• Tidak ada hasil yang ditemukan

Monitoring berkelanjutan selama infus diberikan di ruang intensif:

Dalam dokumen Editorial. Salam Kenal, (Halaman 49-63)

HASIL DAN ANALISIS DATA

5 Monitoring berkelanjutan selama infus diberikan di ruang intensif:

 Klinis: status neurologis, respirasi, status volume setiap 2 atau 3 jam, berat badan (harian)

 Produksi urin: setiap jam

 Serum: kadar Na, K setiap 2-3 jam, nilai lain seperti osmolalitas, ureum nitrogen, gula jika diperlukan. Kreatinin setiap hari, albumin pada saat infus selesai diberikan

 Urin: Na, K setiap 6 jam

6 Mengubah penatalaksanaan

Membandingkan Na yang diperkirakan dengan Na yang diukur setelah koreksi, gunakan rumus: (Na)Fin = TBWIni x (Na)Ini + 1.11 x V Inf x ((Na)Inf – VLost x (Na)Lost + (K)Lost)

TBWIni + VInf - VLost Analisis penyebab perbedaan

Tambahkan furosemid jika kecepatan infus melebihi kecepatan produksi urin

Vinf= Volume salin yang akan diberikan. TBWIni= total cairan awal. (Na)Fin= Konsentrasi Na yang diinginkan. (Na)Ini= Konsentrasi Na awal. VLost= Volume yang hilang, (Na)Lost= Na yang hilang, (K)Lost = K yang hilang

Komponen utama terapi pada hipernatremia adalah mengobati penyakit dasar, mengkoreksi volume ekstraseuler, menggantikan defisit cairan, mempertahankan cairan dan menyesuaikan dengan hilangnya cairan yang masih berlangsung. Jika terdapat hipernatremia akut dengan gejala yang berat dan terdapat adanya bukti hipovolemik maka segera dilakukan koreksi cairan ekstraseluler.23

Untuk pasien yang masih sadar dapat diberikan asupan air peroral, atau jika kadar urin lebih dari 250 ml/jam, dapat diberikan vasopresin parenteral atau intranasal. Dengan dosis kecil seperti DDAVP 0.4 µg intravena atau 100-200 µg intranasal, dapat diulang jika diperlukan. Pada pasien yang tidak sadar dapat diberikan cairan dekstrosa 5% intravena, atau air lewat sonde nasogastrik dengan memberikan DDAVP jika diperlukan.23

Simulasi Kasus KASUS 1.

Seorang wanita berusia 25 tahun dengan berat badan 50 kg menderita diabetes insipidus 18 bulan yang lalu. Pasien telah mendapatkan dDAVP untuk mengendalikan poliuria dan mempertahankan kadar Na mendekati 140 mmol/L. Sejak 2 minggu pasien menderita flu yang diikuti batuk kering. Untuk meredakan batuk, pasien banyak minum air dingin. Namun pasien merasa kondisinya

semakin tidak sehat dan berobat ke dokter. Pada pemeriksaan, pasien mengalami peningkatan berat badan sebesar 3 kg, dan kadar Na menjadi 125 mEq/L. Pasien segera dirujuk ke rumah sakit, namun pasien masih menunggu esok paginya. Besok pagi dirumah sakit, pasien mengeluh sakit kepala ringan dengan hasil laboratorium Na serum= 112 mmol/L, K serum=3.9 mmol/L, Cl serum= 78mmol/L, BUN serum=6 mg/dL, Kreatinin serum=0.6 mg/dL, Glukosa serum=90 mg/dL, osmolalitas= 230 mOsm/kgH20, Na urin= 100 mmol/L, K urin= 50 mmol/L, Cl urin: 100 mmol/L, BUN urin= 120 mmol/L, Kreatinin urin: 0.6 g/L, Osmolalitas urin: 420 mOsm/kg H2O24

Pertanyaan:

1. Bagaimanakah kondisi pasien tersebut, apakah kondisi disnatremia yang terjadi tergolong kasus emergency ataukah urgency, dan kapan pasien ini diterapi? 2. Jika pasien ini diputuskan untuk

diterapi, bagaimanakah terapi yang diberikan, adakah hal yang harus diwaspadai dan upaya apa yang harus dilakukan untuk mencegah hal tersebut?

Diskusi :

1. Kondisi emergency pada hiponatremia adalah jika terdapat hiponatremia yang akut. Konsentrasi Na sebelumnya adalah 125 mmol/L dan turun menjadi 112 mmol/L sebelum 48 jam maka pada

1

pasien ini terjadi hiponatremia akut. Gejala sakit kepala merupakan gejala

baru yang menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi emergency.

Gambar 6. Ukuran sel selama

hiponatremia.

Volume intraseluler akan

meningkat sehingga ukuran sel akan membesar baik akibat kekurangan atau kehilangan Na, ataupun kelebihan asupan cairan. Bentuk oval merupakan gambar aquaporin 1 (APQ1) yang merupakan kanal air pada sel membran.

H2O akan masuk kedalam intrasel pada kondisi hiponatremia, hal ini disebabkan oleh:

1. Sel membran bersifat permiabel terhadap air karena kanal APQ1

hampir selalu ada dimembran sel 2. Kekurangan Na akan menurunkan

tekanan osmolalitas ekstraseluler sehingga air akan menuju intraseluler yang relatif lebih hipertonik

Tekanan osmolalitas intraseluler secara umum tidak mudah berubah, kecuali sel otak yang mudah menjadi edema pada kondisi hiponatremia. Pada hiponatremia

akut, maka sel otak belum mampu melakukan adaptasi sehingga sel otak akan membesar. Penambahan volume sel otak > 15% akan menyebabkan herniasi otak.24 Tanda peningkatan tekanan intrakranial adalah sakit kepala, hipertensi, bradikardia, muntah proyektil. Pada pasien ini sudah ada tanda sakit kepala, meskipun ringan tetap dianggap sebagai tanda bahwa pasien ini mulai mengalami edema otak, sehingga pada kasus ini kita anggap sebagai kasus emergency.

Gambar 7. Hiponatremia pada pasien tersebut sesuai dengan hiponatremia akut, dengan onset < 48 jam, dan tanpa adanya kumbah lambung ataupun penggunaan pencahar, sehingga pada pasien ini diperlukan koreksi cepat dengan NaCl 3%.

2. Koreksi dengan salin hipertonik diperlukan untuk memperbaiki edema otak dan diharapkan ukuran sel kembali ke ukuran sebelum kondisi akut ini terjadi, sehingga target Na adalah mendekati 125 mmol/L. terapi yang diberikan yaitu bolus salin hipertonik yang meningkatkan Na 5 mmol/L secara cepat dan dilanjutkan dengan infus hipertonik NaCl untuk meningkatkan Na sampai dengan 120 – 125 mmol/L dalam beberapa jam. 24

Sedangkan bahaya pada pasien ini jika dilakukan koreksi cepat adalah adanya risiko demyelinisasi onkotik jika konsentrasi kita naikkan terlalu cepat diatas 125 mmol/L karena pasien ini memiliki elemen hiponatremia kronis. Hal yang perlu

ditanyakan adalah bagaimana status diuresisnya dan apakah pasien menggunakan dDAVP untuk pengobatan diabetes insipidus. Setelah 24 jam kecepatan peningkatan Na tidak boleh melebihi 8mmol/L perhari. 24

Kebutuhan salin hipertonik (NaCl 3%) pada 1 jam pertama adalah

= 5 mmol x (60% x BB) L = 5 x (0.6 x 50) = 0.292 L = 292 mL NaCl 3% pada jam ke 124 513 mmol 513

Kebutuhan untuk 11 jam berikutnya

= (12 mmol – 5 mmol) x (60% x BB) = 37 mL/jam23 513 mmol x 11 jam

Kebutuhan salin yang tersisa adalah 1 mmol/L, sehingga diperlukan

= 1 mmol x (60 x BB) L = 60 mL, sehingga diberikan =(60mL x 8)/24 jam= 20 mL / jam24 513 mmol

KASUS 2.

Seorang wanita, 19 tahun, menderita anoreksia nervosa. Pasien pergi ke pesta dan minum ekstaksi dan diikuti minum banyak karena takut terjadi dehidrasi akibat berkeringat. Beberapa jam kemudian pasien merasa tidak enak badan dan tidak dapat melakukan konsentrasi. Setelah berbaring selama 2 jam diruang yang tenang, pasien tidak merasa lebih baik justru mulai merasakan sakit kepala sehingga membuatnya pergi ke rumah sakit, disana pasien mengalami kejang berulang. Hasil laboratorium Na =130 mmol/L, metabolik asidosis (pH=7.2, HCO3-= 10 mmol/L. 24 1. Apakah kasus ini merupakan kasus

hiponatremia akut?

2. Mengapa pasien mengalami kejang walaupun konsentrasi Na adalah 130mmol/L?

3. Apakah peran anoreksia nervosa dalam kasus ini?

4. Kapan terapi diberikan, dan bagaimanakah terapi pada pasien tersebut?

Diskusi :

Pendekatan klinis pada kasus ini terdiri dari 3 langkah, yaitu: identifikasi apakah kasus ini adalah kasus emergency, identifikasi apakah penatalaksanaan pasien ini akan menimbulkan keadaan gawat yang lain, dan lakukan pendekatan diagnosis untuk menjawab hal tersebut diatas.

1. Sebelum kita melakukan identifikasi apakah ini kasus akut atau tidak, kita harus mencari apakah pada kasus ini pasien memiliki gejala disnatremia. Gejala edema serebri pada tahap awal bisa sangat ringan dan tidak khas. Kita harus waspada jika mulai didapatkan keluhan sakit kepala dan kehilangan konsentrasi, pada tahap selanjutnya edema serebri dapat menyebabkan kebingungan, mual. Dan pada tahap yang lebih lanjut akan meningkatkan derajat kebingungan, penurunan kesadaran, muntah hebat dan proyektil, kejang, bahkan koma. Jarak antara gejala yang ringan sampai dengan tahap lanjut hiponatremia sangatlah

1

bervariasi, dan sebuah aturan baku yang harus kita perhatikan adalah “ Segera obati semua pasien hiponatremia akut secara agresif dengan salin hipertonik, meskipun

gejala yang muncul hanya gejala ringan”. Sehingga pada kasus ini dapat kita identifikasi sebagai kasus dengan kegawatan yang harus diterapi secara adekuat.

Gambar 8. Perubahan volume sel otak pada hiponatremia. 1. Pada saat Na turun, maka air akan masuk kedalam sel otak dan menyebabkan edema serebri dengan TIK yang meningkat. 2. TIK akan menyebabkan penekanan pada ventrikel dan sebagian cairan akan keluar dari tengkorak, jika konsentrasi Na mencapai 120 mm0l/L maka herniasi otak dapat terjadi. 3. Adaptasi sel otak mulai terjadi sengan mengeluarkan garam K dan osmolat organik, sehingga ukuran sel otak mulai mendekati normal, jika kecepatan koreksi tepat maka sel otak akan kembali normal. 4. Terjadinya demyelinisasi osmotik pontin serebri akibat koreksi hiponatremia yang terlalu cepat.24

Pasien ini adalah pasien dengan hiponatremia akut yang dijelaskan oleh 2 sebab, yaitu adanya riwayat minum cairan yang banyak dan mengkonsumsi ekstasi yang dapat meningkatkan sekresi vasopresin endogen. Pada pesta anak muda di Amerika terdapat sugesti untuk minum air sebanyak mungkin, karena jika tidak maka akan terjadi dehidrasi. Pernah dilaporkan rabdomyolisis akibat dehidrasi pada laki-laki yang mengikuti pesta seperti ini. Namun hal yang harus kita ketahui bahwa pasien ini wanita, dan memiliki riwayat anoreksia nervosa

sehingga massa otot pasti rendah. Perubahan volume dapat lebih cepat menurunkan Na jika dibandingkan dengan laki-laki dengan berat badan yang lebih tinggi. Pada akut hiponatremia pasien bisa memburuk dengan cepat, meskipun gejala awal masih ringan seperti sakit kepala, bingung, gelisah ringan. Kondisi ini harus segera diterapi untuk mengurangi edema otak.24

Hiponatremia akut hampir selalu disebabkan karena penambahan air, sehingga tujuan diagnosis adalah mencari sumber

1

penambahan air tersebut. Pada kasus ini petunjuk adanya hiponatremia akut adalah adanya gejala yang mendukung suatu

edema serebri, dan adanya riwayat minum air lebih banyak. 24

Gambar 9. 2. Pasien mengalami kejang walaupun

konsentrasi Na adalah 130mmol/L. Terdapat dua alasan, yaitu kemungkinan pasien ini memiliki lesi syaraf pusat yang menyebabkan kejang dengan edema serebri ringan. Dan yang kedua kemungkinan karena jika dilihat dari baselinennya mungkin pasien ini sudah mengalami penurunan yang signifikan, atau oleh karena kejang maka banyak osmol baru yang dilepas oleh sel otot yang akan menyebabkan perpindahan cairan dari ekstrasel ke

intrasel, sehingga Na seakan –akan lebih tinggi. Terdapat 4 alasan terjadinya peningkatan osmol pada saat kejang, yaitu pada saat terjadi konstraksi otot maka fosfor kreatin dirubah menjadi fosfat dan kreatin, adanya kontraksi otot menyebabkan pemecahan ADP dan glikolisis anaerobik yang menghasilkan asam laktat, kadar PCO2 yang meningkat menyebabkan H+ banyak yang mengikat HCO3-, dan osmol baru tersebut terakumulasi di sel otot.

Gambar 10. Perpindahan cairan ekstrasel ke intrasel paska kejang. Molekul makro P pada sel otot akan dihidrolisasi menjadi banyak partikel kecil p yang mengakibatkan osmolalitas intrasel meningkat. Dengan perpindahan tersebut, konsentrasi Na serum menjadi lebih tinggi dari yang sebelumnya.

3. Faktor risiko terjadinya demyelinisasi pontin saat koreksi hiponatremia adalah:

 Pasien dengan jumlah sel otak yang lebih banyak  usia muda

 Jumlah massa otot yang rendah

Pasien dengan meningitis, ensefalitis,

dan tumor otak

 Pasien dengan lesi epileptogenik

Sekitar 50% cairan tubuh terletak pada massa otot. Pasien ini karena anorexia menyebabkan pasien memiliki massa otot yang sangat kecil, sehingga kelebihan cairan sedikit saja menyebabkan penurunan kadar Na yang signifikan.

4. Pasien ini akan mendapatkan salin hipertonik dengan target meningkatkan Na 5mmol/L lebih tinggi secara cepat

KASUS 3.

Seorang laki-laki, 43 tahun minum banyak bir setiap hari, dan ini adalah minuman satu-satunya yang dikonsumsi, sehingga dia hanya sedikit mendapatkan asupan NaCl. Beberapa minggu yang lalu, pasien sering kencing dengan volume yang cukup banyak, namun mulai berkurang sejak beberapa hari ini, yaitu sekitari 5 L/hari. Saat pertama kali datang ke rumah sakit, tidak didapatkan adanya volume arterial yang turun. Hasil laboratorium saat itu Na 126mmol/L, Cr=0.7 mg/dL, BUN 7 mg/dL, osmolalitas urin 80 mOsm/kf H2O. Satu minggu kemudian pasien kembali ke unit gawat darurat dengan keluhan tidak enak badan, tidak ada keluhan spesifik, dengan hasil laboratorium Na=112mmol/L, K=2.1 mmol/L, Cr=1.5 mg/L, volume urin 1.0L/hari, osmolalitas urin 350 mOsm/KgH2O. 24

1. Bagaimana pendekatan klinis pada pasien ini?

2. Mengapa pasien ini mengalami hiponatremia kronik?

3. Apakah penatalaksanaan terapi pada kasus ini berisiko terjadinya demyelinisasi serebri?

4. Kapan dan bagaimana terapi yang sebaiknya diberikan?

Diskusi:

1. Pendekatan klinis pada pasien ini adalah identifikasi adanya kondisi emergency, dan adakah riwayat asupan air yang berlebihan sebelum gejala muncul. Pada pasien ini tidak

didapatkan gejala yang melibatkan susunan syaraf pusat, dan riwayat penambahan volume air sehingga hiponatremia yang terjadi adalah hiponatremia kronik.

2. Hiponatremia yang terjadi pada pasien ini karena asupan NaCl yang rendah, konsumsi bir yang banyak menyebabkan pasien ini mengalami diuresis yang menyebabkan kehilangan Na yang tinggi. 24

Gambar 11. Pendekatan pada pasien hiponatremia kronik24 Pasien akan mengalami keadaan

yang berbahaya jika terjadi hiponatremia akut akibat kurangnya asupan NaCl, dan adanya keadaan yang menyebabkan pelepasan vasopresin, misalnya jika pasien mengalami gastritis akibat alkohol dengan nyeri dan mual. Vasopresin akan

meningkatkan reabsorbsi Na dan Cl sehingga konsentrasi Na akan turun.24

Terdapat 2 keadaan yang terjadi pada pasien ini yang menghambat eksresi air sehingga terjadi suatu kondisi hiponatremia, rendahnya filtrasi ditubulus ginjal dan adanya permiabilitas cairan residual. Peran permiabilitas cairan residual sangat besar

1

akibat adanya asupan Na dan Cl yang rendah. Pada kondisi yang terakhir kemungkinan vasopresin juga sudah dikeluarkan karena defisit cairan efektif arterial < 10%.24

3. Terdapat bahaya yang harus diwaspadai saat pemberian terapi, yaitu adanya risiko demyelinisasi karena peningkatan Na yang terlalu cepat karena sebenarnya pasien ini memiliki latar belakang hiponatremia kronik yang lebih dominan, apalagi terdapat risiko demielinisasi yaitu malnutrisi dan hipokalemia. 24

4. Pasien dapat segera diterapi karena terdapat gejala klinis. Hiponatremia kronik sebaiknya diterapi dengan kecepatan < 10mmol/L/hari atau 8 mmol/L/hari. Pasien memiliki risiko demyelinisasi jika diterapi terlalu cepat karena mengalami hipokalemia. Penurunan Na tidak boleh lebih dari 4mmol/L/hari karena ada hipokalemia dan malnutrisi. Jika risiko tersebut tidak ada bisa dilakukan dengan kecepatan 8mmol/L24

KASUS 4

Seorang laki-laki, 55 tahun dengan berat badan 80 kg menderita DM tipe 2 selama 15 tahun. Pada sejak beberapa bulan yang lalu pasien mengalami masalah baru yang sering muncul yaitu rasa haus setelah makan, rasa ini biasanya berlangsung beberapa jam setelah makan kemudian membaik. Namun

sejak 12 jam yang lalu setelah makan dengan tambahan NaCl yang lebih banyak daripada biasanya, pasien merasa haus secara terus menerus. Pasien kemudian minum banyak namun volume urin tidak lebih banyak. Tekanan darahnya 150/90 mmHg, frekuensi nadi 96x/menit, dan berat badannya 1kg lebih berat daripada biasanya. Pasien menderita diabetik retinopathy dan periferal neuropathi. Hasil laboratorium menunjukkan Na=169 mmol/L, K=5.2 mmol/L, Glukosa=180 mg/dL, Cr= 1.8 mg/dL, albumin 3.8mg/dL, hematokrit 36%, Hb=12.5 g/dL, pH=7.40, HCO3 25 mmol/L,CK dalam batas normal.24

1. Apakah penyebab hipernatremia: Kelebihan Na ataukah kekurangan air?

2. Mengapa pasien ini menderita hipernatremia berat?

1

Diskusi:

Gambar 12. Penyebab hipernatremia karena kekurangan air atau kelebihan Na. Ukuran sel otak akan mengecil pada hipernatremia akut

1. Pasien ini memiliki total cairan tubuh sekitar 40L (50% of 80 kg karena pasien dengan obesitas). Dengan peningkatan Na 29 mmol/L secara akut maka jika disebabkan kelebihan Na maka kelbihan Na akan mencapai 40Lx29mmol=1160 mmol. Hal ini berarti meningkat > 50% dari Na yang ada di ECF (14 Lx 140 mmol=2000 mmol). Sehingga ECF seharusnya meningkat sekitar 7L ((2000+1160 mmol):169 mmol/L). Namun pada pasien ini menunjukkan hematokrit, albumin normal yang berarti tidak terdapat peningkatan ECF,

sehingga pada kasus ini peningkatan Na bukan karena kelebihan Na. Jika peningkatan Na karena kekurangan cairan maka peningkatan Na 29 mmol/L berarti meningkat 20% (29:140 mmol/L) berarti kekurangan cairan 20% x 40 L= 8 L. Namun pada pasien ini tidak didapatkan tanda-tanda kehilangan air dan penurunan ECF, maka defisit cairan bukanlah penyebabnya, terlebih lagi pasien ini mengalami peningkatan berat badan 1 kg. Seharusnya pasien ini mengalami penurunan 8 kg. 24

2. Karena peningkatan Na tidak bisa dijelaskan karena kelebihan Na atau kekurangan cairan, maka kemungkinan terjadi perpindahan Na dan air. Terdapat 2 hal yang dapat menjelaskan perpindahan cairan dengan volume yang besar pada kompartemen tersembunyi. 1. Kompartemen ini pasti luas yang dapat menampung 8L air. Organ yang mampu menampung sebanyak ini adalah muskuloskeletal. Dimana perpindahan ini sering terjadi pada keadaan kejang atau rhabdomyolisis. Pada pasien ini tidak didapatkan kejang, tidak didapatkan akumulasi H+ ataupun anion laktat, HCO3 25 mmol/L; pasien ini juga tidak mendukung adanya rhabdomyolisis karena Cr masih dalam batas normal. 2. Kompartemen ini selain besar jug dapat meregang untuk mengakumulasi cairan

ini. Jika kompartemen ini berasal dari muskuloskeletal maka fascia tidak dapat meregang dan sistem otot tidak tampak bengkak. Sehingga kompartemen lain yang mungkin adalah saluran pencernaan (usus halus). Yang menarik cairan ini adalah tekanan osmotik, dimana pada saluran pencernaan tekanan osmotik lebih besar karena adanya asam amino dan glukosa yang dicerna. Pada orang normal terdapat peningkatan Na setelah makan yaitu sekitar 3 mmol/L, meskipun terdapat ekskresi Na pad lumen. Untuk dapat mengekskresikan cairan sedemikian besar, maka diperlukan saluran yang panjang dengan motilitas yang menurun, dalam hal ini kemungkinan besar pasien mengalami autonomic neuropathy. 24

1

Gambar 15. Hipernatremia dengan produksi urin tinggi

3. Terapi yang diberikan pada pasien ini bertujuan untuk mengurangi dan mencegah pengkerutan sel otak lebih lanjut, sehingga dapat mencegah perdarahan akibat peregangan mikrovaskular di otak. Terapi yang diberikan adalah air sebesar 2.5 L peroral untuk menurunkan 10mmol/L Na. Diharapkan Na turun mendekati 140 mmol/L dalam 24 jam.24

Kesimpulan

Disnatremia adalah gangguan yang sering dijumpai di klinis, dimana penatalaksanaan yang tidak tepat dapat

memberikan efek samping yang berat. Perlunya menentukan onset disnatremia merupakan hal yang penting, karena akut disnatremia memerlukan penatalaksanaan yang agresif sedangkan disnatremia kronik tidak memerlukan terapi agresif. Namun demikian secara praktis sulit menentukan onset disnatremia. Anamnesis dan pemeriksaan fisik diperlukan untuk menentukan metode terapi mana yang dipilih.

1

DAFTAR PUSTAKA

1. Lien YH. Editorial: Are We Ignoring Dysnatremia?. The American Journal of Medicine 2012;125, 11.

2. Arampatzis S, Frauchiger B, Fiedler GM, et al. Characteristics, symptoms and outcome of severe dysnatremias present on hospital admission. Am J Med 2012;125:1125-1127.

3. Reddy P, Mooradian AD. Diagnosis and management of hyponatraemia in hospitalised patients. Int J Clin Pract 2009;63:1494-1508.

4. Shannon G. Severe hyponatraemia – recognition and management. Aust Prescr 2011; 34:42–45.

5. Palevsky PM, Bhagrath R, Greenberg A. Hypernatremia in hospitalized patients. Ann Intern Med 1996;124(2):197 – 203. 6. Aiyagari V, Deibert E, Diringer M.

Hypernatremia in the neurologic intensive care unit:how high is too high? Journal of Critical Care 2006; 21, 163– 172.

7. Lerma EV, Bern, JS, Nissenson AR. Disorder of Water Balance:

Hyponatremia and Hypernatremia in CURRENT Diagnosis & Treatment: Nephrology & Hypertension. Phyladelphia: The McGraw-Hill Companies; 2009.

8. Damon M, Diconne E, Souweine B, Ruckly S, Adries C,; et al. Prognostic consequences of borderline

dysnatremia: pay attention to minimal serum sodium change. Critical Care 2013; 17:12.

9. O’Chollaghan CA, Brenner BM. Kidney At A Glance: Renal Sodium Handling. Iowa: Blackwell Science Ltd; 2000. 10. Porth CM. Pathophysiology: Concepts

of Altered Health States. 7th ed. Phyladelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.

11. Skorecki K, Ausiello D. Disorders Of Sodium And Water Homeostasis in Golman: Cecil Medition by Goldmen L., Ausiello D. Saunders Elsevier.

Phyladelphia; 2007.

12. Minhtri K, Nguyen, Kurtz I. New insights into the pathophysiology of the

dysnatremias: a quantitative analysis. Am J Physiol Renal Physiol 2004;287: 172–180.

13. Kurtz I, Minhtri K., Nguyen. Evolving concepts in the quantitative analysis of the eterminants of the plasma water sodium concentration and the

pathophysiology and treatment of the dysnatremias. Kidney International 2005; 68: 1982–1993.

14. Longo DL, Kasper DL, Jameson DL, Fauci AS. Hauser SL, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 18th ed.

Phyladelphia: Mc Graw Hill; 2012. 15. Schrier RWand Berl T. The Patient with

Hyponatremia and Hypernatremia in Manual Of Nephrology. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009.

16. Gross P, Reimann D, Hensckowski J, Damian M. Treatment of Severe Hyponatremia: Conventional and Novel Aspects. J Am Soc Nephrol 2001;12: S10–S14.

17. Tzamaloukas AH, Malhotra D, Rosen BH, Raj DSC, Murata GH, Shapiro JI. Principles of Management of Severe Hyponatremia. J Am Heart Assoc 2013; 2:5199.

18. Vaidya C, Ho W, Freda BJ. Management of hyponatremia: Providing treatment and avoiding harm. Cleveland Clinic Journal of Medicine 2010; 77;10: 715-726.

19. Brunner JE, Redmond JM, Haggar AM, Kruger DF, Elias SB. Central pontine myelinolysis and pontine lesions after rapid correction of hyponatremia: A prospective magnetic resonance imaging study. Ann Neurol 1990; 27: 61–66.

20. Verbalis JG, Adler S, Hoffman GE, Martinez AJ. Brain adaptation to hyponatremia: Physiological

mechanisms and clinical implications. In: Neurohypophysis, edited by Saito T, Kurokawa K, Yoshida S, Amsterdam, Elsevier 1995; 615–626

2

21. Goh KP. Management of Hyponatremia. American Family Physician 2004; 69;10:2378-2394.

22. Agrawal V, Agarwal M, Joshi SR, Ghosh AK. Hyponatremia and Hypernatremia : Disorders of Water Balance. JAPI 2008; 56; 956-964.

23. Verbalis JG, Goldsmith SR, Greenberg A, Schrier RW, Sterns RH. Hyponatremia Treatment Guidelines 2007: Expert Panel Recommendations. The American Journal of Medicine 2007; 120;11A:S1-S21

24. Halperin ML, Kamel KS, Goldstein MB. Fluid, Electrolyte, and Acid Base Physiology. Aproblem –Based

Approach. Toronto: Saunders Elsevier; 2010.

25. Silverthron DU. Integrative Physiology II: Fluid and Electrolyte Balance in Human Physiology. Copyright © 2004 Pearson Education, Inc.Pearson.

Dalam dokumen Editorial. Salam Kenal, (Halaman 49-63)

Dokumen terkait