• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN A. Jenis Pendekatan dan Penelitian

D. Metode pendidikan akhlak pada dialog Nabi Musa as dan Nabi Harun as pada QS.Al-A’raf ayat 150-154

3. Nilai Pendidikan Akhlak Kebijaksanaan

Ditunjukkan pada penggalan ayat 150 :                                      

“Hai anak ibuku, Sesungguhnya kaum Ini Telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku”

Di dalam tafsir Al-Mishbah penafsiran potongan ayat 150 di atas menceritakan bahwa Nabi Harun as. berkata kepada Nabi Musa as.anak ibu tanpa menggunakan kata panggilan “Hai”. Penggunaan kata anak ibuk-(ku) bukan saudaraku adalah upaya dari Nabi Harun as mengingatkan Nabi Musa as tentang hubungan Rahim dan kasih sayang yang pernah mereka rasakan bersama.10

Penjelasan tersebut di perkuat lagi dengan penjelasan dari Tafsir Al-Azhar yang menceritakan bahwa mula-mula disebutnya kata-kata yang dapat menyinggung perasaan halus Nabi Musa, orang yang bertabiat lekas marah tetapi lekas padam marah itu kalau tidak ditentang. Dipanggilnya, wahai anak ibuku! Lebih mendalam dari pada kalau dia katakana wahai adik kandungku! Bukan orang lain aku ini bagimu, satu perut mengandung kita. Dengan panggilan demikian sajapun, mulailah surut marahnya dan mudahlah bagi Nabi Harun as. melanjutkan keterangan.11

Dari penjelasan kedua tafsir di atas potongan ayat tersebut penulis dapat mengambil nilai pendidikan akhlak yaitu kebijaksanaan, yang di contohkan oleh sikap Nabi Harun as. ketika menghadapi kemarahan Nabi Musa as.. Tindakan yang dilakukan oleh Nabi Harun as. adalah tindakan yang tepat yaitu dengan menghadapi kemarahan Nabi Musa as dengan berkata lembut yakni dengan mengatakan “anak Ibuk-ku” dengan maksud agar Nabi Musa as mengingat bahwa

10 Tafsir al-Misbah Hlm..257

mereka bersaudara sehingga kemarahan Nabi Musa as pun mereda. Keputusan yang dilakukan oleh Nabi Harun as tersebut merupakan keputusan yang bikasana. Beliau tidak membalas sikap Nabi Musa as. dengan kemarahan yang sama melainkan dengan bersikap lembut.

Bijaksana dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah pandai, hati-hati dan kecakapan dalam bertindak apabila menghadapi masalah. Bijaksana adalah memahami tentang keseimbangan. Memahami kejahatan dan kebaikan, kemarahan dan kesabaran, ketakutan dan keberanian.12 Sikap bijaksana seharusnya dimiliki oleh setiap individu ketika menghadapi masalah dalam hidupnya. Hendaknya seseorang memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukannya. Seperti yang di contohkan oleh sikap Nabi Harun as. ketika menghadapi kemarahan Nabi Musa as. tidak melakukan tindakan secara tergesa-gesa sehingga tindakan yang dilakukan tepat dan tidak menambah masalah.13

Demikian juga jika diaplikasikan dalam pendidikan, sikap guru dalam menghadapi anak didik, teman-temannya sesama guru, kepala sekolah dan sekolah itu senidiri akan dilihat, diamati dan dinilai pula oleh anak didik. Sikap pilih kasih dalam memperlakukan anak didik adalah yang paling cepat dirasakan oleh anak didik, karena semua anak mengharapkan perhatian dan kasih sayang gurunya. Kelakuan anak didik tidak boleh dijadikan alasan untuk membedakan perhatian karena anak yang nakal misalnya seringkali dimarahi oleh guru, karena ia sering mengganggu suasana sekolah. Akan tetapi guru yang bijaksana tidak akan benci kepada anak yang nakal, dia akan lebih memperhatikannya dan berusaha mengetahui latar belakang anak. Sikap bijaksana

12 Majalah Dakwah Islam (Majalah Nabawiy),(Pasuruan:Yayasan Suniyah Salafiyah,) Edisi No.91 Th.IX Shafar 1432 H/ Februari 2011, Hlm.90

adalah hal yang paling baik menyelesaikan masalah yang ada, semua ini akan menimbulkan anak didik suka pada guru.14

4. Nilai Pendidikan Akhlak Pengontrolan diri

         

“sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan Aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim"

Dalam Tafsirnya Quraish Shihab, Setelah Nabi Harun as. berkata : Hai anak ibu (ku),

sesungguhnya kaum ini yang menyembah lembu telah menganggapku lemah serta mengancamku dan hamper-hampir mereka membunuhku karena aku telah bersungguh-sungguh mencegah

mereka, dan tidak ada lagi upaya yang dapat kulakukan.

Maka ayat di atas menjelaskan lanjutan perkataan beliau kepada Nabi Musa as. “sebab itu

jangan engkau menjadikan musuh-musuh bergembira melihatku” dengan kecamanmu yang

keras ini, karena itu berarti engkau dan mereka sama mengecamku, dan janganlah engkau

jadikan atau menduga dan menganggap aku bersama golongan orang-orang yang dzalim

sehingga apabila itu terjadi putus hubunganku dengan orang-orang yang kucintai termasuk dirimu wahai saudaraku.15

Hamka dalam tafsirya juga menjelaskan bahwa dalam kejadian itu ketika Nabi Musa as mulai meredah amarahnya, Nabi Harun as memberikan keterangan atas kejadian yang menimpah kaumnya. Dia katakana bahwa dengan segala daya-upaya menurut kesanggupannya orang-orang itu telah dia larang, tetap karena dia bukan seorang yang gagah perkasa yang menimbulkan takut

14 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar baru), 1989, Hlm.15

siapa yang menentang, seperti kepribadian Musa as, nasihatnya tidak di pedulikan orang, bahkan dia di anggap lemah. Bahkan kalau masih tetap dia bersih keras melarang, mereka mau membunuhnya. Setelah itu dimasukkanyalah sesalan atas sikap adiknya menarik-narik rambut dan jenggotnya di hadapan orang banyak itu, sebab perlakuan yangdemikian bisa menggembirakan musuh, sebab sejak golongan samiri hendak membunuhnya itu, teranglah bahwa mereka memusuhi dia. Dan dia peringatkan pula, janganlah Musa menuduhnya serta menyerta dalam perbuatan yang telah melanggar ketentuan Allah itu. Dia tetap tidakmenyetujuidan tidak mencampuri, tetapi dia mengaku bahwa dia tidaklah mempunyai wibawa yang begitu hebat bagai Musa.

Dari penjelasan tafsir di atas penulis mengambil pelajaran akhlak yaitu pengontrolan diri yang dilakukan oleh Nabi Musa as. dari sikap beliau yang semula di kuasai dengan kemarahan kemudian setelah mendengar keterangan sari saudaranya yakni Nabi Harun as. maka meredahlah amarah beliau. Disini dapat di ambil nilai pendidikan akhlak pengontrolan diri. Pengontrolan diri merupakan upaya manusia untuk mengendalikan pikiran dan tindakan dengan norma-norma yang benar, kontrol diri merupakan hal yang penting bagi setiap individu.

Ciri-ciri seseorang mempunyai kontrol diri antara lain :

a. Kemampuan untuk mengontrol perilaku yang ditandai dengan kemampuan menghadapi situasi yang tidak diinginkan dengan cara mencegah atau menjauhi situasi tersebut, mampu mengatasi frustasi dan ledakan emosi.

b. Kemampuan menunda kepuasan dengan segera untuk mengatur perilaku agar dapat mencapai sesuatu yang lebih berharga atau lebih diterima oleh masyarakat

c. Kemampuan mengantisipasi peristiwa dengan mengantisipasi keadaan melalui pertimbangan secara objektif.

d. Kemampuan menafsirkan peristiwa dengan melakukan penilaian dan penafsiran suatu keadaan dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif

e. Kemampuan mengontrol keputusan dengan cara memilih suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.

Dokumen terkait