BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5. Motor Bakar Bensin
Motor bakar bensin dikenal dengan motor bakar siklus Otto. Siklus otto pertama sekali dikembangkan oleh seorang insinyur berkebangsaan Jerman bernama Nikolaus A. Otto pada tahun 1837. [21]
Ciri khas dari motor bakar bensin adalah mempunyai busi dan karburator atau injektor. Bahan bakar yang digunakan adalah gasoline. Busi mempunyai
fungsi untuk penghasil loncatan api yang akan menyalakan gas dari campuran bahan bakar dan udara. Karburator dan injektor mempunyai fungsi yang sama antara lain untuk melakukan percampuran serta pengabutan udara dengan bahan bakar yang akan dibakar di dalam ruang bakar .Terdapat beberapa jenis mesin otto berdasarkan banyak langkahnya antara lain siklus Otto 2 langkah, siklus Otto 4 langkah, siklus Otto 6 langkah. Siklus Otto 2 langkah dan 4 langkah banyak digunakan pada kendaraan yang beredar sebagai transportasi.
2.5.1. Siklus Otto Ideal
Dalam siklus ini, terjadi penyalaan bunga api dengan menggunakan busi (spark ignition) yang akan membakar campuran bahan bakar dengan udara setelah melewati proses pengabutan yang dilakukan oleh karburator atau injektor. Siklus Otto ideal memiliki 4 langkah disebut juga mesin 4-langkah (four stroke
engine). Gambar 2.3 menjelaskan proses 4 langkah pada siklus Otto:
Gambar 2.3 Pembagian Langkah pada Siklus Otto [22]
Langkah-langkah yang terjadi pada motor bensin siklus Otto ideal adalah sebagai berikut:
1. Langkah Kompresi
Pada langkah kompresi terjadi campuran udara dan bahan bakar berada dalam ruang silinder. Piston akan bergerak mulai dari TMB ke TMA.
Kedua katup dalam keadaan tertutup. Energi yang dibutuhkan melakukan kompresi ini berasal dari kerja pada langkah sebelumnya yang tersimpan pada roda gila (flywheel).
2. Langkah Ekspansi
Pada langkah ekspansi terjadi percikan bunga api oleh busi yang akan membuat campuran udara dan bahan bakar terbakar (meledak) dan membuat piston terdorong ke TMB. Kedua katup masih dalam keadaan tertutup. Akibat dorongan ini piston menghasilkan kerja.
3. Langkah Pembuangan
Pada langkah pembuangan terjadi proses pembuangan gas hasil pembakaran (exhaust). Katup buang akan terbuka sementara katup masuk tetap tertutup.
4. Langkah Hisap
Pada langkah hisap terjadi prose masuknya campuran udara dan bahan bakar kedalam ruang bakar. Katup hisap terbuka sementara katup buang tertutup.
Dalam kondisi ideal siklus Otto dibatasi dua garis isentropik dan dua garis isovolume. Gambar 2.4 akan menjelaskan diagram siklus otto ideal.
Masing-masing proses diagram P-v dan T-s pada siklus Otto ideal adalah sebagai berikut:
1. Proses titik 1- titik 2 adalah proses kompresi isentropik dimana piston bergerak dari titik mati bawah (TMB) menuju titik mati atas (TMA). 2. Proses titik 2 - titik 3 adalah proses perpindahan panas dari bahan bakar
ke fluida kerja (pembakaran). Proses ini terjadi saat piston berada di TMA atau terjadi secara isovolum.
3. Proses titik 3 – titik 4 adalah proses ekspansi secara isentropik.
4. Proses titik 4 – titik 1 adalah proses pembuangan panas ke lingkungan dimana piston berada pada TMB. [24]
2.6. Unjuk Kerja Motor Bakar Bensin
Performansi dapat disebut juga sebagai unjuk kerja dari motor bakar bensin. Beberapa hal yang mempengaruhi performansi motor bakar bensin antara lain seperti rasio udara dan bahan bakar, dan rasio kompresi dari volume silinder ruang bakar. Kedua hal tersebut saling berpengaruh dengan peningkatan unjuk kerja mesin, efisiensi mesin dan emisi dari gas buang mesin motor bakar bensin.
2.6.1. Torsi (Torque)
Perkalian antara gaya dengan jarak dapat disebut sebagai Torsi. Disaat proses pembakaran pada ruang bakar, dimana piston akan bergerak translasi dan poros engkol yang menghubungkan piston dengan batang piston akan merubah gerak translasi menjadi gerak rotasi. Persamaan (2.1) dapat digunakan untuk menghitung torsi.
...2.1 Dimana : Pb = Daya (W)
n = Putaran mesin (rpm)
Pengujian torsi yang dilakukan menggunakan timbangan pegas tarik sehingga yang terhubung dengan roda belakang. Maka akan terjadi gaya antara roda belakang pada timbangan pegas tarik dalam pengujian torsi rem [25].
Persamaan (2.2) dapat digunakan untuk menghitung gaya yang diberikan roda belakang.
F = g x m ...2.2 Dimana : F = Gaya yang diberikan roda belakang (N)
g = Percepatan gravitasi (9,807 m/s2) m = Massa tarik timbangan pegas (kg)
Persamaan (2.3) dapat digunakan untuk menghitung torsi roda belakang:
τ
roda = F x r ...2.3 Dimana :τ
roda = Torsi roda belakang (N.m)F = Gaya yang diberikan roda belakang (N) r = Jari-jari roda belakang (m)
Putaran pada roda belakang diberikan oleh putaran poros engkol yang terhubung dengan sistem transmisi. Persamaan (2.4) dapat digunakan untuk mencari final ratio.
Final Ratio = perbandingan final gear x perbandingan rasio gigi 3
x perbandingan rasio poros engkol dengan transmisi ...2.4 Persamaan (2.5) dapat digunakan untuk menghitung torsi mesin.
τ
mesin =...2.5 Dimana :
τ
mesin = Torsi mesin (Nm)τ
roda = Torsi roda belakang (Nm)FR = Final Ratio
2.6.2. Daya (Power)
Kerja mesin selama waktu tertentu dapat disebut sebagai daya. Besarnya poros engkol yang bekerja dengan pembebanan merupakan daya poros. Daya poros berasal dari langkah kerja disaat campuran udara dan bahan bakar
meledak dan menyebabkan piston mengalami dorongan yang menghasilkan kerja pada poros engkol yang mengubah gerak translasi menjadi gerak rotasi. Prestasi mesin motor bakar ditentukan oleh daya poros yang telah dibebankan akibat gesekan seperti pada torak, dinding silinder, poros, dan bantalan. Frekuensi putaran motor atau disebut dengan RPM (Revolution per Minute) mempengaruhi besarnya daya poros dimana semakin banyak putaran poros yang terjadi maka semakin besar daya poros tersebut[26]. Persamaan (2.6) dapat digunakan untuk menghitung daya poros.
...2.6
Dimana : τmesin = Torsi mesin (Nm)
2.6.3. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Specific Fuel Consumption)
Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu. Persamaan (2.7) dapat digunakan untuk menghitung laju aliran massa bahan bakar.
̇ ...2.7 Jika diketahui rasio massa jenis zat (pertalite/aditif)–air maka massa jenis zat tersebut dapat dicari dengan persamaan (2.8).
...2.8 Dimana : ̇ = Laju aliran bahan bakar (kg/jam)
= Rasio massa jenis zat = Massa jenis zat (kg/m3)
= Massa jenis bahan bakar (kg/m3) = Massa jenis air (kg/m3)
= Volume bahan bakar yang diuji (m3)
Jika terdapat beberapa jenis campuran zat yang terkandung dalam bahan bakar maka rasio massa jenis campuran bahan bakar-air dihitung dengan persamaan (2.9).
...2.9 Dimana: A = Rasio volume zat aditif-campuran bahan bakar
P = Rasio volume pertalite-campuran bahan bakar ρa =Massa jenis zat aditif (kg/m3)
ρp = Massa jenis pertalite (kg/m3)
Persamaan (2.10) dapat digunakan untuk menghitung besarnya konsumsi bahan bakar spesifik.
...2.10 Dimana : sfc = Konsumsi bahan bakar spesifik (g/kWh)
ṁf = Laju aliran massa bahan bakar (kg/jam) Pb = Daya (Watt)
2.6.4. Rasio Udara-Bahan Bakar (Air Fuel Ratio)
Perbandingan udara dan bahan bakar yang masuk kedalam ruang bakar adalah AFR. Secara kimia dibutuhkan rasio udara/bahan bakar yang tepat unutk berlangsungnya pembakaran yang sempurna. Rasio udara bahan bakar dalam sistem bahan bakar bervariasi, bergantung pada kondisi operasi saat itu. Hal yang dapat mempengaruhi rasio udara bahan bakar yaitu temperatur mesin, temperatur udara yang dihisap, tekanan udara yang terhisap dan kerapatan udara sekitar. Saat beroperasi dengan beban ringan dengan kecepatan medium, dan rancangan ruang bakar yang baik, campuran bahan bakar miskin (dalam kisaran 16:1-18:1) masih dimungkinkan untuk terbakar. Campuran miskin meningkatkan ekonomi bahan bakar, mengurangi emisi, tetapi juga mengurangi daya keluaran. Campuran udara dan bahan bakar yang stokiometri (14:1-14,7:1) menghasilkan daya keluaran yang optimal. Campuran bahan bakar yang kaya (11,5:1-13,5:1) mengurangi nilai ekonomi bahan bakar tetapi mempunyai daya yang terbesar. Jika campuran udara
bahan bakar terlalu miskin (diatas 18:1), campuran tidak akan menyala yang menyebabkan kondisi kegagalan penyalaan.[27] Persamaan (2.11) dapat digunakan untuk menghitung rasio udara-bahan bakar.
̇ ̇ ...2.11 Dimana : ̇ = Laju Aliran Massa Udara (kg/jam)
̇ = Laju aliran bahan bakar (kg/jam)
Persamaan (2.12-2.15) dapat digunakan untuk menghitung laju aliran massa udara. ... 2.12 ...2.13 ...2.14 ... 2.15
Dimana: Pi = Tekanan udara masuk silinder (kPa) Ti = Temperatur udara masuk silinder (Kelvin) R = Konstanta udara (0,287 kJ/kg.K)
Vd = Volume silinder/displacement (m3) Vc = Volume sisa/clearence (m3)
ma = Massa udara masuk silinder per siklus (kg) Nd = Jumlah silinder (silinder)
n = Putaran mesin (rpm)
a = Putaran poros dalam satu siklus (putaran) B = Diameter piston (m)
S = Panjang langkah (m3) RC = Rasio Kompresi
2.6.5. Efisiensi Volumetris (Volumetric Efficiency)
Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka proses ini ideal. Tetapi dalam kondisi aktual dimana massa udara yang dapat dihisap selalu lebih sedikit akibat efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika memasuki silinder mesin. Besar daya dan kinerja yang dapat diperoleh motor tergantung pada jumlah maksimum udara di dalam silinder sepanjang siklus. Lebih banyak udara berarti lebih banyak bahan bakar yang terbakar dan lebih banyak energi yang dapat dikonversikan ke keluaran daya. Persamaan (2.16) dan (2.17) dapat digunakan untuk menghitung efisiensi volumetris.
...
2.16
...
2.17Dimana : = Kerapatan Udara (kg/m3) R = Konstanta udara (287 J/kg.K) Pa = Tekanan udara (1 atm = 101325 Pa) Ta = Temperatur udara (kelvin)
2.6.6. Efisiensi Termal ( Thermal Efficiency)
Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis seperti gesekan, kerja pompa oli dan pompa pendingin, dan panas yang terbuang. Efisiensi termal pembakaran didefinisikan untuk menyatakan fraksi dari bahan bakar yang terbakar. Persamaan (2.18) dapat digunakan untuk menghitung efisiensi termal.
̇ ...2.18 Dimana : Pb = Daya (Watt)
̇ = Laju aliran bahan bakar (kg/jam) LHV = Nilai kalor bawah bahan bakar (kJ/kg)