• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Nilai Tambah Yang Diperoleh Petani Dan Pengolah Kopra

Sebelum menjadi kopra, petani kelapa mengolah kelapa kupas. Proses pembuatan kelapa kupas yang pertama adalah mengkait, mengkait adalah proses yang dilakukan sewaktu panen. Yang kedua, mengumpulkan. Kelapa-kelapa yang telah dikait dikumpulkan di suatu tempat. Selanjutnya dilakukan pengupasan sabut. Pengupasan sabut dilakukan dengan menggunakan alat yang terbuat dari besi seperti parang. Sabut digunakan untuk menutup lubang-lubang. Pengupasan dilakukan sampai bagian demi bagian sabutnya dikupas sehingga diperoleh kelapa butir. Kemudian dilakukan pembelahan kelapa, pembelahan ini dilakukan dengan golok atau kampak. Air kelapanya sebagian dikonsumsi sebagian lagi dibuang. Selanjutnya dilakukan pencungkilan, dari proses pencungkilan ini diperoleh daging kelapa. Kegiatan yang terakhir dilakukan adalah pengemasan dan selanjutnya dijual kepada pedagang pengumpul yang melakukan proses pengolahan kopra.

Metode analisis yang digunakan untuk menjelaskan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kelapa kupas adalah Metode Hayami. Perhitungan nilai tambah yang dilakukan pada proses pengolahan kelapa kupas dengan tujuan untuk mengukur besarnya nilai tambah yang terjadi akibat adanya proses pengolahan kelapa kupas. Berikut ini ditampilkan tabel perhitungan nilai tambah dengan menggunakan Metode Hayami.

Tabel 10 Hasil perhitungan nilai tambah yang diperoleh petani kelapa dengan menggunakan Metode Hayami

No. Variabel (Output, Input, Harga) Nilai

1. Hasil/ Produksi (Kg) 600

2. Bahan baku (Kg) 1.836,88

3. Tenaga Kerja (HKP) 6,12

4. Faktor Konversi (1/2) 0,33 5. Koefisien tenaga kerja (3/2) 0,003 6. Harga produk rata-rata (Rp/kg) 3.188,75 7. Upah rata-rata (Rp/HKP) 34,45

Pendapatan dan Keuntungan

8. Harga bahan baku (Rp/kg) 0

9. Bahan Tambahan Pengolahan (Rp/kg) 44,81 10. Nilai produk (Rp/kg) (4x6) 1.052,29 11. a.Nilai tambah (Rp/kg) (10-8-9) 1.007,47

b.Ratio nilai tambah (%) (11a/10) 96 12. a.Imbalan tenaga kerja (Rp/kg) (5x7) 0,115

b.Bagian tenaga kerja (%) (12a/11a) 0,011 13. a.Keuntungan (Rp) (11a-12a) 1.007,36

b.Tingkat keuntungan (%) (13a/11a) 99

Balas Jasa Untuk Faktor Produksi

14. Margin (Rp/Kg) 1.052,29

a. Pendapatan TK langsung (%) b.Bahan Tambahan pengolahan (%) c. Keuntungan Perusahaan (%)

0,01 4,26 95,73

Dari hasil perhitungan nilai tambah pada Tabel 10, diketahui bahwa faktor konversi yang diperoleh adalah sebesar 0,33. Nilai faktor konversi ini menunjukkan bahwa setiap pengolahan 1 kg kelapa akan menghasilkan 0,33 kg kelapa kupas. Koefisien tenaga kerja yang diperoleh adalah sebesar 0,003. Nilai ini menunjukkan bahwa 3 HKP mampu mengolah 1.000 kg kelapa.

Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kelapa kupas adalah sebesar Rp. 1.007,47/kg. Nilai tambah diperoleh dari hasil pengurangan nilai produk dengan harga bahan baku dan bahan tambahan pengolahan. Rasio nilai tambah yang

diperoleh sebesar 96 %. Berarti, bila nilai produk sebesar 1 satuan maka nilai tambah diperoleh sebesar 0,96 satuan. Nilai ini menunjukkan bahwa proses pengolahan kelapa kupas memberikan nilai tambah sebesar 96 % dari nilai produk. Ratio nilai tambah > 50% dikatakan tinggi berarti pengolahan kelapa kupas memiliki nilai tambah yang tinggi.

Imbalan tenaga kerja yang diperoleh dari pengolahan kelapa kupas adalah sebesar Rp. 0,115/kg. Imbalan tenaga kerja diperoleh dari hasil perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata. Bagian tenaga kerja yang diperoleh sebesar 0,011 %. Berarti, bila nilai tambah sebesar 1 satuan maka imbalan tenaga kerja yang digunakan sebesar 0,00011 satuan. Nilai ini menunjukkan bahwa proses pengolahan kelapa kupas tidak menggunakan banyak tenaga kerja.

Keuntungan yang diperoleh dari pengolahan kelapa kupas adalah sebesar Rp. 1.007,36/kg. Keuntungan diperoleh dari hasil selisih nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja. Rasio keuntungan yang diperoleh sebesar 99%. Berarti, bila nilai tambah sebesar 1 satuan maka keuntungan yang diperoleh sebesar 0,99 satuan. Tingkat keuntungan dikatakan sangat untung apabila > 50% berarti petani telah mendapatkan keuntungan yang besar.

Pendapatan tenaga kerja langsung dari pengolahan diperoleh dari hasil perbandingan antara imbalan tenaga kerja dengan margin dikali dengan 100 %. Hasil dari bagian pendapatan tenaga kerja langsung adalah sebesar 0,01 %. Berarti, bila margin sebesar 1 satuan maka imbalan tenaga kerja yang diperoleh sebesar 0,0001 satuan.

Bahan tambahan pengolahan diperoleh dari hasil perbandingan bahan tambahan pengolahan dengan margin dikali dengan 100 %. Hasil dari bahan tambahan pengolahan adalah sebesar 4,26 %. Berarti, bila margin sebesar 1 satuan maka bahan tambahan pengolahan yang diperoleh sebesar 0,0426 satuan. Keuntungan perusahaan diperoleh dari hasil perbandingan keuntungan dengan margin dikali dengan 100 %. Keuntungan perusahaan yang diperoleh sebesar 95,73 %. Berarti, bila margin sebesar 1 satuan maka keuntungan yang diperoleh sebesar 0,9573 satuan.

Marjin keuntungan perusahaan lebih besar dibandingkan dengan marjin pendapatan tenaga kerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha pengolahan kelapa kupas merupakan usaha padat modal. Usaha padat modal yang dimaksud adalah usaha yang tidak membutuhkan tenaga kerja yang terlalu banyak.

Pengolahan Kelapa Kupas Menjadi Kopra

Kopra merupakan bahan baku pembuatan minyak kelapa. Kopra berasal dari buah kelapa yang telah mendapat perlakuan dari petani kelapa. Proses pengolahan kopra yang dilakukan di Desa Silo Baru terdiri dari 4 tahapan yaitu penimbangan, ngoncek, pencucian atau perendaman dan pengemasan.

1)Penimbangan

Kelapa cungkil yang masuk langsung ditimbang lalu di bagikan kepada tenaga kerja yang akan mengoncek.

2)Ngoncek

Ngoncek dilakukan dengan menggunakan pisau koncek. Ngoncek adalah proses pengupasan kelapa cungkil. Lalu dipisahkan antara kopra putih dan kulit

kopra yang berwarna coklat. 3)Pencucian/ Perendaman

Pencucian atau perendaman dilakukan di bak pencucian selama 2 jam. Gunanya agar kadar air di dalam kopra meningkat sehingga kopra lebih berat. 4)Pengemasan

Pengemasan dengan menggunakan goni putih 50 Kg dan pemisahan antara kopra putih dan kulit kopra. Dan dilakukan pengangkutan ke kilang minyak.

Produk olahan (Output) yang dihasilkan pada proses ini adalah kopra. Berikut adalah perhitungan nilai tambah pengolahan kelapa kupas menjadi kopra berdasarkan metode Hayami.

Tabel 11. Hasil perhitungan nilai tambah pengolahan kelapa kupas menjadi kopra dengan menggunakan Metode Hayami

No. Variabel (Output, Input, Harga) Nilai

1. Hasil/ Produksi (Kg) 3.416,67

2. Bahan baku (Kg) 3.500

3. Tenaga Kerja (HKP) 60

4. Faktor Konversi (1/2) 0,98 5. Koefisien tenaga kerja (3/2) 0,02 6. Harga produk rata-rata (Rp/kg) 4.333,33

7. Upah rata-rata (Rp/HKP) 17.583,33

Pendapatan dan Keuntungan

8. Harga bahan baku (Rp/kg) 3.200

9. Bahan Tambahan Pengolahan (Rp/kg) 4 10. Nilai produk (Rp/kg) (4x6) 4.230,16 11. a.Nilai tambah (Rp/kg) (10-8-9) 1.026,16

b.Ratio nilai tambah (%) (11a/10) 24 12. a.Imbalan tenaga kerja (Rp/kg) (5x7) 351,67

b.Bagian tenaga kerja (%) (12a/11a) 34 13. a.Keuntungan (Rp) (11a-12a) 674,49

b.Tingkat keuntungan (%) (13a/11a) 66

Balas Jasa Untuk Faktor Produksi

14. Margin (Rp/Kg) 730,16

d.Pendapatan TK langsung (%) e. Bahan Tambahan pengolahan (%) f. Keuntungan Perusahaan (%)

48,16 0,55 92,37

Dari hasil perhitungan nilai tambah pada Tabel 11, diketahui bahwa faktor konversi yang diperoleh adalah sebesar 0,98. Nilai faktor konversi ini menunjukkan bahwa setiap pengolahan 1 kg kelapa akan menghasilkan 0,98 kg kopra. Koefisien tenaga kerja yang diperoleh adalah sebesar 0,02. Nilai ini menunjukkan bahwa 2 HKP mampu mengolah 100 kg kelapa.

Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kelapa kupas menjadi kopra adalah sebesar Rp. 1.026,16/kg. Nilai tambah diperoleh dari hasil pengurangan nilai produk dengan harga bahan baku dan bahan tambahan pengolahan. Rasio nilai

tambah yang diperoleh sebesar 24 %. Berarti, bila nilai produk sebesar 1 satuan maka nilai tambah yang diperoleh sebesar 0,24 satuan. Nilai ini menunjukkan bahwa proses pengolahan kelapa kupas menjadi kopra memberikan nilai tambah sebesar 24 % dari nilai produk. Ratio nilai tambah < 50% dikatakan rendah berarti pengolahan kelapa kupas menjadi kopra memiliki nilai tambah yang rendah.

Imbalan tenaga kerja yang diperoleh dari pengolahan kelapa kupas menjadi kopra adalah sebesar Rp. 351,67/kg. Imbalan tenaga kerja diperoleh dari hasil perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata. Bagian tenaga kerja yang diperoleh sebesar 34 %. Berarti, bila nilai tambah sebesar 1 maka imbalan tenaga kerja yang digunakan sebesar 0,34 satuan. Nilai ini menunjukkan bahwa proses pengolahan kelapa kupas menjadi kopra tidak menggunakan banyak tenaga kerja.

Keuntungan yang diperoleh dari pengolahan kelapa kupas menjadi kopra adalah sebesar Rp. 674,49/kg. Keuntungan diperoleh dari hasil selisih nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja. Rasio keuntungan yang diperoleh sebesar 66 %. Berarti, bila nilai tambah sebesar 1 satuan maka keuntungan yang diperoleh sebesar 0,66 satuan. Tingkat keuntungan dikatakan sangat untung apabila > 50% berarti petani telah mendapatkan keuntungan yang besar.

Pendapatan tenaga kerja langsung dari pengolahan diperoleh dari hasil perbandingan antara imbalan tenaga kerja dengan margin dikali dengan 100 %. Hasil dari bagian pendapatan tenaga kerja langsung adalah sebesar 48,16 %. Berarti, bila margin sebesar 1 satuan maka imbalan tenaga kerja yang diperoleh sebesar 0,4816 satuan.

Bahan tambahan pengolahan diperoleh dari hasil perbandingan bahan tambahan pengolahan dengan margin dikali dengan 100 %. Hasil dari bahan tambahan pengolahan adalah sebesar 0,55 %. Berarti, bila margin sebesar 1 satuan maka bahan tambahan pengolahan yang diperoleh sebesar 0,0055 satuan. Keuntungan perusahaan diperoleh dari hasil perbandingan keuntungan dengan margin dikali dengan 100 %. Keuntungan perusahaan yang diperoleh sebesar 92,37 %. Berarti, bila margin sebesar 1 satuan maka keuntungan yang diperoleh sebesar 0,9237 satuan.

Marjin keuntungan perusahaan merupakan marjin yang terbesar. Marjin keuntungan perusahaan lebih besar dibandingkan dengan marjin pendapatan tenaga kerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha pengolahan kelapa kupas menjadi kopra merupakan usaha padat modal. Usaha padat modal yang dimaksud adalah usaha yang tidak membutuhkan tenaga kerja yang terlalu banyak.

Pengolahan Kopra Menjadi Tepung

Pengolahan kopra menjadi tepung menggunakan bahan baku kopra putih. Pengolahan kopra menjadi tepung ini dilakukan oleh Kilang Minyak Sejati. Pembuatan tepung dilakukan dengan 7 tahapan yang terdiri dari: penimbangan, perendaman, sortir, pencucian dengan air panas, penghancuran, pengovenan dan pengayakan.

1)Penimbangan

Kopra putih yang masuk ke Kilang Minyak Sejati ini langsung ditimbang untuk mengetahui berapa banyak kopra yang masuk setiap harinya.

2)Perendaman

Kopra putih direndam selama 2 jam gunanya agar kadar air di dalam kopra putih meningkat sehingga kopra lebih berat dan lebih segar.

3)Sortir

Penyortiran dilakukan untuk mendapatkan mutu kopra putih yang bagus untuk diolah menjadi tepung, sedangkan yang tidak bermutu baik dialihkan untuk diolah menjadi minyak.

4)Pencucian dengan air panas

Pencucian dengan air panas gunanya untuk membersihkan kopra dari kotoran, kuman dan bakteri yang menempel pada kopra.

5)Penghancuran

Penghancuran kopra dengan mesin untuk mengubah kopra menjadi tepung. Dalam proses ini tepung masih tepung kasar.

6)Pengovenan

Pengovenan dilakukan dengan menggunakan mesin oven dengan suhu 80°C dan mesin boiler. Gunanya untuk mengeringkan tepung.

7)Pengayakan

Pengayakan dilakukan dengan menggunakan mesin ayak. Gunanya untuk menghaluskan tepung. Sehingga dihasilkan tepung yang baik. Inilah proses terakhir dari pembuatan tepung.

Produk olahan (Output) yang dihasilkan pada proses ini adalah tepung. Berikut adalah perhitungan nilai tambah pengolahan kopra menjadi tepung berdasarkan metode Hayami.

Tabel 12. Hasil perhitungan nilai tambah pengolahan kopra menjadi tepung dengan menggunakan Metode Hayami

No. Variabel (Output, Input, Harga) Nilai

1. Hasil/ Produksi (Kg) 16.000

2. Bahan baku (Kg) 40.000

3. Tenaga Kerja (HKP) 40,75

4. Faktor Konversi (1/2) 0,4 5. Koefisien tenaga kerja (3/2) 0,001 6. Harga produk rata-rata (Rp/kg) 13.000

7. Upah rata-rata (Rp/HKP) 208.062,3

Pendapatan dan Keuntungan

8. Harga bahan baku (Rp/kg) 4.100

9. Bahan Tambahan Pengolahan (Rp/kg) 152,6 10. Nilai produk (Rp/kg) (4x6) 5.200 11. a.Nilai tambah (Rp/kg) (10-8-9) 947,4

b.Ratio nilai tambah (%) (11a/10) 18,22 12. a.Imbalan tenaga kerja (Rp/kg) (5x7) 208,06 b.Bagian tenaga kerja (%) (12a/11a) 271,18 13. a.Keuntungan (Rp) (11a-12a) 739,34

b.Tingkat keuntungan (%) (13a/11a) 78,04

Balas Jasa Untuk Faktor Produksi

14. Margin (Rp/Kg) 1.100

g.Pendapatan TK langsung (%) h.Bahan Tambahan pengolahan (%) i. Keuntungan Perusahaan (%)

18,91 13,87 67,21

Dari hasil perhitungan nilai tambah pada Tabel 12, diketahui bahwa faktor konversi yang diperoleh adalah sebesar 0,4. Nilai faktor konversi ini menunjukkan bahwa setiap pengolahan 1 kg kopra akan menghasilkan 0,4 kg tepung. Koefisien tenaga kerja yang diperoleh adalah sebesar 0,001. Nilai ini menunjukkan bahwa 1 HKP mampu mengolah 1.000 kg kopra.

Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kopra menjadi tepung adalah sebesar Rp. 947,4/kg. Nilai tambah diperoleh dari hasil pengurangan nilai produk dengan harga bahan baku dan bahan tambahan pengolahan. Rasio nilai tambah

yang diperoleh sebesar 18,22 %. Berarti, bila nilai produk sebesar 1 satuan maka nilai tambah yang diperoleh sebesar 0,1822 satuan. Nilai ini menunjukkan bahwa proses pengolahan kopra menjadi tepung memberikan nilai tambah sebesar 18,22 % dari nilai produk. Ratio nilai tambah < 50% dikatakan rendah berarti pengolahan kopra menjadi tepung memiliki nilai tambah yang rendah.

Imbalan tenaga kerja yang diperoleh dari hasil pengolahan kopra menjadi tepung adalah sebesar Rp. 208,06/kg. Imbalan tenaga kerja diperoleh dari hasil perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata. Bagian tenaga kerja yang diperoleh sebesar 271,18 %. Berarti, bila nilai tambah sebesar 1 maka imbalan tenaga kerja yang digunakan sebesar 2,7118 satuan.

Keuntungan yang diperoleh dari pengolahan kopra menjadi tepung adalah sebesar Rp.739,34/kg. Keuntungan diperoleh dari hasil selisih nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja. Rasio keuntungan yang diperoleh sebesar 78,04 %. Berarti, bila nilai tambah sebesar 1 satuan maka keuntungan yang diperoleh sebesar 0,78 satuan. Tingkat keuntungan dikatakan sangat untung apabila > 50% berarti kilang minyak telah mendapatkan keuntungan yang besar.

Pendapatan tenaga kerja langsung dari pengolahan diperoleh dari hasil perbandingan antara imbalan tenaga kerja dengan margin dikali dengan 100 %. Hasil dari bagian pendapatan tenaga kerja langsung adalah sebesar 18,91 %. Berarti, bila margin sebesar 1 satuan maka imbalan tenaga kerja yang diperoleh sebesar 0,1891 satuan.

Bahan tambahan pengolahan diperoleh dari hasil perbandingan bahan tambahan pengolahan dengan margin dikali dengan 100 %. Hasil dari bahan tambahan pengolahan adalah sebesar 13,87 %. Berarti, bila margin sebesar 1 satuan maka bahan tambahan pengolahan yang diperoleh sebesar 0,1387 satuan. Keuntungan perusahaan diperoleh dari hasil perbandingan keuntungan dengan margin dikali dengan 100 %. Keuntungan perusahaan yang diperoleh sebesar 67,21 %. Berarti, bila margin sebesar 1 satuan maka keuntungan yang diperoleh sebesar 0,6721 satuan.

Marjin keuntungan perusahaan merupakan marjin yang terbesar. Marjin keuntungan perusahaan lebih besar dibandingkan dengan marjin pendapatan tenaga kerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha pengolahan kopra menjadi tepung merupakan usaha padat modal. Usaha padat modal yang dimaksud adalah usaha yang telah dilengkapi mesin-mesin produksi mekanis sehingga tidak membutuhkan tenaga kerja yang terlalu banyak.

Pengolahan Kopra Menjadi Minyak

Pengolahan kopra menjadi minyak menggunakan bahan baku kulit kopra yang berwarna coklat. Pengolahan kopra menjadi minyak ini dilakukan oleh Kilang Minyak Sejati. Pembuatan minyak dilakukan dengan 5 tahapan yang terdiri dari: penimbangan, pemarutan, pemasakan, pengepresan dan penyaringan.

1)Penimbangan

Kulit kopra yang masuk ke Kilang Minyak Sejati langsung ditimbang dan dilakukan proses berikutnya.

2)Pemarutan

Pemarutan dilakukan dengan mesin parut. Sehingga diperoleh kulit kopra berubah menjadi halus.

3)Pemasakan

Pemasakan dilakukan dengan menggunakan tangki pemasak. Pemasakan berlangsung selama 45 menit.

4)Pengepresan

Pengepresan dilakukan dengan menggunakan mesin pres. Gunanya untuk mengeluarkan minyak yang lebih banyak.

5)Penyaringan

Penyaringan dilakukan dengan menggunakan mesin penyaring. Gunanya untuk memisahkan minyak dan ampas. Sehingga diperoleh minyak, sedangkan ampasnya disebut bungkil yang juga memiliki nilai ekonomis.

Produk olahan (Output) yang dihasilkan pada proses ini adalah minyak. Berikut adalah perhitungan nilai tambah pengolahan kopra menjadi minyak berdasarkan metode Hayami.

Tabel 13. Hasil perhitungan nilai tambah pengolahan kopra menjadi minyak dengan menggunakan Metode Hayami

No. Variabel (Output, Input, Harga) Nilai

1. Hasil/ Produksi (Kg) 2.900

2. Bahan baku (Kg) 3.000

3. Tenaga Kerja (HKP) 17,83

4. Faktor Konversi (1/2) 0,96 5. Koefisien tenaga kerja (3/2) 0,006 6. Harga produk rata-rata (Rp/kg) 4.700

7. Upah rata-rata (Rp/HKP) 120.779,9

Pendapatan dan Keuntungan

8. Harga bahan baku (Rp/kg) 800

9. Bahan Tambahan Pengolahan (Rp/kg) 804,27 10. Nilai produk (Rp/kg) (4x6) 4.543,33 11. a.Nilai tambah (Rp/kg) (10-8-9) 2.939,07 b.Ratio nilai tambah (%) (11a/10) 64,69 12. a.Imbalan tenaga kerja (Rp/kg) (5x7) 717,78 b.Bagian tenaga kerja (%) (12a/11a) 24,42 13. a.Keuntungan (Rp) (11a-12a) 2.221,29

b.Tingkat keuntungan (%) (13a/11a) 75,58

Balas Jasa Untuk Faktor Produksi

14. Margin (Rp/Kg) 3.743,33

j. Pendapatan TK langsung (%) k.Bahan Tambahan pengolahan (%) l. Keuntungan Perusahaan (%)

19,17 21,49 59,34

Dari hasil perhitungan nilai tambah pada Tabel 13, diketahui bahwa faktor konversi yang diperoleh adalah sebesar 0,96. Nilai faktor konversi ini menunjukkan bahwa setiap pengolahan 1 kg kopra akan menghasilkan 0,96 kg minyak. Koefisien tenaga kerja yang diperoleh adalah sebesar 0,006. Nilai ini menunjukkan bahwa 6 HKP mampu mengolah 1.000 kg kopra.

Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kopra menjadi minyak adalah sebesar Rp. 2.939,07/kg. Nilai tambah diperoleh dari hasil pengurangan nilai produk dengan harga bahan baku dan bahan tambahan pengolahan. Rasio nilai

tambah yang diperoleh sebesar 64,69 %. Berarti, bila nilai produk sebesar 1 satuan maka nilai tambah yang diperoleh sebesar 0,6469 satuan. Nilai ini menunjukkan bahwa proses pengolahan kopra menjadi minyak memberikan nilai tambah sebesar 64,69 % dari nilai produk. Ratio nilai tambah > 50% dikatakan tinggi berarti pengolahan kopra menjadi minyak memiliki nilai tambah yang tinggi.

Imbalan tenaga kerja yang diperoleh dari pengolahan kelapa kupas adalah sebesar Rp. 717,78/kg. Imbalan tenaga kerja diperoleh dari hasil perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata. Bagian tenaga kerja yang diperoleh sebesar 24,42 %. Hal ini berarti, nilai tambah sebesar 1 satuan maka imbalan tenaga kerja yang digunakan sebesar 0,2442 satuan. Nilai ini menunjukkan bahwa proses pengolahan kopra menjadi minyak tidak menggunakan banyak tenaga kerja.

Keuntungan yang diperoleh dari pengolahan kelapa kupas adalah sebesar Rp. 2.221,29/kg. Keuntungan diperoleh dari hasil selisih nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja. Rasio keuntungan yang diperoleh sebesar 75,58 %. Berarti, bila nilai tambah sebesar 1 satuan maka keuntungan yang diperoleh sebesar 0,7558 satuan. Tingkat keuntungan dikatakan sangat untung apabila > 50% berarti kilang minyak telah mendapatkan keuntungan yang besar.

Pendapatan tenaga kerja langsung dari pengolahan diperoleh dari hasil perbandingan antara imbalan tenaga kerja dengan margin dikali dengan 100 %. Hasil dari bagian pendapatan tenaga kerja langsung adalah sebesar 19,17 %. Berarti, bila margin sebesar 1 satuan maka imbalan tenaga kerja sebesar 0,1917 satuan.

Bahan tambahan pengolahan diperoleh dari hasil perbandingan bahan tambahan pengolahan dengan margin dikali dengan 100 %. Hasil dari bahan tambahan pengolahan adalah sebesar 21,49 %. Berarti, bila margin sebesar 1 satuan maka bahan tambahan pengolahan yang diperoleh sebesar 0,2149 satuan. Keuntungan perusahaan diperoleh dari hasil perbandingan keuntungan dengan margin dikali dengan 100 %. Keuntungan perusahaan yang diperoleh sebesar 59,34 %. Berarti, bila margin sebesar 1 satuan maka keuntungan yang diperoleh sebesar 0,5934 satuan.

Marjin keuntungan perusahaan merupakan marjin yang terbesar. Marjin keuntungan perusahaan lebih besar dibandingkan dengan marjin pendapatan tenaga kerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha pengolahan kopra menjadi minyak merupakan usaha padat modal. Usaha padat modal yang dimaksud adalah usaha yang telah dilengkapi mesin-mesin produksi mekanis sehingga tidak membutuhkan tenaga kerja yang terlalu banyak.

Sebagai rangkuman dari keempat uraian nilai tambah Hayami, berikut ini ditampilkan tabel perbandingan nilai tambah yang diperoleh petani dan pengolah kopra.

Tabel 14. Hasil perbandingan nilai tambah yang diperoleh petani dan pengolah kopra

No Variabel (Output, Input, Harga) Nilai * Nilai ** Nilai *** Nilai **** 1. a.Nilai tambah (Rp/Kg) 1.007,47 1.026,16 947,4 2.939,07

b.Ratio nilai tambah (%) 96 24 18,22 64,69 2. a.Imbalan tenaga kerja (Rp/Kg) 0,115 351,67 208,06 717,78

b.Bagian tenaga kerja (%) 0,011 34 271,18 24,42 3. a.Keuntungan (Rp) 1.007,36 674,49 739,34 2.221,29 b.Tingkat keuntungan (%) 99 66 78,04 75,58 4. Margin (Rp/Kg) 1.052,29 730,16 1.100 3.743,33 a.Pendapatan TK langsung (%) b.BahanTambahan pengolahan (%) c.Keuntungan Perusahaan (%) 0,01 4,26 95,73 48,16 0,55 92,37 18,91 13,87 67,21 19,17 21,49 59,34 Keterangan:

* : Hasil perhitungan nilai tambah yang diperoleh petani kelapa

** : Hasil perhitungan nilai tambah pengolahan kelapa kupas menjadi kopra *** : Hasil perhitungan nilai tambah pengolahan kopra menjadi tepung **** : Hasil perhitungan nilai tambah pengolahan kopra menjadi minyak

Dari hasil perbandingan nilai tambah pada tabel di atas, diketahui bahwa nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kopra menjadi minyak merupakan nilai tambah tertinggi yakni sebesar Rp. 2.939,07/kg dan rasio nilai tambah tertinggi diperoleh dari pengolahan kelapa yakni sebesar 96%, hal ini dikarenakan nilai produk pada pengolahan kelapa yang bernilai kecil sebagai penyebut.

Imbalan tenaga kerja yang diperoleh dari pengolahan kopra menjadi minyak merupakan imbalan tenaga kerja tertinggi yakni sebesar Rp.717,78/kg dan bagian tenaga kerja tertinggi diperoleh dari pengolahan kopra menjadi tepung yakni sebesar 271,18 %.

Keuntungan yang diperoleh dari pengolahan kopra menjadi minyak merupakan keuntungan tertinggi yakni sebesar Rp.2.221,29/kg dan tingkat keuntungan tertiggi diperoleh dari pengolahan kelapa sebesar 99%.

Pendapatan tenaga kerja langsung dari pengolahan kelapa kupas menjadi kopra merupakan pendapatan tenaga kerja langsung tertinggi yakni sebesar 48,16 %. Bahan tambahan pengolahan tertinggi terdapat pada pengolahan kopra menjadi minyak yakni sebesar 21,49 % dan keuntungan perusahaan tertinggi terdapat pada pengolahan kelapa yakni sebesar 95,73 %.

Dokumen terkait