• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Monosit

2.6.1 Definisi Monosit

Monosit merupakan agranulosit yang berasal dari sumsum tulang. Monosit jumlahnya sekitar 3-8 % dari leukosit normal darah, mempunyai diameter 9-10 µm apabila pada hapusan darah kering menjadi lebih pipih dan besar mencapai 20 µm

umumnya terletak eksentris. Monosit mempunyai kromatin kurang padat dan tersusun lebih fibriliar daripada dalam limfosit (merupakan ciri khas dari monosit). Penyebaran kromatin ini menyebabkan inti monosit berwarna lebih pucat daripada inti limfosit besar. Sitoplasma sering tampak seperti jala-jala atau bervakuola dan mengandung sejumlah azurofil (Leeson et al., 1996).

Gambar 2.7 Monosit (Sumber: Santosa, 2010)

Monosit bekerja sama dengan leukosit (sel darah putih) lainnya untuk membuang jaringan yang rusak, menghancurkan sel kanker dan melakukan fungsi sebagai pengatur kekebalan tubuh terhadap benda asing. Monosit diproduksi dalam sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah. Sumsum tulang mempunyai sel induk meiloid yang akan berkembang menjadi sel fagosit mononuclear dan polymorphonuclear. Sel mononuclear mempunyai fungsi sebagai sel fagosit dengan fungsi utama menghancurkan antigen dan sebagai antigen presenting cell (ACP) yang fungsinya menyajikan antigen kepada limfosit (Boedina, 1996).

Monosit ditemui didalam darah, jaringan penyambung dan rongga-rongga tubuh. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler lalu masuk ke dalam jaringan ikat. Dalam jaringan, monosit bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel immunocompetent

dengan antigen (Delita, 2012). Monosit beredar didalam tubuh sangat singkat yaitu sekitar 10-20 jam dalam darah sebelum masuk ke membran kapiler dalam jaringan. Ketika masuk ke dalam jaringan, sel monosit membengkak sampai berukuran besar dan menjadi makrofag jaringan. Monosit yang telah tumbuh menjadi makrofag mampu bertahan hidup berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, mampu bergerak melakukan fagositosis, skresi enzim, mengenal partikel dan melakukan interaksi kompleks dengan imunogen dan komponen seluler maupun humoral sistem imun tubuh. Monosit dapat melaksanakan fungsinya yang spesifik pada jaringan-jaringan berbeda, seperti kulit, hati, dan usus (Hoffbraund and Petit,1996).

Monosit mempunyai kemampuan untuk menelan dan mendegradasi mikroorganisme, sel yang abnormal dan sel debris. Monosit juga berperan dalam regulasi respon imun dan mielopoiesis. Monosit muncul pada saat keradangan akut dan merupakan sel radang tipe kedua setelah polimorf neutrofil. Monosit bekerja sama sama dengan neutrofil (sebagai tipe radang tipe satu) dalam jaringan untuk mengeliminasi agen infeksi (Guyton, 1997; Campbell, 2004).

2.6.2 Membran Sel Monosit

Membran sel monosit mempunyai fungsi antara lain sebagai pembatas yang bersifat selektif permeable, mendukung aktivitas biokimia dalam sel, dan memberikan respon terhadap rangsangan seperti transduksi sinyal maupun reseptor sebagai komunikasi antar sel dan memerantarai interaksi antar sel dalam organisme multiseluler. Fungsi tersebut sama seperti fungsi membran sel pada umumnya.

Semua membran termasuk monosit sebagian besar tersusun atas lemak, protein dan sedikit karbohidarat. Lemak yang sering dijumpai pada membran sel adalah fosfolipid dan kolesterol. Komponen utama dari lipid membran yaitu fosfolipid. Fosfolipid merupakan merupakan golongan senyawa lipid yang terdiri dari dua rantai

Membran sel terdiri dari dua lapisan fosfolipid yang terdapat kolesterol dan bermacam-macam protein. Fosfolipid dan kolesterol merupakan struktur membran sedangkan protein mempunyai peranan khusus seperti membantu pengangkutan molekul-molekul yang melewati membran. Fosfolipid merupakan lipid yang jumlahnya paling banyak dalam struktur membran sel. Fosfolipid mengandung asam lemak, alkohol, dan juga residu asam fosfat. Asam lemak terdiri dari asam lemak jenuh atau Saturated Fatty Acid (SFA) yang memilik ikatan tunggal pada atom-atom penyusunnya dan asam lemak tidak jenuh atau Unnesterified Fatty Acid (UFA) yang memiliki paling sedikit satu ikatan ganda pada atom-atom karbon penyusunnya. Asam lemak tidak jenuh (UFA) terdiri dari asam lemak tidak jenuh tunggal atau Monounsaturated Faat Acid (MUFA) yang mempunyai satu ikatan ganda pada atom- atom karbon penyusunnya. Sedangkan asam lemak tidak jenuh ganda atau Polyunsaturated Fatty Acis (PUFA) memiliki lebih dari satu ikatan ganda pada atom- atom karbon penyusunnya (Murray et al., 2003).

2.6.3 Monosit dalam Respon Imun

Monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan tubuh terhadap mikroorganisme karena kemampuannya sebagai fagosit. Monosit memfagosit bakteri hidup yang masuk dalam sistem sirkulasi darah. Monosit membagi fungsinya sebagai fagositosis dengan neutrofil, tetapi monosit mempunyai tugas tambahan yaitu memberikan potongan patogen kepada sel T sehingga patogen tersebut dapat dikenali dan akhirnya dimusnakan.

Proses fagositosis adalah bagian dari respon imun non spesifik yang pertama kali mempertemukan host dengan benda asing. Sel yang berperan untuk menelan dan mencerna partikel atau substansi cairan disebut sel fagositik, terdiri dari sel fagosit mononuclear dan sel fagosit polymorphonuclear. Dalam melakukan tugasnya fagosit memperluas bagian membran plasma kemudian membungkus membran disekeliling partikel hingga terbungkus. Ketika berada didalam sel, patogen yang menginvasi

disimpan didalam endosom yang kemudian bersatu dengan lisosom. Lisosom tersebut menghasilkan enzim dan asam yang dapat membunuh dan mencerna partikel atau organisme.

Gambar 2.8 Proses Fagositosis (Sumber: Anonim, 2011).

Menurut Hoffbraund and Petit (1996), ada bebarapa fungsi monosit yang dapat dibagi menjadi 3 fase sebagai berikut:

a. Kemotaksis (mobilisasi dan migrasi sel), sel fagosit dapat ditarik menuju tempat peradangan yang mengandung bakteri oleh zat kemotaktik.

b. Fagositosis, dimana monosit menelan zat asing (misal, bakteri dan jamur) atau sel host yang mati atau rusak (fagositosis).

c. Membunuh dan mencerna zat asing. Fungsi ini terjadi dengan jalan yang tergantung oksigen dan tak tergantung oksigen. Pada reaksi yang tergantung oksigen, menggunakan superoksida dan hidrogen peroksida (H2O2), sedangkan non-oksidatif menggunakan enzim lisosomal.

Harga normal hitung leukosit jenis monosit pada manusia adalah 0,20-0,80 x 109/L, sedangkan pada perhitungan differential count preparat darah tepi berkisar

dalam darah disebut monositopenia. Monositopenia terjadi sebagai respon terhadap adanya toksin yang berasal dari bakteri tertentu atau reaksi dari kemoterapi atau efek dari obat kortikosteroid yang menekan imunitas tubuh. Peningkatan jumlah monosit dalam darah adalah monositosis yang dapat terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronis (seperti tubercolosis), penyakit protozoa, neutropenia kronis, leukemia, mielomonositik dan monositik (Hoffbraund and Petit, 1996).

2.6.4 Isolat Monosit

Isolat berasal dari kata isolasi yang merupakan teknik yang digunakan untuk memindahkan suatu substansi dari lingkungannya (didalam tubuh) dan menumbuhkannya sebagai biakan murni dalam media buatan (diluar tubuh) yang terdiri dari bahan nutrient. Isolasi dapat diartikan juga sebagai proses pemisahan atau pemurnian satu jenis sel dari sel lainnya. Jadi isolat monosit merupakan sel monosit yang telah dilakukan proses isolasi sehingga menghasilkan sel monosit yang tumbuh sebagai biakan murni dalam media buatan. Proses pembuatan isolat ini membutuhkan waktu yang cukup lama dan sangat memerlukan keadaan lingkungan yang steril karena mudah terkontaminasi. Keadaan lingkungan isolasi yang steril ini akan mempengaruhi kelangsungan hidup sel monosit (viabilitas) sehingga pembuatan isolat ini memerlukan teknik khusus dari teknisi laboratorium. Metode isolasi ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain yaitu prosedurnya mudah dan terjangkau.Teknik isolasi ini merupakan teknik in vitro karena dilakukan diluar tubuh manusia (Almeida et al., 2000; Vissers et al., 1998).

Dokumen terkait