• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Yoyo Bahagia (2000:1) menyatakan bahwa dalam suatu pembelajaran khususnya dalam pembelajaran Penjas di sekolah, bisa dilakukan

dengan menggunakan modifikasi. Modifikasi merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh para guru agar pembelajaran mencerminkan

developmentally appropriate practice, yang artinya bahwa tugas ajar yang diberikan harus memperhatikan perubahan kemampuan anak dan dapat membantu mendorong perubahan tersebut. Oleh karena itu tugas ajar tersebut harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak didik yang sedang belajarnya. Tugas ajar yang sesuai ini harus mampu mengakomodasi setiap perubahan dan perbedaan karakteristik setiap individu serta mendorongnya ke arah perubahan yang lebih baik.

Menurut Yoyo Bahagia (2000:31-32) menyatakan bahwa modifikasi permainan olahraga dapat dilakukan dengan melakukan pengurangan terhadap struktur permainan. Struktur-struktur tersebut diantaranya: (1) Ukuran Lapangan, (2) bentuk, (3) ukuran dan jumlah peralatan yang digunakan, (4) jenis skill yang digunakan, (5) aturan, (6) jumlah pemain, (7) organisasi permainan dan (8) tujuan permainan. Pangrazi (1989:488) menyatakan bahwa suatu permainan bisa dimodifikasi dan diciptakan dalam bentuk variasi baru yang dapat dilakukan oleh guru atau anak dan bahkan keduanya.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa modifikasi merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh para guru agar pembelajaran mencerminkan developmentally appropriate practice. Modifikasi permainan dapat dilakukan dengan cara melakukan pengurangan terhadap struktur permainan dan dapat juga membentuk variasi permainan baru.

2.8 Gerak

Menurut Husdarta dan Yudha M. Saputra (2000 : 73) ruang lingkup pendidikan jasmani salah satunya adalah pembentukan gerak, yang meliputi

keinginan untuk bergerak, menghayati ruang waktu dan bentuk termasuk perasaan irama, mengenal kemungkinan gerak diri sendiri, memiliki keyakinan gerak dan perasaan sikap (kinestetik) dan memperkaya kemampuan gerak.

Sedangkan menurut Amung Ma’mun dan Yudha M. Saputra (2000: 20) “kemampuan gerak dasar merupakan kemampuan yang biasa siswa lakukan guna meningkatkan kualitas hidup”.

Selanjutnya masih menurut Amung Ma’mun dan Yudha M. Saputra (2000: 20) menyatakan bahwa kemampuan gerak dasar dibagi menjadi tiga kategori yaitu:

1. Kemampuan locomotor

Kemampuan locomotor digunakan untuk memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat lain atau untuk mengangkat tubuh ke atas seperti lompat dan loncat. Kemampuan gerak lainnya adalah berjalan, berlari, skipping, melompat, meluncur dan lari seperti kuda berlari (gallop).

2. Kemampuan non locomotor

Kemampuan non locomotor dilakukan di tempat. Tanpa ada ruang gerak yang memadai kemampuan non locomotor terdiri dari menekuk dan meregang, mendorong dan menarik, mengangkat dan menurunkan, melipat dan memutar, mengocok, melingkar, melambungkan dan lain-lain.

3. Kemampuan manipulatif

Kemampuan manipulatif dikembangkan ketika anak tengah menguasai macam-macam objek. Kemampuan manipulatif lebih banyak melibatkan tangan dan kaki, tetapi bagian lain dari tubuh kita juga dapat digunakan. Manipulasi objek jauh lebih unggul dari pada koordinasi mata-kaki dan

tangan-mata, yang mana cukup penting untuk item : berjalan (gerakan langkah) dalam ruang. Bentuk-bentuk kemampuan manipulatif terdiri dari: 1. Gerakan mendorong (melempar, memukul, menendang).

2. Gerakan menerima (menangkap) objek adalah kemampuan penting yang dapat diajarkan dengan menggunakan bola yang terbuat bantalan karet (bola medisin) atau macam : bola yang lain

3. Gerakan memantul-mantulkan bola atau menggiring bola.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan gerak dasar ada tiga jenis yaitu lokomotor, non lokomotor dan manipulatif. Kemampuan gerak merupakan keterampilan yang penting di dalam kehidupan sehari-hari maupun di dalam pendidikan jasmani. Dengan kata lain kemampuan gerak dasar harus dimiliki oleh anak, karena gerak merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk melaksanakan kehidupan sehari-hari. 2.9 Karakteristik Perkembangan Gerak di Sekolah Dasar

Tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi dua menjadi kelas rendah dan kelas atas. Kelas rendah terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga, sedangkan kelas-kelas tinggi sekolah dasar yang terdiri dari kelas empat, lima, dan enam (Supandi, 1992:44).

Di Indonesia, kisaran usia sekolah dasar berada di antara 6 atau 7 tahun sampai 12 tahun. Usia siswa pada kelompok kelas atas sekitar 9 atau 10 tahun sampai 12 tahun. Menurut Witherington (1952) yang dikemukakan Makmun (1995:50) bahwa usia 9-12 tahun memiliki ciri perkembangan sikap individualis sebagai tahap lanjut dari usia 6-9 tahun dengan ciri perkembangan sosial yang pesat. Pada tahapan ini anak/siswa berupaya semakin ingin mengenal siapa dirinya dengan membandingkan dirinya dengan teman sebayanya. Jika proses

itu tanpa bimbingan, anak akan cenderung sukar beradaptasi dengan lingkungannya, untuk itulah sekolah memiliki tanggung jawab untuk menanggulanginya.

Masa Usia Sekolah Dasar disebut juga masa intelektual, atau masa keserasian bersekolah pada umur 6-7 tahun anak dianggap sudah matang untuk memasuki sekolah. Masa Usia Sekolah Dasar terbagi dua, yaitu : Masa kelas rendah dan masa kelas tinggi.

1. Ciri-ciri pada masa kelas-kelas rendah (6/7 – 9/10 tahun) :

1) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi.

2) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional. 3) Adanya kecenderungan memuji diri sendiri.

4) Membandingkan dirinya dengan anak yang lain.

5) Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.

6) Pada masa ini (terutama usia 6 – 8 tahun) anak menghendaki nilai angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

2. Ciri-ciri pada masa kelas-kelas tinggi (9/10-12/13 tahun) :

1) Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret. 2) Amat realistik, rasa ingin tahu dan ingin belajar. 3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau mata

pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus. 4) Sampai usia 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya

5) Selepas usia ini pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan

bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya 6) Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran tepat

mengenai prestasi sekolahnya

7) Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama. Dalam permainan itu mereka tidak terikat lagi dengan aturan permainan tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri.

Sekolah sebagai tempat terjadinya proses menumbuhkembangkan seluruh aspek siswa memiliki tugas dalam membantu perkembangan anak sekolah. Adapun tugas-tugas perkembangan anak sekolah (Makmun, 1995:68), diantaranya adalah:

1. Mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari 2. Mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala, nilai-nilai.

3. Mencapai kebebasan pribadi.

4. Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan institusi-institusi sosial.

Anak besar adalah anak yang berusia antara 6 sampai dengan 10 atau 12 tahun (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1992:101). Beberapa sifat sosial yang dimiliki anak besar sebagai hasil perkembangan dari usia 10 sampai 12 tahun:

1. Baik laki-laki maupun perempuan menyenangi permainan yang terorganisir dan permainan yang aktif

2. Minat terhadap olahraga kompetitif meningkat. 3. Membenci kegagalan atau kesalahan.

Aktivitas yang diperlukan dalam proses tumbuh kembang anak besar di antaranya adalah (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1992:127-128):

1. Bermain dalam situasi berlomba atau bertanding dengan pengorganisasian yang sederhana. Misalnya: berlomba dalam beberapa macam gerakan

seperti berlari, merayap, melompat, menggiring bola, adu lempar tangkap dan sebagainya. Melakukan pertandingan kecabangan olahraga yang

peraturannya disederhanakan, misalnya pertandingan voli mini. Dengan pengarahan dan pengelolaan aktivitas yang baik dari guru, aktivitas ini akan berdampak kepada peningkatan kepercayaan diri anak dan kebanggaan dirinya.

2. Aktivitas beregu atau berkelompok. Anak diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan temannya dalam melakukan aktivitas untuk membina kebersamaan di antara mereka.

Minat melakukan aktivitas fisik pada kelompok anak besar sangat dipengaruhi oleh kesempatan untuk melakukan aktivitas fisik itu sendiri. Pada umumnya anak besar baik anak laki-laki maupun anak perempuan mengalami peningkatan minat yang besar dalam melakukan aktivitas fisik. Misalnya aktivitas bermain yang dilakukan anak besar lebih didominasi oleh permainan yang bersifat aktif, seperti bermain kejar-kejaran, petak umpet, dan beberapa bentuk permainan tradisional yang melibatkan aktivitas fisik. Tentunya disesuaikan dengan minat dan kesepakatan anak-anak dalam memilih jenis permainan yang akan dilakukan

Minat terhadap aktivitas fisik dan atau olahraga sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya. Pada anak-anak yang melakukan aktivitas fisik

dipengaruhi oleh kecenderungan sifat yang dimiliki (Sugiyanto dan Sudjarwo, 1991), antara lain:

1. Kemampuan memusatkan perhatian pada suatu macam aktivitas yang sedang dilakukan makin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat

konsentrasi yang cukup tinggi pada anak yang terlibat dalam aktivitas yang dilakukannya.

2. Semangat untuk mencari pengalaman baru cukup tinggi.

3. Perkembangan sosialnya makin baik yang ditunjukkan dengan luasnya pergaulan dengan semakin mendalamnya pergaulan dengan teman sebayanya.

4. Perbedaan perilaku antara anak laki-laki dengan anak perempuan semakin jelas, ada kecenderungan kurang senang bermain dengan lawan jenisnya. Ini semakin memperjelas bentuk aktivitas yang dominan dilakukan oleh anak laki-laki dengan anak perempuan.

5. Semangat untuk menguasai suatu bentuk aktivitas tertentu dan semangat berkompetisi tinggi.

Hampir seluruh aktivitas anak besar didominasi oleh bermain. Aktivitas bermain yang dilakukannya dapat dilaksanakan baik secara sendiri-sendiri atau berkelompok.

Dokumen terkait