• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 berdirinya website MP3.com untuk musisi-musisi

3.2.4 Musik, Industri Musik dan Pembajakan Musik

Bagi sebagian besar orang, musik telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya sehari-hari. Musik telah berubah fungsi, tidak lagi hanya dijadikan sebagai alat hiburan akan tetapi juga telah menjadi kebutuhan utama. Saat ini, musik tidak lagi dipandang sebagai sebuah karya seni yang hanya dinikmati oleh para peminat seni saja. Beberapa penelitian bahkan membuktikan bahwa musik dapat menjadi penunjang produktifitas lintas disiplin. Sebuah penelitian yang dilakukan kepada para insinyur dan desainer teknik di Silicon Valley telah membuktikan kalau sebagian besar dari mereka menjadi lebih produktif ketika diijinkan bekerja sambil mendengarkan musik yang mereka sukai (Center for the Arts in the Basic Curriculum, 1997).

Keberadaan musik juga dipandang sangat penting dalam proses pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia. Para eksekutif kelas atas di Amerika

Serikat setuju bahwa penerapan pendidikan musik bagi para pelajar akan memperbaiki kelemahan sistem pendidikan di negara tersebut sehingga menghasilkan lulusan yang lebih baik untuk menghadapi dunia kerja di abad ke-21 (Business Week, Oktober, 1996). Begitu pentingnya peranan musik dalam dunia pendidikan sehingga mendorong para penyedia pendidikan perguruan tinggi di Amerika Serikat untuk memberikan pendidikan musik sebuah tempat dalam kurikulumnya. Para penyedia pendidikan tersebut mengakui bahwa keterlibatan mahasiswa dalam musik terbukti memberikan dampak positif dalam hal manajemen waktu, kreatifitas, ekspresi, serta keterbukaan pikiran (The Associated Press, Oktober, 1999).

Musik itu sendiri adalah seni yang menggunakan bebunyian sebagai medium ekspresinya. Musik merupakan segala bunyi yang dihasilkan secara sengaja oleh seseorang atau sekumpulan orang dan disajikan sebagai musik (Wikipedia.org, Februari, 2012). Musik adalah sebuah fenomena intuitif natural yang hidup dalam tiga dunia, waktu, pitch, dan energi, dibawah tiga struktur organisasi yang saling berdekatan dan berhubungan satu sama lain yaitu ritme, harmoni dan melodi (Music Novatory, The Science of Music, Februari, 2012).

Keberadaan musik sebagai alat komunikasi yang merubah perilaku para pendengarnya sesuai dengan definisi yang disampaikan oleh Carl Hovland. Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang untuk menyampaikan pesan agar merngubah tingkah laku orang lain (Carl Hovland). Dalam komunikasi, musik berperan sebagai media penyampaian pesan. Komunikasi adalah penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu

atau mengubah sifat, baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media tertentu (Onong).

Musik adalah bagian dari konstruksi sosial dalam kehidupan manusia (Music and Discourse: Toward a Semiology of Music, 1990). Musik seringkali disadari sebagai sebuah seni atau hiburan, akan tetapi pada dasarnya musik adalah sebuah fakta sosial yang definisinya bergantung kepada suatu masa dan budaya tertentu (Jurnal Musik, no. 17:37–62, 1975). Keberadaan musik dalam keseharian serta kehidupan sosial manusia tersebut yang akhirnya mendorong perkembangan musik ke arah industri.

Pada perkembangannya, musik yang awalnya hanya sebagai alternatif hiburan untuk pengisi waktu luang kemudian menjadi sebuah produk yang potensial untuk dijadikan industri.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu menyatakan sumberdaya musik adalah sebuah cultural capital yang luar biasa. Untuk itu pemerintah bertekad untuk mengangkat kekayaan sumber daya musik ini dalam konteks pengembangan ekonomi dan industri kreatif. (Okezone.com, November, 2011)

Rubrik Music Biz Majalah Rolling Stone Indonesia menceritakan awal mula pembajakan musik yang diawali oleh komersialisme di masa lalu yang berkembang seiring perkembangan jaman menjadi sebuah permasalahan kompleks ketika industri tersebut dikejutkan oleh isu pembajakan melalui format digital yang tersebar di internet.

Industri musik rekaman yang kita kenal sekarang berawal dari mulainya komersialisme produk musik lewat piringan hitam. Musik yang ingin kita nikmati hanya bisa kita nikmati lewat pertunjukan langsung, dan pembelian piringan hitam. Para pelaku industri musik rekaman memiliki kekuasaan cukup ketat terhadap distribusi musik, karena akses ke musik dibatasi pada sebuah produk fisik tersebut. Sebuah pola bisnis yang relatif sempurna terbentuk – sebuah struktur industri yang menjual beraneka ragam musik, dalam format dan harga yang relatif sama. (Majalah Rolling Stone Indonesia #78 edisi Oktober 2011)

Salah satu inovasi yang mengembangkan industri musik rekaman juga jadi salah satu penyebab besar industrinya secara relatif turun drastis adalah digunakannya Compact Disk Audio (CDA) sebagai media distribusi musik.

Musik yang dikemas dalam CDA diperkenalkan ke publik pada tahun ’80-an, dan menawarkan kemurnian suara yang nyaris menandingi piringan hitam. Setelah mengalami masa kaset yang memiliki beberapa keterbatasan teknologi, CDA memberikan sebuah pengalaman mendengarkan musik yang cukup konsisten, yang hanya akan dibatasi oleh perangkat audio yang digunakan. Dilengkapi dengan pola media dan berita yang pada zaman itu masih relatif tersentralisasi, promosi dan penjualan produk musik sangat berkembang untuk kemudian menjadikan era CDA sebagai era keemasan industri musik rekaman.

Pertumbuhan pemakaian Personal Computer (PC) pada tahun ’90-an memicu industri perangkat lunak untuk makin berkembang – bukan saja oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Microsoft dan Apple, tapi juga pengembang-pengembang lunak independen dan open source – yang menemukan cara supaya isi CDA dapat disalin ke dalam komputer, dalam format MP3, yang semula dimaksudkan oleh Moving Picture Experts Group sebagai bagian dari protokol enkripsi video. Software pertama yang bisa membuat file format MP3 dikeluarkan oleh Fraunhofer Society pada tahun 1994, yang kemudian disusul oleh berdirinya website MP3.com untuk musisi-musisi independen, dan keluarnya WinAmp yang mempopulerkan MP3 sebagai format penyebaran musik, sampai akhir ’90-an. CD yang semula tidak mudah dibuat duplikatnya (dibandingkan dengan kaset yang sangat mudah diduplikasi dengan perangkat dubbing), ternyata dapat diduplikasi dengan mudah melalui perangkat lunak khusus dan CD writer, dan bahkan disalin isinya menjadi MP3 yang dapat disebar dengan mudah melalui Internet. Keberadaan format MP3 inilah yang kemudian menjadi pemicu tumbuhnya pembajakan musik secara masal melalui medium internet. (Majalah Rolling Stone Indonesia #78 edisi Oktober 2011)

Seiring dengan semakin dikenalnya format MP3 di negara-negara maju, perkembangan industri musik di Indonesia juga mulai terpengaruh.

“Nilai pembajakan musik pada 2010 mencapai Rp 4,5 triliun! Angka ini sama saja dengan nilai pada tahun lalu. Padahal, bisnis musik sendiri turun dari Rp 6,31 triliun pada 2009 menjadi Rp 6 triliun pada 2010 ini. Dari omset ini, musik digital menyumbang Rp 1, 81 triliun (2009) kemudian Rp 1,5 triliun (2010).“ (Bisnis Indonesia, Desember, 2010)

Dokumen terkait