• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedelapan, latar belakang pendidikan matematika pada guru (dalam hal ini lulusan ”pendidikan matematika”) secara konsisten hanya berpengaruh terhadap penggunaan bentuk tes, dan penelaahan PR. Guru yang berlatar belakang ”pendidikan matmatika” lebih jarang memberikan tes yang menuntut siswa untuk mengingat prosedur, menemukan pola hubungan, dan memberikan justifikasi. Hanya pada satu dari empat analisis, latar belakang pendidikan ini mempengaruhi metode mengajar yang diterapkan. Tidak ada pengaruh langsung dari latar belakang ”pendidikan matematika” guru terhadap prestasi belajar.

Ke-sembilan, ada satu hal yang menarik yang secara konsisten ditemukan dalam penelitian ini, yaitu tingkat sosial ekonomi keluarga ternyata hanya dapat berpengaruh secara tidak langsung kepada prestasi matematika melalui tingkat dukungan orangtua terhadap sekolah yang pada gilirannya dapat mengurangi hambatan yang terkait dengan kualitas guru sehingga akhirnya terkait juga dengan prestasi matematika siswa. Artinya, tingkat SES keluarga siswa dapat mempengaruhi tingkat prestasi para siswa di sekolah hanya jika para orang tua lebih banyak terlibat dalam aktifitas sekolah khususnya dalam penggalangan dana.

B. Model prestasi IPA

Adapun model yang ditemukan fit dengan data adalah seperti pada Gambar-8, 9, 10, dan 11, masing-masing untuk scaled-scores IPA, latent variable IPA dengan komponen isinya sebagai indikator, latent variable IPA dengan aspek kognitif sebagai indikator, dan latent variable IPA dengan keseluruhannya

30

sebagai indikator. Hanya garis panah dengan koefisien yang signifikan ditampilkan pada gambar.

Gambar-8: Model Dengan TIMSS Scaled Score Sebagai Variabel Prestasi IPA

31

Gambar-10: Model Dengan Cognitive Latent Variable Sebagai Variabel Prestasi IPA

Gambar-11: Model Dengan Science Latent Variable Sebagai Variabel Prestasi IPA

32

Rangkuman hasil temuannya adalah sebagai berikut:

1. Yang berdampak langsung kepada prestasi IPA adalah variabel self efficacy (meskipun tak pada semua analisis kecuali untuk Geografi), sikap terhadap Fisika, isi PR, metode mengajar (2 dari 4 analisis), sikap terhadap Biologi (2 dari 4), dan sikap terhadap Kimia dan Geografi (1 dari 4). Hasil ini menunjukkan pola yang sama dengan model prestasi matematika kecuali bahwa sikap menyenangi pelajaran terutama Fisika ternyata berdampak langsung kepada prestasi.

2. Sikap terhadap pelajaran mempengaruhi self efficacy terhadap mata pelajaran yang sama (masing-masing untuk Geografi, Biologi, Kimia, dan Fisika) tetapi tidak semuanya berlanjut kepada dampak self efficacy terhadap prestasi IPA (kecuali pada Geografi).

3. Juga seperti pada matematika, persepsi siswa tentang penting tidaknya IPA secara masing-masing (Geografi, Biologi, Kimia dan Fisika) mempengaruhi sikap terhadap pelajaran yang bersangkutan. Tetapi berbeda dengan matematika, di sini tak ada pengaruh langsung dari persepsi penting tersebut terhadap self efficacy pada mata pelajaran yang bersangkutan. Ini berarti bahwa kebijakan atau intervensi yang dapat menumbuhkan persepsi bahwa mata pelajaran itu penting, tampaknya akan lebih efektif dalam mempengaruhi prestasi pada matematika daripada IPA.

4. Seperti pada matematika, Metode mengajar mempengaruhi isi PR dan penggunaan tes. Yang berbeda adalah bahwa pada IPA metode mengajar ternyata dapat mempengaruhi sikap meskipun hanya terjadi pada Biologi dan Kimia (itupun hanya 1 dari 4 analisis).

33

5. Aspirasi siswa tentang pendidikan berpengaruh langsung kepada persepsi bahwa pelajaran IPA itu penting bagi masa depannya. Makin tinggi harapan siswa tentang tingkat pendidikan yang ingin dicapainya, makin penting pelajaran IPA dirasakannya.

6. Hal sangat menarik dan tak terjadi pada matematika ialah adanya dampak yang konsisten (pada semua analisis) dari banyaknya penggunaan waktu luang untuk nonton TV dan main Game atas sikap terhadap pelajaran IPA. Dalam hal ini, makin banyak nonton TV/ main Game, makin tidak suka kepada pelajaran IPA.

7. Berbeda dengan matematika, komposisi kelas yang heterogen dari segi abiliti maupun SES selain mempengaruhi metode mengajar, juga mempengaruhi sikap terhadap sekolah.

34

V. REKOMENDASI

1. Tampak ada jalur yang konsisten (meskipun pada matematika tanpa variabel “aspirasi”) yang berasal dari aspirasi menuju persepsi tentang pentingnya suatu pelajaran yang terus menuju sikap terhadap mata pelajaran dan kemudian terus ke self efficacy terhadap mata pelajaran dan akhirnya ke prestasi belajar. Pada data matematika terdapat jalur dari variabel pendidikan orang tua ke “penting”. Jadi dapat diteorikan bahwa jalur teoretisnya adalah: tingkat pendidikan orang tua –

aspirasi – penting – sikap – efficacy – prestasi. Ini berarti bahwa

intervensi paling efektif untuk meningkatkan prestasi adalah berbagai kegiatan untuk meningkatkan self efficacy terhadap pelajaran karena merupakan dampak langsung, sedangkan intervensi untuk sikap dan aspirasi baru efektif jika kondisi tertentu terpenuhi (diantaranya jika menimbulkan self efficacy).

2. Isi PR juga sangat menentukan prestasi, yang dalam hal ini untuk IPA adalah banyak memberikan PR berisi tugas investigasi dan mengumpulkan data, berisi aplikasi dari isi yang dibahas, dan membuat laporan, sedangkan untuk matematika isi PR yang dianjurkan adalah pemecahan masalah, mengumpulkan data dan membuat laporan, serta tugas mengaplikasikan hal yang dibahas.

3. Untuk matematika dianjurkan menggunakan bentuk soal yang menuntut siswa menemukan pola hubungan dan menjelaskan atau memberi justifikasi, serta soal yang menuntut untuk mengingat prosedur. Sedangkan untuk IPA adalah pentingnya soal yang menuntut aplikasi dan seringnya tes itu diberikan.

35

DAFTAR PUSTAKA

Beaton, A. 1999. International Assessment: the United States TIMSS Experience. In F.M. Ottobre (Ed.): The Role of Measurement and Evaluation in Educational Policy. UNESCO Publishing, Paris.

Heyneman, S. P. 1997; “Jim Coleman: A Personal Story”. Educational Researcher, Vol. 26, No. 1, 1997. page 28 – 30. American Educational Research Association.

Joreskog, K.G. and Sorbom, D., 2006; LISREL Version 8.8 User’s Guide. Scientific Softwares International, Chicago.

Muthen. B. 2009; MPLUS Version 5.2 User’s Guide. Muthen and Muthen, Santa Monica,

Ottobre,F. M. (Ed.) 1999: The Role of Measurement and Evaluation in Educational Policy. UNESCO Publishing, Paris.

Plomp, T. 1999. Purposes and Challenges of International Comparative Assessment. In F.M. Ottobre (Ed.): The Role of Measurement and Evaluation in Educational Policy. UNESCO Publishing, Paris.

Robitaille, D. F. and Beaton, A. E., 2002. Secondary Analysis of The TIMSS Data. Kluwer Academic Publisher, Dordrecht.

Umar, J. 1999. Comments on “International Comparative Assessments” and “The TIMSS Experience”. In in F.M. Ottobre (Ed.): The Role of Measurement and Evaluation in Educational Policy. UNESCO Publishing, Paris. Wilkins, J.L., Zembilas, M., and Travers, K.J., 2002. Investigating Correlates of

Mathematics and Science Literacy in the Final Year of Secondary School. In Robitaille, D. F. and Beaton, A. E., 2002. Secondary Analysis of The TIMSS Data. Kluwer Academic Publisher, Dordrecht.

Dokumen terkait