• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

H. Motivasi Dalam Perspektif Islam

َيِه ْيِتَّلاِب ْمُهْلِداَج َو ِةَنَسَحْلا ِةَظِع ْوَمْلا َو ِةَمْك ِحْلاِب َكِ ب َر ِلْيِبَس ىَلِإ ُعْدُا

ُنَسْحَأ

نْيِدَتْهُمْلاِب ُمَلْعَأ َوُه َو ِهِلْيِبَس ْنَع َّلَض ْنَمِب ُمَلْعَأ َوُه َكَّب َر َّنِإ

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S an-Nahl: 125)50

Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menafsirkan surat An-Nahl: 125 dengan:

“Wahai nabi Muhammad, serulah, yakni lanjutkan usahamu untuk menyeru semua yang engkau sanggup seru, kepada jalan yang ditunjukkan Tuhanmu, yakni ajaran Islam, dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka, yakni siapa pun yang menolak atau meragukan ajaran Islam, dengan cara yang terbaik. Itulah tiga cara berdakwah yang hendaknya engkau tempuh menghadapi manusia yang beraneka ragam peringkat dan kecenderungannya; jangan hiraukan cemoohan, atau tuduhan-tuduhan tidak berdasar kaum musyrikin, dan serahkan urusanmu dan urusan mereka pada Allah karena sesungguhnya Tuhanmu yang selalu membimbing dan berbuat baik kepadamu Dia-lah sendiri yang lebih mengetahui dari siapa pun yang menduga tahu tentang siapa yang bejat jiwanya sehingga tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah saja juga yang lebih mengetahui orang-orang yang sehat jiwanya sehingga mendapatkan petunjuk”51

Ayat ini dipahami oleh sementara ulama sebagai menjelaskan tiga macam metode dakwah yang harus disesuaikan dengan sasaran dakwah. Terhadap cendekiawan yang memiliki pengetahuan tinggi diperintahkan menyampaikan dakwah dengan hikmah, yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan

50 Departemen Agama, Mushaf Al-Aula Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Jakarta : Perisai Qur’an, 2013)

51

tingkat kepandaian mereka. Terhadap kaum awam diperintahkan untuk menerapkan mauizhah, yakni memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan mereka yang sederhana. Sedang, terhadap Ahl al-Kitab dan penganut agama-agama lain, yang diperintahkan adalah jidâl/perdebatan dengan cara yang terbaik, yaitu dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan

Ayat di atas menjelaskan bahwa dalam konteks pendidikan dimana seseorang dituntut juga untuk membangkitkan motivasi siswa dengan berbagai usaha karena siswa yang dihadapi memiliki karakter dan latar belakang yang berbeda-beda.

I. Prestasi Belajar dalam Perpektif Islam

Kutipan al Quran tentang pentingnya belajar dan berprestasi antara lain:

َةَمْح َر اوُج ْرَي َو َة َر ِخَلأْا ُرَذْحَي اًمِئآَق َو اًد ِجاَس ِلْيَّلا َءآَناَء ٌتِناَق َوُه ْنَّمَأ

اوُلوُأ ُرَّكَذَتَي اَمَّنِإ َنوُمَلْعَيَلا َنيِذَّلا َو َنوُمَلْعَي َنيِذَّلا يِوَتْسَي ْلَه ْلُق ِهِ ب َر

ِباَبْلَلأْا

Artinya: apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya, hanya orang-orang yang berakallah yang mampu menerima pelajaran (QS. Al zumar:9)52

52 Departemen Agama, Mushaf Al-Aula Al-Qur’an Dan Terjemahnya, (Jakarta : Perisai Qur’an, 2013)

Tafsir Ayat:

Allah berfirman : Apakah orang yang beribadah secara tekun dan tulus di waktu-waktu malam dalam keadaan sujud akan berdiri secara mantap demikian juga yang rukuk dan duduk atau berbaring, sedang ia terus menerus takut siksa akhirat dan saat yang sama senantiasa mengharapkan rahmat Tuhannya sama dengan mereka yang baru berdoa saat mendapat musibah dan melupakan-Nya ketika memperoleh nikmat serta menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu? Tentu saja tidak sama! Katakanlah : “Adakah sama orang-orang yang mengetahui hak-hak Allah dan mengesakan-Nya dengan orang yang tidak mengetahui hak Allah dan mengkufuri-Nya? Sesungguhnya orang yang dapat menarik banyak pelajaran adalah Ulul Albab, yakni orang-orang yang cerah pikirannya53

Awal ayat di atas ada yang membacanya aman dalam bentuk pertanyaan dan ada juga yang membacanya amman. Yang pertama merupakan bacaan Naafi, ini merupakan pendapat Ibnu Katsir, dan Hamzah. Ia terdiri dari huruf alif dan man yang berarti siapa. Kata man berfungsi sebagai subjek (mubtada), sedang predikat (khabar)-nya tidak tercantum karena telah diisyaratkan oleh kalimat sebelumnya yang menyatakan bahwa orang-orang kafir mengada-adakan bagi Allah sekutu-sekutu dan seterusnya. Menurut Quraish bahwa bacaan kedua amman adalah bacaan mayoritas ulama. Ini pada mulanya terdiri dari dua kata yaitu am dan man, lalu digabung dalam bacaan dan tulisannya. Ia mengandung dua kemungkinan makna. Yang pertama kata am yang berfungsi sebagai kata yang digunakan bertanya. Maka dengan demikian ayat ini

53

bagaikan menyatakan “Apakah si kafir yang mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah sama dengan yang percaya dan tekun beribadah? Yang kedua, kata am berfungsi memindahkan uraian ke uraian yang lain, serupa dengan kata bahkan. Makna ini menjadikan ayat di atas bagaikan menyatakan. “ Tidak usah mengancam mereka, tapi tanyakanlah apakah sama yang mengada-adakan sekutu bagi Allah dengan yang tekun beribadah? Sedangkan kata qaanit terambil dari kata qanuut, yaitu ketekunan dalam ketaatan disertai dengan ketundukan hati dan ketulusannya. Sementara itu, ulama menyebut juga nama-nama tertentu bagi tokoh yang dinamai qaanit oleh ayat di atas, seperti Sayyidina Abu Bakar, atau ‘Ammar Ibnu Yasir ra. dan lain-lain. Ini merupakan contoh dari sekian tokoh yang dapat menyandang sifat tersebut. Dengan kata lain ayat di atas menggambarkan sikap lahir dan batin siapa yang tekun itu. Sikap lahirnya digambarkan oleh kata-kata saajidan/ sujud dan qaaiman/ berdiri sedangkan sikap batinnya dilukiskan oleh kalimat yahdzaru al-akhirata wa yarjuu ar-rahmah/ takut kepada akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya. 54

Ayat tersebut di atas memerintahkan kepada umat muslim untuk belajar sehingga akan tercapai prestasi. Hal ini ditekankan pada perbedaan orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu sehingga memiliki kedudukan yang berbeda pula. Dan hanya orang-orang yang mempunyai akallah yang bisa menerima pelajaran. Jadi orang yang tidak berakal susah untuk bisa menerima pelajaran yang diajarkan.

Dokumen terkait