• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model pembelajaran SiMaYang Tipe II merupakan model pembelajaran sains berbasis multipel representasi yang dikembangkan dengan memasukkan faktor interaksi (tujuh konsep dasar) yang mempengaruhi kemampuan pembelajar untuk merepresentasikan fenomena sains ke dalam kerangka model IF-SO (Waldrip dalam Sunyono, 2012). Tujuh konsep dasar pembelajar tersebut yang telah diidentifikasi oleh Shonborn and Anderson (dalam Sunyono 2011) adalah

kemampuan penalaran pembelajar (Reasoning; R), pengetahuan konseptual pem- belajar (conceptual; C), dan keterampilan memilih mode representasi pembelajar (representation modes; M).

Model pembelajar SiMaYang Tipe II melibatkan diagram submikro dilibatkan sebagai alat pembelajaran topik-topik yang bersifat abstrak (misalnya stoikiometri dan struktur atom), selanjutnya dikembangkan perangkat pembelajaran yang dilengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan baik pada level makro, submikro, maupun simbolik untuk memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk ber- latih merepresentasikan tiga level fenomena sains sepanjang sesi pembelajaran yang berfokus kepada permasalahan sains level molekuler (Sunyono dan Yulianti, 2014). Oleh sebab itu, multipel representasi yang digunakan dalam model pem- belajaran SiMaYang Tipe II ini adalah representasi- representasi dari fenomena

13

sains (khususnya kimia) baik dari skala riil maupun abstrak (Park, 2006; Wang,et al., 2007, Davidowitz,et al., 2010 dalam Sunyono, 2012).

Kegiatan eksplorasi ditekankan pada konseptualisasi masalah sains yang sedang dihadapi berdasarkan kegiatan diskusi, eksperimen laboratorium/demonstrasi, dan pelacakan informasi melalui jaringan internet (web blog atau web page).

Imajinasi diperlukan untuk melakukan pembayangan mental terhadap representasi eksternal level submikroskopik, sehingga dapat mentransformasikan ke level maksroskopik atau simbolik atau sebaliknya. Pembelajaran yang menekankan pada proses imajinasi dapat membangkitkan kemampuan representasi pembelajar, sehingga dapat meningkatkan kemampuan kreativitas pembelajar. Kekuatan imajinasi akan membangkitkan gairah untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan konseptual pembelajar. Oleh sebab itu, imajinsi representasi dimasukkan sebagai salah satu tahap (fase) dalam sintak dari model SiMaYang Tipe II (Sunyono dan Yulianti, 2014).

Model pembelajaran SiMaYang memiliki 4 fase yaitu orientasi, eksplorasi- imajinasi, internalisasi, dan evaluasi (Sunyono, 2012). Keempat fase dalam model pembelajaran tersebut memiliki ciri dengan akhiran “si” sebanyak lima

“si”. Fase-fase tersebut tidak selalu berurutan bergantung pada konsep yang dipelajari oleh pembelajar, terutama pada fase dua (fase eksplorasi-imajinasi). Oleh sebab itu, fase-fase model pembelajaran yang dikembangkan dan hasil revisi ini tetap disusun dalam bentuk layang-layang, sehingga tetap dinama-kan Si-5 layang-layang atau disingkat SiMaYang (Sunyono,et al., 2012):

14

Fase I

Fase II

Fase III

Fase IV

Gambar 2. Fase-Fase Model Pembelajaran Si-5 Layang-Layang (SiMaYang) (Sunyono, 2012).

Kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifiknya mempengaruhi adanya perubah- an dari sintak model SiMaYang. Berkaitan hal tersebut, Sunyono (2014) telah mengembangkan lebih lanjut model pembelajaran SiMaYang yang dipadu dengan pendekatan saintifik dan dinamakan model Saintifik-SiMaYang atau SiMaYang Tipe II. Model pembelajaran SiMaYang Tipe II memiliki sintak yang sama

dengan model SiMaYang. Perbedaannya terletak pada aktifitas guru dan siswa, di mana pada model pembelajaran SiMaYang Tipe II, aktifitas guru dan siswa disesuaikan dengan pendekatan saintifik (Sunyono dan Yulianti, 2014). Saintifik model pembelajaran SiMaYang Tipe II dapat dilihat pada Tabel 1.

Orientasi

Imajinasi Eksplorasi

Internalisasi

15

Tabel 1. Fase (Tahapan) Dari Sintaks Model Pembelajaran SiMaYang Tipe II (Sunyono dan Yulianti, 2014; dan Sunyono,et al., 2015).

Tahapan (Fase)

Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Fase I:

Orientasi

1. Menyampaikan tujuan pembelajaran.

2. Memberikan motivasi dengan berbagai fenomena kimia yang terkait dengan pengalaman siswa.

1. Menyimak penyampaian tujuan sambil memberikan tanggapan 2. Menjawab pertanyaan dan memberikan tanggapan Fase II: Eksplorasi - Imajinasi

1. Mengenalkan konsep kimia dengan memberikan beberapa abstraksi yang berbeda mengenai fenomena kimia (seperti perubahan wujud zat, perubahan kimia, dan sebagainya) secara verbal atau dengan

demonstrasi dan juga menggunakan visualisasi: gambar, grafik, atau simulasi atau animasi, dan atau analogi dengan melibatkan siswa untuk menyimak dan bertanya jawab.

2. Mendorong, membimbing, dan memfasilitasi diskusi siswa untuk membangun model mental dalam membuat interkoneksi diantara level-level fenomena kimia yang lain, yaitu dengan membuat transformasi dari level fenomena kimia yang satu ke level yang lain dengan menuangkannya ke dalam lembar kegiatan siswa.

1. Menyimak dan bertanya jawab dengan guru tentang fenomena kimia yang diperkenalkan. 2. Melakukan penelusuran informasi melalui webpage/weblog dan/atau buku teks. 3. Bekerja dalam kelompok untuk melakukan imajinasi terhadap fenomena kimia yang diberikan melalui LKS. 4. Berdiskusi dengan teman dalam kelompok dalam melakukan latihan imajinasi representasi. Fase III: Internalisasi

1. Membimbing dan memfasilitasi siswa dalam mengartikulasikan/ mengkomunikasikan hasil pemikirannya melalui presentasi hasil kerja kelompok.

2. Memberikan latihan atau tugas dalam mengartikulasikan imajinasinya. 1. Perwakilan kelompok melakukan presentasi terhadap hasil kerja kelompok. 2. Memberikan tanggapan/

16

Tabel 1 (lanjutan)

Latihan individu tertuang dalam lembar kegiatan siswa/LKS yang berisi pertanyaan dan/atau perintah untuk membuat interkoneksi ketiga level fenomena kimia.

pertanyaan terhadap kelompok yang sedang presentasi. 3.Melakukan latihan individu melalui LKS individu. Fase IV: Evaluasi

1. Mengevaluasi kemajuan belajar siswa dan reviu terhadap hasil kerja siswa.

2. Memberikan tugas latihan

interkoneksi. Tiga level fenomena kimia

1. Menyimak hasil reviu dari guru dan bertanya tentang pembelajaran yang akan datang.

Kelebihan dari model pembelajaran SiMaYang antara lain: (1) model

pembelajaran SiMaYang mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan munculnya berbagai aktivitas pembelajaran. Dalam pembelajaran SiMaYang perang guru sebagai fasilitator dan mediator; (2) model pembelajaran SiMaYang merupakan model yang menyenangkan. Hasil kajian empiris menunjukkan lebih dari 80% pembelajar memberikan respon positif dan senang dengan pelaksanaan menggunakan model SiMaYang; (3) mampu

membangun model mental pembelajar dalam upaya memahami materi pembelajaran kearah model mental dengan kategori “baik” atau dengan

karakteristik “konsensus” dan “baik sekali” dengan karakteristik “target”serta

peningkatan model mental tersebut lebih tinggi dibanding pembelajaran konvensional; (4) memiliki ciri kolaboratif, kooperatif, dan imajinatif yang tertuang dalam fase eksplorasi-imajinasi dan internalisasi dapat diajdikan alternatif model pembelajaran yang mampu mensejajarkan mahasiswa/siswa berkemampuan rendah dengan mahasiswa/siswa berkemampuan sedang tinggi

17

dalam membangun model mental dan meningkatkan penguasaan konsep; (5)dapat dipandang sebagai model “terpadu” yang menggabungkan media TIK dengan

berbagai fenomenan kimia dan menggabungkan media tersebut dengan berbagai aktivitas pembelajar, aktivitas dosen/guru, interaksi antar mahasiswa/siswa, dan interaksi antara dosen/guru dengan mahasiswa/siswa; (6) mampu menciptakan lingkungan belajar yang kaya akan aktivitas pembelajaran, baik yang bersifat individual maupun yang bersifat kolaboratif, sekaligus mampu mensejajarkan pada pembelajar arti pentingnya kerjasama dan menghargai hasil kerja orang lain; (7) mampu memberikan dorongan atau motivasi kepada pembelajar untuk

mengasah kemampuan imajinasinya dalam memahami fenomena yang bersifat abstrak (Sunyono, 2012).

Kelemahan/ keterbatasan model pembelajaran SiMaYang antara lain: (a) hanya mampu meningkatkan model mental pembelajar dengann-Gainberkategori sedang. Mayoritas model mental yang dapat dibangun hanya sampai pada model

mental dengan kategori “baik” atau model mental dengan kategori “konsensus”

sedangkan model mental dengan karakteristik “sangat baik” atau model mental

target hanya sedikit yang dapat ditumbuhka; (b) penerapan baru terbatas pada pencapaian tujuan membangun model mental dan meningkatkan penguasaan konsep; (c) memerlukan infrastruktur yang memadai (seperti listrik, fasilitas internet, dan komputer); (d) memerlukan kesiapan fasilitas jaringan internet dengan kapasitas yang dapat diakses dengan pembelajar dengan kecepatan yang memadai; (e) mengharuskan pengguna model memiliki kemampuan IT yang cukup baik (Sunyono, 2012).

18

Dokumen terkait