• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data

4.2.3 Model VAR

Pengaruh fluktuasi harga komoditas pangan terhadap inflasi di Jawa Barat dianalisis menggunakan model Vector Autoregression (VAR). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Eviews 6. Model VAR dibangun ketika seringkali teori ekonomi belum mampu menentukan spesifikasi yang tepat. Misalnya teori terlalu kompleks sehingga simplifikasi harus dibuat atau sebaliknya fenomena yang ada terlalu kompleks jika dijelaskan dengan teori yang ada. Dengan demikian VAR adalah model non struktural atau merupakan model tidak teoritis (Widarjono 2009). Ketika kita mempunyai beberapa variabel di dalam data series maka kita perlu menganalisis saling ketergantungan antarvariabel tersebut. Vector Autoregression (VAR) merupakan salah satu model yang mampu menganalisis hubungan saling ketergantungan variabel time series tersebut.

Keunggulan dari metode VAR antara lain (Firdaus 2011):

1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariat) sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan itu.

2. Uji VAR yang multivariat bisa menghindarkan parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan.

3. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antarvariabel di dalam sistem persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogen.

4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan semu (spurious variable endogenity dan exogenity) di dalam model ekonometrik konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah.

Selain keunggulan yang dimiliki, Gujarati (2003) mengemukakan beberapa kelemahan VAR sebagai berikut:

1. Lebih bersifat ateoretik mengingat pendekatan VAR tidak memanfaatkan informasi terlebih dahulu sehingga model menjadi tidak struktural.

2. Kurang sesuai untuk analisis kebijakan karena lebih menitikberatkan pada peramalan (forecasting).

3. Penentuan banyaknya lag yang dianggap optimal dapat menimbulkan permasalahan mengingat data yang diamati harus relatif banyak.

4. Semua variabel dalam VAR yang belum stasioner harus ditransformasikan terlebih dahulu agar stasioner.

5. Koefisien dalam estimasi VAR sulit untuk diinterprestasikan.

Menurut Widarjono (2009), jika data dalam model VAR adalah stasioner pada tingkat level maka kita mempunyai model VAR biasa (unrestricted VAR). Sebaliknya jika data tidak stasioner pada level tetapi stasioner pada proses diferensi data, maka kita harus menguji apakah data mempunyai hubungan dalam jangka panjang atau tidak dengan melakukan uji kointegrasi. Apabila terdapat kointegrasi maka model yang kita punya adalah model Vector Error Correction Model (VECM). Model VECM ini merupakan model terestriksi (restricted VAR) karena adanya kointegrasi yang menunjukkan adanya hubungan jangka panjang antar variabel di dalam sistem VAR. Apabila data stasioner pada proses diferensi namun variabel tidak terkointegrasi disebut model VAR dengan data diferensi (VAR in difference).

Secara umum model persamaan VAR ordo p dengan n peubah tak bebas pada waktu t dapat ditulis sebagai berikut (Enders 2004):

dimana:

p = jumlah lag dalam persamaan

Yt = vektor peubah tak bebas (Y1.t, Y2.t, Yn.t) berukuran n x 1 A0 = vektor intersep berukuran n x 1

Ai = matriks parameter berukuran n x n untuk setiap i = 1,2,...p t = vektor sisaan ( 1t, 2t,…… nt) berukuran n x 1

Dalam penelitian ini akan dianalisis hubungan antara harga komoditas pangan yang diteliti, yaitu beras, kedelai, dan gula pasir dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) Jawa Barat Barat menggunakan model VAR (Vector Autoregression). Semua data yang digunakan adalah dalam bentuk logaritma natural. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam menganalisis Impulse Respon Function (IRF) maupun Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Model penelitian dapat ditulis sebagai berikut:

�� � �� � �� � �� � � = �10 �20 �30 �40 + � � � � � � � � � � � � � � � � �� �−� �� �−� �� �−� �� � �−� + �1� �2� �3� �4� ....(6) dimana:

lnIHKt = Indeks Harga Konsumen (IHK) pada waktu t lnBERASt = harga beras pada waktu t

lnKEDELAIt = harga kedelai pada waktu t lnGULAt = harga gula pada waktu t

t = error term (sisaan)

i = kelambanan (lag)

Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan analisis model VAR adalah: 1. Uji Stasioneritas Data

Langkah pertama mengestimasi model VAR adalah dengan melakukan uji stasioneritas data. Pengujian stasioneritas data ini dilakukan dengan menguji akar unit (unit root) dalam model. Pengujian stasioneritas data sangat penting jika data yang digunakan dalam bentuk time series. Hal ini karena data time series pada umumnya mengandung akar unit dan nilai rata-rata serta variansnya berubah sepanjang waktu. Data yang tidak stasioner atau memiliki akar unit, jika dimasukkan dalam pengolahan statistik maka akan menghasilkan

fenomena yang disebut dengan regresi palsu (spurious regression). Fenomena ini terjadi ketika suatu persamaan yang diestimasi memiliki signifikansi yang cukup baik, namun demikian secara esensi tidak memiliki arti (Ariefianto 2012).

Cara yang dapat digunakan untuk mengetahui kestasioneran data adalah pengujian akar-akar unit, salah satunya dengan metode Dickey-Fuller (DF) (Juanda dan Junaidi 2012). Misalkan model persamaan time series adalah: Yt= ρYt-1+ t...(7)

dimana ρ adalah parameter yang diestimasi dan diasumsikan white noise. Dengan mengurangkan kedua sisi persamaan tersebut dengan Yt-1 maka akan didapat persamaan:

∆Yt= Yt-1 + t...(8)

dimana ∆ merupakan pembedaan pembedaan pertama (first difference), dan = (ρ-1), sehingga hipotesis yang diuji adalah: H0: = 0 dan hipotesis alternatif H1: < 0.

Model pengujian akar unit yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Hipotesis yang diuji pada uji ADF adalah apakah H0: = 0 dengan hipotesis alternatif H1: < 0. Jika nilai absolut ADF statistiknya lebih besar dari MacKinnon Critical Value maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa data tidak stasioner ditolak terhadap hipotesis alternatifnya dengan kata lain menolak H0, yang berarti data stasioner.

2. Penentuan Lag Optimal

Panjangnya lag variabel yang optimal diperlukan untuk menangkap pengaruh dari setiap variabel terhadap variabel yang lain di dalam sistem VAR. Penentuan panjangnya lag optimal ini bisa menggunakan beberapa kriteria seperti Akaike Information Criteria (AIC), Schwartz Information Criteria (SIC), Hannan-Quin Criteria (HQ), Likelihood Ratio (LR), maupun dari Final Prediction Error (FPE). Penentuan lag optimal yang terlalu panjang akan membuang derajat kebebasan, sementara itu lag yang terlalu pendek akan menghasilkan spesifikasi model yang salah (Gujarati 2003).

3. Uji Stabilitas Model VAR

Uji stabilitas model VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya kurang dari satu maka model VAR tersebut dianggap stabil. Selain itu, analisis Impulse Responses dan Variance Decomposition menjadi valid. (Firdaus 2011).

4. Uji Kointegrasi

Berdasarkan Firdaus (2011), uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep kointegrasi yaitu kombinasi liniear dari dua atau lebih variabel yang tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner. Kombinasi linear ini dikenal dengan istilah persamaan kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang diantara variabel. Uji kointegrasi dijadikan dasar penentuan apakah estimasi yang digunakan memiliki keseimbangan jangka panjang, sehingga diketahui apakah metode VECM (Vector Error Corection Model) dapat digunakan atau tidak. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Johansen Cointegration Test. Dalam metode ini, jika trace statistic lebih besar dari critical value maka persamaan tersebut terkointegrasi.

5. Vector Error Corection Model (VECM)

Model VECM digunakan di dalam model VAR non struktural apabila data time series tidak stasioner pada level, tetapi stasioner pada data diferensi dan terkointegrasi sehingga menunjukkan adanya hubungan teoritis antar variabel. Berdasarkan Juanda dan Junaidi (2012), spesifikasi VECM merestriksi hubungan perilaku jangka panjang antarvariabel yang ada agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasi namun tetap membiarkan perubahan-perubahan dinamis di dalam jangka pendek. Terminologi kointegrasi ini dikenal sebagai koreksi kesalahan (error correction) karena bila terjadi deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang akan dikoreksi secara bertahap melalui penyesuaian parsial jangka pendek.

Setelah dilakukan pengujian kointegrasi pada model yang digunakan maka dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Data time series kebanyakan memiliki tingkat stasioneritas pada first difference atau I(1). VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Spesifikasi model VECM secara umum dalam bentuk persamaan menurut Enders (2004) adalah :

∆Yt = μ0x+ μ1xt + ΠxYt-1+ ∑ Γk∆yt-i+ t...(9) dimana:

Yt = vektor yang berisi variabel dalam penelitian

μ0x = vektor intercept

μ1x = vektor koefisien regresi t = tren waktu

Πx = αxβ’ dimana β’ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang Yt-1 = variabel in-level

Γk = matriks koefisien regresi k-1 = orde VECM dari VAR

t = error term

Dokumen terkait