• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.5. Model Oligopoli untuk Mengukur Kekuatan Pasar

2.5.1. Model Teoritis

Hall mendifinisikan biaya marjinal suatu perusahaan sebagai derivatif dari biaya total terhadap output. Misalkan tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi maka biaya marjinal dinyatakan sebagai:

(2.10) dimana w menyatakan upah per jam dan N menyatakan jumlah tenaga kerja, dan Y menyatakan output. Untuk mengestimasi mark-up Hall mengurangkan penambahan Y akibat perkembangan teknologi yang bersifat eksogen, sehingga persamaan menjadi,

(2.11) dengan Ѳ merupakan proksi laju perkembangan teknologi. Hall mengasumsikan juga bahwa perkembangan teknologi merupakan deviasi random terhadap laju perubahan yang konstan yaitu,

  Ѳt = Ѳ + t, (2.12)

dimana t tidak berkorelasi dengan siklus bisnis. Dengan menyertakan teknology

dan menyatakan p/MC sebagai maka diperoleh,

Δy = Ѳ + . .Δn + t (2.13)

dengan share penerimaan tenaga kerja sebagai =(wN)/pY. Persamaan tersebut menyataka bahwa laju perubahan output sama dengan laju perubahan input tenaga kerja yang dibobot dengan share penerimaan tenaga, dan mark-up ditambah dengan elemen konstan dan laju pertumbuhan teknologi yang random. Setelah

menyertakan peran kapital dan mengasumsikan constant return to scale persamaan dapat dimodifikasi menjadi,

Δ(y - k) = Ѳ + . .Δ(n – k) + t (2.14) dengan Δ(y - k) sebagai proporsi perubahan output-kapital ratio dan Δ(n - k) sebagai proporsi perubahan labor-kapital ratio. Persamaan tersebut merupakan titik awal estimasi karena tujuan model adalah untuk mengestimasi , dan -1 ≥ 0 adalah ukuran dari kekuatan pasar (Beccarello, 1996).

2.5.1.2. Bresnahan-Lau Model

Fenomena harga yang lebih tinggi dari biaya marjinal (mark up over marginal cost) merupakan isu penting pada pasar yang tidak sempurna dan ia juga digunakan sebagai ukuran kekuatan pasar pada suatu industri. Namun demikian pengukurannya pada tingkat perusahaan relatif sulit. Penyebab utamanya adalah mark-up merupakan perbandingan (ratio) harga dengan biaya marjinal yang tak teramati (unobserved marginal cost) sebagai akibat peningkatan output. Informasi ini biasanya tidak tersedia karena data perusahaan dan industri merupakan data rata-rata untuk periode tertentu (biasanya satu tahun). Selain itu pada tingkat perusahaan pencatatan input dan output menjadi problematik karena data umumnya berupa penerimaan dan biaya, bukan data fisik input dan output. Permasalahan lain adalah informasi tentang harga output perusahaan, tingkat upah dan harga input lainnya sangat sulit diperoleh, yang juga merupakan persoalan pembukuan perusahaan. Hal ini menyebabkan penelitian kekuatan pasar pada tingkat perusahaan sangat sulit kalau tidak ingin dikatakan mustahil (Nishimura, et al., 1999). Oleh karena itu studi tentang estimasi kekuatan pasar pada tingkat

perusahaan dilakukan dengan mengobservasi besarnya keuntungan sebagai proksi kekuatan pasar. Alternatif lain adalah dengan menggunakan data harga dan kuantitas pada tingkat industri terutama pada industri tertentu dimana data yang tersedia relatif banyak seperti yang dilakukan oleh Bresnahan dan Lau (Steen and Salvanes, 1999).

Permintaan yang dihadapi industri dinyatakan oleh persamaan berikut,

,

)

;

,

(

α

=D

PZ

Q

(2.15) Keterangan Q = kuantitas, P = harga,

Z = vektor variabel eksogen, seperti harga barang substitusi, dan pendapatan. α = vektor parameter yang diestimasi, dan ε = error term.

Pada sisi penawaran persamaannya relatif kompleks. Jika penjual adalah penerima harga (price taker) maka harga sama dengan biaya marjinal (price equals marginal cost), dan dinyatakan sebagai,

,

)

;

,

(

β

=cQW

P

(2.16) Keterangan,

W = variabel eksogen pada sisi penawaran seperti harga faktor produksi, β = parameter fungsi penawaran, dan

η = supply error term.

Biaya marjinal dinyatakan oleh c(.), namun jika perusahaan bukan penerima harga maka penerimaan marjinal (perceived marginal revenue), bukan harga, yang sama dengan biaya marjinal. Jadi pada struktur demikian persamaan penawaran yang relevan adalah sebuah relasi penawaran (supply relation), yaitu:

,

)

;

,

(

.

)

;

,

(

β

−λ

α

=c

QW

h

QZ

P

(2.17)

dimana P + h(.) adalah penerimaan marjinal (marginal revenue), dan P + λ . h(.) adalah perceived marginal revenue. Pada persamaan tersebut λ adalah satu

parameter yang menyatakan derajat kekuatan pasar (degree of market power) yang pada pasar persaingan sempurna λ=0 sehingga harga sama dengan biaya marjinal, namun jika λ=1 maka terjadi kartel sempurna (perfect cartel). Dengan demikian jika 0< λ<1 maka terdapat variasi rezim oligopoli, dan secara umum λ menyatakan persentase penerimaan marjinal monopoli (monopoly marginal revenue perceived) (Steen and Salvanes, 1999).

2.5.1.3. Nishimura-Ohkusa-Ariga Model

Pendekatan ini tidak mengestimasi biaya marjinal secara langsung dan tidak juga menggunakan informasi harga output perusahaan sehingga terhindar dari persoalan data yang tidak teramati dan kesulitan mendapatkan data harga input dan output perusahaan. Metode in berdasarkan hubungan identitas elastisitas input dan output jangka pendek, tingkat mark-up, dan share faktor produksi. Untuk mendapatkan hubungan ini yang diperlukan hanya sebuah asumsi standar yaitu nilai produksi marjinal suatu input sama denga harga input tersebut. Prosedurnya adalah mengidentifikasi biaya produksi tetap jangka pendek (short run fixed cost of production) dan kendala kemampuan manajerial jangka pendek (short-run managerial-ability constraint) dalam menentukan elatisitas jangka pendek output terhadap input (short run elasticity of output to input). Mark-up terhadap biaya marjinal kemudian diestimasi melalui elastisitas jangka pendek output terhadap input tersebut dengan menggunakan data share faktor pada tingkat perusahaan (Nishimura et al., 1999).

Fungsi produksi dan biaya tetap jangka pendek

dimana secara berurutan menyatakan output, input kapital, dan tenaga kerja dari perusahaan i pada periode t, dan peran input kapital proporsional dengan stok kapital. Sementara itu menyatakan tingkat produktivitas yang dipengaruhi oleh teknologi. Dalam jangka pendek kapasitas produksi maksimum adalah yang dibatasi oleh organisasi produksi yang memiliki respon lambat (sticky production organisation) sehingga persamaan menjadi,

(2.19) dimana sedemikian hingga ≥ ≥ 0 dan adalah parameter yang menentukan teknologi. Agar formulasi ini memenuhi persyaratan menghasilkan output non negatif diperlukan paling tidak yang memenuhi,

(2.20) dengan demikian diperoleh biaya tetap jangka pendek dan

diinterpretasikan sebagai biaya tetap yang dinyatakan dalam output.

Elastisitas jangka pendek dari output terhadap input kapital dan tenaga kerja berdasarkan fungsi produksi jangka pendek dinyatakan sebagai,

(2.21) dimana menyatakan derivatif Fi terhdap K pada periode t dan demikian juga

merupakan derifatif terhadap L. Dengan demikian diperoleh,

(2.22) Dengan menyertakan efisiensi manajerial dalam fungsi produksi diperoleh,

(2.23) dimana adalah fungsi produksi yang diperluas dengan menyertakan variasi efisiensi manajerial. Terlepas dari bentuk persaingan tidak sempurna, perusahaan i akan meminimumkan fungsi biaya berikut,

≡ (2.24)

dimana adalah biaya sewa modal dan adalah tingkat upah yang bisa berbeda antar perusahaan dan antar waktu. Kondisi ordo pertama untuk minimisasi dengan demikian menjadi,

(2.25) dimana adalah biaya marjinal. Interaksi strategis antara perusahaan dan berbagai kondisi permintaan menentukan mark-up terhadap biaya marjinal (mark- up over marjinal cost) sehingga,

(2.26) sehingga mark-up, diperoleh sebagai parameter hasil estimasi.

2.5.2. Studi Empiris

Studi empiris mengenai kekuatan pasar pada industri dengan struktur oligopolistik berkembang pesat semenjak Bresnahan melakukan survai tahun 1989. Kebanyakan studi memiliki kesamaan pada penggunaan pendekatan ekonometrika struktural dan pencarian metode untuk menguji hipotesis mengenai perilaku perusahaan pada masing-masing industri dan penentuan pengukuran kekuatan pasar.

Beccarello (1996) meneliti kekuatan pasar dengan menggunakan panel data terhadap tujuh negara maju anggota OECD utama yaitu Amerika, Kanada,

Jepang, Jerman, Perancis, Inggris, dan Italia. Pada masing-masing negara, studi dipusatkan pada sektor industri pengolahan penting yaitu makanan, minuman, tembakau; tekstil; kertas, percetakan dan penerbitan; kimia; produk mineral non metal; produk mineral metal dasar; mesin dan peralatan; produk manufaktur lainnya; kayu dan produk kayu. Model yang digunakan berasal dari model Hall dengan modifikasi menjadi,

[Δ(y - k)gi,t] = [Ѳg] + [ gi] . [I gi,t . Δ(ngi,t + hg,t – kgi,t)] (2.27)

dimana g = 1, ….., 7; i=1,….,9, dan ngi,t + hg,t, memisahkan input tenaga kerja

dengan jumlah jam kerja.

Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar industri pengolahan (93%) memiliki kekuatan pasar, µgi  1 dengan Jepang, Perancis, dan Kanada

menunjukan adanya kekuatan pasar pada semua sektor yang dianalisis dengan rata-rata mark-up secara berurutan 1.89, 1.34, dan 1.47, sedangkan Amerika dan Inggris menunjukkan adanya kekuatan pasar pada delapan dari sembilan sektor dengan rata-rata mark-up masing-masing 1.50 dan 1.47. Sementara itu Italia menunjukkan enam dari delapan sektor dengan rata-rata mark-up adalah 1.72, sedangkan German lima dari delapan sektor dengan rata-rata mark-up adalah 1.07. Besarnya mark-up rata-rata lebih besar dari satu (100%) untuk semua negara yang dianalisis yang berarti industri di negara maju pun memiliki kekuatan pasar yang relatif besar. Sementara itu khusus untuk Jepang hasil penelitian Nishimura et al. (1999) menunjukkan rata-rata mark-up yang relatif kecil yaitu industri trasportasi darat (tidak termasuk kereta api) memiliki mark-up 1.05 sedangkan yang tertinggi adalah mark-up pada indutri perminyakan yaitu 1.57, dan pengujian menunjukkan

hasil yang signifikan. Hal ini berarti industri Jepang memiliki kekuatan pasar untuk mengendalikan harga.

Pengujian kekuatan pasar dengan menggunakan Brasnahan-Lau model dilakukan oleh Steen and Salvanes (1999) yang mengukur kekuatan pasar industri budidaya ikan Salmon Norwegia pada pasar ikan salmon Uni Eropa (EU). Norwegia dikenal sebagai negara utama penghasil salmon budidaya dengan produksi mencapai 56 persen dari produksi salmon dunia antara tahun 1986- 1991. Pasar utama salmon Norwegia adalah EU yang mencapai 70% dari seluruh salmon segar yang dipedagangkan di EU. Di Norwegia penjualan salmon pada tingkat petani (farm-gate sale) mengalami regulasi sampai dengan tahun 1991. Organisasi petani ikan diberi wewenang menentukan harga minimum dan menentukan eksportir sehingga Norwegia memiliki kemampuan untuk menetapkan harga ikan salmon di Eropa. Pada tahun 1992 Uni Eropa melakukan investigasi dan memutuskan bahwa produsen ikan salmon Norwegia bersalah karena melakukan kolusi untuk menentukan harga minimum salmon di Eropa. Berdasarkan alasan tersebut Steen and Salvanes melakukan penelitian kekuatan pasar menggunakan model oligopoli dinamik. Untuk menghindari tingkat agregasi yang sangat tinggi maka penelitian hanya dipusatkan di Perancis yang merupakan pasar salmon utama EU.

Hasil penelitian Steen and Salvanes (1999) menunjukkan permintaan salmon adalah elastik dengan long-run own-price elasticity sebesar -1.24, angka ini sesuai dengan yang diprediksikan dan literatur yang ada. Sementara itu elastisitas pendapatan jangka panjang adalah 5.69 yang berarti bagi konsumen Perancis salmon merupakan barang mewah (luxury product) dan elastisitas silang jangka

panjang adalah 0.20 yang mengindikasikan bahwa salmon beku Amerika Utara merupakan substitusi dari salmon segar Norwegia. Hal yang sangat mengejutkan adalah hasil estimasi parameter penyesuaian (adjustment parameter, *) yang lebih besar dari 1 dalam nilai absolut yaitu -2.07, sementara perkiraan nilai parameter ini antara -1 dan 0. Jika * = 0 berarti tidak terjadi perbaikan error sementara jika * = -1, deviasi terhadap jalur keseimbangan jangka panjang disesuaikan secara seketika. Estimasi * = -2.07 berarti telah terjadi overshooting yaitu deviasi bukan saja dikoreksi seketika tetapi terjadi kelebihan penyesuaian.

Sebagai perbandingan peneliti juga mengestimasi menggunakan model statik dan hasilnya adalah elastisitas permintaan jangka panjang (long-run own- price elasticity) adalah -0.17 dan terdapat hubungan komplementer antara salmon segar dengan salmon beku yang ditunjukkan dengan elastisitas silang sebesar - .24, sementara elastisitas pendapatan jauh lebih tinggi yaitu 7.42. Selain itu hasil estimasi kekuatan pasar menunjukkan = -0.025 yang berarti Norwegia memiliki kekuatan pasar yang sedang (intermediate) dalam jangka pendek, sementara dalam jangka panjang nilai mark-up relatif lebih tinggi yaitu -0.050.

2.6. Ikhtisar

Bagian ini merupakan sintesis dari keseluruhan Bab II yang dimaksudkan untuk mendapatkan benang merah dari masing-masing bagian dan menemukan keterkaitan antar satu bagian dengan bagian yang lainnya. Pada bagian awal diuraikan dua pemikiran ekonomi yang berbeda dalam melihat peran regulatif pemerintah. Pertama adalah Teori Kepentingan Publik, yang melihat peran pemerintah sebagai agen pelayan masyarakat yang budiman karena pemerintah

melakukan intervensi pasar untuk menciptakan Pareto Improvement. Pada sisi lain diuraikan Teori Kelompok Kepentingan yang melihat regulasi yang dikeluarkan pemerintah merupakan hasil kompetisi antara berbagai kelompok kepentingan yang saling bersaing untuk memperoleh manfaat dari setiap regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Menurut teori ini pemerintah, seperti halnya kelompok kepentingan ekonomi lain, tidak lebih dari sekumpulan individu yang dikendalikan oleh kepentingan pribadi. Mereka dapat berada di eksekutif (birokrat) ataupun legislatif (politisi) yang berperan sebagai produsen kebijakan (supplier of policies). Pandangan yang terakhir inilah yang mendasari munculnya pendekatan ekonomi politik untuk menemukan jawaban terhadap kebijakan pertanian yang protektif diberbagai negara yang tidak dapat dijelaskan dengan pendekatan ekonomi konvensional.

Perkembangan pendekatan ekonomi politik kebijakan pertanian kemudian diulas lebih jauh dalam kerangka Makroekonomi maupun Mikroekonomi. Pada konteks Makroekonomi politik, kebijakan pertanian yang protektif mengikuti tiga pola yaitu pola pembangunan, pola anti perdagangan dan pola anti keunggulan komparatif. Ketiga pola tersebut merupakan fakta khas (stylized facts) yang ditemukan di sektor pertanian. Sementara itu dari sisi Mikroekonomi politik, upaya untuk memberikan fondasi terhadap penjelasan rasional bagi kebijakan pertanian dilakukan dengan memperkenalkan metode mengkuantifikasi diantaranya dengan pendekatan Fungsi Preferensi Politik (FPP) mengingat minimnya ketersediaan data. Dengan pendekatan ini maka pengukuran aktivitas lobi dan tekanan politik dilakukan dengan cara tidak langsung menggunakan revealed preference. Oleh karena analisis ekonomi politik yang digunakan pada

penelitian ini berlandaskan pada pendekatan FPP maka pada bagian tersebut disajikan secara lengkap tentang rasionalitas, asumsi dan dimensi fungsi yang disadur dari Bullock (1994) serta ditampilkan juga beberapa studi empiris analisis kebijakan pertanian yang berlandaskan FPP.

Pada bagian berikutnya disajikan berbagai kebijakan ekonomi pertanian konvensional untuk meningkatkan produksi pertanian dalam kerangka mencapai swasembada yang meliputi kebijakan tarif dan kuota impor, subsidi, harga maksimum dan minimum, stabilisasi harga serta konsekuensi dari swasembada yang umum digunakan untuk menjelaskan dampak dari suatu kebijakan pertanian. Tujuan dari penyajian teori ini adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang kebijakan pergulaan nasional yang menyangkut kebijakan perdagangan dan produksi pada struktur pasar kompetitif yang umumnya digunakan sebagai referensi bagi kebijakan pertanian yang efisien.

Bagian akhir dari bab ini menyajikan berbagai teori produksi pada struktur pasar oligopolistik yang kerap terjadi di sektor pertanian termasuk pada komoditi gula. Fenomena harga yang lebih tinggi dari biaya marjinal merupakan isu penting pada pasar yang tidak sempurna dan ia digunakan sebagai ukuran kekuatan pasar pada suatu industri. Namun demikian pengukurannya pada tingkat perusahaan relatif sulit. Penyebab utamanya adalah mark-up merupakan perbandingan harga dengan biaya marjinal yang tak teramati. Selain itu pada tingkat perusahaan pencatatan input dan output menjadi problematik karena data umumnya berupa penerimaan dan biaya, bukan data fisik input dan output. Permasalahan lain adalah informasi tentang harga output perusahaan, tingkat upah dan harga input lainnya sangat sulit diperoleh, yang juga merupakan persoalan pembukuan

perusahaan. Hal ini menyebabkan penelitian kekuatan pasar pada tingkat perusahaan sangat sulit kalau tidak ingin dikatakan mustahil. Alternatifnya adalah menggunakan data harga dan kuantitas pada tingkat industri seperti yang dilakukan oleh Bresnahan dan Lau yang menjadi salah satu landasan teori pada penelitian ini. Parameter elastisitas yang dihasilkan terutama digunakan untuk menghitung bobot politik dari berbagai kelompok kepentingan sebagai proksi terhadap aktivitas lobi dan tekanan politik yang mereka dilakukan, bukan untuk melakukan peramalan atau simulasi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Teoritis

Dokumen terkait