• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modifikasi zeolit alam dan karakterisasi zeolit termodifikasi

4.1 Modifikasi Zeolit

4.1.2 Modifikasi zeolit alam dan karakterisasi zeolit termodifikasi

Modifikasi zeolit alam didasarkan pada beberapa jurnal dan paten dalam pengembangan zeolit sebagai adsorben (molecular sieve). Bedard (2010) menjelaskan bahwa sangat sulit untuk mengindentifikasi teknik-teknik khusus yang benar-benar digunakan oleh perusahaan tertentu dalam pembuatan zeolit sebagai molecular sieve. Hal ini karena tidak adanya metode untuk menentukan proses mana dari paten tersebut yang praktis untuk digunakan pada proses produksi molecular sieve. Selain itu, sebagian dari tahapan proses produksi masih merupakan rahasia perusahaan yang mengajukan paten.

Pada penelitian ini dicoba dengan memadukan beberapa tahapan proses yang ada dalam paten-paten tersebut. Namun secara umum, proses modifikasi dilakukan menggunakan metode sintesis hidrotermal dengan pelarut utama air (Bedard 2010).

Alasan digunakan air sebagai pelarut, diantaranya karena air dapat melarutkan komponen-komponen campuran pereaksi pada berbagai taraf,

mempengaruhi konsentrasi dan pH dari tiap-tiap kerangka komponen penyusun zeolit, dan membantu dalam stabilisasi akhir dari mikroporositas kristalin melalui koordinasi dengan kation-kation yang bermuatan seimbang dalam produk akhir dan mengisi kekosongan bagian dari mikroporositas yang dihasilkan. Selain itu, pelarut air tersedia dengan mudah dan murah, mudah untuk didaur ulang, dan tidak bermasalah jika dibuang ke lingkungan sebagai zat non-kontaminasi. Oleh karena itu, hampir semua proses pembuatan zeolit dan oksida molecular sieve lainnya dilakukan dalam air, bahkan muncul dalam kasus pembuatan bahan mikroporositas seperti kerangka logam organik, air digunakan sebagai pelarut reaksi karena ekonomis dan paling ramah terhadap lingkungan (Bedard 2010).

Modifikasi dilakukan melalui metode penambahan ion aluminium ke dalam kerangka zeolit alam sehingga nantinya diharapkan memiliki sifat-sifat yang serupa dengan zeolit sintetis 3A. Proses penambahan ion aluminium ke dalam kerangka zeolit dilakukan melalui 2 metode, yaitu : Metode Asidifikasi– Realuminasi dan Aluminasi-Langsung.

4.1.2.1Metode asidifikasi-realuminasi

Perlakuan pendahuluan terhadap zeolit alam adalah menggunakan HCl 1,5 M. Tujuan dari perlakuan tersebut adalah untuk menghilangkan logam-logam yang tidak diinginkan yang masih terkandung di dalam zeolit alam. Zeolit hasil proses asidifikasi dikalsinasi pada suhu 500oC selama 2 jam. Kalsinasi adalah proses pemanasan zat padat sampai suhu dibawah titik leleh, yang mengakibatkan penguraian oleh panas atau fase transisi selain dari pelelehan. Proses yang termasuk jenis reaksi ini antara lain : disosiasi panas, transisi fase polimorfik, dan rekristalisasi termal (EM 2008). Kalsinasi pada penelitian ini bertujuan untuk rekristalisasi sampel zeolit setelah proses modifikasi.

Selanjutnya, zeolit hasil proses kalsinasi diberi perlakuan dengan penambahan sumber ion Al3+ ke dalam kerangka zeolit yang bertujuan untuk memperkecil perbandingan kandungan Si/Al terhadap zeolit yang dimodifikasi. Sementara itu, zeolit sintetis 3A digunakan pada penelitian ini sebagai pembanding dalam penentuan karakteristik dari zeolit yang diberi perlakuan asam dan pengkayaan ion Al3+ (realuminasi).

Modifikasi yang dilakukan terhadap zeolit yang telah beri perlakuan asam menghasilkan zeolit alam modifikasi 1 (dikodekan ZAM1) seperti yang terlihat

pada Gambar 11. Zeolit yang diberi perlakuan asam (ZAA) menampakkan luas permukaan dan volume pori yang lebih besar jika dibandingkan dengan zeolit alam. Hal ini dapat dilihat pada data distribusi pori sampel zeolit yang terdapat dalam Tabel 9.

Gambar 11 Zeolit hasil modifikasi sebelum dan sesudah pengeringan menggunakan metode asidifikasi-realuminasi.

Proses asidifikasi bertujuan untuk menghilangkan logam-logam pengotor yang tidak diinginkan dalam sampel zeolit sehingga zeolit yang diperoleh diharapkan lebih murni. Hasil analisis komposisi kimia terhadap sampel zeolit hasil asidifikasi dan realuminasi menggunakan metode XRF dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis komposisi kimia menggunakan metode XRF

Komposisi unsur (%) ZA ZAA ZAM1 Z3A

Si 31,41 31,02 27,49 19,36 Al 5,59 4,01 11,37 11,12 Na 0,81 0,27 0,76 7,71 K 1,92 1,59 0,94 0,15 Mg 0,46 0,23 0,17 1,18 Ca 2,34 0,50 0,35 0,12 Ba 0,03 0,02 0,02 0,02 Fe 0,83 0,50 0,36 0,76 S 0,03 0,01 0,01 0,01 Cl - 0,04 - 0,11 Si/Al 5,62 7,74 2,42 1,74

Keterangan : ZA = zeolit alam, ZAA = zeolit alam asidifikasi, ZAM1 = zeolit alam modifikasi 1, dan Z3A = zeolit sintetis 3A.

Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa sebagian besar logam-logam seperti Fe dan Ca mengalami penurunan setelah diberi perlakuan asam, begitu juga dengan logam Aluminium. Penurunan kandungan Al tidak diharapkan karena akan memperbesar rasio Si/Al dalam sampel zeolit. Jika hal ini terjadi, maka zeolit akan bersifat lebih hidrofobik dan pori-pori zeolit akan menjadi lebih terbuka. Jika

diperhatikan, komposisi kimia dari sampel zeolit sintetis 3A juga masih mengandung logam-logam pengotor. Oleh karena itu, proses modifikasi selanjutnya dilakukan secara langsung tanpa proses asidifikasi terlebih dahulu. 4.1.2.2Metode aluminasi langsung

Modifikasi dilakukan menggunakan metode yang berbeda dengan beberapa sumber alumina yang berbeda pada proses aluminasi zeolit. Sumber alumina yang digunakan antara lain aluminium oksida, aluminium nitrat, tawas, dan kaolin yang juga dapat berfungsi sebagai binder. Proses aluminasi dilakukan secara langsung dan produk yang dihasilkan adalah ZAM2, ZAM3, ZAM4, ZAM5, dan ZAM6. Gambar 12 menunjukkan zeolit granul (ZAM6) yang dibuat secara manual dalam bentuk bulatan-bulatan kecil berukuran 3 – 5 mm.

Gambar 12 Zeolit alam modifikasi dalam bentuk granula ukuran 3 – 5 mm. Hasil analisis komposisi kimia sampel zeolit yang dialuminasi secara langsung (ZAM2, ZAM3, ZAM4, ZAM5, ZAM6) dan zeolit sintetis 3A dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa rasio Si/Al dalam sampel zeolit mengalami penurunan setelah proses modifikasi kecuali pada sampel ZAM2.

Tabel 8 Hasil analisis komposisi kimia menggunakan metode EDX

Unsur (%) ZA ZAM2 ZAM3 ZAM4 ZAM5 ZAM6 Z3A Si 26,89 19,66 19,44 15,61 18,14 11,43 18,18 Al 7,80 4,13 5,98 7,19 6,13 5,19 13,52 Na 0,67 3,60 2,17 5,12 2,19 2,53 11,30 K 3,68 - 1,23 - 0,36 - 0,33 Mg 0,44 - 0,03 - - - 1,79 Ca 1,71 - - - 0,01 - 0,25 Ba 0,30 - 0,03 - - - 0,39 Fe 1,51 - 0,51 - - - 1,03 S 0,02 - - - 0,16 2,57 0,01 Cl 0,06 - 0,29 0,16 0,10 - 0,06 Si/Al 3,45 4,76 3,25 2,17 2,96 2,20 1,34

Keterangan : ZA = zeolit alam, ZAM2 = zeolit alam Modifikasi 2, ZAM3 = zeolit alam Modifikasi 3, ZAM4 = zeolit alam Modifikasi 4, ZAM5 = zeolit alam Modifikasi 5, ZAM6 = zeolit alam Modifikasi 6, dan Z3A = zeolit sintetis 3A (Lampiran 2).

Penyebab tidak terjadinya penurunan rasio Si/Al dalam sampel ZAM2 kemungkinan disebabkan oleh sebagian sumber Al yang ditambahkan masih belum bereaksi, sehingga rasio Si/Al belum dapat diturunkan. Namun, secara keseluruhan komposisi yang diharapkan dari zeolit alam hasil modifikasi masih belum dapat menyamai komposisi kimia zeolit sintetis (Z3A). Luas permukaan, volume, dan diameter pori sampel zeolit diukur menggunakan peralatan Pore Size Distribution Analyzer.

4.1.2.3Pengukuran distribusi pori zeolit

Pore Size Distribution Analysis (PSDA) merupakan metode pengukuran distribusi ukuran pori zeolit yang berhubungan dengan luas permukaan, volume pori, dan diameter pori. Distribusi ukuran pori adalah kelimpahan relatif dari masing-masing ukuran pori yang mewakili (merepresentasikan) volume dari adsorben (Nimmo 2004). Secara teoritis dapat dijelaskan bahwa kapasitas adsorpsi dan absorbsi dari zeolit berbanding lurus dengan luas permukaan, volume pori, dan diameter pori. Luas permukaan dari sampel zeolit yang digunakan ditentukan berdasarkan adsorpsi isotermis menggunakan metode Brunauer, Emmett, & Teller (BET) (Condon 2006). Kurva standar hasil pengukuran luas permukaan menggunakan metode BET dapat dilihat pada Lampiran 3. Luas permukaan zeolit sangat berpengaruh terhadap kemampuan zeolit sebagai adsorben dan dessicant maupun sebagai katalis. Jika luas permukaan zeolit semakin besar, maka kemampuan zeolit untuk menyerap senyawa-senyawa lain akan semakin baik. Hal ini disebabkan oleh permukaan interaksi yang lebih luas. Jika digunakan sebagai katalis, maka reaksi yang terjadi akan semakin cepat.

Begitu juga dengan volume pori, semakin besar volume pori, maka akan semakin besar daya tampung dari senyawa-senyawa yang akan terjerap dalam pori-pori zeolit. Diameter pori zeolit akan mempengaruhi selektifitas zeolit terhadap molekul-molekul mana yang akan masuk ke dalam rongga zeolit dan mana yang akan ditolak. Semakin kecil diameter pori, maka proses pemisahan menggunakan sifat zeolit akan semakin selektif. Berkaitan dengan diamater pori, apabila diameter pori semakin besar, maka akan semakin banyak senyawa- senyawa yang dapat masuk dan melewati pori-pori zeolit. Sebaliknya, semakin

kecil diameter pori dari suatu zeolit, maka zeolit tersebut akan semakin selektif dalam menyerap ataupun meloloskan zat-zat yang akan masuk ke dalam pori-pori zeolit. Selain itu, diameter pori zeolit juga dapat digunakan untuk menentukan golongan ataupun klasifikasi dari sampel zeolit sebagai material berpori.

Physisorption (adsorpsi secara fisik) digunakan untuk menentukan kemampuan adsorpsi dari zeolit, baik zeolit alam, yang dimodifikasi, maupun zeolit sintetis 3A. Proses sorpsi yang terjadi pada zeolit merupakan adsorpsi secara fisik (physisorption) dimana struktur elektron dari molekul zeolit tidak terganggu pada saat proses adsorpsi. Hasil analisis distribusi ukuran pori dan luas permukaan terhadap zeolit yang diberi perlakuan asam (ZAA), zeolit hasil realuminasi (ZAM1), zeolit hasil aluminasi langsung (ZAM2, ZAM3, ZAM4, ZAM5, ZAM6) dan zeolit sintetis 3A dapat dilihat pada Tabel 9. Peralatan yang digunakan dalam proses pengukuran distribusi ukuran pori adalah Autosorb-6. Tabel 9 Hasil analisis karakteristik pori zeolit

Sampel Jenis analisis

zeolit Luas permukaan (m2/g)a Volume pori (cm3/g)b Diameter pori (Å)c

Z3A 333 1,73 x 10-1 13,4 ZA 32 1,44 x 10-2 17,4 ZAA 54 2,22 x 10-2 17,4 ZAM1 65 2,55 x 10-2 17,6 ZAM2 6 2,56 x 10-3 18,0 ZAM3 9 3,29 x 10-3 18,2 ZAM4 8 3,25 x 10-3 17,8 ZAM5 17 7,17 x 10-3 17,8 ZAM6 10 4,52 x 10-3 17,6

Keterangan : a = Metode BET (Brunauer, Emmett & Teller), b = Metode Horvath-Kawazoe, c = Metode Dubinin-Astakhov

Berdasarkan data distribusi pori yang terdapat pada Tabel 9, luas permukaan zeolit sintetis masih lebih tinggi dibandingkan dengan zeolit alam (ZA) dan zeolit alam hasil modifikasi (ZAM). Proses modifikasi menyebabkan terjadinya penurunan volume pori dan luas permukaan zeolit. Berdasarkan data tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa luas permukaan dan volume pori zeolit setelah proses modifikasi menjadi lebih kecil dibandingkan dengan zeolit asal (zeolit alam tanpa modifikasi). Diameter pori sebelum dan setelah modifikasi tidak terjadi perubahan yang signifikan, artinya ukuran pori zeolit hasil modifikasi masih mendekati ukuran pori sampel zeolit alam.

Jika dibandingkan antara diameter pori dari sampel zeolit terhadap kategori distribusi ukuran pori menurut IUPAC, maka keseluruhan sampel zeolit yang digunakan baik zeolit alam, zeolit alam modifikasi, dan zeolit sintetis 3A dapat digolongkan ke dalam kelompok mikroporos.

Klasifikasi distribusi ukuran pori berdasarkan konsep fisisorpsi dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Klasifikasi distribusi ukuran pori (IUPAC 1985) Klasifikasi Rentang diameter

pori (nm) Rentang diameter pori (µm) Rentang diameter pori (Å) Mikroporos d < 2.0 d < 0.002 d < 20 Mesoporos 2 < d < 50 0.002 < d < 0.05 20 < d < 500 Makroporos d > 50 d > 0.05 d > 500

Pada kasus dehidrasi bioetanol, luas permukaan dan volume pori berpengaruh terhadap kemampuan adsorpsi zeolit terhadap molekul-molekul air yang terkandung dalam campuran etanol-air. Semakin besar luas permukaan, maka akan semakin besar kemampuannya untuk berinteraksi dan berikatan dengan molekul-molekul air dalam bioetanol. Begitu juga dengan volume pori yang besar akan mampu menampung lebih banyak molekul-molekul air yang terjerap dalam pori-pori zeolit. Pada proses dehidrasi bioetanol, diharapkan bahwa pori-pori zeolit yang terbaik adalah yang memiliki ukuran pori yang paling kecil yang tentunya disesuaikan dengan ukuran molekul air dan bioetanol yang akan dipisahkan.

4.1.3.2 Difraksi sinar-X (XRD)

Pola difraksi sinar X merupakan tipikal “fingerprint” yang digunakan untuk menentukan kemurnian sampel, derajat kristalinitas, atau ukuran dari unit sel dari suatu zeolit. Penentuan derajat kristalinitas hanya mungkin dilakukan melalui perbandingan sampel dengan bahan standar. Melalui metode ini dapat juga dideteksi kerusakan struktur zeolit akibat proses modifikasi seperti pertukaran ion, steaming, ataupun akibat kalsinasi (Pfeninger 1999).

Berdasarkan hasil analisis menggunakan XRD, maka diperoleh pola difraksi sinar X sampel zeolit alam dan zeolit hasil modifikasi seperti yang terlihat pada Gambar 13. Dari pola difraksi sinar X yang ada dan dibandingkan dengan pola difraksi sinar-X standar beberapa sampel zeolit, maka diduga bahwa sampel zeolit alam yang digunakan pada penelitian ini merupakan campuran jenis klinoptilolit,

mordenit, gismondin, dan filipsit. Berdasarkan Gambar 13, sampel zeolit yang telah dimodifikasi menggunakan sumber aluminium (Al2O3, Al(NO3)3, dan tawas) sudah mengarah kepada pembentukan struktur zeolit A.

Keterangan : Z3A = Zeolit 3A Sintetis, ZA = zeolit alam, ZAM2 sampai ZAM6 = zeolit alam modifikasi 2 sampai 6 (ada di metode), = Faujasit, = Heulandit, = Natrolit, = Epistilbit, = Linde L, = Mordenit, = Filipsit, = Linde A, = Gismondin, = Stilbit, = Laumontit .

Gambar 13 Pola difraksi sinar-X sampel zeolit.

Sampel zeolit yang mengarah pada pembentukan zeolit A, didasarkan pada pola difraksi sinar-X yang ditampilkan di Gambar 13 yang dicocokkan dengan

SiO2 SiO2 SiO2 SiO2 Z3A ZA ZAM2 ZAM3 ZAM4 ZAM5 ZAM6 SiO2

sumber data pola difraksi sinar-X dari software JCPDS (Joint Committee on Powder Diffraction Standards), serta koleksi pola difraksi sinar-X dari Treacy & Higgins (2007). Data selengkapnya mengenai intensitas relatif dalam bentuk persentase pada masing-masing 2θ derajat dapat dilihat pada pada Tabel 11. Tabel 11 Intensitas relatif sampel zeolit pada masing-masing 2θ derajat

Z3A ZA ZAM2 ZAM3 ZAM4 ZAM5 ZAM6

FAU 10,00(22,6); 11,69(16,0); 15,43(56,8); 18,42(22,6); 23,31(97,5); 23,58(23,6); 29,21(29,2) - - - - - 23,31(54,2); 23,86(54,2); 31,98(83,1); 32,50(45,8) PHI - 22,40(79,4); 27,78(65,6); 28,12(100) 12,58(25,5); 17,66(36,3); 27,84(68,6); 28,12(100); 28,54(34,3); 30,86(27,5) 12,40(51,5); 16,48(20,1); 17,52(25,1); 27,78(65,6) - 17,52(43,1); 27,78(93,8); 29,00(43,5); 30,52(84,6) 21,96(100); 27,84(89,8); 30,96(50,9); 32,62(45,8) GIS - 17,00(14,0); 19,68(27,7); 21,03(28,3); 22,02(62,9); 26,35(42,4); 26,72(64,0); 28,50(20,9) - - - 19,78(46,1); 21,03(49,7); 26,72(85,0); 28,02(69,3) - HEU 22,49(22,1); 32,01(44,7); 26,68(100); 33,64(45,2) 9,88(55,6); 22,34(73,0); 22,82(39,9); 25,72(76,2); 29,08(17,2); 29,52(56,2); 29,90(28,2); 32,01(19,5) - - - 17,36(34,3); 22,34(62,4); 22,72(48,0); 24,04(76,8); 25,72(71,9); 25,96(51,3); 26,68(91,5); 29,51(52,3); 29,90(64,7) 22,49(76,3); 23,96(42,4); 34,00(59,3); 35,54(37,3) LTA - - 21,72(33,3); 27,18(30,4); 30,90(24,5) 21,72(27,4); 27,18(43,5); 30,90(24,3); 46,02(17,6) - 7,20(31,1); 20,46(53,3); 24,04(76,8); 24,04(47,5); 32,62(45,8); 34,26(28,8); 46,02(28,8) MOR - 13,45(23,7); 15,30(14,4); 27,87(59,1); 30,89(21,9) 17,59(29,4); 25,66(25,5); 28,28(66,7) 24,54(19,2); 27,87(93,7); 28,28(47,9) - 13,83(63,7); 23,64(53,6); 27,67(87,3) 19,88(57,6); 23,64(76,3); 31,08(47,5) NAT 20,14(35,7); 30,26(33,7); 30,35(45,7); 30,98(94,5); 34,22(22,1); 40,82(19,6) - 12,50(34,3); 26,98(31,4); 28,88(26,5); 29,80(28,4) - 21,48(22,7); 24,40(100); 30,00(31,0); 30,50(29,3) 24,40(47,4); 30,26(71,6); 30,48(100) 20,16(50,9); 27,44(54,2); 27,70(89,8); 31,22(42,4); 36,64(33,9) Keterangan : Angka di dalam kurung merupakan intensitas relatif (%), sedangkan angka di luar kurung merupakan sudut 2θ (derajat), Z3A = zeolit sintetis, ZA = zeolit alam, ZAM2 sampai ZAM6 = zeolit alam modifikasi 2 sampai 6 (ada di metode), FAU = faujasit, PHI = filipsit, GIS = gismondin, HEU = heulandit, LTA = linde type A, MOR = mordenit, dan NAT = natrolit.

Jika memperhatikan pola difraksi sinar-X (Gambar 13) dan data pada Tabel 11, serta mencocokkan dengan data difraksi standar, terlihat bahwa struktur yang mengarah pada pembentukan zeolit A (Linde Type A) dimiliki oleh ZAM2, ZAM3, ZAM5, dan ZAM6. Zeolit A yang terbentuk masih bercampur dengan

zeolit-zeolit lain seperti klinoptilolit (HEU), natrolit (NAT), gismondin (GIS), filipsit (PHI), maupun mordenit (MOR). ZAM2 merupakan campuran jenis zeolit filipsit (PHI), natrolit (NAT), Linde type A (LTA), dan mordenit (MOR). ZAM3 merupakan campuran antara filipsit (PHI), Linde type A (LTA), dan mordenit (MOR). Struktur ZAM4 merupakan natrolit (NAT). ZAM5 merupakan campuran zeolit filipsit (PHI), gismondin (GIS), heulandit (HEU), Linde type A (LTA), mordenit (MOR), dan natrolit (NAT). Sementara itu, jenis zeolit yang terdapat dalam sampel ZAM6 merupakan campuran antara Na-X (FAU), filipsit (PHI), klinoptilolit (HEU), Linde type A (LTA), mordenit (MOR), dan natrolit (NAT), sedangkan zeolit sintetis yang digunakan diduga merupakan campuran antara Na- X (FAU), klinoptilolit (HEU) dan natrolit (NAT).

Kisi kristal merupakan pola geometri dari susunan atom-atom di dalam suatu kristal. Kisi kristal mencirikan sel satuan pembentuk suatu kristal. Zeolit jenis mordenit (MOR) dan natrolit (NAT) memiliki bentuk geometri ortorombik, filipsit (PHI), klinoptilolit (HEU), dan gismondin (GIS) berbentuk monoklinik, sedangkan jenis zeolit faujasit Na-X (FAU) dan Linde type A (LTA) memiliki pola geometri kubik (Treacy & Higgins 2007; He 2009).

4.1.3.3 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Pengamatan terhadap tekstur, ukuran, susunan partikel dan bentuk permukaan kristal sampel zeolit dapat dilakukan menggunakan scanning electron microscopy (SEM). Gambar 14 menunjukkan foto mikro sampel zeolit alam dan zeolit sintetis 3A.

Gambar 14 Foto mikro sampel zeolit alam dan zeolit 3A.

Berdasarkan hasil scanning menggunakan SEM, maka diperoleh gambaran mengenai morfologi dari zeolit alam (ZA), dan Zeolit sintetis 3A. Hasil

pengukuran partikel, ukuran unit terkecil sampel ZA dan Z3A berturut-turut adalah 2,795 μm (p,l) dan 2,236 μm (p,l). Hasil foto dengan pembesaran 1000x, terlihat bahwa bentuk permukaan zeolit alam berbeda dengan zeolit sintetis 3A yang menjadi target dari proses modifikasi sampel zeolit alam. Zeolit 3A terlihat berbentuk bulatan-bulatan dengan ukuran yang dapat dikatakan seragam, sedangkan zeolit alam masih kelihatan berbentuk gumpalan yang tidak teratur. Ukuran partikel terkecil dari sampel zeolit yang dimodifikasi (ZAM2, dan ZAM3) berturut-turut adalah 2,865 μm {panjang (p), lebar(l)}; 2,292 μm (p,l). Gambar 15 menunjukkan bentuk permukaan sampel zeolit alam modifikasi 2 dan 3.

Gambar 15 Foto mikro sampel zeolit alam modifikasi 2 dan 3.

Zeolit alam modifikasi 2 dan 3 disintesis dari bahan dengan sumber alumina yang sama yaitu Al2O3, namun berbeda pada tahapan proses modifikasi. Percobaan yang dilakukan menggunakan sumber alumina Al(NO3)3, bentuk permukaan sampel zeolit terlihat lebih teratur jika dibandingkan dengan zeolit alam modifikasi lainnya. Gambar mikro ketiga sampel zeolit dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Foto mikro sampel zeolit alam modifikasi 4, 5, dan 6.

Bentuk permukaan zeolit alam modifikasi 5 dan 6 tidak berbeda satu sama lainnya. Berdasarkan foto mikro ZAM, bentuk permukaan sampel ZAM5 dan ZAM6 tidak begitu berbeda. Hal in disebabkan karena sumber alumina yang

digunakan sama yaitu tawas, walaupun tahapan proses berbeda. Lain halnya dengan zeolit alam modifikasi 4 (ZAM4), bentuk permukaannya terlihat lebih teratur jika dibandingkan dengan sampel zeolit alam hasil modifikasi lainnya. Ukuran butiran terkecil zeolit alam modifikasi 4, 5, dan 6 (ZAM4, ZAM5, dan ZAM6) berturut-turut adalah 2,865 μm (panjang (p), lebar(l)); 2,292 μm (p,l);

2,865 μm(p), 2,292 μm (l); 3,437 μm (p,l); 2,865 μm (p,l).

Secara umum, karakteristik fisik dari zeolit hasil modifikasi berbeda dengan sampel zeolit alam murni (ZA). Zeolit yang diperoleh dari hasil modifikasi diuji coba pada proses dehidrasi bioetanol untuk melihat tingkat selektifitas zeolit dan kemampuan adsorpsi zeolit terhadap air yang terkandung di dalam sampel bioetanol.

Dokumen terkait