• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNTUK PENYUSUNAN MODEL PRODUKSI PERTANIAN Berbagai model ramalan produksi tanaman pangan (khususnya padi) telah

3.2 Model ramalan dengan indikator iklim

an air. Padi membutuhkan 600-1200 kecenderungan linear. Selanjutnya luas panen Mei-Agustus diramal dengan regresi linear. Demikian juga luas panen September – Desember diramal dengan menggunakan regresi linear dengan peubah penjelas luas tanaman akhir Agustus tahun yang bersangkutan, dimana luas tanaman akhir Agustus diramal dengan kecenderungan linear. Hasil per ha Januari-April, Mei-Agustus, dan September – Desember diramalkan dengan menggunakan kecenderungan linear. Ramalan produksi per subround merupakan perkalian masing-masing ramalan luas panen

subround dan ramalan hasil per ha-nya. Ramalan kedua (ARAM 2) adalah

an ramalan produksi subround kedua (Mei-Agustus) dan ketiga (Septem-ber-Desember). Luas panen Mei-Agustus diramalkan berdasarkan luas tanaman akhir April dengan regresi linear. Luas panen September – Desember diramal menggunakan regresi linear dengan peubah penjelas luas tanaman akhir Agustus, dimana luas tanaman akhir Agustus diramal dengan kecenderungan linear. Hasil per ha Mei-Agustus, dan September – Desember diramalkan dengan meng-gunakan kecenderungan linear.

Ramalan ketiga (ARAM

ustus ditambah ramalan produksi September-Desember. Luas panen September – Desember diramalkan dengan menggunakan regresi linear dan peubah penjelas luas tanaman akhir Agustus. Hasil per ha September – Desember diramalkan dengan menggunakan kecenderungan linear.

Model dengan indikator ENSO dan DMI

Padi sangat terkait dengan ketersedia

mm air selama kurun waktu 90-120 hari, mulai tanam hingga panen dan ber-gantung pada agrosistem dan hujan/irigasi (De Datta 1981, diacu dalam Naylor et al. 2002). Salah satu yang mempengaruhi keragaman hujan di Indonesia adalah fenomena El Nino-Southern Oscillation (ENSO) di lautan Pasifik (Boer and Faqih 2005; Aldrian and Susanto 2003; Hendon 2003; McBride et al. 2003; Haylock and McBride 2001). Satu indikasi hubungan antara curah hujan dan suhu muka laut (sea surface temperature: SST) ditunjukkan korelasi yang nyata, terutama

17

ra Pasifik, terdapat juga fenomena interaksi

lautan-eragaman curah hujan dan fenomena ENSO di

gkan model ramalan padi dengan enggu

SST Nino 3.4 (Allan 2000, diacu dalam Arrigo dan Wilson 2008). Hendon (2003) menyatakan bahwa keragaman SST Nino 3.4 mempengaruhi 50% keragaman curah hujan di seluruh Indonesia.

Selain ENSO di Samude

atmosfer lainnya yang diduga menyebabkan keragaman hujan di Indonesia. Yaitu kejadian dipol yang terjadi di Samudera Hindia yang dikenal dengan Indian Ocean Dipole Mode (IODM) (Saji et al. 1999). IODM merupakan mode dari variabilitas iklim antar tahun yang menghasilkan anomali angin, suhu muka laut dan curah hujan di seluruh wilayah Samudera Hindia yang membawa kekeringan di Indonesia dan Australia dan juga banjir di Afrika bagian timur (Saji 2000, diacu dalam Surmaini 2006). Ciri terjadinya peristiwa IOD positif yang menyebabkan kekeringan di sebagian wilayah Indonesia ialah dengan mendinginnya suhu muka laut (SML) dekat Sumatera serta menghangatnya SML di bagian barat Samudera Hindia. Intensitas IODM direpresentasikan oleh nilai Dipole Mode Index (DMI) yang merupakan gradien anomali SML antara bagian barat Samudera Hindia Ekuator (50°-70°BT, 10°LU-10°LS) dan bagian tenggara Samudera Hindia Ekuator (90°-110°BT, 0°-10°LS).

Adanya keterkaitan antara k

lautan Pasifik, DMI di lautan Hindia, maka dikembangkan model ramalan produksi padi dengan menggunakan kedua peubah iklim tersebut. Beberapa model tanaman pangan (terutama padi) dengan menggunakan peubah penjelas SST Nino 3.4 (diantaranya: Boer 2000; Naylor et al. 2001, 2002, 2007; Falcon et al. 2004), SOI dan DMI (Boer et al. 2004), SST Nino 3.4 dan DMI (Surmaini 2006; Arrigo dan Wilson 2008).

Model dengan indikator indeks kekeringan

Arrigo dan Wilson (2008) mengemban

m nakan indeks kekeringan Palmer bulanan (Palmer drought severity index; PDSI). PDSI merupakan gabungan dari suhu permukaan dan curah hujan. PDSI diduga dengan menggunakan DMI dan SST Nino 3.4. Kemudian nilai PDSI digunakan untuk menduga luas panen dengan regresi linear. Hasil verifikasi model luas panen (ha) padi per tahun di pulau Jawa ini relatif baik, yang ditunjukkan dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0.67. Peubah penjelas yang

up menjanjikan karena sederhana dan mudah diterapkan, namun

Model dengan indikator curah hujan

an lebih baik dalam menduga produksi padi n

difikasi indeks hujan terboboti (Stephen et al. 1994) dinyatakan:

d d m m 1 1 == ⎠ = m m

pembobot bulan ke-m, Wd nilai pembobot wilayah ke-d yaitu persentase

bobot yang tinggi.

digunakan dalam model luas panen tersebut adalah PDSI musiman ( September-Desember). Sementara PDSI musiman tersebut diduga dengan SST Nino 3.4 dan DMI bulan Agustus.

Model ini cuk

untuk menduga wilayah kabupaten/propinsi maka membutuhkan modifikasi model terutama dalam memodelkan peubah penjelas PDSI.

Pendekatan lain yang diperkirak

asional ialah dengan menggunakan indeks hujan terboboti (weighted rainfall index: WRI) yang dikembangkan di Australia oleh Stephen et al. (1994). Indeks ini dapat menduga produksi gandum lebih baik dari perkiraan produksi yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah Australia. Indeks disusun berdasarkan data hujan bulanan yang diberi bobot. Nilai bobot yang digunakan untuk masing-masing bulan berbeda bergantung pada siklus pertumbuhan tanaman. Bulan dimana fase pembungaan (fase yang sensitif terhadap kekurangan air) umumnya berlangsung akan memiliki bobot yang tinggi karena besar kecilnya hujan pada bulan ini sangat berpengaruh besar terhadap keragaman produksi gandum. Mo N W W R n / * * 12

∑ ∑

, R curah hujan wilayah bulan ke-m, W nilai sumbangan wilayah ke-d terhadap produksi padi, N jumlah nilai pembobot wilayah. Keragaman produksi padi terutama ditentukan oleh luas penanaman padi pada musim gadu (MKI

WRI

m

a), yaitu penanaman padi yang memanfaatkan sisa air pada akhir musim hujan. Pada banyak kasus, padi yang terkena kekeringan dan puso pada waktu terjadi El-Nino, ialah padi yang ditanam pada musim gadu karena hujan yang diharapkan masih cukup tinggi pada akhir musim hujan tidak terjadi. Dengan demikian pada kondisi ini bulan-bulan pada MKI akan memiliki

a Untuk wilayah bertipe hujan moonson, musim hujan (MH) ialah Desember-Maret, MKI: April- Juli dan MKII: Agustus-November.

4. PENENTUAN DOMAIN (GRID) GCM UNTUK

Dokumen terkait