• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modification of Natural Zeolite into Molecular Sieve Material and Its Application in Bioethanol Dehydration.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Modification of Natural Zeolite into Molecular Sieve Material and Its Application in Bioethanol Dehydration."

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

i

MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI MATERIAL

MOLECULAR SIEVE

DAN APLIKASINYA PADA

PROSES DEHIDRASI BIOETANOL

KHAIDIR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Modifikasi Zeolit Alam sebagai Material Molecular Sieve dan Aplikasinya pada Proses Dehidrasi Bioetanol

adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

(4)
(5)

v

KHAIDIR. Modification of Natural Zeolite into Molecular Sieve Material and Its Application in Bioethanol Dehydration. Under the Supervision of DWI SETYANINGSIH and HERY HAERUDIN.

(6)
(7)

vii

KHAIDIR. Modifikasi Zeolit Alam sebagai Material Molecular Sieve dan Aplikasinya pada Proses Dehidrasi Bioetanol. Dibimbing oleh DWI SETYANINGSIH dan HERY HAERUDIN.

Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula). Bioetanol yang dihasilkan sangat tidak murni, sehingga memerlukan pengolahan lebih lanjut (Clark 2007). Jika bioetanol ingin digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu dimurnikan hingga mencapai 99% yang lazim disebut fuel grade ethanol (FGE). Bioetanol sebagai campuran bahan bakar harus betul-betul kering (anhidrat) supaya tidak korosif. Jika bioetanol masih mengandung air sebesar 4 – 5% akan mempengaruhi kinerja mesin dan dapat menyebabkan terjadinya korosi. Proses dehidrasi dilakukan untuk memperoleh etanol dengan kadar lebih besar dari 99%.

Penggunaan zeolit alam dalam bidang adsorpsi dan dehidrasi masih terbatas karena distribusi pori yang tidak seragam dan bukan merupakan jenis zeolit tunggal. Zeolit alam Indonesia merupakan campuran dari beberapa senyawa kimia pembentuk batuan. Zeolit 3A (Z3A) memiliki ukuran pori 3Å dengan rasio Si/Al adalah 1,0. Zeolit dengan kandungan alumina yang tinggi akan bersifat hidrofilik, sebaliknya zeolit dengan kandungan silika tinggi bersifat hidrofobik (Flanigen 1980). Rasio Si/Al dalam zeolit alam adalah 5,62, sehingga menyebabkan zeolit alam kurang hidrofilik dibandingkan dengan Z3A.

Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi struktur zeolit alam untuk mendapatkan zeolit dengan rasio Si/Al mendekati 1,0 dengan distribusi ukuran pori yang seragam dan hampir sama dengan Z3A. Zeolit hasil modifikasi diharapkan dapat digunakan pada proses adsorpsi dan dehidrasi terutama dalam proses pemurnian bioetanol kualitas bahan bakar.

Modifikasi zeolit dilakukan melalui sintesis hidrotermal pada temperatur 95 – 100oC. Proses modifikasi dilakukan melalui aluminasi zeolit menggunakan beberapa sumber alumina. Sumber alumina yang digunakan adalah aluminium oksida, aluminium nitrat, tawas, dan kaolin. Zeolit hasil modifikasi diberi kode ZAM1, ZAM2, ZAM3, ZAM4, ZAM5, dan ZAM6. Karakterisasi yang dilakukan meliputi analisis komposisi kimia menggunakan X-Ray Fluorescence (XRF) dan Energy Dispersive X-Ray (EDX), struktur zeolit menggunakan XRD, sedangkan luas permukaan, volume dan diameter pori menggunakan Pore Size Distribution Analysis (PSDA).

Proses dehidrasi bioetanol dilakukan menggunakan metode destilasi dan perendaman (batch adsorption) dengan kadar bioetanol umpan adalah 90 dan 95%. Metode destilasi dilakukan menggunakan ZAM1, sedangkan metode perendaman dilakukan menggunakan ZAM2, ZAM3, ZAM4, ZAM5, dan ZAM6. Analisis statistik dilakukan terhadap data peningkatan kadar bioetanol dan kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air pada percobaan proses dehidrasi menggunakan metode perendaman.

(8)

sampel zeolit yang dihasilkan berdasarkan pendekatan isoterm adsorpsi BET (Bunauer, Emmett, & Teller) menjadi lebih kecil dibandingkan dengan sampel zeolit alam murni, begitu juga dengan volume porinya kecuali ZAM1. Diameter pori sebelum dan setelah modifikasi tidak terjadi perubahan yang signifikan, artinya ukuran pori zeolit hasil modifikasi masih mendekati ukuran pori sampel zeolit alam. Berdasarkan pada pola difraksi sinar-X yang diperoleh, zeolit yang dimodifikasi sudah mengarah pada pembentukan zeolit A dalam bentuk sodium, antara lain ZAM2, ZAM3, ZAM5 dan ZAM6. Namun, hasil yang diperoleh masih belum murni dan diduga masih merupakan campuran dari beberapa jenis zeolit seperti klinoptilolit, filipsit, natrolit, dan mordenit.

Aplikasi zeolit hasil modifikasi pada proses dehidrasi bioetanol menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar bioetanol setelah proses adsorpsi. Kemampuan zeolit alam modifikasi (ZAM2 dan ZAM5) dalam menaikkan kadar bioetanol lebih baik jika dibandingkan dengan zeolit alam murni (tanpa modifikasi). Begitu juga dengan kapasitas adsorpsinya terhadap air dalam sampel bioetanol. Persentase kenaikan kadar bioetanol menggunakan ZAM2 dan ZAM5 pada metode perendaman dengan bioetanol 90% berturut-turut adalah 1,22 % dan 1,38%, sedangkan pada bioetanol 95% adalah 1,27% dan 1,08%. Sementara itu, kemampuan peningkatan kadar bioetanol menggunakan zeolit alam murni pada bioetanol kadar 90% dan 95% berturut-turut adalah 0,62% dan 0,72%. Kapasitas adsorpsi air maksimum adalah 17,67% yang dimiliki oleh ZAM5 pada perlakuan perendaman dalam bioetanol 90% selama 24 jam, namun masih kurang selektif jika dibandingkan dengan zeolit sintetis (Z3A).

Kemampuan adsorpsi zeolit terhadap air dalam bioetanol dari semua jenis zeolit yang digunakan tidak mengalami penurunan yang siginifikan pada saat digunakan kembali pada proses dehidrasi. Kemampuan zeolit setelah regenerasi hampir sama dengan pada saat penggunaan pertama, dengan kata lain zeolit tersebut masih layak untuk digunakan kembali pada proses dehidrasi bioetanol selanjutnya. Kapasitas adsorpsi sampel zeolit hasil modifikasi terhadap air dalam bioetanol sudah menunjukkan hasil yang cukup bagus jika dibandingkan dengan sampel zeolit alam. Bahkan kapasitas adsorpsi zeolit alam modifikasi melebihi kapasitas adsorpsi zeolit 3A, namun kelemahan dari zeolit alam modifikasi adalah masih mengadsorpsi bioetanol dalam jumlah yang besar pula. Hal ini terlihat dari berkurangnya jumlah bioetanol setelah proses adsorpsi menggunakan ZAM3, ZAM4, dan ZAM5. Jika dibandingkan dengan proses dehidrasi menggunakan metode destilasi, maka metode perendaman (batch adsorption) masih kurang bagus karena menyebabkan terjadinya pengurangan volume bioetanol yang cukup besar.

(9)

ix

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

xi

PROSES DEHIDRASI BIOETANOL

KHAIDIR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

xii

(13)

xiii

NIM : F351070031

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si. Dr. rer.nat. Hery Haerudin

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Industri Pertanian Sekretaris Program Magister

Dr. Ir. Machfud, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(14)
(15)

xv

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis dengan

judul “Modifikasi Zeolit Alam sebagai Material Molecular Sieve dan Aplikasinya pada Proses Dehidrasi Bioetanol”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si dan Bapak Dr.rer.nat Hery Haerudin selaku komisi pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, bantuan, serta motivasi baik berupa moril maupun materil selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan tesis, kepada Bapak Dr. Ono Suparno, STP, MT, terima kasih atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi dan memberikan masukan yang sangat bermanfaat terhadap hasil penelitian, terima kasih juga kepada Ibu Dr. Ir. Titi Chandra Sunarti, M.Si., atas saran dan masukan yang sangat berarti terhadap kesempurnaan penulisan karya ilmiah ini.

Rektor Universitas Malikussaleh dan Dekan Fakultas Pertanian - Unimal selaku atasan, terima kasih atas izinnya untuk melanjutkan studi pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam atas bantuan yang telah diberikan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi melalui Program BPPS tahun 2007, Kementerian Riset dan Teknologi atas bantuan melalui Program Hibah Riset Peningkatan Kapasitas IPTEK. Ibu Ir. Rd. Selvy Handayani, M.Si dan Bapak Ismadi, S.P, M.Si, terima kasih atas masukan dan bantuannya dalam pengolahan data statistik. Bapak Ir. Alixie Heryandie Bronto Adi, MT, terima kasih atas bantuan, masukan dan sarannya. Ibu Prof. Dr. Erliza Hambali selaku pimpinan Surfactant and Bioenergy Research Centre (SBRC), terima kasih atas izin melakukan penelitian di Laboratorium SBRC LPPM IPB.

(16)

selama proses analisis sampel di laboratorium. Ibu Titik Hari Ujianti beserta staf Laboratorium dan Technical Service Pertamina, Bapak Jajat Sudradat selaku Kepala Laboratorium FT Kimia–UI, terima kasih atas kerjasamanya selama proses analisis sampel zeolit.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Zaenal Abidin atas sharing informasi tentang zeolit alam dan analisis sampel zeolit di Jepang, Bapak Dr. Ir. Irzaman, M.Si, terima kasih atas masukan dan sarannya, Prof. Dr. Ani Suryani, DEA dan seluruh staf pengajar TIP, staf laboratorium, Ibu Nurjannah beserta staf administrasi Fateta IPB lainnya, Saiful Firmansyah terima kasih atas bantuannya pada analisis sampel bioetanol, Guntoro, Obi, Taufik, Jaelani, Wiwin, Anas, Otto, Feri, Pak Ratno, Pak Heri serta seluruh staf SBRC,

Ayi Fisika’ 44 terima kasih atas software JCPDS-nya, Tim Penelitian dan teman-teman TIP 2007, Zulkifli AK, Muliari Ayi, Masda Azmi, Mukhlis Hidayat, Agus Nauval, rekan-rekan IKAMAPA dan IMTR, serta semua pihak yang telah membantu kelancaran studi dan terselesaikannya penelitian serta penyusunan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda M. Sufi Yunus dan Ibunda Manawiyah, atas segala doa, semangat dan kasih sayangnya yang tak ternilai dengan harta benda. Istri tercinta adinda Mailidar, atas dukungan, doa, dan kesabarannya dalam menemani dan membantu penulis selama penelitian, adik-adikku Dahniar dan Akmal, Zulfikar, Faisal, Vira dan Raja, Pakwa Anwar Fuadi, Nek Idah, Om Bawi, Tante Boby, Om Lan, Tante Ida, Cek Han, Cek Susi, Cek Mun dan Cek Feri, serta seluruh keluarga besar yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan moril dan materilnya selama penulis menyelesaikan studi S2 (Magister Sains).

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(17)

xvii

Penulis dilahirkan di Kandang pada tanggal 17 April 1977 dari ayah Muhammad Sufi Yunus dan ibu Manawiyah. Penulis merupakan putra pertama dari enam bersaudara.

Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Lhokseumawe dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Syiah Kuala melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Universitas (USMU). Penulis memilih jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun 2007, penulis diterima di Program Mayor Teknologi Industri Pertanian pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan diperoleh dari Departemen Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe sejak tahun 2005.

(18)
(19)

xix

1.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Bioetanol ... 5

2.2 Dehidrasi ... 6

2.3 Molecular Sieve (Penyaring Molekular)... 8

2.4 Zeolit Molecular Sieve (ZMS) ... 10

2.5 Karakterisasi ZMS ... 15

2.5.1 Fluoresensi Sinar-X dan Energy Dispersive X-Ray ... 15

2.5.2 Difraksi Sinar-X ... 16

2.5.3 Scanning Electron Microscopy (SEM) ... 17

2.5.4 Analisis Distribusi Pori Zeolit ... 18

2.6 Dehidrasi Bioetanol Menggunakan Zeolit Alam dan Zeolit A Sintetis 19 3 METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Waktu dan Tempat... 23

3.2 Bahan dan Alat ... 23

3.3 Metodologi ... 23

3.3.1 Modifikasi zeolit alam ... 23

3.3.2 Karakterisasi zeolit termodifikasi ... 26

3.3.3 Aplikasi zeolit termodifikasi dalam dehidrasi bioetanol ... 26

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Modifikasi Zeolit ... 31

4.1.1 Karakteristik zeolit alam (ZA) ... 31

4.1.2 Modifikasi zeolit alam dan karakterisasi zeolit termodifikasi .. 32

4.2 Aplikasi Zeolit Termodifikasi Pada Proses Dehidrasi Bioetanol ... 43

4.2.1 Metode Destilasi ... 43

4.2.2 Metode Perendaman (Batch Adsorption) ... 46

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

(20)

5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(21)

xxi

Tabel 1 Perbandingan karakteristik fisika dan kimia bioetanol, diesel, dan

gasolin ... 6

Tabel 2 Beberapa metode pemisahan untuk memperoleh alkohol absolut ... 8

Tabel 3 Contoh jenis mineral zeolit dan komposisi kimianya ... 15

Tabel 4 Metode sintesis zeolit A sebagai molecular sieve ... 20

Tabel 5 Proses dehidrasi etanol menggunakan zeolit molecular sieve ... 21

Tabel 6 Perbandingan komposisi kimia zeolit bayah terhadap zeolit sintetis mordenit dan klinoptilolit ... 32

Tabel 7 Hasil analisis komposisi kimia menggunakan metode XRF ... 34

Tabel 8 Hasil analisis komposisi kimia menggunakan metode EDX ... 35

Tabel 9 Hasil analisis karakteristik pori zeolit ... 37

Tabel 10 Klasifikasi distribusi ukuran pori (IUPAC 1985) ... 38

Tabel 11 Intensitas relatif sampel zeolit pada masing-masing 2θ derajat ... 40

Tabel 12 Pengaruh jenis zeolit dan pemakaian ulang zeolit terhadap persentase kenaikan kadar bioetanol 90% ... 49

(22)
(23)

xxiii

Gambar 1 Susunan heksagonal satuan (unit) SiO4. ... 11 Gambar 2 Struktur zeolit tipe A dan X. ... 14 Gambar 3 Reaksi pertukaran ion Na dengan K pada molecular sieve 4A. ... 14 Gambar 4 Diagram alat difraksi sinar-X. ... 17 Gambar 5 Berkas elektron yang dideteksi SEM. ... 18 Gambar 6 Diagram alir proses sintesis ZAM1. ... 24 Gambar 7 Diagram alir proses sintesis ZAM2 sampai ZAM6. ... 25 Gambar 8 Rangkaian peralatan proses dehidrasi bioetanol sederhana. ... 27 Gambar 9 Diagram alir proses dehidrasi menggunakan metode destilasi. ... 28 Gambar 10 Diagram alir proses dehidrasi melalui metode perendaman. ... 28 Gambar 11 Zeolit hasil modifikasi sebelum dan sesudah pengeringan

menggunakan metode asidifikasi-realuminasi. ... 34 Gambar 12 Zeolit alam modifikasi dalam bentuk granula ukuran 3 – 5 mm. ... 35 Gambar 13 Pola difraksi sinar-X sampel zeolit. ... 39 Gambar 14 Foto mikro sampel zeolit alam dan zeolit 3A. ... 41 Gambar 15 Foto mikro sampel zeolit alam modifikasi 2 dan 3. ... 42 Gambar 16 Foto mikro sampel zeolit alam modifikasi 4, 5, dan 6. ... 42 Gambar 17 Diagram kesetimbangan fase uap dan cair campuran etanol-air. ... 44 Gambar 18 Kadar etanol sebelum dan sesudah proses dehidrasi menggunakan

metode destilasi. ... 45 Gambar 19 Persentase kenaikan kadar bioetanol 90%. ... 46 Gambar 20 Kapasitas adsorpsi air dari zeolit pada bioetanol 90%. ... 47 Gambar 21 Pendekatan adsorpsi isotermis Brunauer, Emmett, & Teller. ... 48 Gambar 22 Persentase kenaikan kadar bioetanol 95%. ... 49 Gambar 23 Kapasitas adsorpsi air dari zeolit pada bioetanol 95%. ... 50 Gambar 24 Diagram Interaksi air dengan kation natrium (Na). ... 52

(24)
(25)

xxv

Lampiran 1 Gambar beberapa alat yang digunakan dalam penelitian ... 63 Lampiran 2 Hasil analisis komposisi kimia menggunakan EDX... 65 Lampiran 3 Data Hasil Analisis Luas Permukaan BET sampel zeolit... 67 Lampiran 4 Rataan kadar dan massa bioetanol pada proses dehidrasi ... 69 Lampiran 5 Data analisis sidik ragam, uji Duncan PKB dan KAZ ... 71

(26)
(27)

xxvii

BET = Brunauer, Emmett, & Teller BPE = Biosinergi Prima Engineering DMRT = Duncan’s Multiple Range Test

EDX = Energy Dispersive X-ray

ETBE = Ethyl Tertiary Butyl Ether

EtOH = Etanol

FGE = Fuel Grade Ethanol

IUPAC = International of Pure and Applied Chemistry JCPDS = Joint Committee on Powder Diffraction Standards KAZ = kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air

KTK = kapasitas tukar kation

MON = motor octane number

PDMS = polydimethylsiloxane

PKB = persentase kenaikan kadar bioetanol

PSA = Pressure Swing Adsorption

PSDA = Pore Size Distribution Analysis RAL = rancangan acak lengkap

SEM = Scanning Electron Microscopy XRD = X-ray Diffractometer

XRF = X-ray Fluorescense

Z3A = zeolit sintetis 3A

ZA = zeolit alam

ZAA = zeolit alam hasil perlakuan asam ZAM = zeolit alam modifikasi

(28)
(29)

1

1.1 Latar Belakang

Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Proses destilasi hanya mampu menghasilkan etanol dengan persentase 95% atau secara teoritis < 97,20% (Onuki 2006). Proses produksi bioetanol berbeda dengan proses produksi etanol yang umum digunakan dalam industri etanol. Etanol skala industri dihasilkan melalui hidrasi senyawa alkena dengan uap air menggunakan katalis SiO2 padat yang dilapisi dengan asam fosfat (Clark 2007). Proses pembuatan dilakukan dengan mengalirkan pereaksi di atas sebuah katalis secara terus-menerus. Proses ini sangat cepat dan menghasilkan etanol dengan kemurnian tinggi, namun terbatas pada ketersediaan sumber bahan baku.

Sementara itu, pada proses produksi bioetanol tidak mengalami kendala terhadap ketersediaan sumber bahan baku. Sumber bahan baku untuk produksi bioetanol berasal dari material tanaman yang renewable. Hampir semua tanaman yang mengandung karbohidrat dapat digunakan sebagai sumber bahan baku pada proses produksi bioetanol. Proses pembuatan bioetanol dilakukan dengan mencampurkan semua bahan ke dalam sebuah wadah dan kemudian dibiarkan sampai fermentasi selesai. Kumpulan bahan ini kemudian dikeluarkan dan sebuah reaksi baru dilangsungkan. Bioetanol yang dihasilkan memiliki kadar 10% dengan kandungan air yang cukup banyak, sehingga memerlukan pengolahan lebih lanjut (Clark 2007). Jika bioetanol ingin digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu dimurnikan hingga mencapai 99% yang lazim disebut fuel grade ethanol (FGE). Bioetanol sebagai campuran bahan bakar harus betul-betul kering dan anhidrat supaya tidak korosif. Jika bioetanol masih mengandung air sebesar 4 – 5% akan mempengaruhi kinerja mesin dan dapat menyebabkan terjadinya korosi.

(30)

(2) harga zeolit alam yang murah, (3) tidak memerlukan input energi yang tinggi, (4) dan tidak akan menyebabkan kontaminasi terhadap etanol yang dihasilkan setelah proses dehidrasi. Zeolit merupakan senyawa alumino silikat yang mengandung unsur alkali dan alkali tanah, berstruktur tiga dimensi, memiliki pori/saluran kosong yang berhubungan satu sama lainnya ke segala arah. Zeolit memiliki kemampuan menyerap dan menyaring molekul, bersifat sebagai penukar ion, dapat digunakan sebagai katalis, memiliki sifat hidratasi dan dehidratasi.

Pori-pori yang terbuka adalah sangat kecil (pori terbuka tersebut diukur dalam Angstrom atau nanometer) tetapi mendorong ke arah struktur internal yang lebih besar (serupa pintu keluar masuk yang banyak di dalam ruang yang lebih besar). Zeolit yang umum digunakan dalam bidang adsorpsi dan dehidrasi merupakan zeolit sintetis tipe A (Pfeninger 1999) dengan ukuran pori yang seragam (Kohl 2004). Zeolit A yang umum digunakan pada proses dehidrasi atau pengeringan etanol adalah zeolit 3A, 4A dan 5A. Zeolit 3A lebih disukai karena memiliki ukuran pori yang paling sesuai untuk pemisahan campuran etanol-air (Al-Asheh et al. 2004). Molekul etanol dengan ukuran diameter pori 4,4 Å akan sulit masuk ke dalam pori dengan ukuran 3 Å. Molekul air dengan ukuran diameter 2,8 Å dapat masuk dengan baik ke dalam pori-pori penyaring molekular. Sebagai tambahan terhadap penyaringan alami dari penyaring molekular, adsorpsi pada permukaan juga berperan penting terhadap efisiensi dari pemisahan (Kohl 2004).

Di Indonesia, zeolit di alam tersedia melimpah terutama untuk kawasan yang dilalui gugusan gunung berapi. Sedikitnya 50 lokasi telah diketahui mengandung mineral zeolit yang tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Produksi zeolit di Indonesia saat ini diperkirakan sebanyak 100.000 ton pertahun dihasilkan oleh sekitar 20 perusahaan (Suwardi 2000).

(31)

kandungan ion Na+ dan K+ yang sesuai dan rasio Si/Al adalah 1,0. Zeolit dengan kandungan alumina yang tinggi akan bersifat hidrofilik, sebaliknya zeolit dengan kandungan silika tinggi bersifat hidrofobik (Flanigen 1980). Rasio Si/Al dalam zeolit alam adalah 5,62, sehingga menyebabkan zeolit alam kurang hidrofilik dibandingkan dengan Z3A.

Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi struktur zeolit alam untuk mendapatkan zeolit dengan rasio Si/Al mendekati 1,0 dengan distribusi ukuran pori yang seragam dan hampir sama dengan Z3A. Zeolit hasil modifikasi diharapkan dapat digunakan pada proses adsorpsi dan dehidrasi terutama dalam proses pemurnian bioetanol kualitas bahan bakar.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mempelajari metode modifikasi struktur zeolit alam sehingga memiliki karakteristik yang sesuai untuk digunakan pada proses dehidrasi bioetanol. 2. Mendapatkan kondisi proses dehidrasi bioetanol terbaik.

3. Mengetahui kenaikan kadar bioetanol dan kapasitas adsorpsi zeolit.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup :

1. Zeolit alam yang digunakan berasal dari daerah Bayah, Provinsi Banten, yang diperoleh dari CV. Transindo Utama-Bandung dengan ukuran 3 mm dan bubuk ukuran 150 mesh.

2. Bioetanol yang digunakan sebagai bahan baku berasal dari PT. Nature and Environment Energy (NNE) dengan kadar 90 – 95%.

3. Modifikasi zeolit alam sebagai material molecular sieve dilakukan melalui metode sintesis hidrotermal pada suhu 95 – 100oC dengan sumber alumina Al2O3, Al(NO3)3, dan tawas.

(32)
(33)

5

2.1 Bioetanol

Etanol merupakan senyawa kimia dengan rumus C2H5–OH. Strukturnya serupa dengan air, tetapi satu atom hidrogennya diganti satu gugus etil (Hart 2004). Bioetanol merupakan etanol yang diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung gula dan pati. Ubi kayu, ubi jalar, dan jagung merupakan sumber pati yang biasa ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah Indonesia, sehingga jenis tanaman tersebut merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai sumber bahan baku pembuatan bioetanol. Namun dari semua jenis tanaman tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya sangat tinggi dalam memproduksi pati sebagai bahan baku untuk pembuatan bioetanol. Selain itu, pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai bahan baku proses produksi bioetanol juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi. Pertimbangan keekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan saja meliputi harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi biaya pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan baku, dan biaya bahan baku untuk memproduksi setiap liter bioetanol (Nurdyastuti 2005).

Secara umum bioetanol dapat digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, dan campuran bahan bakar kendaraan. Mengingat pemanfaatan bioetanol beraneka ragam, maka terdapat penggolongan kualitas (grade) bioetanol. Bioetanol yang mempunyai kadar 90-96,5% volume dapat digunakan pada industri, sedangkan bioetanol yang mempunyai kadar 96-99,5% volume dapat digunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Bioetanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak korosif, sehingga bioetanol harus mempunyai kadar sebesar 99,5-100% volume (Nurdyastuti 2005).

(34)

mengurangi emisi CO dan hidrokarbon yang tidak terbakar, yang dapat mencemari udara. Karakteristik fisika dan kimia utama dari bioetanol dibandingkan terhadap bahan bakar diesel dan gasolin disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Perbandingan karakteristik fisika dan kimia bioetanol, diesel, dan gasolin

Diesel Etanol Gasolin

Etanol dapat direaksikan dengan isobutilen untuk membentuk “ethyl tertiary butyl ether” (ETBE) yang memberikan sifat-sifat yang menguntungkan dibanding penambahan langsung etanol karena menghasilkan tekanan uap campuran yang lebih rendah. Di samping itu, ETBE lebih mudah diintegrasikan ke dalam sistem distribusi gasolin karena memiliki sifat yang sangat mirip dengan gasolin (Wyman 1996). Beberapa keuntungan dari penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar antara lain, (1) Mengurangi pengikisan lapisan ozon melalui penurunan emisi oksida karbon di udara, (2) Sepenuhnya dapat diperbaharui, (3) Menekan laju peningkatan CO2 di udara melalui fotosintesis oleh tumbuhan; sementara jika menggunakan bahan bakar fosil akan terjadi penambahan jumlah karbon di udara akibat pengeluaran sumber karbon yang selama ini ada di dalam perut bumi.

2.2 Dehidrasi

(35)

 Evaporator yang memerlukan panas untuk menguapkan cairan

 Kolom destilator yang secara aktual berhubungan dengan sampel cairan selama pemisahan dengan cara destilasi

 Kondensor untuk pendingin dari produk akhir yang terletak pada bagian atas (Earle & Earle 1983).

Unit destilasi berfungsi untuk memisahkan etanol dari cairan lain khususnya air. Unit ini juga terdiri dari beberapa kolom destilasi. Etanol yang dihasilkan biasanya memiliki kemurnian sekitar 95-96%. Bioetanol yang mengandung etanol 95% volume lebih dikenal dengan campuran azeotropik etanol-air. Campuran azeotropik tersebut dapat dipisahkan melalui beberapa metode yang telah umum dikenal, diantaranya destilasi azeotropik, dehidrasi melalui adsorpsi dan penyaring molekular (molecular sieve).

Destilasi azeotropik melibatkan penambahan bahan kimia ketiga yang disebut entrainer ke dalam sistem selama proses destilasi. Metode ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya : (1) Memerlukan input energi yang tinggi; (2) Memerlukan sistem yang kompleks dari kolom untuk regenerasi bahan pengisi (entrainer); (3) Ada kecenderungan etanol terkontaminasi dengan bahan entrainer pada saat sistem mengalami gangguan (Kohl 2004). Metode lain yang dapat digunakan dan lebih baik daripada metode destilasi azeotropik adalah dengan menggunakan molecular sieve (penyaring molekular).

Proses pemurnian lebih lanjut akan menghasilkan etanol dengan tingkat kemurnian lebih tinggi (99% etanol anhidrat), yang biasanya digunakan sebagai

(36)

Pada awalnya, Alkohol anhidrat dibuat dengan penyerapan dari 4 – 5% air yang ada di dalam alkohol 95 – 96% menggunakan batuan kapur. Walaupun dapat menghasilkan alkohol anhidrat berkualitas tinggi, tetapi proses ini mahal dan sudah diganti dengan proses yang lain. Etil alkohol (etanol) dan air membentuk suatu azeotrop yang mengandung 95% volume alkohol. Berbagai metode telah digunakan dan/atau disarankan untuk menghilangkan 5% air sehingga menghasilkan alkohol 100%. Tabel 2 menunjukkan sejumlah daftar dari rute pemisahan dan kebutuhan energi dalam penyempurnaan proses penghilangan air di dalam alkohol (Austin 1984).

Tabel 2 Beberapa metode pemisahan untuk memperoleh alkohol absolut Tipe Etanol (%)

Proses Kebutuhan

pemisahan Awal Akhir energi (kJ/l)

Sempurna 10 100 Conventional ”dual” distillation 7600 Sempurna 10 100 Ekstraksi dengan CO2 2200 – 2800 Azeotrop 95 100 Destilasi azeotrop konvensional 2600 Azeotrop 95 100 Dehidrasi melalui adsorpsi 335d

Azeotrop 95 100 Penyaring molekular 1300 – 1750

yang lain 3 10 Reverse Osmosis 140

a

Gambaran energi termal yang dibutuhkan untuk penyediaan energi mekanik selama proses berlangsung

Sumber : Battelle Pasific Northwest Laboratories dalam Austin (1984)

2.3 Molecular Sieve (Penyaring Molekular)

(37)

dapat mengadsorpsi air sampai 22% dari berat yang dimilikinya (Gubta & Demirbas 2010). Penyaring molekular biasanya terdiri dari mineral-mineral aluminosilikat, tanah liat, kaca berpori, arang mikroporous, zeolit, karbon aktif, atau senyawa-senyawa sintetis yang memiliki struktur terbuka yang dapat dilalui oleh molekul-molekul kecil, seperti nitrogen dan air.

Penyaring molekular sering digunakan dalam industri petroleum, terutama untuk purifikasi aliran gas. Di laboratorium kimia, digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa dan pengeringan bahan-bahan dasar reaksi. Metode untuk regenerasi penyaring molekular meliputi perubahan tekanan (seperti pemekat oksigen), pemanasan dan pembersihan dengan menggunakan gas pembawa (seperti ketika digunakan dalam dehidrasi etanol), atau pemanasan dengan vakum tinggi.

Kemampuan adsorpsi penyaring molekular adalah sebagai berikut :

 3A (ukuran pori 3Å) : mengadsorpsi NH3, H2O, (tidak C2H6). Baik untuk pengeringan cairan polar.

 4A (ukuran pori 4Å) : mengadsorpsi H2O, CO2, SO2, H2S, C2H4, C2H6, C3H6, Etanol. Tidak akan mengadsorpsi C3H8 dan hidrokarbon yang lebih tinggi.

 5A (ukuran pori 5Å) : mengadsorpsi hidrokarbon normal (linier) sampai n- C4H10, alkohol sampai C4H9OH, merkaptan sampai C4H9SH. Tidak akan menyerap senyawa-senyawa iso dan bercincin yang lebih besar dari C4.

 10X (ukuran pori 8Å) : mengadsorpsi hidrokarbon bercabang dan senyawa aromatik. Berguna untuk pengeringan gas.

 13X (ukuran pori 10Å) : mengadsorpsi di-n-butilamin (tetapi tidak tri-n-butilamin). Berguna untuk pengeringan hexamethylphosphoramide (HMPA) (Anonim 2006).

(38)

dehidrasi bahan-bahan kimia lainnya, (5) Memiliki umur simpan yang lama (lebih dari 5 tahun), kerusakan hanya terjadi karena media yang kotor atau karena destruksi mekanis, dan (6) Dapat diatur sebagai sistem yang berdiri sendiri atau terintegrasi dengan sistem destilasi. Jika sepenuhnya terintegrasi dengan sistem destilasi, akan diperoleh laju penggunaan tenaga yang sangat minimum pada proses pemisahan (Anonim 2002).

2.4 Zeolit Molecular Sieve (ZMS)

Zeolit merupakan senyawa kristal alumina silikat dari unsur-unsur golongan IA dan IIA seperti natrium, kalium, magnesium, dan kalsium. Zeolit dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu zeolit alam dan zeolit sintetis (Mortimer & Taylor 2002). Zeolit alam adalah zeolit yang diperoleh dari endapan di alam, sedangkan zeolit sintetis adalah zeolit yang direkayasa dari bahan berkemurnian tinggi, mempunyai jenis kation tunggal, mempunyai ukuran pori, saluran dan rongga tertentu (Mortimer & Taylor 2002). Zeolit secara umum memiliki ukuran pori yang bervariasi tergantung pada jenis zeolit tersebut. Zeolit sintetis (lebih dikenal dengan molecular sieve) memiliki pori yang seragam tergantung pada spesifikasi dari zeolit tersebut.

Zeolit telah digunakan secara luas dalam bidang industri maupun pertanian. Penggunaan zeolit dalam bidang pertanian diantaranya sebagai suplemen pakan ternak dan perbaikan (improvers) tanah, sedangkan dalam bidang industri dan lingkungan digunakan sebagai agen penukar ion, adsorpsi katalis, penjernih air dalam kolam renang dan air tercemar lainnya (Mortimer & Taylor 2002).

(39)

Klinoptilolit, zeolit Y; zeolit silika tinggi, dengan perbandingan kadar Si/Al antara 10 – 100, bahkan lebih, contohnya adalah ZSM-5 (Flanigen 1980).

Pendekatan Barrer’s menyajikan bahan-bahan mikroporous kristalin memiliki ukuran pori dan rongga (channel) yang berada pada kisaran 3 - 10Å dengan presisi kristalografik 0,1 Å (Ozin & Arsenault 2005). Di dalam surat keputusan IUPAC yang ditetapkan pada suatu konvensi bahwa klasifikasi padatan-padatan yang diistilahkan dengan dimensi ukuran pori dan ruang berongga terdiri dari : mikroporous 2 nm, mesoporous 2-50 nm, dan makroporous >50 nm) (Ozin & Arsenault 2005). Jika zeolit didasarkan pada satu unit sel kristal, maka secara kimia zeolit dapat ditulis dengan rumus empiris sebagai berikut :

Mx/n[(AlO2)x(SiO2)y].wH2O, dimana : n = valensi dari kation M

w = jumlah molekul air per unit sel x, y = jumlah total tetrahedral per unit sel

Biasanya y/x bernilai 1 - 5, tetapi zeolit dengan silika tinggi harga y/x dibuat hingga 10 – 100 atau bahkan lebih tinggi. Struktur zeolit adalah kompleks yaitu merupakan polimer kristal anorganik didasarkan kerangka tetrahedral yang diperluas tak terhingga dari AlO4 dan SiO4 dan dihubungkan satu dengan lainnya melalui pembagian bersama ion oksigen (Ulfah et al. 2006). Struktur satuan kerangka SiO4 ditunjukkan pada Gambar 1(Cotton & Wilkonson 1989).

Gambar 1 Susunan heksagonal satuan (unit) SiO4.

(40)

besar strukturnya terbentuk dari unit bangun primer, berupa tetrahedral yang kemudian menjadi unit bangun sekunder polihedral dan membentuk polihendral dan akhirnya unit struktur zeolit (Cotton & Wilkonson 1989).

Adanya kation golongan alkali dan alkali tanah yang terdapat pada zeolit disebabkan atom Si dan O dalam strukturnya tidak memiliki muatan, sedangkan atom Al mempunyai kelebihan muatan negatif, maka struktur alumina silika tersebut harus dinetralkan oleh kation (seperti : Na+, Ca2+, K+, H+ dan NH4+) (Oudejans 1984).

Zeolit memiliki tiga sifat sehingga membuatnya unik dan digolongkan terpisah dengan tanah liat ataupun SiO2-Al2O3 sintetis. Pertama, zeolit bersifat sangat kristalin dengan struktur yang tertata dengan baik. Kerangka aluminosilikat membungkus rongga yang ditempati oleh ion-ion besar dan molekul-molekul air. Jalan menuju rongga dari berbagai ukuran molekul adalah melalui jaringan terbuka dengan diameter berkisar 0,3 – 1,0 nm yang terdapat dalam dimensi molekular. Bentuk dan ukuran pori menentukan molekul-molekul mana yang masuk ke dalam rongga dan mana yang tidak, sehingga zeolit disebut sebagai molecular sieve. Kedua, ion-ion di dalam rongga mudah dipertukarkan dengan sejumlah besar ion elektrovalen. Ion-ion ini memberikan gaya elektrostatik atau polarisasi yang berlawanan dengan dimensi rongga yang kecil. Ketiga, ion-ion yang masuk ke dalam rongga melalui mekanisme pertukaran ion memiliki aktivitas yang terpisah dengan aktivitas zeolit itu sendiri (Richardson 1989). Berat jenis zeolit berkisar antara 1,9 - 2,2 g/ml dan dapat menjadi lebih tinggi apabila mengandung ion Ba dan Sr, yaitu berkisar antara 2,5 - 2,8 g/ml. Bobot jenis dan warna zeolit sangat dipengaruhi oleh kandungan material yang terdapat pada zeolit itu sendiri (Hurlburt & Klein 1977 di dalam Sastiono 1993).

(41)

zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya. Selain itu, kristal zeolit yang telah terdehidrasi merupakan adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas adsorpsi yang tinggi.

Zeolit sangat baik sebagai suatu tempat penyimpanan air, memperpanjang penyediaan kelembaban (kadar air) selama masa-masa kering. Zeolit juga dapat mempercepat proses pembasahan kembali (re-wetting) dan memperbaiki penyebaran lateral air ke dalam sumber irigasi. Hasilnya dapat menyimpan air dalam jumlah yang diperlukan pada irigasi. Lebih lanjut, kapasitas absorpsi yang tinggi membuat zeolit digunakan sebagai pembawa (carrier) dari pestisida-pestisida pertanian (Polat et al. 2004).

Sifat kimia zeolit yang sering dimanfaatkan di bidang pertanian adalah sifat adsorbsi dan sifat pertukaran kation. Adsorbsi yang terjadi pada permukaan padatan atau cairan dapat melibatkan satu atau banyak molekul, tergantung pada permukaan dan jenis gaya yang terlibat. Pertukaran kation zeolit pada dasarnya adalah fungsi dari derajat substitusi silika oleh aluminium dalam struktur kristal zeolit. Semakin banyak jumlah aluminium menggantikan posisi silika, maka semakin banyak muatan negatif yang dihasilkan, sehingga makin tinggi kemampuan tukar kation zeolit tersebut (Mumpton 1999). Zeolit merupakan salah satu dari banyak bahan penukar kation yang mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi (200 - 300 meq/100 g). Kapasitas tukar kation dari zeolit ini terutama merupakan fungsi dari tingkat penggantian atom aluminium (Al) terhadap silikon (Si) dalam struktur kerangka zeolit (Mumpton 1999).

(42)

Gambar 2 Struktur zeolit tipe A dan X.

Kehadiran alumina di dalam kerangka zeolit menyebabkan zeolit memperlihatkan muatan negatif yang diseimbangkan oleh kation-kation positif yang menghasilkan medan elektrostatik yang kuat pada permukaan internal zeolit. Kation-kation tersebut dapat dipertukarkan untuk memperoleh ukuran pori yang diharapkan atau karakteristik adsorpsi dari zeolit. Sebagai contoh, bentuk natrium dari zeolit A memiliki pori terbuka yang berukuran kira-kira 4 Å yang disebut sebagai penyaring molekular (molecular sieve) 4A. Jika ion natrium dipertukarkan dengan ion kalium yang lebih besar, pori terbuka dari zeolit berkurang sampai sekitar 3 Å (molecular sieve 3A). Pada pertukaran ion dengan kalsium, satu ion kalsium mengganti dua ion natrium yang menyebabkan pori terbuka zeolit menjadi lebih luas sampai kira-kira 5 Ångstrom (molecular sieve 5A). Pertukaran ion dengan kation-kation lain kadang-kadang digunakan untuk tujuan pemisahan zat tertentu. Gambar 3 menunjukkan proses pertukaran ion natrium dengan ion kalium pada molecular sieve 4A.

Gambar 3 Reaksi pertukaran ion Na dengan K pada molecular sieve 4A. Jadi secara umum zeolit molecular sieve memiliki sifat penyerapan yang selektif, karena ukuran pori yang seragam dari struktur zeolit dan kapasitas serapan yang tinggi untuk unsur-unsur polar pada konsentrasi rendah. Berikut adalah beberapa contoh jenis mineral zeolit penting beserta rumus kimianya (Tabel 3).

(43)

Tabel 3 Contoh jenis mineral zeolit dan komposisi kimianya

Sumber : Mumpton 1999; Rouquerol et al. 1999; Suhala & Arifin 1997; Robson & Lillerud 2001; Treacy & Higgins 2007

Peningkatan kualitas zeolit alam dapat dilakukan dengan mengaktivasi zeolit alam menjadi zeolit aktif. Agar dapat dimanfaatkan zeolit harus mempunyai spesifikasi tertentu berkaitan dengan hal tersebut kualifikasi zeolit ditentukan oleh daya serap, kapasitas tukar kation (KTK) maupun daya katalis. Oleh sebab itu, untuk memperoleh zeolit dengan kemampuan tinggi diperlukan beberapa pengolahan antara lain preparasi dan aktivasi (Suhala & Arifin 1997).

Preparasi bertujuan untuk memperoleh ukuran produk yang sesuai dengan tujuan penggunaan meliputi tahap peremukan (crushing), sampai penggerusan (grinding). Aktivasi zeolit bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat khusus zeolit dengan cara menghilangkan unsur-unsur pengotor dan menguapkan air yang terperangkap dalam pori kristal zeolit. Ada dua cara yang umum digunakan dalam proses aktivasi zeolit, yaitu pemanasan dalam tungku putar (rotary kiln) menggunakan hembusan udara panas yang bersuhu 200-400ºC selama 2-3 jam, dan kimia dengan menggunakan larutan NaOH atau larutan H2SO4 dan/atau HCl (Suhala & Arifin 1997).

2.5 Karakterisasi ZMS

2.5.1 Fluoresensi Sinar-X dan Energy DispersiveX-Ray

(44)

misalnya zink sulfida atau kadmium sulfida (EM 2008). Metode ini dapat mengukur komposisi dan ketebalan untuk tiap-tiap lapisan individu dari film dengan lapisan yang banyak (multiple-layer). Batas pengukuran sampel secara normal sampai konsentrasi 0,1% (Brundle et al. 1992).

EDX (Energy Dispersive X-ray), merupakan karakterisasi material

menggunakan sinar-X yang diemisikan ketika material mengalami tumbukan dengan

elektron. Sinar-X di emisikan dari transisi elektron dari lapisan kulit atom, karena itu

tingkat energinya tergantung dari tingkatan energi kulit atom. Setiap elemen di dalam

tabel periodik unsur memiliki susunan elektron yang unik, sehingga akan

memancarkan sinar-X yang unik pula. Dengan mendeteksi tingkat energi yang

dipancarkan dari sinar-X dan intensitasnya, maka dapat diketahui atom-atom

penyusun material dan persentase massanya (Rakhmatullah et al. 2007).

Penggambaran dan pemetaan sampel yang akan diukur dihubungkan dengan

peralatan Scanning Electron Microscopy (SEM), Electron Probe X-Ray

Microanalysis (EPMA), dan Scanning Transmission Electron Microscopy (STEM)

Batas pengukuran sampel secara normal sampai konsentrasi 100 – 200 ppm untuk atom dengan Z >11, 1-2% untuk atom dengan Z rendah dan terbatas pada lapisan tunggal (monolayer) (Brundle et al. 1992).

2.5.2 Difraksi Sinar-X

Prinsip dari X-ray Diffractometer (XRD) adalah difraksi gelombang sinar X yang mengalami penghamburan (scattering) setelah bertumbukan dengan atom kristal. Pola difraksi yang dihasilkan merepresentasikan struktur kristal. Dari analisis pola difraksi dapat ditentukan parameter kisi, ukuran kristal, dan identifikasi fasa kristalin. Jenis material dapat ditentukan dengan membandingkan hasil XRD dengan katalog hasil difraksi berbagai macam material.

Metode yang biasa dipakai adalah memplot intensitas difraksi XRD

terhadap sudut difraksi 2θ. Intensitas akan meninggi pada nilai 2θ yang terjadi

difraksi, intensitas yang tinggi tersebut dalam grafik terlihat membentuk

puncak-puncak pada nilai 2θ tertentu. Pelebaran puncak-puncak bisa diartikan material yang

(45)

Lave = kλ Bo cosθ

Lave merupakan ukuran kristal, k merupakan konstanta, Bo merupakan lebar puncak pada setengah maksimum (Full Width Half Maximum, FWHM) dan θ merupakan sudut difraksi. Persamaan Scherrer diperoleh dengan asumsi puncak kristal memiliki profil Gauss dan merupakan kristal kubus yang ukurannya kecil. Gambar 4 menunjukkan alat difraksi sinar-X (Rakhmatullah et al. 2007).

Gambar 4 Diagram alat difraksi sinar-X.

Pelebaran yang terjadi pada XRD disebabkan tiga hal, yaitu efek dari instrumen, ukuran kristal yang kecil, dan regangan kisi (latttice strain). Pelebaran puncak karena efek instrumen, biasanya dapat diketahui pada saat karakterisasi yang dicampur dengan bubuk standar yang proses annealing-nya dilakukan dengan baik, sehingga ukuran butirnya sangat besar. Dengan demikian, pelebaran puncak pada bubuk standar ini dipastikan terjadi akibat efek dari instrumen. Contohnya adalah bubuk silikon dengan ukuran sekitar 10 μm.

2.5.3 Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM merupakan pencitraan material dengan menggunakan prinsip mikroskopi.

Mirip dengan mikroskop optik, namun SEM menggunakan elektron sebagai sumber

pencitraan dan medan elektromagnetik sebagai lensanya. Elektron diemisikan dari

katoda (elektron gun) melalui efek foto listrik dan dipercepat menuju anoda. Filamen

yang digunakan biasanya adalah tungsten atau lanthanum hexaboride (LaB6).

Scanning coil, akan mendefleksikan berkas elektron menjadi sekumpulan array

(berkas yang lebih kecil), disebut scanning beam dan lensa obyektif (magnetik) akan

memfokuskannya pada permukaan sampel. Elektron kehilangan energi pada saat

(46)

electron. Pada SEM, sinyal yang diolah merupakan hasil deteksi dari secondary

electron yang merupakan elektron yang berpindah dari permukaan sampel.

Gambar 5 Berkas elektron yang dideteksi SEM.

SEM dipakai untuk mengetahui struktur mikro suatu material meliputi tekstur,

morfologi, komposisi dan informasi kristalografi permukaan partikel. Morfologi yang

diamati oleh SEM berupa bentuk, ukuran dan susunan partikel (Rakhmatullah et al.

2007).

2.5.4 Analisis Distribusi Pori Zeolit

(47)

2.6 Dehidrasi Bioetanol Menggunakan Zeolit Alam dan Zeolit A Sintetis

Penggunaan zeolit meningkat tiap tahunnya sebesar 1,6 juta ton/tahun. Jumlah sebesar 1,1 ton merupakan zeolit A yang merupakan hasil sintesis di laboratorium (Pfeninger 1999). Zeolit sintetis (Zeolit A) digunakan sebagai

deterjen “builders” dalam industri deterjen yang mencapai 40% berat deterjen (Mortimer & Taylor 2002; Pfeninger 1999), untuk melembutkan air sadah (hard water) terutama dalam menghilangkan ion kalsium yang ada di dalam air (Mortimer & Taylor 2002). Sementara itu, zeolit A juga berperan besar dalam bidang adsorpsi dan dehidrasi terutama menghilangkan kelembaban dan substansi asing dari campuran gas atau cairan(Pfeninger 1999). Penggunaan zeolit A secara lebih luas dalam bidang adsorpsi, diantaranya adalah pada proses pembuatan etanol anhidrat dengan memisahkan campuran azeotrop etanol-air (95,57 % berat etanol) (Taherzadeh & Karimi 2008) menggunakan zeolit sebagai adsorben. Zeolit A yang dapat digunakan pada proses dehidrasi atau pengeringan etanol adalah zeolit 3A, 4A dan 5A (Al-Asheh et al. 2004).

Proses sintesis zeolit A di laboratorium masih mengacu pada metode yang digunakan oleh Richard Barrer melalui metode hidrotermal pada kisaran temperatur antara 100 – 250oC dengan nilai pH yang tinggi (Mortimer & Taylor 2002). Sebagian besar peneliti melakukan sintesis zeolit A pada temperatur di bawah 100oC seperti yang dilakukan oleh Leonard (1981), Sun (1983), Vaughan (1985), Kuznicki et al. (2002), dan Diaz et al. (2010).

(48)

(Vaughan 1985). Proses dilakukan secara hidrotermal dengan kondisi proses diatur pada rentang temperatur 80 – 100oC dan lamanya proses berkisar antara 4 jam sampai dengan 6 hari (Diaz et al. 2010; Kuznicki et al. 2002; Vaughan 1985). Zeolit A yang dihasilkan dari proses di atas memiliki sifat-sifat yang sesuai untuk digunakan pada proses separasi (pemisahan) campuran etanol-air (Diaz et al. 2010). Beberapa metode yang digunakan dalam mensintesis zeolit A dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Metode sintesis zeolit A sebagai molecular sieve

Bahan baku Kondisi proses Hasil

Klinoptilolit alam,

Perlakuan asam dan kalsinasi, Hidrotermal 80oC, 16 jam (pH

(49)

zeolit alam jenis klinoptilolit (Ivanova et al. 2009), ZSM-5 (Zhan et al. 2009), zeolit sintetis 3A (Carmo & Gubulin 1997) maupun zeolit alam hasil modifikasi (misal sampel zeolit dari PT. BPE) (Wahyudi 2010). Bentuk zeolit yang digunakan dapat berupa bubuk (powder), pelet (silinder), atau pun butiran (bulat). Secara rinci, kondisi proses dehidrasi dari beberapa literatur yang telah disebutkan di atas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Proses dehidrasi etanol menggunakan zeolit molecular sieve

Jenis zeolit Kondisi proses Hasil

Zeolit sintetis aktivasi zeolit pada 300oC, 24 jam, penyimpanan dalam desikator vakum

Kapasitas adsorpsi air sama (bulat dan silider), T >>>, maka kapasitas adsorpsi air <<<, laju difusivitas >>>, diameter partikel zeolit >>, kapasitas adsorpsi air <<<, tetapi laju difusi tetap sebelum digunakan pada 500oC

Kapasitas adsorpsi air dari konsentrasi etanol (10, 30, 50, 70, 90% berat), temperatur proses (30, dengan tekanan 100 Pa, kadar etanol 5 – 90%.

Adsorpsi skala lab, waktu kontak 24 jam, rasio zeolit/EtOH = (± 1 : 3), aktivasi termal 2 jam pada 200oC

Memungkinkan untuk

Kadar EtOH >>>, kapasitas adsorpsi air Z3A sintetis relatif

(50)
(51)

23

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2010 – April 2011 di Laboratorium SBRC-LPPM IPB Bogor, Laboratorium & Technical Service Pertamina, Puslabfor Mabes Polri, Laboratorium Teknik Kimia UI, Laboratorium Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah NaOH, KOH, kaolin, tawas, HCl, Aluminium nitrat, Aluminium oksida, zeolit alam ukuran 3 mm dan bubuk ukuran 150 mesh (CV. Transindo Utama-Bandung), zeolit sintetis 3A, bioetanol, etanol absolut, aqua DM, dan bahan kimia lainnya.

Peralatan yang digunakan adalah satu set alat destilasi, kolom dehidrasi, timbangan, hot plate, oven, tanur, termometer, magnetic stirrer, batang pengaduk, Stirrer-heater, pompa vakum, corong buchner, erlenmeyer, GC (Gas Chromatography) Agilen 6890N Detektor FID 250oC, Quantacrom Autosorb-6 Surface Area and Pore Size Analyzer, X-Ray Diffractometer (XRD-7000 MAXima.X Shimadzu), XRF PAN-analytical AXIOS, Density meter DMA 4500M Anton Paar, Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX) tipe EVO 50 (Lampiran 1), peralatan gelas dan pendukung lainnya.

3.3 Metodologi

3.3.1 Modifikasi zeolit alam

(52)

3.3.1.1Metode asidifikasi-realuminasi 3.3.1.1.1 Asidifikasi

Proses ini dilakukan dengan memanaskan zeolit alam ukuran 150 mesh pada suhu 50oC menggunakan larutan HCl 1,5 M dengan perbandingan 150 g zeolit/1500 mL HCl (1 : 10) selama 5 jam sambil diaduk. Hasil yang diperoleh kemudian disaring, dicuci dengan aqua DM, lalu dikeringkan semalam pada suhu 120oC (Narayana & Murray 1992).

3.3.1.1.2 Realuminasi

Zeolit yang diperoleh pada tahap I dikalsinasi pada 500oC selama 2 jam. Zeolit yang telah dikalsinasi tersebut ditimbang sebanyak 100 gram, di-slurry dalam 2L aqua DM. Kemudian ditambahkan 60 g NaOH (dalam 100 mL Aqua DM) dan dipanaskan pada suhu 50oC selama 40 menit (Kuznicki et al. 2002). Selanjutnya ditambahkan Al2O3 34 g (dalam 50 mL Aqua DM) dan Al(NO3)3 250 g (dalam 100 mL Aqua DM). Lalu dipanaskan lagi pada suhu 95oC (± 4 jam). Hasil yang diperoleh disaring menggunakan penyaring vakum, dicuci dengan aqua DM (sebanyak 2000 mL), dikeringkan semalam pada suhu 110oC, dan terakhir dikalsinasi kembali selama 3 jam pada 500oC. Diagram alir proses sintesis ZAM1 dapat dilihat pada Gambar 6.

(53)

3.3.1.2Metode aluminasi langsung

Metode aluminasi langsung dilakukan tanpa proses asidifikasi terlebih dahulu. Disini sumber alumina yang digunakan langsung ditambahkan ke dalam campuran reaksi. Sumber alumina yang digunakan adalah aluminium oksida, aluminium nitrat, tawas, dan kaolin. Perbandingan komposisi kimia dari bahan-bahan yang digunakan disesuaikan dengan perbandingan dari komposisi kimia yang ada dalam zeolit sintetis 3A dan modifikasi dari metode Vaughan (1985) dan Kuznicki et al. (2002). Diagram alir proses sintesis ZAM2 sampai ZAM6 dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Diagram alir proses sintesis ZAM2 sampai ZAM6.

(54)

3.3.2 Karakterisasi zeolit termodifikasi 3.3.2.1Zeolit alam modifikasi 1 (ZAM1)

Analisis komposisi kimia terhadap ZAM1 dilakukan menggunakan metode XRF (X-Ray Fluorescence) menggunakan peralatan XRF PAN-analytical AXIOS. Analisis distribusi pori yang meliputi luas permukaan, volume pori, dan diameter pori dilakukan menggunakan alat Autosorb-6 Surface Area and Pore Size Analyzer Quantacrom. Prinsip pengukuran distribusi pori berdasarkan adsorpsi gas pada sampel zat padat (misal : zeolit). Metode pengukuran dilakukan melalui proses penghilangan gas-gas yang terserap (degassing) pada suhu 200-300oC. Pendinginan pada suhu 77,4 K menggunakan nitrogen cair dalam jumlah yang telah diketahui, sedangkan tekanan diukur pada keadaan setimbang.

3.3.2.2Zeolit alam modifikasi 2 sampai 6 (ZAM2 – ZAM6)

Analisis komposisi kimia terhadap ZAM2 sampai ZAM6 dilakukan menggunakan metode EDX (Energy Dispersive X-Ray) menggunakan peralatan EDX Bruker 133 eV Quantax 200, sedangkan bentuk permukaan dan ukuran unit partikel sampel zeolit difoto menggunakan SEM EVO 50 ZEISS. Identifikasi unsur-unsur dalam sampel didasarkan pada energi elektron yang dihasilkan sampel setelah ditembakkan dengan sinar-X. Image data yang diperoleh dengan SEM digunakan sebagai data dasar untuk pengukuran komposisi kimia sampel menggunakan metode EDX.

Sementara itu, struktur dan kemurnian kristal sampel zeolit ditentukan menggunakan XRD (X-Ray Diffraction). Metode yang dilakukan dengan mengukur intensitas difraksi sinar-X yang dipantulkan setelah bertumbukan dengan sampel zeolit pada sudut 2θ dengan range 3 – 65 derajat menggunakan panjang gelombang Cu. Pola difraksi sinar-X sampel, diperoleh dengan

memplotkan sudut 2θo terhadap intensitas relatif sampel zeolit yang diperoleh. Analisis distribusi pori yang meliputi luas permukaan, volume pori, dan diameter pori dilakukan menggunakan alat Autosorb-6 Surface Area and Pore Size Analyzer Quantacrom (lihat metode ZAM1).

3.3.3 Aplikasi zeolit termodifikasi dalam dehidrasi bioetanol

(55)

Dehidrasi dilakukan menggunakan metode destilasi dan metode perendaman (batch adsorption).

3.3.3.1Metode Destilasi

Percobaan dilakukan menggunakan zeolit alam modifikasi 1 (ZAM1), zeolit alam (ZA), dan zeolit komersil 3A (Z3A). Dehidrasi menggunakan metode destilasi dilakukan dengan memanaskan etanol sampai membentuk fase uap. Selanjutnya dilewatkan melalui kolom yang berisi ZAM1, ZA, dan Z3A. Pada percobaan ini diharapkan molekul-molekul air yang berukuran lebih kecil akan masuk ke dalam pori-pori zeolit tersebut, sedangkan molekul etanol yang lebih besar akan ditolak oleh molekul zeolit. Molekul etanol yang ditolak oleh zeolit dialirkan ke dalam kondensor untuk dikondensasi menjadi etanol dalam bentuk cair dengan bantuan pompa vakum. Suhu dan tekanan yang digunakan berturut-turut adalah 65oC dan 254 mmHg. Rancangan peralatan dehidrasi dengan cara destilasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Keterangan : 1 = pemanas listrik, 2 = labu leher tiga, 3 = termometer, 4 = kolom, 5 = sampel zeolit, 6 = adapter, 7 = kondensor, 8 = sambungan ke pompa vakum, 9 = adapter vakum, 10 = botol penampung, 11 = penyangga hidrolik.

(56)

Gambar 9 Diagram alir proses dehidrasi menggunakan metode destilasi. 3.3.3.2Metode Perendaman (Batch Adsorption)

Dehidrasi menggunakan metode adsorpsi dilakukan menggunakan ZAM2, ZAM3, ZAM4, ZAM5, ZAM6, dan ZA serta Z3A sebagai pembanding. Perbandingan massa zeolit terhadap bioetanol yang digunakan pada proses dehidrasi adalah ± (1 : 2) (satuan g).

Percobaan pertama (A) menggunakan bioetanol berkadar 90%. Proses adsorpsi dilakukan melalui perendaman zeolit dalam bioetanol selama 24 jam. Percobaan kedua (B) menggunakan bioetanol berkadar 95%. Proses adsorpsi dilakukan dengan pengadukan selama 1 jam pada suhu 55oC, selanjutnya didestilasi pada 75oC selama ± 30 menit. Zeolit bekas pada proses pertama dan kedua diregenerasi (diaktivasi kembali) untuk digunakan pada proses dehidrasi selanjutnya. Diagram alir proses dehidrasi melalui metode perendaman dapat dilihat pada Gambar 10.

(57)

Pengamatan dilakukan terhadap persentase kenaikan kadar bioetanol (PKB) dan kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air dalam bioetanol (KAZ). Persentase kenaikan kadar bioetanol (PKB) dapat dihitung menggunakan persamaan 1, sedangkan perhitungan persentase kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air dalam bioetanol (KAZ) dilakukan menurut prinsip kesetimbangan massa (persamaan 2).

Persentase Kenaikan Kadar Bioetanol (PKB) (%) PKB= (% akhir - % awal)

% awal x 100% ………... (1) Kapasitas Adsorpsi Air dari Zeolit (KAZ) (%)

KAZ = Ka awal−Ka akhir

m Zeolit x 100% ... (2)

Kadar air awal dan akhir dalam sampel bioetanol dapat dihitung menggunakan persamaan 3 dan 4.

Ka awal = 100−%B awal

100 x mB awal ... (3) Ka akhir = 100−%B akhir

100 x mB akhir ... (4)

dimana :

Ka = kadar air (g)

%B = persentase bioetanol (%) mB = massa bioetanol (g)

Kadar bioetanol setelah proses adsorpsi diukur menggunakan density meter DMA 4500M Anton Paar dengan metode % v/v 01ML-ITS-90 dan suhu 20oC. Prinsip pengukuran berdasarkan perbandingan densitas terhadap sampel standar yang telah tersimpan pada alat setelah dikalibrasi. Pengukuran densitas didasarkan pada pengukuran elektronik frekuensi osilasi dari densitas yang dihitung. Sampel dimasukkan ke dalam tabung osilator berbentuk U. Volume sampel yang telah diukur dengan tepat mempunyai peran dalam osilasi, sehingga nilai pengukuran massa sampel dapat digunakan untuk menghitung densitas.

3.3.3.3Analisis statistik data proses dehidrasi

(58)

pemakaian zeolit (P) dengan dua taraf (baru/awal dan reuse/regenerasi) dengan 3 kali ulangan. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan parameter terhadap peningkatan kadar bioetanol dan kapasitas adsorpsi zeolit terhadap air dalam sampel bioetanol.

Data proses dehidrasi menggunakan ZAM2 sampai ZAM6 dianalisis menggunakan bantuan software SAS versi 9.2. Model untuk RAL yang digunakan adalah sebagai berikut (Sastrosupadi 1995) :

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij+ εijk

i = (zeolit alam, zeolit alam modifikasi : ZAM2, ZAM3, ZAM4, ZAM5, ZAM6, zeolit 3A sintetis)

j = pemakaian zeolit (baru/awal dan reuse/regenerasi) dimana :

Yijk = nilai pengamatan akibat faktor A (jenis zeolit) taraf ke i, faktor B (pemakaian zeolit) taraf ke j, dan ulangan ke k.

µ = rata-rata nilai pengamatan yang sesungguhnya Ai = pengaruh aditif jenis zeolit ke-i

Bj = pengaruh aditif pemakaian zeolit ke-j

(AB)ij = pengaruh interaksi antara jenis zeolit ke-i dan pemakaian zeolit ke-j

(59)

31

4.1 Modifikasi Zeolit

4.1.1 Karakteristik zeolit alam (ZA)

Zeolit alam Bayah yang merupakan mordenit tuff, hasil proses diagenesis dari gelas, terdiri dari mordenit (Na,Ca)4Al8Si40O96.28H2O, erionit (K2Na2CaMg)4Al8Si28O73.28H2O, klinoptilolit (K2Na2Ca)3Al6Si30O72.21H2O, kwarsa (SiO2), kalium feldspar (KAlSi3O8) dan komponen gelas vulkanik (Purawiardi 1999). Diagenesis adalah proses perubahan endapan menjadi satuan sedimen melalui tekanan dan suhu yang sangat kecil sekali (Depdiknas 2005). Zeolit yang digunakan pada penelitian ini adalah zeolit alam (ZA) yang diperoleh dari daerah Bayah, Provinsi Banten. Komposisi utamanya diduga meliputi campuran klinoptilolit dan mordenit. Bentuk dan ukuran zeolit yang digunakan dalam penelitian adalah bentuk pasir (± 3 mm) dan bubuk (± 150 mesh).

Karakteristik awal zeolit alam yang digunakan mengandung beberapa senyawa oksida anorganik. Komposisi kimia zeolit alam Bayah ukuran 150 mesh yang dianalisis dengan metode XRF dibandingkan dengan zeolit sintesis mordenit dan klinoptilolit dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan data hasil analisis komposisi kimia yang tersaji dalam Tabel 6, diduga bahwa jenis zeolit bayah ini merupakan campuran dari mordenit dan klinoptilolit. Berdasarkan pada kandungan silika dan alumina dari zeolit Bayah, maka zeolit tersebut dapat digolongkan ke dalam zeolit dengan kandungan silika menengah (intermediate silica zeolite) dengan perbandingan Si/Al = 5,62 (Tabel 6).

(60)

Tabel 6 Perbandingan komposisi kimia zeolit bayah terhadap zeolit sintetis mordenit dan klinoptilolit

Komposisi Kimia (%) Zeolit Bayah Mor1 Kli-K2 Kli-Na3

SiO2 67,178 67,36 62,37 64,87

4.1.2 Modifikasi zeolit alam dan karakterisasi zeolit termodifikasi

Modifikasi zeolit alam didasarkan pada beberapa jurnal dan paten dalam pengembangan zeolit sebagai adsorben (molecular sieve). Bedard (2010) menjelaskan bahwa sangat sulit untuk mengindentifikasi teknik-teknik khusus yang benar-benar digunakan oleh perusahaan tertentu dalam pembuatan zeolit sebagai molecular sieve. Hal ini karena tidak adanya metode untuk menentukan proses mana dari paten tersebut yang praktis untuk digunakan pada proses produksi molecular sieve. Selain itu, sebagian dari tahapan proses produksi masih merupakan rahasia perusahaan yang mengajukan paten.

Pada penelitian ini dicoba dengan memadukan beberapa tahapan proses yang ada dalam paten-paten tersebut. Namun secara umum, proses modifikasi dilakukan menggunakan metode sintesis hidrotermal dengan pelarut utama air (Bedard 2010).

(61)

mempengaruhi konsentrasi dan pH dari tiap-tiap kerangka komponen penyusun zeolit, dan membantu dalam stabilisasi akhir dari mikroporositas kristalin melalui koordinasi dengan kation-kation yang bermuatan seimbang dalam produk akhir dan mengisi kekosongan bagian dari mikroporositas yang dihasilkan. Selain itu, pelarut air tersedia dengan mudah dan murah, mudah untuk didaur ulang, dan tidak bermasalah jika dibuang ke lingkungan sebagai zat non-kontaminasi. Oleh karena itu, hampir semua proses pembuatan zeolit dan oksida molecular sieve lainnya dilakukan dalam air, bahkan muncul dalam kasus pembuatan bahan mikroporositas seperti kerangka logam organik, air digunakan sebagai pelarut reaksi karena ekonomis dan paling ramah terhadap lingkungan (Bedard 2010).

Modifikasi dilakukan melalui metode penambahan ion aluminium ke dalam kerangka zeolit alam sehingga nantinya diharapkan memiliki sifat-sifat yang serupa dengan zeolit sintetis 3A. Proses penambahan ion aluminium ke dalam kerangka zeolit dilakukan melalui 2 metode, yaitu : Metode Asidifikasi– Realuminasi dan Aluminasi-Langsung.

4.1.2.1Metode asidifikasi-realuminasi

Perlakuan pendahuluan terhadap zeolit alam adalah menggunakan HCl 1,5 M. Tujuan dari perlakuan tersebut adalah untuk menghilangkan logam-logam yang tidak diinginkan yang masih terkandung di dalam zeolit alam. Zeolit hasil proses asidifikasi dikalsinasi pada suhu 500oC selama 2 jam. Kalsinasi adalah proses pemanasan zat padat sampai suhu dibawah titik leleh, yang mengakibatkan penguraian oleh panas atau fase transisi selain dari pelelehan. Proses yang termasuk jenis reaksi ini antara lain : disosiasi panas, transisi fase polimorfik, dan rekristalisasi termal (EM 2008). Kalsinasi pada penelitian ini bertujuan untuk rekristalisasi sampel zeolit setelah proses modifikasi.

Selanjutnya, zeolit hasil proses kalsinasi diberi perlakuan dengan penambahan sumber ion Al3+ ke dalam kerangka zeolit yang bertujuan untuk memperkecil perbandingan kandungan Si/Al terhadap zeolit yang dimodifikasi. Sementara itu, zeolit sintetis 3A digunakan pada penelitian ini sebagai pembanding dalam penentuan karakteristik dari zeolit yang diberi perlakuan asam dan pengkayaan ion Al3+ (realuminasi).

(62)

pada Gambar 11. Zeolit yang diberi perlakuan asam (ZAA) menampakkan luas permukaan dan volume pori yang lebih besar jika dibandingkan dengan zeolit alam. Hal ini dapat dilihat pada data distribusi pori sampel zeolit yang terdapat dalam Tabel 9.

Gambar 11 Zeolit hasil modifikasi sebelum dan sesudah pengeringan menggunakan metode asidifikasi-realuminasi.

Proses asidifikasi bertujuan untuk menghilangkan logam-logam pengotor yang tidak diinginkan dalam sampel zeolit sehingga zeolit yang diperoleh diharapkan lebih murni. Hasil analisis komposisi kimia terhadap sampel zeolit hasil asidifikasi dan realuminasi menggunakan metode XRF dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis komposisi kimia menggunakan metode XRF

Komposisi unsur (%) ZA ZAA ZAM1 Z3A

Si 31,41 31,02 27,49 19,36

Al 5,59 4,01 11,37 11,12

Na 0,81 0,27 0,76 7,71

K 1,92 1,59 0,94 0,15

Mg 0,46 0,23 0,17 1,18

Ca 2,34 0,50 0,35 0,12

Ba 0,03 0,02 0,02 0,02

Fe 0,83 0,50 0,36 0,76

S 0,03 0,01 0,01 0,01

Cl - 0,04 - 0,11

Si/Al 5,62 7,74 2,42 1,74

Keterangan : ZA = zeolit alam, ZAA = zeolit alam asidifikasi, ZAM1 = zeolit alam modifikasi 1, dan Z3A = zeolit sintetis 3A.

(63)

diperhatikan, komposisi kimia dari sampel zeolit sintetis 3A juga masih mengandung logam-logam pengotor. Oleh karena itu, proses modifikasi selanjutnya dilakukan secara langsung tanpa proses asidifikasi terlebih dahulu. 4.1.2.2Metode aluminasi langsung

Modifikasi dilakukan menggunakan metode yang berbeda dengan beberapa sumber alumina yang berbeda pada proses aluminasi zeolit. Sumber alumina yang digunakan antara lain aluminium oksida, aluminium nitrat, tawas, dan kaolin yang juga dapat berfungsi sebagai binder. Proses aluminasi dilakukan secara langsung dan produk yang dihasilkan adalah ZAM2, ZAM3, ZAM4, ZAM5, dan ZAM6. Gambar 12 menunjukkan zeolit granul (ZAM6) yang dibuat secara manual dalam bentuk bulatan-bulatan kecil berukuran 3 – 5 mm.

Gambar 12 Zeolit alam modifikasi dalam bentuk granula ukuran 3 – 5 mm. Hasil analisis komposisi kimia sampel zeolit yang dialuminasi secara langsung (ZAM2, ZAM3, ZAM4, ZAM5, ZAM6) dan zeolit sintetis 3A dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa rasio Si/Al dalam sampel zeolit mengalami penurunan setelah proses modifikasi kecuali pada sampel ZAM2.

Tabel 8 Hasil analisis komposisi kimia menggunakan metode EDX

Unsur (%) ZA ZAM2 ZAM3 ZAM4 ZAM5 ZAM6 Z3A Si 26,89 19,66 19,44 15,61 18,14 11,43 18,18

Al 7,80 4,13 5,98 7,19 6,13 5,19 13,52

Na 0,67 3,60 2,17 5,12 2,19 2,53 11,30

K 3,68 - 1,23 - 0,36 - 0,33

Mg 0,44 - 0,03 - - - 1,79

Ca 1,71 - - - 0,01 - 0,25

Ba 0,30 - 0,03 - - - 0,39

Fe 1,51 - 0,51 - - - 1,03

S 0,02 - - - 0,16 2,57 0,01

Cl 0,06 - 0,29 0,16 0,10 - 0,06

Si/Al 3,45 4,76 3,25 2,17 2,96 2,20 1,34

Gambar

Tabel 1 Perbandingan karakteristik fisika dan kimia bioetanol, diesel, dan gasolin
Tabel 2 Beberapa metode pemisahan untuk memperoleh alkohol absolut
Tabel 4 Metode sintesis zeolit A sebagai molecular sieve
Tabel 5 Proses dehidrasi etanol menggunakan zeolit molecular sieve
+7

Referensi

Dokumen terkait