, produksi bersifat musiman namun konsumsi masyarakat terjadi sepanjang tahun. Sifat unik tersebut menuntut adanya perlakuan khusus seperti pengangkutan yang hati-hati, pengepakan yang baku, penyimpanan dengan suhu dan kelembaban tertentu, serta berbagai metode pengawetan lain agar dapat bertahan dalam waktu yang lama.

Di sisi lain konsumen menghendaki komoditas tersebut tersedia dekat dengan tempat mereka, dapat diperoleh sepanjang waktu dan dapat dikonsumsi dalam bentuk segar. Dua keinginan yang berbeda ini akan dapat dipenuhi dengan adanya suatu sistem pemasaran yang baik. Sistem pemasaran tersebut akan melibatkan berbagai lembaga pemasaran yang menghubungkan petani di sentra produksi dengan masyarakat di sentra konsumsi. Penghubung tersebut berguna untuk memberikan nilai guna bagi komoditas cabai merah dan bawang merah dalam suatu sistem pemasaran. Kelembagaan pemasaran yang berperan dalam memasarkan komoditas cabai merah dan bawang merah dapat mencakup petani selaku produsen, pedagang pengumpul, pedagang distributor, pedagang grosir, dan pedagang eceran/pengecer.

Pola penjualan produksi cabe merah di Provinsi Jawa Tengah dari produsen/petani sebagian besar dijual kepada pedagang pengumpul (83,17%), ke distributor sebanyak 13,76 persen dan ke pedagang eceran sebanyak 3,07 persen. Pola pendistribusian cabai

merah oleh pedagang berdasarkan fungsi kelembagaannya adalah sebagai berikut: pedagang pengumpul menjual cabai merah ke distributor sebanyak 47,01 persen, ke pedagang eceran sebanyak 35,24 persen dan ke pedagang grosir sebanyak 17,75 persen. Selanjutnya pedagang distributor menjual cabai merah ke sesama distributor sebanyak 25,40 persen, ke pedagang grosir sebanyak 58,87 persen, ke industri pengolahan sebanyak 14,56 persen dan ke pedagang eceran sebanyak 1,18 persen. Sementara itu, pedagang grosir menjual sebagian besar cabai merah ke sesama pedagang grosir yaitu sebanyak 59,49 persen, ke pedagang eceran sebanyak 40,09 persen, dan sisanya dijual ke kegiatan usaha lain dan rumah tangga masing-masing sebanyak 0,24 persen dan 0,18 persen. Pedagang eceran sebagian besar menjual langsung cabai merah ke rumah tangga yaitu sebanyak 73,47 persen dan ke kegiatan usaha lain sebanyak 26,53 persen.

Gambar 2. Peta Distribusi Perdagangan Cabai Merah di Provinsi Jawa Tengah

Pola penjualan produksi bawang merah di Jawa Tengah dari produsen/petani sebagian besar dijual kepada pedagang pengumpul (97,61%) dan selebihnya dijual langsung ke rumah tangga sebanyak 2,39 persen. Pola pendistribusian oleh pedagang berdasarkan fungsi kelembagaannya adalah sebagai berikut: pedagang pengumpul menjual bawang merah ke pedagang eceran sebanyak 58,96 persen, ke distributor sebanyak 23,92 persen dan ke pedagang grosir sebanyak 17,12 persen. Distributor bawang merah di Jawa Tengah sebagian besar menjual ke sesama distributor sebanyak 89,98 persen, ke pedagang grosir sebanyak 5,47 persen, ke pedagang eceran sebanyak 3,20 persen dan ke rumah tangga sebanyak 1,34 persen. Sementara itu, pedagang grosir menjual pe pedagang eceran sebanyak 76,69 persen, ke supermarket sebanyak 0,61 persen dan

dijual langsung ke konsumen akhir rumah tangga dan kegiatan usaha lainnya masing-masing sebanyak 8,01 persen dan 4,96 persen. Sementara itu, pedagang eceran menjual langsung ke rumah tangga sebanyak 66,36 persen dan ke kegiatan usaha lainnya sebanyak 33,64 persen.

Gambar 3. Peta Distribusi Perdagangan Bawang Merah di Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan sampel produsen terpilih diperoleh informasi bahwa petani cabai merah dan bawang merah yang terdapat di Provinsi Jawa Tengah menjual seluruh produksi cabai merah dan bawang merahnya ke dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah sendiri, yaitu mencapai 100 persen. Selain dari produksi di wilayah Jawa Tengah sendiri, pasokan cabe merah di Jawa Tengah juga berasal dari Propinsi D I Yogyakarta sebanyak 12,03 persen dan Jawa Timur sebanyak 3,30 persen. Sementara itu, untuk jangkauan pemasaran cabai merah cukup luas. Wilayah pemasaran utama adalah Provinsi DKI Jakarta (30,38%), kemudian lainnya tersebar ke Jawa Barat (15,83%), Sumatera Barat (15,17%), Jawa Tengah (14,18%), Riau (10,50%), Kepulauan Riau (6,96%), Sumatera Utara (4,73%), Banten (1,93%) dan Jambi (0,32%).

Perdagangan bawang merah di Jawa Tengah para pedagang mendapatkan pasokan bawang merah sebagian besar berasal dari wilayahnya sendiri yaitu sebanyak 61,19 persen, ditambah pasokan dari Provinsi Jawa Timur sebanyak 32,33 persen, Jawa Barat (5,26%), DI Yogyakarta (0,77%) dan Nusa Tenggara Barat (0,44%). Sementara itu, untuk pemasaran bawang Merah dari Jawa Tengah cukup luas jangkauannya. Wilayahpemasaran utama adalah Propinsi Jawa Barat (45,02%), kemudian lainnya

tersebar ke Jawa Tengah (19,85%), DKI Jakarta (19,18%), DI Yogyakarta (4,32%), Sumatera Selatan (3,80%), Riau (3,72%), Sumatera Barat (1,69%), Lampung (1,52%) dan Jambi (0,90%).

Arus komoditas cabe merah di Provinsi Jawa Barat dari produsen/petani sebagian besar dijual kepada pedagang pengumpul (65,90%) dan sisanya melalui pedagang grosir (30,71%) dan distributor (3,39%). Pedagang pengumpul cabai merah yang mendapatkan cabai merahnya langsung dari petani kemudian menjual sebagian besar pasokannya ke distributor di berbagai wilayah, yaitu DKI Jakarta, Banten, Lampung, maupun Jawa Barat sendiri. Distributor selanjutnya menjual pasokan bawang merahnya ke berbagai lembaga usaha perdagangan, dengan penjualan terbesarnya ke pedagang eceran yaitu, sebesar 90,09 persen. Sama seperti distributor, pedagang grosir cabai merah juga menjual hampir seluruh pasokan cabai merahnya ke pedagang eceran untuk kemudian akan dijual lagi oleh mereka ke sesama pedagang eceran maupun dijual langsung ke rumah tangga untuk dikonsumsi.

Petani cabai merah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat menjual sebagian besar atau 97,97 persen dari seluruh produksi cabai merahnya ke dalam wilayah Provinsi Jawa Barat sendiri. Hanya sebagian kecil saja, yaitu sebesar 2,03 persen saja yang dijual ke provinsi lain, yaitu DKI Jakarta. Sementara itu, petani bawang merah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat menjual seluruh produksi cabai merahnya ke dalam wilayah Provinsi Jawa Barat sendiri.

Selain dari produksi Provinsi Jawa Barat sendiri, pasokan cabai merah di wilayah Provinsi Jawa Barat sebagian berasal dari Jawa Timur dengan persentase sebesar 49,01 persen. Pasokan cabai merah tersebut kemudian sebagian besar dijual kembali ke dalam wilayah Provinsi Jawa Barat sendiri, yaitu sebesar 79,94 persen. Sementara sisanya dijual kembali ke beberapa provinsi sekitar, seperti: DKI Jakarta, Banten, dan Lampung. Pola penjualan produksi bawang merah di Jawa Barat dari petani hampir seluruhnya melalui pedagang pengumpul (99,48%). Hanya sebagian kecil sisanya saja yang dijual ke pedagang grosir maupun dijual langsung ke rumah tangga. Pedagang pengumpul bawang merah yang mendapatkan bawang merahnya langsung dari petani kemudian menjual sebagian besar pasokannya ke pedagang grosir di wilayah DKI jakarta dan Jawa Barat sendiri maupun ke pedagang eceran. Hampir sama seperti pedagang pengumpul, distributor dan pedagang grosir bawang merah juga menjual sebagian pasokan bawang merahnya ke pedagang eceran dengan persentase masing-masing sebesar 95,14 persen dan 95,75 persen. Pedagang eceran kemudian menjual kembali pasokan bawang merah tersebut ke sesama pedagang eceran maupun dijual langsung ke rumah tangga untuk dikonsumsi.

Pasokan bawang merah di wilayah ini atau sebesar 90,94 persennya berasal dari Provinsi Jawa Tengah. Pasokan bawang merah tersebut kemudian sebagian besar dijual kembali ke dalam wilayah Provinsi Jawa Barat sendiri, yaitu sebesar 98,48 persen. Sementara sisanya dijual kembali ke beberapa provinsi lain, seperti: DKI Jakarta, Banten, Lampung, dan Sumatera Selatan.

Pelaku distribusi yang berperan dalam pola distribusi cabe merah dan bawang merah di Sumatera Utara meliputi petani, pedagang pengumpul, distributor, pedagang grosir, pedagang eceran, supermarket dan eksportir. Arus komoditas cabe merah di Sumatera Utara dari produsen/petani seluruhnya (100%) dijual kepada pedagang pengumpul. Sementara untuk bawang merah, pola penjualan dari produsen mayoritas juga melalui pedagang pengumpul (99,6%) dan sebagian kecil lainnya (0.34%) langsung ke pedagang eceran. Hal ini menunjukkan besarnya peranan pedagang pengumpul dalam pola distribusi cabe merah dan bawang merah sehingga penentuan harga di tingkat pedagang pengumpul akan sangat berpengaruh kepada harga di konsumen akhir. Pedagang pengumpul kemudian menjual sebagian besar ke pedagang eceran (48,08%),pedagang grosir (30,18%), sisanya ke distributor serta kegiatan usaha lainnya. Pedagang eceran menjual cabai merah terbesar ke rumah tangga (47,43%),sesama pengecer (41,08%), dan sisanya kegiatan usaha lainnya.

Arus komoditas bawang merah di Sumatera Utara dimulai dari pedagang pengumpul yang mendapat pasokan dari petani, untuk dijual kembali ke pedagang grosir (45,64%), pedagang eceran (35,04%), sisanya kegiatan usaha lainnya, industri pengolahan, dan rumah tangga. Selanjutnya pedagang di tingkat distributor mendapat pasokan dari petani dan pedagang pengumpul, kemudian menjual komoditasnya paling besar ke pedagang eceran (85,69%), pedagang grosir (10,24%), sisanya ke industry pengolahan. Pedagang grosir juga menjual paling banyak ke pedagang eceran (95,25%), sesama pedagang grosir (3,97%), dan sisanya ke rumah tangga. Pengecer menjual kembali komoditasnya paling banyak ke rumah tangga (60,72%), sisanya kegiatan usaha lainnya, industri pengolahan, dan pedagang eceran.

Arus komoditas antar wilayah untuk komoditas cabe merah, berdasarkan hasil pengamatan terlihat jika seluruh pasokan cabai merah berasal dari Provinsi Sumatera (100,00%). Pasokan cabai merah selanjutnya dijual kembali ke wilayah Sumatera Utara (30,75%), serta wilayah disekitarnya seperti Riau (46,28%), Jambi (14,35%), Sumatera Barat (8,19%), Aceh (0,30%), Kepulauan Riau (0,13%).

Gambar 6. Peta Distribusi Perdagangan Cabai Merah di Provinsi Sumatera Utara

Sementara hasil survei pedagang bawang merah di Sumatera Utara menunjukkan pedagang mendapat pasokan selain dari wilayah sendiri (76,51%), juga dari Jawa Tengah (23,49%). Pasokan bawang merah dijual seluruhnya masih di wilayah sendiri (100,00%).

Gambar 7. Peta Distribusi Perdagangan Bawang Merah di Provinsi Sumatera Utara

Produksi cabe merah di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan fluktuasi yang relatif tinggi. Volume produksi cabe merah perbulan menunjukkan pola gergaji. Hal ini menunjukkan sensitifitas harga yang tinggi dan karakteristik petani cabai merah yang mudah dipengaruhi pasar. Sementara produksi bawang merah di Provinsi Sumatera Utara berfluktuasi dengan produksi tertinggi di Bulan Februari dan mencapai titik terendah di bulan Mei.

Pola perdagangan cabai di provinsi DKI Jakarta melibatkan distributor dan pedagang grosir sebelum sampai kepada konsumen akhir. Konsumen akhir terdiri dari industri pengolahan, kegiatan usaha lainnya, pemerintah dan lembaga nirlaba serta rumah tangga. Berdasarkan sampel pedagang yang berada Pasar Induk Kramat Jati, diperoleh informasi bahwa wilayah pemasaran pedagang grosir cabai memiliki jangkauan penjualan yang lebih luas jika dibandingkan dengan distributor. Alur distirbusi penjualan dari pedagang grosir selain terjadi antar pedagang gosir juga meliputi pedagang eceran, supermarket/swalayan, industri pengolahan, kegiatan usaha lainnya, serta rumah tangga. Porsi penjualan terbesar pedagang grosir berada pada pedagang eceran, yaitu sebesar 95,03 persen. Alur pasokan dari pedagang grosir sebagian besar diperoleh dari pedagang pengumpul.

Pasokan cabai di DKI Jakarta sebagaian kecil berasal dari dalam provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 0,83 persen. Sedangkan sisanya berasal dari pembelian di luar provinsi antara lain dari Jawa Barat (28,05%), Jawa Tengah (31,77%), DI Yogyakarta (2,19%), Jawa Timur (25,25%), Bali (0,75%), dan Nusa Tenggara Barat (11,14%). Sedangkan untuk penjualan cabai sebagian besar dijual di dalam provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 85,72 persen. Sisanya dijual ke luar provinsi antara lain ke provinsi Sumatera Utara (0,18%), provinsi Sumatera Selatan (0,75 %), provinsi Kepulauan Bangka Belitung (0,13%), provinsi Jawa Barat (11%), dan provinsi Banten (2,21%).

Gambar 8. Peta Distribusi Perdagangan Cabai Merah di Provinsi DKI Jakarta

Dari sisi perdagangan, distribusi bawang merah di Provinsi DKI Jakarta melibatkan fungsi usaha distributor, perdagang grosir, dan pedagang eceran. Sedang dari sisi konsumen akhir terdiri dari industri pengolahan, kegiatan usaha lainnya, serta rumah tangga. Alur

distribusi penjualan dari distributor meliputi pedagang grosir dengan porsi 95.06 persen dan sisanya dijual langsung ke penjual eceran. Pada pedagang grosir arus penjualan bawang merah selain terjadi antar sesama pedagang grosir juga meliputi pedagang eceran, supermarket/swalayan, industri pengolahan, kegiatan usaha lainnya, serta rumah tangga dimana porsi penjualan terbesar dijual kepada pedagang eceran sebesar 70, 75 persen. Untuk arus penjualan bawang merah dari penjualan eceran selain terjadi antar sesama pedagang eceran juga meliputi industri pengolahan dan kegiatan usaha lainnya dimana arus penjualan terbesar terjadi diantara sesama pedagang eceran yaitu sebesar 85,65 persen.

Pasokan bawang merah di DKI Jakarta sebagaian kecil berasal dari dalam provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 6,93 persen. Sebagaian besar pembelian bawang merah di provinsi DKI Jakarta berasal dari provinsi Jawa tengah yaitu sebesar 92,13 persen. Sedangkan sisanya berasal dari pembelian di luar provinsi antara lain dari Sumatera Utara (0,09%), Sumatera Barat (0,03 %), dan Jawa Barat (0,82%). Sedangkan untuk penjualan bawang merah sebagian besar dijual di dalam provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 49,57 persen. Sisanya dijual ke luar provinsi antara lain ke provinsi Sumatera Utara (0,40%), provinsi Riau (0,99%), provinsi Lampung (1,88%), provinsi Jawa Barat (27,79%), dan provinsi Banten (19,37%).

Gambar 9. Peta Distribusi Perdagangan Bawang Merah di Provinsi DKI Jakarta

Pasokan bawang merah dan cabai yang didapat dari pasar induk Kramat Jati pada tahun 2013 menunjukan bahwa untuk komoditi cabai tiap bulannya tidak terlalu fluktuatif tiap bulannya dimana pasokan tertinggi terjadi pada bulan Mei sebanyak 5.105 ton dan pasokan terendah terjadi di bulan Agustus sebanyak 4.129 ton. Sedangkan pasokan

untuk komoditi bawang merah terjadi fluktuatif yang cukup kentara tiap bulannya dimana pasokan tertinggi terjadi di bulan Sepetember sejumlah 2.585 ton dan pasokan terendah terjadi di bulan Maret sebanyak 1.335 ton.

Dokumen terkait