• Tidak ada hasil yang ditemukan

dan P-5 secara duplo dengan cara dipipetkan sebanyak masing-masing 1 ml ke dalam cawan petri steril dan dipupukkan dengan media Salmonella and Shigella Agar

(SSA) steril dengan suhu sekitar 37-40 °C sebanyak 12-15 ml. Campuran tersebut dihomogenkan dengan cara cawan petri digerakkan membentuk angka delapan sebanyak enam kali. Setelah agar mengeras, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37±1 °C selama 24 jam. Koloni mikroba yang terbentuk dihitung berdasarkan Standard Plate Count (SPC).

Bagan Alir Penelitian

1. Optimasi Metode Ultraviolet

Susu kambing segar Pengujian kualitas fisik, kimia dan mikrobiologis (TPC)

Diberi perlakuan UV dengan dosis berbeda 2,25 kGy (1 reaktor); 4,50 kGy (2 reaktor); 6,75 kGy (3 reaktor); kontrol: 0 kGy

Pengujian kualitas fisik, kimia dan mikrobiologis (TPC)

Hasil terpilih dikombinasikan dengan metode HPEF

2. Penentuan Frekuensi HPEF

Susu kambing segar Pengujian kualitas fisik, kimia dan mikrobiologis (TPC)

Perlakuan UV dengan dosis terpilih Perlakuan HPEF dengan frekuensi

berbeda 10, 15, 20 Hz; kontrol: 0 Hz

Pengujian kualitas fisik, kimia dan mikrobiologis (TPC), serta

bilangan peroksida dan elektroforesis protein susu Hasil terpilih digunakan pada penelitian utama

3. Penelitian Utama

Susu kambing segar Disterilisasi menggunakan autoklaf (115 °C selama 3 menit)

Pengujian mikrobiologis (jumlah bakteri

Salmonella Typhimurium)

Direkontaminasi dengan Salmonella

Typhimurium hingga populasi mencapai 105 cfu/ml susu kambing

Penentuan kemampuan reduksi populasi S. Typhimurum dengan

metode kombinasi UV dan HPEF

Diberi perlakuan kombinasi UV dan HPEF sesuai dengan hasil

penelitian pendahuluan Gambar 5. Diagram Alir Penelitian

18

Rancangan dan Analisis Data Rancangan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk data parametrik dan Kruskal Wallis untuk data nonparametrik. Taraf perlakuan pada penelitian pendahuluan terdiri atas empat taraf dosis UV yang berbeda, yaitu 0 kGy (kontrol), 2,25 kGy (1 reaktor), 4,50 kGy (2 reaktor), dan 6,75 kGy (3 reaktor). Taraf perlakuan pada penelitian utama terdiri atas empat taraf frekuensi, yaitu 0 (kontrol), 10, 15, dan 20 Hz. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali.

Analisis Data

Analisis data diawali dengan pengujian asumsi. Apabila data memenuhi uji asumsi, maka dianalisis ragam dengan ANOVA. Apabila data tidak memenuhi uji asumsi, maka data ditransformasi terlebih dahulu dan apabila masih tidak memenuhi uji asumsi, maka dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis. Data yang diperoleh diuji pada selang kepercayaan 95% dengan perangkat lunak Statistix 8.0. Model matematik dari rancangan acak lengkap tersebut menurut Steel and Torrie (1995) adalah:

Yij= μ + Pi+ εij

Keterangan:

Yij : peubah respon akibat pengaruh perlakuan dosis UV atau kombinasi dosis

UV dan frekuensi HPEF μ : rataan umum

Pi : pengaruh dosis UV atau kombinasi dosis UV dan frekuensi HPEF

εij : galat percobaan

sedangkan model matematik dari uji Kruskal Wallis menurut Casella (2008) sebagai berikut:

Keterangan:

n1 : jumlah pengamatan dalam sampel ke-i

n : ∑ni

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Bakteri Salmonella Typhimurium ATCC 14028

Sebelum direkontaminasikan ke dalam susu kambing yang telah disterilisasi, bakteri Salmonella Typhimurium ATCC 14028 diperiksa terlebih dahulu

karakteristiknya melalui pengamatan terhadap pewarnaan Gram untuk melihat keseragaman bakteri dan ketiadaan kontaminan. Karakteristik S. Typhimurium dapat

dilihat pada Gambar 6. Bakteri S. Typhimurium pada pewarnaan Gram menunjukkan

sel-sel bakteri yang berwarna merah, hal tersebut karena S. Typhimurium merupakan

bakteri Gram negatif. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa bakteri Gram negatif memiliki lapisan peptidoglikan pada dinding sel yang tipis (5%-20%) sehingga ketika dilakukan uji pewarnaan Gram tahap pencucian dengan alkohol, lemak akan terekstraksi dari dinding sel dan pori-pori akan membesar yang menyebabkan kompleks warna basa kristal violet tercuci dan keluar dari dinding sel bakteri. Pewarnaan selanjutnya dengan pewarna safranin menyebabkan sel bakteri berwarna merah karena menyerap warna tersebut.

Gambar 6. Karakteristik Bakteri Uji Salmonella Typhimurium ATCC 14028

Pengamatan terhadap morfologi menunjukkan bahwa S. Typhimurium

memiliki bentuk batang yang seragam tanpa adanya kontaminan. Karakteristik S.

Typhimurium tersebut sesuai dengan penrnyataan D‟Aoust (2000) yang menyebutkan bahwa Salmonella Typhimurium merupakan bakteri Gram negatif,

20 fakultatif anaerob, berbentuk batang, tidak membentuk spora dan memiliki flagella peritrikus sehingga bersifat motil. Bakteri ini memiliki diameter 0,7 - 1,5 µm dengan panjang 2 - 5 µm. Suhu maksimum pertumbuhannya adalah 45 °C, sedangkan suhu optimum pertumbuhannya adalah 35 - 37 °C.

Gambar 7. Koloni S. Typhimurium pada Media SSA

Koloni Salmonella Typhimurium yang ditumbuhkan dalam tumbuh pada

media Salmonella Shigella Agar (SSA) dapat dilihat pada Gambar 7. Bakteri tersebut

tidak memfermentasi laktosa, membentuk koloni yang tidak berwarna dan menghasilkan H2S yang menyebabkan warna hitam pada bagian tengah koloni.

Warna hitam pada bagian tengah koloni tersebut diakibatkan oleh tiosulfat yang berkombinasi dengan besi (Fe) sebagai indikator terbentuknya sulfida (Oxoid, 2009).

Optimasi Dosis Metode Ultraviolet

Optimasi metode ultraviolet (UV) bertujuan untuk mendapatkan dosis UV terbaik dalam menginaktivasi total mikroba pada susu kambing segar dengan tetap memertahankan kualitas fisik dan kimianya untuk dikombinasikan dengan metode

High Pulsed Electric Field (HPEF). Aplikasi dosis ultraviolet terdiri atas 0 kGy

(kontrol), 2,25 kGy (1 reaktor UV), 4,50 kGy (2 reaktor UV) dan 6,75 kGy (3 reaktor UV). Gambar skematik reaktor UV yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 8.

21 Gambar 8. Skematik Reaktor Ultraviolet

Keterangan: 1 = separating funnel; 2 = reaktor UV; 3 = tabung quartz; 4 = lampu UV; 5 = kran;

6 = selang silikon food grade; 7 = Erlenmeyer (tempat sampel susu kambing)

Pengaruh Aplikasi Dosis atau Jumlah Reaktor Ultraviolet yang Berbeda terhadap Kualitas Fisik Susu Kambing Segar

Kualitas fisik susu merupakan parameter penting untuk menunjukkan kualitas susu kambing segar dan sangat menentukan untuk pengolahan susu. Pengujian kualitas fisik pada penelitian ini meliputi berat jenis, titik beku, pH, konduktivitas, kalor spesifik, dan viskositas. Pengaruh perlakuan dosis UV yang berbeda terhadap kualitas fisik susu kambing segar ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh Dosis UV Berbeda terhadap Kualitas Fisik Susu Kambing Segar Kualitas Fisik Kontrol

Dosis 2,25 kGy (1 Reaktor) Dosis 4,5 kGy (2 Reaktor) Dosis 6,75 kGy (3 Reaktor) Berat Jenis (kg l-1) 1,030 ± 0,00 1,030 ± 0,00 1,030 ± 0,00 1,030 ± 0,00 Titik Beku (°C) -0,49 ± 0,00 -0,48 ± 0.00 -0,48 ± 0,00 -0,48 ± 0,00 pH 6,52 ± 0,05 6,54 ± 0,04 6,55 ± 0,03 6,58 ± 0,10 Konduktivitas (ohm-1 km-1) 4,61 ± 0,14 4,59 ± 0,14 4,59 ± 0,14 4,67 ± 0,69 Kalor Spesifik (kJ kg-1 K-1) 3,78 ± 0,01 3,79 ± 0,01 3,79 ± 0,00 3,79 ± 0,01 Viskositas (cP) 2,08 ± 0,02 2,34 ± 0,30 2,29 ± 0,29 2,03 ± 0,09 7 Reaktor UV 3 Reaktor UV 2 Reaktor UV 1

22

Berat Jenis

Berat jenis susu kambing sangat berhubungan erat dengan kandungan bahan kering pada susu. Hasil pengujian pada penelitian ini menunjukkan bahwa BJ susu kambing adalah 1,030 kg l-1. Komponen terbesar susu adalah air, namun berat jenis susu lebih besar dari satu kg l-1 (berat jenis air) karena dipengaruhi oleh komponen berat kering yang terkandung. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa berat jenis susu kambing tidak dipengaruhi oleh perlakuan dosis UV yang diberikan (P>0,05). Hal ini berarti, bahan pada proses pasteurisasi nontermal tidak terjadi kehilangan air yang biasa ditemukan pada proses pasteurisasi termal akibat penguapan. Proses penguapan menyebabkan peningkatan konsentrasi bahan kering yang dapat mengubah berat jenis. Berat jenis susu kambing yang didapat dari penelitian ini adalah 1,030 kg l-1. Nilai tersebut memenuhi standar Thai Agricultural Standard

(2008) bagi susu kambing yaitu minimal 1,028 kg l-1.

Titik Beku

Susu memiliki titik beku yang konstan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa titik beku susu kambing berkisar antara -0,48 °C s.d -0,49 °C. Titik beku susu berhubungan erat dengan kandungan bahan kering susu, terutama kadar laktosa dan natrium, selain juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator pemalsuan susu (penambahan air). Perlakuan dosis atau jumlah reaktor UV tidak memengaruhi titik beku susu kambing secara nyata (P>0,05). Hal tersebut berarti perlakuan pasteurisasi nontermal tidak mengakibatkan perubahan pada kandungan bahan kering susu kambing terutama laktosa dan natrium. Kandungan bahan kering susu kambing tidak berubah akibat perlakuan pasteurisasi nontermal, karena tidak terjadi peningkatan suhu susu yang memungkinkan adanya penguapan sebagian kadar air, yang memengaruhi kadar bahan kering.

Nilai pH

Nilai pH susu kambing merupakan salah satu parameter yang penting. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara nilai pH susu kambing kontrol dan nilai pH susu kambing yang diberi perlakuan dosis atau jumlah reaktor UV (P>0,05). Nilai pH susu dipengaruhi oleh mineral-mineral, protein (asam-asam amino) dan juga lemak (asam-asam lemak) yang terkandung

23 dalam susu. Nilai pH yang didapatkan berada pada kisaran 6,52 s.d 6,58 dan masih memenuhi ketentuan Thai Agricultural Standard (2008) yaitu pH susu kambing

berkisar antara 6,5 s.d 6,8.

Perubahan pada mineral, lemak dan protein dapat terjadi karena perlakuan termal. Aplikasi UV tidak menyebabkan peningkatan suhu pada susu sehingga tidak mengakibatkan perubahan pada komponen-komponen tersebut.

Konduktivitas

Nilai konduktivitas spesifik susu digunakan untuk mendeteksi mastitis subklinis dan pemalsuan. Konduktivitas susu akan berubah jika konsentrasi substrat dalam cairan berubah dan juga dipengaruhi oleh konsentrasi dan pengenceran endapan koloidal kalsium fosfat. Hasil pengujian sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara nilai konduktivitas susu kambing segar sebelum dan sesudah perlakuan (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dosis atau reaktor UV tidak menyebabkan perubahan konsentrasi substrat dalam susu kambing yang dapat mengubah nilai konduktivitas susu kambing. Nilai konduktivitas yang didapat dari hasil penelitian ini adalah 4,59 ohm-1 km-1 s.d 4,67 ohm-1 km-1. Nilai tersebut masih berada pada kisaran yang disaratkan oleh Fox dan McSweeney (1998) yaitu sebesar 4,0 ohm-1 km-1 s.d 5,5 ohm-1 km-1.

Kalor Spesifik

Nilai kalor spesifik berkaitan erat dengan jumlah total solid, terutama kandungan lemak, walaupun terputus saat pemanasan pada 70-80 °C. Pada saat lemak meleleh, energi dari kalor spesifik akan diserap untuk menyediakan kalor laten untuk peleburan lemak susu.

Hasil sidik ragam pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara kalor spesifik susu kambing segar dan susu kambing yang diberi perlakuan UV hingga dosis tertinggi sebesar 6,75 kGy (P>0,05). Hal ini berarti perlakuan UV pada susu kambing tidak memengaruhi jumlah total solid dan kandungan lemak sehingga tidak mengubah nilai kalor spesifik. Nilai kalor spesifik yang didapat pada penelitian ini berkisar antara 3,78 kJ kg-1 K-1 hingga 3,79 kJ kg-1 K-1. Nilai tersebut lebih rendah dari pernyataan Fox dan McSweeney (1998) yaitu

24 sebesar 3,931 kJ kg-1 K-1. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan oleh perbedaan kandungan bahan kering yang terkandung dalam susu, terutama kadar lemak.

Viskositas

Nilai viskositas susu kambing segar dan susu kambing yang diberi perlakuan UV hingga dosis tertinggi, 6,75 kGy, tidak berbeda. Nilai viskositas yang didapat berada pada kisaran 2,03 cP s.d 2,34 cP. Viskositas susu dipengaruhi oleh komposisi dan konsentrasi partikel padatan di dalam larutan, pH dan suhu (Fox dan McSweeney, 1998). Nilai pH dan suhu susu kambing yang diberi perlakuan dosis UV pada dosis yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan dengan kontrol, sehingga tidak berpengaruh pula terhadap viskositasnya.

Pengaruh Aplikasi Dosis atau Jumlah Reaktor Ultraviolet Berbeda terhadap Kualitas Kimia Susu Kambing Segar

Kualitas kimia susu kambing segar merupakan parameter penting yang menunjukkan nilai nutrisi dalam susu segar ataupun bagi hasil produk akhir. Hasil pengujian kualitas kimia susu kambing segar yang diberi perlakuan ultraviolet (UV) ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Dosis UV Berbeda terhadap Kualitas Kimia Susu Kambing Segar Peubah Kontrol Dosis 2,25 kGy

(1 Reaktor) Dosis 4,50 kGy (2 Reaktor) Dosis 6,75 kGy (3 Reaktor) Kadar air (%) 83,38 ± 0,52 84,55 ± 0,47 84,62 ± 0,39 84,53 ± 0,39 BKTL (%) 9,73 ± 0,16 9,61 ± 0,03 9,57 ± 0,03 9,60 ± 0,04 Protein (%) 5,28 ± 0,10 5,21 ± 0,04 5,19 ± 0,03 5,22 ± 0,03 Lemak (%) 5,90 ± 0,40 5,85 ± 0,46 5,82 ± 0,40 5,88 ± 0,40 Laktosa (%) 3,54 ± 0,05 3,49 ± 0,03 3.48 ± 0,03 3,47 ± 0,03 Kadar Air

Kadar air susu kambing hasil penelitian ini berkisar antara 83,38% s.d 84,62%. Hasil pengujian sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan yang nyata (P>0,05) antara kadar air susu kambing segar sebelum dan setelah mendapat perlakuan UV hingga dosis teringgi 6,75 kGy. Kadar air dalam susu kambing tidak mengalami perubahan selama pemberian perlakuan dosis UV,

25 karena proses tersebut tidak mengakibatkan perubahan suhu susu kambing yang memungkinkan terjadinya penguapan sebagian kadar air susu kambing.

Rerata kandungan air susu kambing (84,27%) yang lebih rendah dari susu sapi (86%) berimplikasi pada kandungan bahan kering yang tinggi yaitu berada pada kisaran 15,38% s.d 16,62%. Kandungan bahan kering susu kambing tersebut berada di atas standar kandungan bahan kering susu kambing segar kualitas premium yang ditetapkan oleh Thai Agricultural Standard (2008), yaitu minimal 13%.

Kadar Protein

Protein merupakan salah satu komponen utama susu dengan kandungan 30- 36 g l-1. Protein susu terdiri atas fraksi kasein dan whey. Kasein terdiri atas 80% dari

protein total sedangkan whey adalah 20%. Kasein pada susu disebut sebagai kasein

misel yang terkandung dengan kalsium fosfat yang terhidrasi (Fennema, 1996). Protein merupakan salah satu komponen penting susu karena berfungsi sebagai salah satu sumber energi utama dan memiliki nilai biologis yang tinggi. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak dijumpai adanya perbedaan nyata pada kandungan protein susu kambing sebelum dan setelah diberi perlakuan ultraviolet hingga dosis 6,75 kGy (P>0,05). Perubahan pada komponen protein dapat terjadi karena panas, asam dan enzim proteolitik. Menurut Fennema (1996), perlakuan panas akan mengakibatkan koagulasi protein whey yang mengakibatkan penurunan sifat

fungsionalnya. Pemberian perlakuan UV tidak menyebabkan peningkatan suhu atau perubahan nilai pH susu kambing, sehingga kandungan protein susu kambing segar dapat dipertahankan.

Kadar protein susu kambing yang di dapatkan berkisar antara 5,19% s.d 5,28%. Nilai tersebut jauh berada di atas nilai yang disyaratkan oleh Thai Agricultural Standard (2008) untuk susu kambing kualitas premium yaitu minimal

3,7%.

Kadar Lemak

Lemak merupakan salah satu komponen utama sumber energi dari susu. Menurut Fennema (1996), susu mengandung lemak dengan komponen yang paling kompleks. Komponen utama dari lemak susu adalah triasilgliserol (trigliserida)

26 dengan jumlah 96% s.d 98% dari total komponen lemak dengan asam lemak butirat sebagai komponen utama asam lemak susu (85%).

Lemak merupakan komponen susu yang paling dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti pakan. Lemak susu juga merupakan salah satu kompenen utama penentu harga susu sehingga kandungannya sangat penting. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada perubahan kandungan lemak sebelum dan setelah perlakuan UV hingga dosis 6,75 kGy (P>0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa metode UV mampu memertahankan kualitas lemak susu kambing segar. Kerusakan lemak susu dapat disebabkan oleh panas atau tekanan tinggi. Perlakuan dosis UV tidak menyebabkan perubahan pada suhu dan tekanan susu, sehingga kadar lemak susu kambing segar dapat dipertahankan.

Kadar lemak susu kambing yang didapat dari hasil penelitian ini berada di kisaran 5,82% s.d 5,9%. Nilai tersebut berada di atas nilai yang disyaratkan oleh Thai Agricultural Standard (2008) untuk susu kambing kualitas premium yaitu minimal

4%.

Kadar Laktosa

Laktosa merupakan karbohidrat utama yang terkandung dalam susu yang

terdiri atas laktosa α dan . Laktosa merupakan salah satu komponen yang

berkontribusi terhadap rasa susu (Fennema, 1996). Laktosa merupakan disakarida gabungan antara glukosa dan galaktosa. Kandungan laktosa pada susu kambing segar tidak dipengaruhi oleh perlakuan UV hingga dosis 6,75 kGy (P>0,05). Perlakuan panas dapat menyebabkan isomerisasi pada kadar laktosa, yaitu perubahan struktur laktosa. Perubahan struktur laktosa tersebut dapat menyebabkan kekurangan pada produk olahan susu, yaitu tekstur berpasir, pada es krim atau produk olahan susu lainnya. Kadar laktosa yang didapat dari hasil penelitian ini berada di bawah standar dari Thai Agricultural Standard (2008) yaitu minimal 4,2%. Kadar laktosa sangat

dipengaruhi oleh musim, tingkat laktasi, peningkatan kadar lemak, protein, bahan kering tanpa lemak, dan mineral yang menyebabkan kadar laktosa menjadi rendah (Hanlein, 2004). Kadar lemak, protein, dan bahan kering tanpa lemak yang didapat pada penelitian ini tergolong tinggi, karena berada di atas standar yang ada. Tingginya kandungan bahan kering tersebut menyebabkan kadar laktosa menjadi rendah

27

Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL)

Bahan kering tanpa lemak ditunjukkan oleh komponen selain air dan lemak yang terkandung dalam susu. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa bahan kering susu kambing tidak dipengaruhi oleh perlakuan UV dengan dosis yang berbeda yaitu maksimal 6,75 kGy (P>0,05). Kandungan tersebut tidak berubah, karena kadar air, kadar protein, dan kadar laktosa susu kambing tidak berubah, sehingga kandungan BKTLnya juga tidak berubah. Kandungan bahan kering tanpa lemak susu kambing kualitas premium menurut Thai Agricultural Standard (2008)

adalah minimal 9%. Kandungan BKTL susu kambing yang diperoleh berada di atara 9,57 s.d 9,73% yang relatif lebih tinggi dibandingkan standar tersebut..

Pengaruh Aplikasi Dosis atau Jumlah Reaktor Ultraviolet Berbeda terhadap Kualitas Mikrobiologis Susu Kambing Segar

Pengujian kualitas mikrobiologis susu kambing yang diberi perlakuan UV adalah jumlah total bakteri (total plate count). Jumlah total bakteri pada susu kambing kontrol yang digunakan adalah 5,99 log cfu/ml dan masih berada berada di bawah jumlah cemaran maksimal bakteri yang disyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia, yaitu 6 log cfu/ml (SNI, 2011). Jumlah bakteri tersebut menurun setelah diberi perlakuan UV dan berbanding lurus dengan persentase penurunan jumlah total bakteri seiring dengan penambahan dosis UV yang diberikan. Grafik penurunan jumlah total bakteri dapat dilihat pada Gambar 9. dan grafik persentase penurunan jumlah total bakteri disajikan pada Gambar 10.

Gambar 9. Penurunan Jumlah Total Bakteri pada Susu Kambing Segar

5,99 5,98 5,95 5,63 5,5 5,6 5,7 5,8 5,9 6 6,1 Dosis 0 kGy (Kontrol) Dosis 2,25 kGy (1 Reaktor) Dosis 4,50 kGy (2 Reaktor) Dosis 6,75 kGy (3 Reaktor) Dosis UV P opulasi (log c fu/ml )

28 Gambar 10. Persentase Reduksi Total Bakteri pada Susu Kambing Segar

Jumlah total bakteri menurun sebanyak 13,91% setelah pemberian perlakuan UV dosis 2,25 kGy (1 reaktor), 40,32% pada dosis 4,50 kGy (2 reaktor) dan 68,55% pada dosis 6,75 kGy (3 reaktor) dari jumlah awal 5,99 log cfu/ml menjadi 5,63 log cfu/ml susu kambing. Semakin lama susu terpapar oleh sinar UV, maka dosis UV juga bertambah. Hal ini menunjukkan bahwa sinar UV yang digunakan mampu menginaktivasi mikroorganisme yang terkandung pada susu kambing segar. Menurut Sastry et al. (2000) iradiasi ultraviolet adalah salah satu

proses pengawetan bahan pangan tanpa panas yang dapat menginaktivasi mikroorganisme. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Lodi et al.(1996)

yang mampu mereduksi jumlah total bakteri hingga 50% - 60% pada susu kambing segar yang diberi perlakuan UV.

Menurut Keklik dan Demirci (2009), inaktivasi mikroorganisme akibat dari paparan sinar UV dapat dikategorikan menjadi tiga mekanisme, yaitu (1) efek kimia, yaitu terjadi perubahan kimia di dalam DNA dan RNA yang menyebabkan inaktivasi mikroorganisme karena kegagalan replikasi, (b) efek panas, yaitu dapat menghasilkan tekanan panas yang disebabkan oleh perbedaan penyerapan sinar UV oleh mikroorganisme dan permukaan media, kondisi ini menyebabkan penyerapan air pada sel bakteri yang mengakibatkan ketidakseimbangan tekanan osmotik sehingga sitoplasma rusak dan menghasilkan sel yang rapuh/mudah pecah, dan (c)

13,91 40,32 68,55 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Dosis 2,25 kGy

(1 Reaktor) Dosis 4,50 kGy (2 Reaktor) Dosis 6,75 kGy (3 Reaktor)

P erse ntase R eduksi ( % ) Dosis UV

29 efek fisik, yaitu energi tinggi yang dihasilkan berakibat pada perubahan fisik secara konstan, dimana struktur dinding sel menjadi rusak dan pecah. Mekanisme ini dengan jelas menunjukkan bahwa sinar UV tidak hanya dapat menyebabkan perubahan genetik pada struktur sel bakteri, tetapi juga dapat menyebabkan kerusakan sel dan pecahnya sel.

Dosis Ultraviolet Terbaik

Perlakuan dosis UV terbukti efektif untuk menginaktivasi jumlah total bakteri pada susu kambing segar. Persentase penurunan mikroorganisme terbaik didapatkan pada taraf dosis UV 6,75 kGy. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata terhadap kualitas fisik dan kimia susu kambing segar sebelum dan setelah perlakuan UV hingga dosis tertinggi (6,75 kGy) (P>0,05). Perlakuan dosis UV 6,75 kGy terpilih sebagai dosis UV terbaik karena mampu menurunkan total bakteri terbanyak dan tidak memengaruhi kualitas fisik dan kimia susu kambing segar. Dosis tersebut masih berada di bawah dosis serap maksimum yang disyaratkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia No. 701/MENKES/PER/VIII/2009 tentang pangan iradiasi Bab II pasal 4, yang menerangkan bahwa dosis serap total pangan iradiasi tidak boleh melebihi 10 kGy. Berdasarkan standar tersebut, pangan yang diberi perlakuan iradiasi di bawah dosis yang disarankan, tergolong aman untuk dikonsumsi. Pangan iradiasi seperti iradiasi ion dan sebagainya sudah banyak dikembangkan di negara-negara maju seperti Australia. Iradiasi pangan telah banyak digunakan untuk pengawetan pangan di lebih dari 50 negara. Teknik tersebut aman dan efektif untuk membunuh bakteri pada pangan sehingga dapat meningkatkan masa simpan pangan tersebut. Teknik iradiasi pangan telah lama diuji oleh berbagai organisasi seperti World Health Organization

(WHO), the United Nations Food and Agriculture Organization (FAO), the European Community Scientific Committee for Food, the United States Food and Drug Administration (FDA), a House of Lords committee juga oleh para pakar di

bidangnya di Australia dan Selandia Baru (www.foodstandards.gov.au, 2011). Kementerian Pertanian dan Kehutanan Selandia Baru telah menyetujui pemasaran produk buah buahan dari Australia yang diberi dosis minimul 250 Gy. Produk buah buahan tersebut diantaranya mangga, pepaya, dan lengkeng (www.foodstandards.gov.au, 2011). Data tersebut menunjukkan bahwa pangan yang

30 diawetkan dengan metode iradiasi aman dikonsumsi oleh manusia, pada batasan dosis tertentu.

Hasil dosis UV terbaik selanjutnya akan dikombinasikan dengan metode

High Pulsed Electric Field (HPEF) dengan taraf perlakuan frekuensi HPEF sebesar 0

(kontrol), 10, 15 dan 20 Hz untuk menginaktivasi jumlah total bakteri pada susu kambing segar. Hasil frekuensi HPEF terbaik akan diambil dan dilanjutkan untuk menginaktivasi Salmonella Typhimurium ATCC 14028 yang direkontaminasikan ke

dalam susu kambing. Gambar skematik kombinasi UV dan HPEF dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Skematik Kombinasi UV dan HPEF

Keterangan: 1 = separating funnel; 2 = reaktor UV; 3 = tabung quartz; 4 = lampu UV; 5 = selang

silikon food grade; 6 = treatment chamber; 7 = unit HPEF; 8 = tempat sampel susu kambing

Pengaruh Aplikasi Kombinasi Ultraviolet Dosis 6,75 kGy dan HPEF Frekuensi Berbeda terhadap Kualitas Fisik Susu Kambing Segar

Hasil pengujian kualitas fisik susu kambing segar yang diberi perlakuan UV dosis 6,75 kGy dan dikombinasikan dengan HPEF dengan frekuensi berbeda ditampilkan pada Tabel 4. Pengujian kualitas fisik meliputi berat jenis, titik beku, pH, konduktivitas, kalor spesifik, dan viskositas.

Secara umum, kualitas fisik susu kambing segar yang diberi perlakuan

Dokumen terkait