BAB I : PENDAHULUAN
B. Landasan Teori
3. Nilai Pendidikan
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan
berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna
bagi kehidupan manusia. Nilai sebagai kualitas yang independen akan memiliki
ketetapan yaitu tidak berubah yang terjadi pada objek yang dikenai nilai. Persahabatan
sebagai nilai (positif/baik) tidak akan berubah esensinya manakala ada penghianatan
antara dua yang bersahabat. Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada
bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung.
Nilai menurut Ahmadi dan Uhbiyati (1991: 69) merupakan sesuatu yang
abstrak, tetapi secara fungsional mempunyai ciri mampu membedakan antara yang
Nilai adalah sifat-sifat, hal-hal yang penting dan berguna bagi kehidupan.
Dengan kata lain nilai adalah aturan yang menentukan sesuatu benda atau perbuatan
lebih tinggi, dikehendaki dari yang lain (Semi: 1993: 54). Lebih lanjut Atar Semi
mengatakan bahwa nilai juga menyangkut masalah bagaimana usaha untuk
menentukan sesuatu itu berharga dari yang lain, serta apa yang dikehendaki dan apa
yang ditolak.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan segala
sesuatu tentang baik dan buruk yang memiliki sifat-sifat yang berguna untuk manusia.
b. Hakikat Pendidikan
Pendidikan secara umum bertujuan membantu manusia menemukan hakikat
kemanusiaannya. Maksudnya, pendidikan harus mewujudkan manusia seutuhnya.
Dengan adanya pendidikan diharapkan manusia mampu menyadari potensi yang
dimiliki sebagai makhluk yang berpikir. Soedono (2003: 18) menjelaskan pengertian
pendidikan adalah bentuan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada
anak didik dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatiihan
yang dilakukan.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Tilaar (2002: 28) pendidikan adalah suatu
proses menumbuh kembangkan eksistensi peserta didik yang memastarakat dan
membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional serta global.
Menurut Marimba (1989: 19) seorang pakar filsafat pendidikan merumuskan
bahwa pendidikan adalah bimbingan atau tuturan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian utama.
Dari pendapa-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah
suatu proses menumbuhkembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat dan commit to user
membudidaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional, memasyarakat
dan membudidaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional, serta global
terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menujuserta global terhadap
perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian
utama. Pendidikan secara umum bertujuan membantu manusia menemukan hakikat
kemanusiaannya atau mewujudkan manusia seutuhnya.
c. Nilai Pendidikan Dalam Novel
Atar Semi (1993: 20) mengungkapkan bahwa nilai didik dalam karya sastra
memang banyak diharapkan dapat memberi solusi atas sebagian masalah dalam
kehidupan masyarakat. Sastra merupakan alat penting bagi pemikir-pemikir untuk
menggerakkan pembaca pada kenyataan dan menolongnya mengambil suatu
keputusan apabila ia menghadapi suatu masalah.
Waluyo (1992: 28) berpendapat bahwa makna nilai dalam sastra adalah
kebaikan yang ada dalam makna karya seseorang. Hal ini bahwa dalam karya sastra
pada dasarnya selalu mengandung nilai-nilai kehidupan yang bermanfaat untuk
pembaca. Muatan nilai-nilai yang tersirat dalam karya sastra pada umumnya adalah
nilai religius, nilai moral, nilai sosial, dan nilai estetika atau kehidupan. Selain itu juga
terdapat nilai budaya atau adat.
1) Nilai Religius (agama)
Sastra bukan sebuah khotbah agama, tetapi tempat konsultasi nasehat, tetapi
secara hakiki, sifat pendidikannya mempunyai peran dan fungsi yang sejalan
dengan nilai agama. Nilai religius (agama) dalam sebuah karya sastra merupakan
peneguh batin bagi pembacanya, termasuk di dalamnya yang bersifat keagamaan. commit to user
Nurgiyantoro (2012: 326) menjelaskan bahwa agama lebih menunjukkan
pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi.
Seorang religius adalah orang yang mencoba memahami dan menghayati hidup
dan kehidupan ini lebih dari sekedar yang lahiriah saja.
Religius adalah keterkaitan antara manusia dengan Tuhan.
Koentjaraningrat (1985: 145) menyatakan bahwa makin seseorang taat
menjalankan syariat agama, maka makin tinggi pula tingkat religiusitasnya.
Bardasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa nilai agama merupakan
nilai-nilai dalam kehidupan manusia yang menggambarkan hubungan manusia
dengan Tuhan.
2) Nilai Moral
Secara etimologis (asal kata) moral berasal dari kata “mos” atau “mores” yang berarti tata cara, adat istiadat, kebiasaan, atau tingkah laku Koentjaraningrat
(1985: 23). Sebuah karya sastra yang menawarkan nilai moral biasanya bertujuan
untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai estetika dan budi pekerti.
Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup
pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan
hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2012: 321).
Lebih lanjut Nurgiyantoro (2012: 322) menjelaskan bahwa sebuah karya fiksi
yang menawarkan pesan moral yang bersifat universal pula dan memungkinkan
untuk menjadi sebuah karya yang bersifat sublim dan ditentukan oleh berbagai
unsur intrinsik lain.
Moral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat
sastra, selalu dalam pengertian baik. Pesan moral sastra tidak harus sejalan
dengan hukum agama sebab sastra memang bukan agama.
3) Nilai Sosial
Hampir semua novel Indonesia sejak awal pertumbuhannya hingga dewasa
ini, boleh dikatakan mengandung unsur nilai sosial walau dengan intensitas yang
berbeda (Nurgiyantoro, 2012: 330).
Tata nilai sosial tertentu akan mengungkapkan sesuatu hal yang dapat
direnungkan dalam karya sastra dengan ekspresinya. Pada akhirnya dapat
dijadikan cermin atau sikap para pembacanya (Suyitno, 1986: 31).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai sosial dapat dilihat dari
hubungan antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat.
4) Nilai Pendidikan Budaya
Nilai-nilai budaya menurut Rosyadi (1995: 74) merupakan sesuatu yang
dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa
yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku
bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada
suatu masyarakat dan kebudayaannya.
Nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat, hidup dan
berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti dengan nilai budaya
lain dalam waktu singkat. Uzey (2009: 1) berpendapat mengenai pemahaman
tentang nilai budaya dalam kehidupan manusia diperoleh karena manusia
memaknai ruang dan waktu. Makna itu akan bersifat intersubyektif karena
ditumbuh-kembangkan secara individual, namun dihayati secara bersama, commit to user
diterima, dan disetujui oleh masyarakat hingga menjadi latar budaya yang terpadu
bagi fenomena yang digambarkan.
Sistem nilai budaya merupakan inti kebudayaan, sebagai intinya ia akan
mempengaruhi dan menata elemen-elemen yang berada pada struktur permukaan
dari kehidupan manusi yang meliputi perilaku sebagai kesatuan gejala dan
benda-benda sebagai kesatuan material. Sistem nilai budaya terdiri dari
konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat,
mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena
itu, suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi
kelakuan manusia.
Dapat disimpulkan dari pendapat tersebut sistem nilai budaya menempatkan
pada posisi sentral dan penting dalam kerangka suatu kebudayaan yang sifatnya
abstrak dan hanya dapat diungkapkan atau dinyatakan melalui pengamatan pada
gejala-gejala yang lebih nyata seperti tingkah laku dan benda-benda material
sebagai hasil dari penuangan konsep-konsep nilai melalui tindakan berpola.
Adapun nilai-nilai budaya yang terkandung dalam novel dapat diketahui melalui
penelaahan terhadap karakteristik dan perilaku tokoh-tokoh dalam cerita.