• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Nilai Analisis Korelasi Pearson

Analisis korelasi Pearson diperoleh dengan menganalisis hubungan keanekaragaman dan faktor fisik-kimia perairan Danau Toba desa Haranggaol menggunakan metode Pearson. Nilai indeks korelasi (r) dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Nilai Korelasi Pearson antara Kepadatan ikan bilih dengan sifat faktor fisik kimia perairan Danau Toba Desa Haranggaol.

No Parameter Nilai Korelasi (r)

A Fisika 1 Suhu +0,342 2 Intensitas Cahaya -0,173 3 Penetrasi Cahaya +0,821 4 TDS +0,552 5 TSS -0,934 B Kimia 6 Derajat Keasaman (pH) +0,340 7 Kejenuhan Oksigen -0,194 8 DO -0,360 9 BOD -0,085 10 COD -0,870 11 Amoniak +0,804 12 Fosfat -0,976

Keterangan: + = Korelasi Positif (Searah) dan - = Korelasi Negatif (Berlawanan)

Tabel 6 menunjukkan hasil uji analisis korelasi antara parameter fisik-kimia perairan dengan kepadatan ikan bilih (M. padangensis) di Perairan Danau Toba Desa Haranggaol berbeda tingkat korelasi dan signifikansinya. Nilai penetrasi cahaya berkorelasi positif (searah) terhadap kepadatan ikan dengan nilai korelasi +0.821 yang dapat dikategorikan pada korelasi yang sangat kuat, yang berarti semakin tinggi nilai penetrasi cahaya maka semakin tinggi nilai kepadatan ikan dan sebaliknya semakin rendah nilai penetrasi cahaya maka nilai kepadatan akan semakin rendah. penetrasi yang berasal dari radiasi cahaya matahari akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ikan bilih dalam kisaran optimal, jika terjadi peningkatan suhu akan mempengaruhi laju metabolisme ikan. Menurut Sitorus (2009), seiring dengan semakin besarnya sudut datang matahari, secara berkelanjutan intensitas cahaya semakin kuat masuk ke kolom perairan. Hal ini berpengaruh terhadap aktivitas fitoplankton untuk memperbanyak diri, sehingga pada kolom air yang mendapat penyinaran yang lebih besar akan mempunyai jumlah fitoplanton lebih banyak.

Menurut Rifai et al., (1983) cahaya merupakan unsur penting dalam kehidupan ikan. Cahaya dibutuhkan ikan untuk mengejar mangsa, menghindari diri dari predator, membantu dalam penglihatan, proses metabolisme dan pematangan gonad. Menurut Michael (1994), menyatakan bahwa intensitas matahari mempengaruhi produktifitas primer. Hasil perubahan energi matahari mempengaruhi produktifitas primer. Hasil perubahan energi matahari menjadi energi kimia dapat diperoleh melalui proses fotosintesis oleh tumbuhan hijau. Proses fotosintesis sangat tergantung pada intensitas matahari, konsentrasi CO2,

oksigen terlarut dan temperatur perairan.

TSS berkorelasi negatif (berlawanan) terhadap kepadatan ikan dengan nilai korelasi -0.934 yang dikategorikan pada korelasi yang sangat kuat, yang berarti semakin tinggi nilai TSS maka semakin rendah nilai kepadatan dan sebaliknya semakin rendah nilai TSS maka nilai kepadatan akan semakin tinggi. TSS menetukan kecerahan diperairan. Berkurangnya kecerahan suatu perairan akan mengurangi kelimpahan plankton dan akan berdampak pada ketersediaan makanan ikan. Menurut Levinton (1982) Kejernihan badan air sangat dipengaruhi oleh partikel-partikel terlarut dan lumpur. Semakin banyak partikel atau bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat. Kekeruhan atau konsentrasi bahan tersuspensi dalam perairan akan menurunkan efisiensi makanan dari organisme pemakan suspensi. Menurut Sitorus (2009), Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan air, hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada giliran menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan.

COD berkorelasi berkorelasi positif (searah) terhadap kepadatan ikan dengan nilai korelasi +0.870 yang dapat dikategorikan pada korelasi yang sangat kuat, yang berarti semakin tinggi nilai COD maka semakin tinggi nilai kepadatan ikan dan sebaliknya semakin rendah nilai penetrasi cahaya maka nilai kepadatan akan semakin rendah. Nilai COD mempengaruhi kepadatan ikan bilih. Tingginya nilai COD yang sukar diuraikan akan mempengaruhi respirasi yang akan menghambat pertumbuhan ikan. COD dapat mengukur nilai kandungan perairan yang bersifat kimiawi yang sukar diuraikan secara biologi, yang sering terdapat di

lokasi pelabuhan. Menurut Ambarita (2009), Adanya bahan pencemar berupa senyawa organik maupun anorganik dalam air akan sangat mepengaruhi kadar oksigen terlarut dalam air. Oksigen sangat dibutuhkan oleh bakteri aerobik untuk menguraikan senyawa organik dan anorganik yang terdapat dalam air baik secara biologis maupun kimiawi, sementara di sisi lain oksigen terlarut sangat dibutuhkan oleh ikan untuk melakukan kegiatan metabolisme. Menurut Kristanto (2002) Banyaknya bahan organik yang tidak mengalami pengurairan biologis secara cepat berdasarkan pengujian BOD5, tetapi senyawa organik tersebut juga

menurunkan kualitas air. Bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi tersebut juga menurunkan kualitas air. Bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD.

Amoniak berkorelasi positif (searah) terhadap kepadatan ikan dengan nilai korelasi +0.856 yang dapat dikategorikan pada korelasi yang sangat kuat, yang berarti semakin tinggi nilai amoniak maka semakin tinggi nilai kepadatan dan sebaliknya semakin rendah nilai amoniak maka nilai kepadatan akan semakin rendah. Amoniak yang berasal dari sisa buangan ikan keramba jaring apung akan mempengaruhi perubahan nilai amoniak, amoniak yang semakin meningkat akan mengakibatkan racun bagi perairan dan biota air. Menurut Raharjo et all.,(2011) amoniak adalah hasil ekskresi utama ikan, tetapi bila berada pada konsentrasi tinggi, akan memperlambat laju pertumbuhan ikan. Amoniak yang tak-terionisasi (NH3) di air akan memberikan efek racun terhadap ikan daripada bentuk

terionisasi (NH4+) pada konsentrasi yang sama. Ketika konsentrasi ammoniak naik

dalam air, maka ekskresi ammoniak oleh ikan menurun sehingga konsentrasi ammonia dalam darah dan jaringgan lainnya naik.

Fosfat berkorelasi negatif (berlawanan) arah terhadap kepadatan ikan dengan nilai korelasi -0.976 yang dikategorikan pada korelasi yang sangat kuat, yang berarti semakin tinggi nilai fosfat maka semakin rendah nilai kepadatan dan sebaliknya semakin rendah nilai fosfat maka nilai kepadatan akan semakin tinggi. Fosfat menentukan kesuburan suatu perairan karena dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan air sebagai pertumbuhan. Menurut Chu dalam Mackmentum (1969), kandungan fosfat dalam air merupakan karakteristik kesuburan perairan yang bersangkutan.

BAB 5

Dokumen terkait