• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.4 Perkembangan dan Perubahan Kesenian Tari Tari Topeng Gegesik ditinjau dari Masyarakat dan Seniman Gegesik Pada Tahun 1980-2000

4.4.1 Modernisasi dan Globalisasi

Setelah sekitar tahun 1980, ketika Tari Topeng Gegesik harus memperlihatkan dirinya di kota dalam acara pelestarian, pengembangan dan pembinaan budaya daerah. Maka, nilai-nilai agraris berhadapan dengan tata nilai budaya industri yang berhubungan dengan ketepatan waktu. Pada saat seperti inilah perubahan Tari Topeng Gegesik terjadi dalam upaya membatasi waktu pertnjukannya. Dengan demikian, kebebasan dan kreativitas seniman sebagai salah satu ciri penyajian Tari Topeng Gegesik di atas pentas tidaklah dimunculkan. Penampilan setiap peran dikemas dalam bentuk singkat dan padat.

Selain itu, seiring dengan perubahan tata pemerintahan Orde Baru dan gendering modernisasi di Indonesia, frekuensi gerak orang desa yang menuju ke

kota semakin meningkat. Kota yang telah menawarkan pekerjaan bagi orang desa melalui kebijakan pembangunan dan industrinya, merangsang terjadinya perubahan struktur sosial masyarakatnya. Saat kaum urban (yang berasal dari desa) kembali ke desanya, maka atribut kota tampil di desa, salah satu atribut itu adalah kesenian hiburan.

Menurut Suka Hardjana dalam Masunah dan Karwati (2003: 29), salah satu kesenian urban yang bersifat hiburan adalah dangdut. Akhirnya, dangdut tampil dalam aneka hajatan dan berbagai kegiatan keramaian. Akibatnya, pertunjukan seni tradisional yang pernah popular di masyarakat tergeser oleh kehadiran dangdut. Hal ini tidak dapat dihindari karena dari praktik penyajiannya, ternyata dangdut memungkinkan semua orang turut menari bersama dalam rangka menghibur diri. Sementara pada pertunjukan tari topeng tidak bisa, karena tari topeng memiliki gerak yang baku dan butuh pelatihan tertentu dan tidak semua orang bisa melakukannya.

Masyarakat urban ini lama kelamaan kurang mengenal dan mengambil jarak dengan seni topeng, tarling, dan wayang. Sehingga jenis kesenian ini harus bersaing misalnya dengan dangdut. Keberadaan masyarakat desa dan kaum urban tercermin dalam seni campuran berupa topeng-dangdut, wayang-dangdut, dan tarling-dangdut. Seniman Cirebon yang ingin mempertahankan tradisinya semakin tersisihkan. Sebagai perbandingan, Topeng Losari di bawah pimpinan Sawitri mengalami nasib demikian, karena Sawitri tetap mempertahankan keutuhan sebuah penyajian topeng. Di sisi lain, Pembina kesenian dari pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam upaya pengembangan kesenian. Untuk itu

mereka perlu memahami seni dan adat istiadat para seniman dalam mengembangkan tradisinya.

Dampak dari stuasi tersebut adalah generasi muda kurang mengenal kesenian leluhurnya secara utuh. Seni topeng yang mereka kenal sudah dalam bentuk kemasan singkat dan padat. Kekayaan gerak yang sebenarnya masih dapat digali dan dipelajari tidak berkembang lagi. Kenyataan ini merupakan fenomena Kesenian Tari Topeng Cirebon dan gaya Gegesik adalah salah satunya. Di satu sisi, tradisi topeng harus tampil karena kepercayaan masyarakatnya. Di sisi lain, kehidupan modern dengan salah satu orientasinya sebagai hiburan, sudah menjadi semacam kepercayaan baru di Cirebon. Berikut adalah faktor pendukung dan penghambat Kesenian Tari Topeng Gegesik.

a. Faktor Pendukung

Kondisi kesenian Tari Tari Topeng Gegesik yang hampir punah saat itu dan kini masih beruntung karena adanya lembaga-lembaga pendidikan resmi yang peduli pada pendidikan kesenian seperti STSI, SMKI, UPI dan sebagainya yan dapat menyerap, mewarisi, dan turut mengembangkan jenis seni daerah Tari Topeng Cirebonini. Di samping itu masih ada masyarakat yang mencintai dan menghargai serta menggunakan seni daerah Tari Tari Topeng Gegesik dalam acara-acara hajatannya. Hal ini dapat membantu kehidupan dan penghidupan seni daerah tari topeng dan penggarapannya. Selain itu, program pemerintah yang mencantumkan pembinaan dan pengembangan kesenian daerah juga merupakan faktor pendukung lainnya.

b. Faktor Penghambat

Pada saat ini banyak tumbuh dan berkembang jenis kesenian lain yang dengan cepat dapat merebut hati masyarakat. Tanpa disadari dan tanpa disengaja merupakan tantangan bagi perkembangan Tari Topeng Gegesik. Selain itu juga, pola hidup masyarakat yang cenderung mengarah kepada pola hidup individual dan gotong royong yang mulai tampak memudar. Hal itu juga dapat menghambat perkembangan Tari Topeng Gegesik. Faktor Penghambat lainnya yaitu sikap seniman yang tetap mempertahankan sifat ketradisionalannya baik dalam pola pementasan maupun dalam bentuk lainnya.

4.4.1.1 Tari Topeng Gegesik dalam Festival, Lomba dan Pentas Seni

Pertunjukan Tari Tari Topeng Gegesik pada acara festival, lomba, dan pentas seni biasanya terjadi di kota. Cara penyajiannya dikemas sebagai seni pertunjukan yang terkadang mengabaikan unsur bodoran. Penyajian tari topeng di kota biasanya diselenggarakan di atas panggung tertutup atau tempat khusus yang hanya bisa ditonton dari satu arah. Hal ini berbeda dengan acara di desa yang pada umumnya menggunakan tempat pentas yang tidak terdapat batas yang jelas antara penari, pengrawit dan penontonnya. Selain itu dapat dinikmati dari berbagai arah. Pada umumnya penyelenggara kesenian di kota adalah orang-orang yang di lembaga-lembaga tertentu yang terkait dengan jalur administrasi formal. Dalm hal ini suatu sistem pemerintahan atau pendidikan formal seni, seperti Departemen Pariwisata, Taman Budaya, ASTI, IKJ, IKIP Bandung, SMKI dan sebagainya.

yang terbatas. Sehingga setiap tarian memiliki standar gerak dengan waktu yang pendek sekitar 5 sampai 15 menit. Hal ini berbeda dengan acara hajatan dan upacara di desa yang biasanya menghabiskan waktu sehari penuh. Waktu pementasan inilah yang kemudian disesuaikan dengan tuntutan penonton yang diperkirakan memiliki ketahanan pengamatan berkisar antara satu sampai dua jam untuk keseluruhan sajian Tari Topeng Cirebon gaya Gegesik.

Pertunjukan Tari Tari Topeng Gegesik pada acara festival, lomba, dan pentas seni telah mengalami suatu proses standarisasi seni pertunjukan. Artinya, seniman tari topeng sudah terbiasa tampil dalam durasi sajian yang panjang. Sedangkan, dalam acara ini tarian dikemas menjadi singkat dan padat. Disadari atau tidak acara ini dijadikan standar penampilan bagi generasi muda saat ini, baik di desa maupun di kota. Sehingga kekayaan atau keanekaragaman gerak dalam Tari Tari Topeng Gegesik semakin berkurang. Meskipun demikian, acara ini penting kehadirannya dalam rangka penyelamatan Tari Topeng Cirebon gaya Gegesik dari kelesuan pertunjukan di kalangan masyarakat desa.

Pada kesempatan tersebut juga berlangsung bazar kuliner dan kerajinan tangan. Acara tersebut merupakan sebuah festival yang diproyeksikan sebagai peristiwa budaya dan pariwisata yang digelar rutin setiap dua tahun sekali di Kota Cirebon. Perhelatan seperti ini bertujuan untuk melestarikan dan mempublikasikan seni budaya Tari Topeng Cirebon dan pengakuan sebagai warisan budaya bangsa. Kegiatan tersebut digelar rutin setiap dua tahun sekali. Selain menampilkan seni tari topeng, juga dimaksudkan untuk meningkatkan ekonomi rakyat melalui industri kreatif sebagai kekuatan yang sangat kaya milik

bangsa Indonesia, termasuk industri kerajinan tangan, batik dan kuliner daerah Cirebon. Dengan demikian diharapkan untuk ke depannya warisan budaya Tradisional Cirebon khususnya Kesenian Tari Topeng Gegesik tidak akan punah. Selain itu juga akan muncul generasi muda yang peduli akan budaya tradisional daerahnya dan mencetak generasi penerusnya.

Dokumen terkait