• Tidak ada hasil yang ditemukan

MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Dasar hukum

Dalam dokumen CIC Hukum Dagang (Sari Kuliah) (Halaman 36-42)

• Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang-undang Anti Monopoli).

• Sebelum lahirnya Undang-undang Anti Monopoli, maka yang menjadi dasar hukum adalah pasal 1365 KUHPerdata. Namun dalam prakteknya sangat sulit untuk diterapkan karena prinsipnya yang berdasarkan kesalahan (prinsip based on fault) dengan beban pembuktian pada penuntut.

Latar belakang

• Kesejahteraan yang merupakan tujuan negara yang diwujudkan melalui pembangunan ekonomi (makro dan mikro) bertumpu pada demokrasi ekonomi yang memberikan kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam proses produksi dan pemasaran barang dan/ atau jasas, dan dengan prinsip persaingan yang sehat dan wajar, maka diharapkan akan melahirkan efisiensi dan inovasi yang pada akhirnya melahirkan daya saing di tingkat internasional.

Pengaturan dalam Undang-undang

• Hal-hal yang diatur dalam Undang-undang Anti monopoli :

A. Bagian Pengaturan

1. Perjanjian yang dilarang 2. Kegiatan yang dilarang 3. Posisi dominan

4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) 5. Penegakan Hukum

6. Ketentuan lain;

B. Hal-hal pokok yang diatur

1. Berorientasi pada pendekatan perubahan perilaku usaha yang bertitik tolak pada perubahan struktur pasar ke arah yang lebih terbuka, demokratis, dan tanpa adanya hambatan di pasar.

2. Perjanjian yang dilarang, yaitu : oligopoly, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertical, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar (semuanya dalam konteks apabila perbuatan (perjanjian) tersebut mengakibatkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat) (pasal 4 s/d 16 Undang-undang Anti Monopoli). 3. Kegiatan yang dilarang, yaitu : monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan

persekongkolan antara pelaku usaha yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat (pasal 17 s/d 24 Undang-undang Anti Monopoli), termasuk disini adalah perilaku usaha yang mengakibatkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, missal; dalam penggunaan posisi dominan (pasal 25 undang Anti Monopoli), jabatan rangkap (pasal 26

Undang-undang Anti Monopoli), serta penggabungan dan peleburan, pengambilalihan saham badan usaha lain (pasal 28 & 29 Undang-undang Anti Monopoli). Undang-undang Anti Monopoli, pelaku yang patut diduga/ dianggap melakukan penguasaan produksi dan/atau pemasaran suatu jenis barang dan/atau jasa tertentu adalah :

1. Jika suatu pelaku usaha/ sekelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% saham pangsa pasar.

2. Jika 2/3 pelaku usaha secara bersama-sama menguasai lebih dari 75% pangsa pasar.

Penggunaan posisi dominan, yaitu suatu bentuk pemilikan saham mayoritas di beberapa perusahaan sejenis/ bersaing (pasal 21 Undang-undang Anti Monopoli) yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama dan dapat berakibat pada :

1. Penguasaan pangsa pasar 50% atau lebih oleh 1 pelaku usaha atau 1 kelompok pelaku usaha;

2. Penguasaan pangsa pasar 75% atau lebih oleh 2/3 pelaku usaha (pasal 25 Undang-undang Anti Monopoli).

4. Pengecualian, (pasal 50 Undang-undang Anti Monopoli), antara lain diberikan kepada perjanjian yang berkaitan dengan hak cipta, paten, merek dagang, lisensi, desain, produk industri, rangkaian terpadu, serta rahasia dagang. Hal yang sama juga berlaku untuk perjanjian yang berkaitan dengan waralaba, perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah RI, perjanjian dan/atau perbuatan dalam rangka eksport barang dan jasa, serta usaha kecil dan koperasi secara khusus bertujuan melayani anggota.

5. Ketentuan lain yang juga merupakan pengecualian adalah monopoli dan/ atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan/atau pemasaran barang serta yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang produksi yang penting bagi negara dengan Undang-undang dan diselenggarakan oleh BUMN dan badan/lembaga yang dibentuk oleh pemerintah (pasal 51 Undang-undang Anti Monopoli).

Ketentuan-ketentuan pencegahan

• Ketentuan-ketentuan untuk mencegah praktek monopoli dalam Undang-undang Anti monopoli, antara lain :

A. Perjanjian yang dilarang :

1. Oligopoli (pasal 4)

2. Penetapan harga (pasal 5 s/d 8)

3. Pembagian wilayah (pasal 9)

4. Pemboikotan (pasal 10)

5. Kartel (pasal 11)

6. Trust (pasal 12)

7. Oligopsoni (pasal 13)

8. Integrasi vertical (pasal 14)

9. Perjanjian tertutup (pasal 15)

10. Perjanjian dengan pihak luar negeri (pasal 16)

B. Kegiatan yang dilarang :

1. Monopoli (pasal 17)

2. Monopsoni (pasal 18)

3. Penguasaan pasar (pasal 19 s/d 21)

4. Persekongkolan (pasal 22 s/d 24)

C. Posisi dominan :

1. Penyalahgunaan posisi dominan (pasal 25) 2. Jabatan rangkap (pasal 26)

3. Pemilik saham mayoritas (pasal 27)

4. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan (pasal 28 & 29) Oligopoli

• Oligopoli adalah perjanjian antara pelaku usaha secara bersama-sama untuk melakukan penguasaan produksi dan/atau pemasaran barang atau jasa dengan mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. • Syarat ; 2 atau 3 pelaku usaha/ kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75%

pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. • Sanksi; administrative, pidana; dengan/ kurungan.

Price fixing (penetapan harga)

• Price fixing adalah perjanjian antar pelaku usaha untuk menetapkan harga atas suatu barang atau jasa yang harus dibayar konsumen pada pasar yang sama dengan :

a. Harga berbeda.

b. Dibawah harga pasar.

c. Persyaratan untuk tidak menjual/ memasarkan dengan harga yang lebih rendah.

• Pengecualian, antara lain :

1. Perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan.

2. Perjanjian yang didasarkan Undang-undang

yang berlaku.

• Sanksi; administrative, pidana; dengan/ kurungan. Market Division

• Market division adalah perjanjian antara pelaku usaha untuk membagi wilayah pasar terhadap barang atau jasa dengan mengakibatkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

Pemboikotan

• Pemboikotan adalah perjanjian antar pelaku usaha yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama dengan tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri dengan menolak menjual setiap barang atau jasa dari pelaku usaha lain yang dapat mengakibatkan merugikan pelaku usaha lain dan membatasi pelaku usaha lain dalam menjual/ membeli setiap barang atau jasa dari pasar bersangkutan.

Kartel

• Kartel adalah perjanjian antar pelaku usaha untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

Trust

• Trust adalah perjanjian antar pelaku usaha untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan/ perseroan yang lebih besar dimana masing-masing perusahaan/ perseroan itu tetap eksis dengan tujuan mengontrol produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

• Syarat : penguasaan 75% pangsa pasar atas satu jenis barang dan/atau jasa tertentu. Oligopsoni

• Oligopsoni adalah perjanjian antar pelaku usaha yang bertujuan untuk bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga barang atau jasa dalam pasar yang bersangkutan.

• Syarat : 2 atau 3 pelaku usaha/ kelompok pelaku usaha menguasai 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa.

Integrasi vertical

• Integrasi vertical adalah perjanjian antar pelaku usaha yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang masuk dalam rangkaian produksi barang atau jasa, dimana produksi tersebut merupakan pengolahan/ proses lanjutan, mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan merugikan masyarakat. Tying contract

• Tying contract adalah perjanjian antar pelaku usaha yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan/atau pada tempat tertentu. Memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok, atau perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan/atau jasa yang memuat persyaratan : harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok, atau tidak akan membeli barang dan/atau jasa yang sama/ sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.

• Untuk franchaise diperbolehkan.

ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Dalam dokumen CIC Hukum Dagang (Sari Kuliah) (Halaman 36-42)

Dokumen terkait