DENGAN KONDISI CAHAYA BERBEDA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
2.2. Morfologi Karang Lunak
Karang lunak (Octocorallia, Alcyonacea) memiliki tubuh yang lunak tapi lentur. Jaringan tubuhnya disokong oleh spikula yang tersusun sedemikian rupa sehingga tubuhnya lentur dan tidak mudah sobek. Spikula tersebut mengandung kalsium karbonat yang berfungsi sebagai penyokong seluruh tubuh karang lunak mulai dari bagian basal tempat melekat sampai ke ujung tentakel. Bentuk dasar spikula bagi bangsa Octocorallia adalah bentuk kumparan sederhana (spindle), berujung tumpul atau juga runcing, dengan permukaan mempunyai tonjolan-tonjolan (Manuputty, 1998).
Secara sepintas karang lunak tampak seperti tumbuhan, karena bentuk koloninya bercabang seperti pohon, memiliki tangkai yang identik dengan batang dan tumbuh melekat pada substrat dasar yang keras (Manuputty, 1998).
Tubuhnya yang lunak dan kenyal disebabkan karena tidak memiliki kerangka kapur luar yang keras seperti karang keras. Karang lunak ditunjang oleh tangkai berupa jaringan berdaging yang diperkuat oleh suatu matriks dari partikel kapur yang disebut sklerit (Allen dan Steene, 1994 in Sandy, 2000).
Polip merupakan bagian yang fertil pada karang lunak. Menurut Hyman (1940) in Fabricius dan Alderslade (2001), terdapat dua tipe polip pada karang lunak, yaitu autozooid dan siphonozooid. Sebagian besar karang
lunak memiliki tipe autozooid, yaitu setiap individu hanya memiliki satu tipe polip (monomorphic). Polip pada tipe autosoid terdiri dari delapan tentakel dan delapan septa yang berkembang baik. Selain itu, beberapa karang lunak juga memiliki tipe polip siphonozooid. Polip pada tipe ini tidak memiliki tentakel, atau tentakel dan septa yang tereduksi, umumnya lebih kecil dari autozooid dan
Sumber: Bayer (1956) in Manuputty (2002)
Gambar 2. Penampang vertikal polip karang lunak
Polip dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu antokodia, kaliks, dan antostela. Antokodia merupakan bagian yang terdapat dipermukaan koloni dan bersifat retraktil. Pada antokodia ditemukan tentakel yang berjumlah delapan dengan deretan duri-duri disepanjang sisinya. Duri ini disebut pinnula yang berfungsi untuk membantu mengalirkan air dan zat-zat makanan ke dalam mulut. Pada daerah kaliks ditemukan rongga gastrovaskuler atau rongga perut, terusan dari farinks yang terbagi menjadi delapan dan disebut septa. Septa membagi rongga perut menjadi delapan ruangan. Bagian antostela merupakan bagian basal
polip yang mengandung jaring-jaring solenia. Hubungan antara polip satu dengan lainnya terjadi melalui jaring-jaring solenia ini (Manuputty, 2002).
2.3. Reproduksi Karang Lunak
Pada umumnya karang memiliki kemampuan reproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual adalah reproduksi yang tidak melibatkan peleburan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini,
polip/koloni karang membentuk polip/koloni baru melalui pemisahan potongan-potongan tubuh atau rangka. Karang lunak memiliki cara bereproduksi yang berbeda-beda tergantung pada kondisi lingkungan sehingga memungkinkan untuk bisa pulih pada kondisi awal (Fabricius dan Alderslade, 2001).
Reproduksi seksual adalah reproduksi yang melibatkan peleburan sperma dan ovum (fertilisasi). Sifat reproduksi ini lebih komplek karena selain terjadi
fertilisasi, juga melalui sejumlah tahap lanjutan (pembentukan larva, penempelan baru kemudian pertumbuhan dan pematangan) (Manuputty, 1996). Larva yang terbentuk memiliki silia atau bulu getar, kemudian berenang bebas atau melayang sebagai plankton untuk kurun waktu beberapa hari sampai beberapa minggu, hingga mendapat tempat perlekatan di substrat dasar yang keras untuk selanjutnya berubah bentuk (metamorfosis) tumbuh menjadi polip muda kemudian
membentuk koloni baru (Manuputty, 2002).
2.4. Kebiasaan Makan
Pada umumnya Octocorallia khususnya karang lunak, memiliki cara makan yang bersifat holosoik, yaitu menangkap organisme planktonik dalam jumlah
besar. Salah satu cara yang digunakan adalah menangkap mangsa dengan menggunakan nematosit. Tentakel akan bergerak ketika berhasil mendeteksi keberadaan makanan dan akan menginjeksi mangsa sampai mati dengan racun yang terkandung dalam nematosit. Setelah mangsa tidak berdaya maka mangsa tersebut dibawa masuk kedalam perut dan dicerna.
Melimpahnya nematosit dan jaringan pencernaan yang berkembang biasanya berhubungan dengan zooxanthella. Jenis-jenis yang mengandung banyak
zooxanthella dalam jaringan tubuhnya biasanya hanya mengandung sedikit nematosis, bahkan pada beberapa tidak ditemukan sama sekali. Sisa-sisa makanan akan dikeluarkan melalui mulut dengan bantuan flagella septa (Bayer, 1956 in Manuputty 1996).
2.5. Pertumbuhan Karang Lunak
Semua organisme hidup mengalami tumbuh dan berkembang. Buddemeir 1978 in Suharsono (1984) pertumbuhan bagi karang dapat diartikan sebagai perubahan massa per satuan waktu, perubahan volume per satuan waktu, dan perubahan area permukaan per satuan waktu. Kecepatan tumbuh karang lunak bervariasi dan tergantung dari jenis, tempat tumbuh dan faktor lain yang berpengaruh. Secara global, terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 25-32 °C, dan dapat mentoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C. Efek dari perubahan suhu pada karang dapat
menyebabkan turunnya respon makan, mengurangi rata-rata reproduksi, banyak mengeluarkan lendir, dan proses fotosintesis atau respirasi berkurang (Haris, 2001).
Kelompok oktocoral yang mengandung zooxanthella sangat sensitif terhadap perubahan temperatur air laut yang cukup tinggi. Terlalu tinggi atau rendahnya suhu suatu perairan dapat menyebabkan terjadinya kehilangan zooxanthella yang merupakan sumber nutrisi dan warna karang. Kehilangan zooxanthellae dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menyebabkan bleaching dan akhirnya mematikan hewan karang tersebut (Glynn, 1993)
Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal
30-35 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang
mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena dapat menurunkan salinitas (Rachmawati, 2001).
Cahaya dan kedalaman berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxanthella yang terdapat di jaringan karang. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman sekitar 25 meter. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.
Zooxanthellae merupakan algae uniselluler yang bersifat mikroskopik, hidup dalam berbagai jaringan tubuh karang yang transparan dan menghasilkan energi langsung dari cahaya matahari melalui fotosintesis. Pada umumnya zooxanthellae ditemukan dalam jumlah yang besar dalam setiap polip, hidup bersimbiosis
dengan karang lunak, memberikan warna pada polip, memberikan 90% energi dari hasil fotosintesis pada polip. Karang menyediakan tempat berlindung bagi zooxanthellae, nutrisi dan pasokan karbon dioksida secara konstan yang diperlukan untuk fotosintesis. Assosasi yang erat ini sangat efisien, sehingga
karang dapat bertahan hidup bahkan di perairan yang sangat miskin hara (Manuputty, 1998). Kekeruhan yang menjadi faktor penting merupakan fungsi dari konsentrasi padatan tersuspensi dan bahan organik terlarut dalam kolom air, semakin tinggi kandungan partikel akan menurunkan daya tembus cahaya
matahari, sehingga titik kompensasinya semakin rendah (Rachmawati, 2001). Nutrien (zat hara) yang berbentuk partikel atau terlarut di perairan terbuka (oceanic) berasal dari berbagai sumber. Pada daerah pesisir, konsentrasi zat makanan yang terlarut dalam air lebih tinggi daripada di perairan terbuka, hal ini disebabkan karena adanya aliran sungai-sungai yang membawa nutrient
(Manuputty, 2008).
Zat hara nitrit, nitrat dan amonium merupakan salah satu mata rantai yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut. Plankton merupakan salah satu parameter biologi yang erat hubungannya dengan kandungan zat hara. Tinggi rendahnya kelimpahan plankton tergantung kepada kandungan zat hara di perairan tersebut (Nybakken, 2000).
Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami. Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthella,
sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.
2.6. Manfaat Karang Lunak
Karang lunak menghasilkan senyawa bioaktif yang bermanfaat bagi karang lunak tersebut dan bagi manusia. Senyawa bioaktif merupakan metabolit sebagai produk metabolisme organisme yang melibatkan anabolisme dan
katabolisme. Ada dua jenis metabolit yang dihasilkan oleh organisme selama masa pertumbuhan dan perkembangannya yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Murniasih (2005) menjelaskan bahwa metabolit primer adalah metabolit yang dibentuk selama masa pertumbuhan dan digunakan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya seperti lemak, DNA, protein dan karbohidrat. Sedangkan metabolit sekunder adalah komponen senyawa yang diproduksi pada saat kebutuhan metabolism primer sudah terpenuhi dan
digunakan dalam strategi adaptasi lingkungan ( fungsi penting dalam ekologi). Elyakov dan Stonik (2003) in Hardiningtyas (2009) melaporkan bahwa karang lunak menghasilkan beberapa dari golongan senyawa hasil metabolit sekunder, seperti alkaloid, terpenoid, steroid, flavonoid, fenol, saponin, dan peptida.
Alkaloid memiliki efek farmakologi sebagai analgesik (pereda nyeri) dan anestetik (pembius). Alkaloid yang biasa digunakan sebagai analgesic dan anaestetik adalah morfin dan rodein (Robinson 1995 in Hardiningtyas 2009). Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat. Flavonoid merupakan golongan yang penting karena memiliki spektrum aktivitas
antimikroba yang luas dan dapat mengurangi kekebalan pada organisme sasaran. Saponin merupakan golongan triterpenoid yang mempunyai kerangka karbon berdasarkan isoprena. Efek utama saponin terhadap bakteri adalah adanya pelepasan protein dan enzim dari dalam sel. Fungsi dan peranan senyawa terpen
bagi karang lunak adalah untuk kompetisi ruang sebagai racun untuk melawan predator, sebagai senyawa untuk menyelamatkan makanan dari biota lain. Selain itu senyawa terpen berperan juga dalam reproduksi (Coll & Sammarco, 1986 in Manuputty 2002).
2.7. Transplantasi Karang Lunak
Soedharma dan Arafat (2007) menyatakan manfaat transplantasi karang adalah mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak, menciptakan komunitas baru dengan
memasukkan spesies baru ke dalam ekosistem terumbu karang di daerah tertentu, konservasi plasma nutfah, dan keperluan perdagangan.
Penelitian transplantasi karang di Indonesia telah banyak dilakukan di Kepulauan Seribu dengan tujuan untuk mengamati laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup terhadap perlakuan yang berbeda. Transplantasi diruang terkontrol juga telah dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kendala yang terdapat di alam dan diharapkan dapat menghasilkan yang lebih baik (Soedharma dan Arafat, 2007).
Transplantasi karang telah banyak dilakukan dan dikembangkan sebagai teknologi dalam pengembangan terumbu karang. Filipina telah mengembangkan untuk mengembalikan terumbu karang yang telah rusak, Singapura melakukan pengembangan untuk menyelamatkan spesies pada habitat yang rusak dengan cara meletakkan karang hasil transplantasi pada habitat tersebut.
Pramayudha (2010) melakukan transplantasi spesies Lobophytum strictum di Kepulauan Seribu dalam dua kondisi lingkungan berbeda, yaitu pada kedalaman 3
meter dan 12 meter serta pada bak terkontrol yang berlangsung selama 19 bulan untuk mengetahui pertumbuhan karang lunak (panjang, lebar, dan luas). Arafat (2008) mentransplan jenis Lobophytum strictum, dan Sinularia dura pada dua kedalaman yakni kedalaman 3 meter dan 10 meter, serta melakukan analisa histologi untuk melihat perkembangan gonad karang lunak hasil transplantasi. Haris (2001) melakukan transplantasi Lobophytum strictum di alam dengan perlakuan cara potong dan zona transplantasi yang berbeda.
Menurut Okubo (2004), faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup karang yang ditransplantasi ada tiga yaitu memperhatikan tipe pemotongan karang yang akan ditransplantasi, ukuran potongan fragmen yang ditransplantasi, dan musim pemotongan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Okubo (2004) bahwa ukuran fragmen yang dipotong kecil secara vertikal lebih bertahan daripada yang dipotong secara horizontal.
15
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB, Ancol, Jakarta yang meliputi dua tahap yaitu persiapan dan fragmentasi
Lobophytum stictum. Tahap persiapan (pembersihan kolam, substrat) dilakukan pada bulan Juni 2010. Kegiatan fragmentasi dimulai pada bulan Agustus 2010 dan selanjutnya dilakukan pengamatan sampai bulan Januari 2011. Sampel karang yang digunakan untuk kegiatan transplansi diperoleh dari Area
Perlindungan Laut, Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada koordinat 5° 44’ 23”
LS dan 106° 36’ 42.3” BT.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian
Alat dan Bahan Spesifikasi Keterangan
Cool box Pengangkut sample
Jangka sorong 15 cm Pengukur panjang, lebar Kamera underwater Canon G 10, 12
megapixel
Dokumentasi
Kertas newtop Menulis data pengamatan
Alat tulis Menulis data pengamatan
Termometer Pengukur suhu
Pompa Membuat arus
Refraktometer Pengukur salinitas
Aerator Penyuplai oksigen
Sampel karang Karang lunak Lobophytum strictum
Rubble/Gravel Bahan dasar filter mekanik
Substrat ubin 20 x 20 cm Tempat peenenmpelan karang
Terpal 5 x 2 m Penutup kolam
Pipa, selang, dan pemberat selang
Mengalirkan air dan udara
Peralatan yang digunakan untuk mengolah data pengamatan adalah komputer atau laptop yang dilengkapi dengan software Image-J dan Microsoft Office Excel 2007.
3.3. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perlakuan yang berbeda yaitu penggunaan cahaya dan tanpa cahaya. Sampel karang diletakkan pada kolam yang berbeda. Kolam yang pertama dibiarkan mendapat cahaya, sedangkan kolam yang kedua ditutup menggunakan terpal untuk menghalangi cahaya agar tidak masuk ke dalam kolam. Hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh cahaya matahari terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup karang lunak yang sudah ditransplantasi. Tahapan kegiatan penelitian dapat dilihat pada skema yang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram kegiatan penelitian Persiapan kolam transplantasi Analisis Data Pengambilan data hasil transplantasi Transplantasi Pengambilan sampel karang Kolam tertutup terpal Kolam terbuka tanpa penutup
3.3.1. Persiapan Kolam
Tahap persiapan meliputi dua kegiatan yaitu pembersihan kolam dan persiapan substrat. Kolam yang akan digunakan untuk kegiatan transplantasi dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan kaporit yang bisa membantu menghilangkan lumut dan organisme lainnya yang nantinya dapat mengganggu kegiatan transplantasi. Pada bagian dasar kolam terdapat rubble karang yang terdiri dari beberapa ukuran dan berfungsi sebagai filter fisik. Kolam yang digunakan berukuran 3,5x1,5x1 m3 menggunakan sistem resirkulasi tertutup sehingga air yang digunakan adalah air yang sama. Kolam mengalami
penambahan air setiap 3 hari sekali, hal ini dikarenakan air yang terdapat dalam kolam merembes ketanah dan menguap. Kolam berfungsi dengan baik jika dilengkapi dengan aerator yang berfungsi untuk mensuplai oksigen kedalam kolam. Berikut adalah kolam yang digunakan untuk transplantasi karang lunak dengan perlakuan kolam yang dibiarkan terbuka mendapat cahaya dan kolam yang tertutup terpal (Gambar 4).
Substrat yang digunakan untuk penempelan karang lunak berbentuk persegi empat dari bahan semen seperti ubin dengan ukuran 20x20 cm2 (Gambar 5). Karang hasil transplantasi diletakkan di atas substrat yang nantinya akan menempel pada substrat. Sebelum digunakan, substrat dibersihkan terlebih dahulu dari organisme lain yang menempel.
Gambar 5. Subtrat transplantasi karang lunak
3.3.2. Pengambilan Karang Lunak
Karang lunak yang digunakan diambil dari Pulau Pramuka Kepulauan Seribu. Koloni karang lunak yang diambil adalah koloni alami beserta substratnya dengan ukuran panjang sekitar 25-30 cm. Setelah pengambilan, karang lunak dimasukkan ke dalam plastik yang diisi air dan udara kemudian diikat rapat. Karang yang terdapat dalam plastik dimasukkan kedalam coolbox yang sudah diisi es batu (Gambar 6a). Fungsi dari es batu adalah untuk menurunkan suhu sehingga aktivitas metabolisme karang berjalan lambat dan mengurangi tingkat stress karang. Es batu yang dimasukkan dalam coolbox dibalut dengan koran, hal ini dilakukan agar es batu tidak cepat mencair.
Setelah karang sampai di kolam, karang tidak langsung dimasukkan ke dalam kolam tetapi dilakukan aklimatisasi selama satu malam. Kegiatan ini dilakukan dengan keadaan plastik dimasukkan kedalam kolam untuk menyamakan suhu
dengan kolam sehingga karang lunak mampu menyesuaikan diri dengan kondisi perairan yang baru (Gambar 6b).
(a) (b)
Gambar 6. Proses penanganan karang lunak (a) pengemasan karang lunak di laut, (b) aklimatisasi di kolam setelah dari laut
Karang lunak sudah siap untuk ditransplantasi setelah satu bulan beradaptasi di kolam. Setelah ditransplantsi, dilakukan pengamatan pertumbuhan karang lunak setiap seminggu sekali selama tiga bulan. Pemotongan fragmen karang lunak dilakukan sebanyak 32 fragmen, kemudian diletakkan pada substrat ubin yang terdapat pada kolam.
3.3.3. Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan pada karang lunak selama penelitian adalah pakan alami. Pakan alami yang diberikan berupa fitoplankton spesies Chlorella sp. yang merupakan hasil kultur di Laboratorium Mikroalga, ITK-IPB. Selain pakan alami, diberikan juga liquidfry untuk merangsang pertumbuhan fitoplankton sehingga dapat dijadikan sebagai makanan bagi zooplankton. Pemberian liquidfry sesuai dengan dosis yang tertera pada aturan pemakaian yang dilakukan setiap satu minggu sekali sebanyak 1,5 liter fitoplankton. Sedangkan untuk pakan buatan
diberikan sebanyak satu tutup botol liquifry untuk satu kolam. Ketika memberikan pakan, pompa dan aerator yang terdapat pada kolam dimatikan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar pakan menyebar keseluruh bagian kolam.
3.3.4. Pengambilan Data
Pengukuran pertumbuhan karang lunak meliputi panjang dan lebar. Penentuan panjang dan lebar berdasarkan kapitulum terluar. Tanda panah horizontal untuk pengukuran lebar, sedangkan tanda panah vertikal untuk pengukuran panjang fragmen (Gambar 7).
(A)
(B)
Gambar 7. Pengukuran fragmen karang lunak yang ditransplantasi, (A) lebar, (B) panjang
Ciri-ciri karang lunak hidup (Gambar 8a) adalah terlihat segar, berwarna coklat kuning, dan fragmen tidak lembek sedangkan karang dikatakan mati (Gambar 8b) jika berwarna coklat pucat, layu, dan fragmen akan hancur ketika dipegang.
(a) v (b)
Gambar 8. Perbedaan fragmen karang lunak hidup (a) dan mati (b)
Parameter lingkungan yang diukur adalah parameter fisika, kimia dan biologi yang diukur secara langsung maupun di laboratorium. Parameter fisika yang diukur adalah suhu dan salinitas. Pengukuran suhu dilakukan dengan
menggunakan termometer yang terpasang pada kolam, sedangkan pengukuran salinitas menggunakan refraktrometer dengan cara meneteskan contoh air keatas kaca refraktometer yang kemudian bisa dilihat langsung besarnya nilai salinitas pada kolam. Parameter kimia yang diamati yaitu nitrat, nitrit, amonium. Contoh air untuk dianalisa kandungan kimia perairannya diambil dengan botol berbentuk jerigen kemudian disimpan dalam coolbox. Analisis kandungan nitrat, nitrit, dan amonia dilakukan di Laboratorium Produksi Lingkungan, MSP-IPB.
Tabel 2. Parameter fisika, kimia dan biologi serta peralatan yang digunakan
Parameter Unit Alat/Bahan Keterangan
Fisika
Suhu °C Termometer Pengukuran Langsung
Salinitas ‰ Refraktrometer Pengukuran Langsung
Kimia
Nitrit mg/l Spektrofotometer Analisis Laboratorium Nitrat mg/l Spektrofotometer Analisis Laboratorium Amonium mg/l Spektrofotometer Analisis Laboratorium
Biologi
Panjang pertumbuhan mm/minggu Jangka sorong Pengukuran Langsung
3.4.Analisis Data
Pertumbuhan panjang, lebar dan luasan karang lunak yang ditransplantasi dianalisa menggunakan software Image J 1.38x. Sistem penganalisaannya menggunakan foto karang lunak yang didigitasi di sekitar tepian karang sehingga akan menghasilkan nilai panjang, lebar, dan luasan karang secara otomatis. Untuk menjaga tingkat keakurasian data yang dihasilkan oleh Image J maka dilakukan pembandingan data dengan hasil olahan yang bulan sebelumnya. Satuan dari Image J telah dikalibrasi ke dalam centimeter (cm). Data pengukuran secara
manual atau langsung diolah menggunakan software Microsoft Office Excel 2007. Data pertumbuhan karang lunak dianalisis menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap. Analisis ragam ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pencahayaan terhadap pertumbuhan.
3.4.1. Pertumbuhan Karang Lunak
Pertumbuhan karang lunak diketahui dengan menganalisa beberapa parameter terkait pertumbuhannya, yaitu meliputi pertambahan panjang, lebar, dan luasan
kapitulum. Pengukuran pertumbuhan dengan menggunakan jangka sorong dan Image J dihitung menggunakan rumus Ricker (1975) in Haris (2001)
………. (1)
Keterangan :
β = Pertumbuhan panjang/lebar karang lunak (cm),
Lt = Panjang/lebar karang lunak pada saat waktu ke-t, (cm) L0 = Panjang/lebar karang lunak pada saat waktu ke-o, (cm) t = Waktu pengamatan karang lunak (minggu)
3.4.2. Tingkat Kelangsungan Hidup
Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
transplantasi yang dilihat dari seberapa persen karang lunak yang ditransplantasi masih tetap hidup dari awal hingga akhir penelitian. Untuk menghitungnya maka digunakan persamaan Ricker (1975) in Haris (2001), yaitu:
……….. (2)
Keterangan :
SR = Tingkat kelangsungan hidup karang lunak (%), Nt = Jumlah fragmen karang lunak pada akhir penelitian, No = Jumlah fragmen karang lunak pada awal penelitian,
3.4.3. Laju Pertumbuhan Karang Lunak
Persamaan yang digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan karang lunak, serupa dengan yang digunakan Zonneveild et al dalam Yustina et al., (2003), yaitu :
………. (3)
Keterangan :
α = Laju pertumbuhan panjang/lebar karang lunak (cm),
Lt+1 = Rata-rata panjang/lebar karang lunak pada waktu ke- t+1, (cm) Lt = Rata-rata panjang/lebar karang lunak pada saat waktu ke-i, (cm) ti+1 = Waktu pengamatan ke-i+1
25
4.1. Kondisi Perairan Kolam
Kondisi lingkungan perairan berpengaruh terhadap pertumbuhan karang. Terdapat beberapa faktor fisik dan kimia yang berpengaruh diantaranya adalah suhu, salinitas, nutrient, arus, kecerahan. Berikut ini adalah parameter kualitas air yang diukur pada kolam pemeliharaan (Tabel 3).
Tabel 3. Parameter kualitas air kolam pemeliharaan
No Parameter Satuan Perlakuan Baku Mutu* Kolam terbuka Kolam tertutup I II I II 1 Suhu °C 26-28 26-28 28-30 2 Salinitas ‰ 31-33 31-33 33-34 3 Nitrat mg/l 0.9122 1.1100 0.2000 0.8062 0.0080 4 Nitrit mg/l 0.0019 0 0.0011 0 5 Amonia mg/l 0.6433 0.9530 0.2844 0.6858 0.3000 Catatan:*Baku mutu Keputusan MENLH No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu
kualitas air untuk biota
Karang mampu tumbuh dan berkembang secara optimum pada suhu rata-rata 25- 32 ºC (Nybaken, 2000). Nilai kisaran suhu perairan kolam selama penelitian antara 26-28 ºC. Kisaran suhu pada kolam perairan masih memenuhi syarat agar karang dapat tumbuh secara optimum.
Nilai salinitas pada kolam terkontrol berkisar antara 31-33 ‰. Menurut Keputusan MENLH No. 51 (2004) kisaran salinitas yang baik untuk biota
memiliki kisaran 33-34 ‰, hal ini menunjukkan bahwa salinitas kolam terkontrol masih mendukung untuk kehidupan karang lunak. Penurunan salinitas dapat dipengaruhi oleh masukan dari air hujan (Rachmawati, 2001).
Kecerahan pada kolam terbuka mencapai 100 %, karena air pada kolam terlihat jernih. Hal ini ditunjukkan dengan tidak terbatasnya pandangan hingga ke
dasar kolam. Pengadukan yang ditimbulkan oleh arus buatan tidak menimbulkan pengaruh yang cukup besar, karena arus yang ditimbulkan tidak mencapai dasar perairan sehingga tidak menimbulkan kekeruhan. Kecerahan sangat berpengaruh